Peran pendidikan akhlak dalam mengembangkan kemampuan mengeedalikan emosi pada anak di lingkungan keluarga Muslim: survey RT 02 RW 03 Kelurahan Cilodong

(1)

MUSLIM

(Survey RT 02 RW 03 Kelurahan Cilodong)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

IKA WIEBOWO

NIM : 106011000106

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2010 M


(2)

LINGKUNGAN KELUARGA MUSLIM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

IKA WIEBOWO 106011000106

Di bawah bimbingan

Dra. Hj. Elo al- Bugis, M.A. NIP. 19560119 199403 2 001


(3)

Nama : Ika Wiebowo

Tempat / Tgl Lahir : Mojokerto, 12 Januari 1987 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peran Pendidikan Akhlak dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Emosi pada Anak di Lingkungan Keluarga Muslim

Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Elo al-Bugis, M.A.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 14 Desember 2010

IKA WIEBOWO NIM. 106011000106


(4)

Lingkungan Keluarga Muslim (Survey RT 02 RW 03 Kelurahan Cilodong) diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 Desember 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.i) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 23 Desember 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan PAI

Bahrissalim, M.Ag ... ..……….. NIP. 19680307 199803 1 002

Sekretaris Jurusan PAI

Drs. Sapiudin Sidiq, MA ... ..……….. NIP. 19670328 200003 1 001

Penguji I

Drs. Sapiudin Sidiq, M.A ... .………... NIP. 19670328 200003 1 001

Penguji II Tanenji, M.A

NIP. 19720712 199803 1 004 ... .………...

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

i

dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Masalah pengendalian emosi bagi anak khususnya di RT 02 RW 03 Kelurahan Cilodong merupakan permasalahan yang harus ditangani dengan serius. Beragam persoalan anak yang menyangkut pengendalian emosi akibat dari pengaruh pengalaman yang didapat di keluarga, sekolah, pergaulan dan media massa (seperti radio, televisi, majalah, gambar dll) yang kurang baik, berdampak negatif terhadap perkembangan emosi anak akhir-akhir ini. Salah satu aspek yang mempengaruhi kemampuan anak dalam mengendalikan emosi adalah pendidikan akhlak yang diberikan orangtua. Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengendalikan emosi maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pendidikan akhlak di lingkungan keluarga. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat merumuskan masalah yaitu: bagaimana peranan pendidikan akhlak dapat mengendalikan emosi pada anak di lingkungan keluarga Muslim. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan yang erat antara pendidikan akhlak di lingkungan keluarga muslim dengan kemampuan anak dalam mengendalikan emosi dan untuk menganalisis bagaimana signifikansi dari peranan pendidikan akhlak di lingkungan keluarga muslim dalam mengembangkan kemampuan mengendalikan emosi pada anak. Penelitian ini dilaksanakan di RT 02 RW 03 Kelurahan Cilodong pada tahun 2010. Teknik yang digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah teknik angket, observasi dan wawancara. Penelitian ini adalah penelitian populasi dimana populasinya anak-anak yang berusia 7-12 tahun yang berjumlah 40 anak. Instrumen penelitian ini terdiri dari 2 kategori yaitu instrumen pendidikan akhlak dan instrumen pengendalian emosi. Data penelitian pendidikan akhlak dan pengendalian emosi ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur pendidikan akhlak berbentuk skala yang terdiri dari 24 item yang koefisien reliabilitasnya sebesar 0,92 dan alat ukur pengendalian emosi yang terdiri dari 15 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,76. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan formula Product Moment Karl Pearson. Berdasarkan hasil analisa data dengan Product Moment Karl Pearson diperoleh hasil r hitung= 0,597 dan r tabel= 0,325 dengan df= 38 dan dengan perhitungan Coefficient of Determination diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 36%. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara pendidikan akhlak di lingkungan keluarga muslim dengan kemampuan anak dalam mengendalikan emosi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan anak dalam mengendalikan emosi dapat ditingkatkan dengan pendidikan akhlak di lingkungan keluarga.


(6)

ii Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Kiranya tiada kata yang lebih pantas untuk diucapkan selain Alhamdulillah, segala puji bagi Allah sebagai manifestasi rasa syukur kita kehadirat Illahi Rabbi yang telah menghadiahkan anugerah yang begitu mahal harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul ”Peran Pendidikan Akhlak dalam Mengembangkan Kema mpuan

dalam Mengendalikan Emosi pada Anak di Lingkungan Keluarga Muslim”. Shalawat salam semoga senantiasa tercurah pada sang reformer sejati Muhammad saw yang dengan kecerdasan dan kesabarannya mampu mendobrak kejahiliyahan manusia.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat berterima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut diajukan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.

3. Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Jakarta. Terima kasih atas waktu luang yang telah diberikan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada kami selaku mahasiswa.

4. Ibu Dra. Hj. Elo al-Bugis, M.A. selaku pembimbing. Terima kasih tak terkira untuk kesediaannya berbagi ilmu dan waktu, berbagi


(7)

iii

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segera. 6. Bapak, mama dan adikku tercinta Rusdi, yang selalu memberikan

motivasi bagi penulis untuk dapat menghadapi segala cobaan dengan hati yang lapang. Terima kasih untuk semua pengorbanan yang telah diberikan.

7. Teman seperjuangan dalam menuntut ilmu, Dadut , Daso, Lili, Lesti, Mariah, LB, Mui, Nana dan semua teman kelas PAI C. Terima kasih atas bantuan dan keakraban selama ini.

8. Semua teman di kos-kosan ibu Dahlan, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Pada akhirnya, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang

berguna bagi orang lain. ”Khoirunnas Anfa’uhum linnas”.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 14 Desember 2010


(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI, KER ANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Pendidikan Akhlak ... 5

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 5

2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 12

3. Metode Pendidikan Akhlak ... 14

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 15

B. Emosi ... 20

1. Pengertian Emosi ... 20

2. Perkembangan Emosi ... 21

3. Macam- macam Emosi ... 24

4. Pengendalian Emosi (Emotional Control) ... 25

C. Keluarga Muslim ... 27

1. Pengertian Keluarga Muslim ... 27


(9)

v

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian ... 34

C. Variabel Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Prosedur Penelitian ... 36

G. Analisa Instrumen Penelitian ... 38

H. Uji Hipotesis ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

B. Deskripsi dan Analisa ... 44

C. Interpretasi Data ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA


(10)

vi

Tabel 3 Tingkat pendidikan orangtua ... 43

Tabel 4 Mata pencaharian orangtua ... 43

Tabel 5 Sarsansa umum, ibadah dan pendidikan ... 44

Tabel 6 Orangtua mengajari anaknya mengaji ... 44

Tabel 7 Orangtua mengajari anaknya agar bersikap baik pada temannya ... 45

Tabel 8 Orangtua mengingatkan anaknya jika belum melaksanakan shalat ... 46

Tabel 9 Orangtua menyuruh anaknya mengambil kembali sampah yang ia buang sembarangan ... 47

Tabel 10 Orangtua mengajari anaknya untuk meminta maaf jika berbuat salah ... 48

Tabel 11 Orangtua mengajari anaknya agar mengambil sampah yang berserakan ... 49

Tabel 12 Orangtua mengajak anaknya bersilsaturrahmi ke rumah saudara ... 50

Tabel 13 Orangtua bersikap masa bodoh (acuh tak acuh) saat melihat anaknya merusak tanaman ... 50

Tabel 14 Orangtua memelihara tanaman yang ada di sekitar rumah ... 51

Tabel 15 Orangtua membangunkan anaknya yang sedang tidur apabila anaknya belum mengerjakan shalat ... 52

Tabel 16 Orangtua mengajak anaknya pergi menyantuni anak yatim ... 53

Tabel 17 Orangtua berbicara sopan terhadap orang lain ... 54

Tabel 18 Orangtua mengajarkan pada anaknya untuk membuang sampah pada tempatnya ... 54

Tabel 19 Orangtua mengajarkan pada anaknya agar selalu bersyukur ... 55

Tabel 20 Orangtua menceritakan kepada anaknya tentang bagaimana sikap Nabi terhadap orang-orang di sekitarnya ... 56

Tabel 21 Orangtua menceritakan kepada anaknya tentang bagaimana ketekunan Nabi dalam beribadah ... 57


(11)

vii

binatang ... 60 Tabel 25 Orangtua mengajarkan kepada anaknya agar menolong orang yang

sedang kesusahan ... 61 Tabel 26 Orangtua mengajarkan kepada anaknya agar berbicara jujur

dimanapun ia berada ... 62 Tabel 27 Orangtua mengajarkan agar berhati- hati dalam berbicara agar

tidak menyinggung perasaan orang lain ... 63 Tabel 28 Orangtua mengajarkan kepada anaknya agar bertanggung jawab

atas segala perbuatannya ... 64 Tabel 29 Orangtua mengajarkan kepada anaknya agar segera bertaubat

jika melalaikan perintah Allah SWT ... 65 Tabel 30 Saya mencoba berbaik sangka saat menghadapi keadaan yang

tidak menyenangkan ... 65 Tabel 31 Saya akan berlapang dada jika apa yang saya inginkan tidak

tercapai ... 66 Tabel 32 Saya mencoba meredam emosi saya yang sedang memuncak saat

saya sedang marah ... 67 Tabel 33 Saya berusaha mengalihkan perasaan sedih saya dengan

melakukan hal- hal yang bermanfaat ... 68 Tabel 34 Wajah saya akan memerah saat saya sedang marah ... 69 Tabel 35 Saya mengungkapkan kesedihan saya dengan berbicara pada

orang yang dapat dipercaya ... 69 Tabel 36 Saya berusaha untuk tetap tenang pada situasi yang tidak

menyenangkan ... 70 Tabel 37 Nada suara saya akan meninggi saat saya sedang marah ... 71 Tabel 38 Saya akan langsung bergerak menghindar saa t bertemu orang


(12)

viii

Tabel 41 Perasaan saya menjadi lebih baik ketika tidak berburuk sangka

pada tindakan teman saya ... 74 Tabel 42 Saya tidak dapat menahan emosi saat menghadapi keadaan yang

tidak menyenangkan ... 75 Tabel 43 Saat merasa sedih saya cenderung melukai diri sendiri ... 76 Tabel 44 Saya akan mencaci maki orang yang membuat saya marah ... 77


(13)

ix b. Angket Validasi c. Angket Penelitian Lampiran 2. Validitas

a. Uji Validitas Angket Pendidikan Akhlak b. Uji Validitas Angket Pengendalian Emosi Lampiran 3. Reliabilitas

a. Perhitungan Varian Total Instrumen Pendidikan Akhlak b. Perhitungan Reliabilitas Angket Pendidikan Akhlak c. Perhitungan Varian Total Instrumen Pengendalian Emosi d. Perhitungan Reliabilitas Angket Pengendalian Emosi Lampiran 4. Data Hasil Angket Pendidikan Akhlak

Lampiran 5. Data Hasil Angket Pengendalian Emosi Lampiran 6. Persiapan Perhitungan Koefisien Korelasi

Lampiran 7. Perhitungan Koefisien Korelasi Pendidikan Akhlak dengan Kemampuan Anak Mengendalikan Emosi

Lampiran 8. Perhitungan Koefisien Determinasi Lampiran 9. Berita Wawancara

Lampiran 10. Surat Permohonan Izin Penelitian


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia yang berkualitas dari segi intelektual maupun spiritual (akhlak) merupakan kebutuhan yang mutlak di zaman sekarang ini. Sedangkan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia dibutuhkan waktu yang panjang, oleh karena itu pendidikan akhlak harus diberikan sejak kecil.

Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak memiliki potensi yang besar untuk menanamkan nilai-nilai dasar dari akhlak mulia. Karena aktivitas rutin dalam kehidupan keluarga dapat dijadikan dasar bagi pembentukan kebiasaan yang baik. Demikian dominannya fungsi dan peran keluarga dalam pembentukan nilai, hingga Gilbert Highest menyatakan, bahwa sekitar Sembilan puluh persen dari kebiasaan anak berasal dari pendidikan yang diperolehnya dalam keluarga. 1

Allah SWT berfirman dalam al-Qur‟an surat At-Tahrim ayat 6:





























“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

Prof. Dr. H. Ja laluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002),

h. 203


(15)

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)2

Berdasarkan ayat di atas, maka dalam pendidikan Islam orang tua ditempatkan sebagai basis dalam membina pendidikan. Pendidikan akhlak di lingkungan keluarga diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal dalam membentuk akhlak anak. Akan tetapi kurangnya tauladan orang tua dalam mendidik akhlak menyebabkan tidak terbentuknya kestabilan emosi, sehingga menyebabkan anak mudah marah dan tersinggung. Imam Ja‟far Shadiq berkata: “Kemarahan adalah pemusnah hati orang bijak, orang yang tidak dapat menguasai marahnya, tak akan dapat menguasai pikirannya.”3

JB. Watson menyatakan bahwa manusia memiliki 3 emosi dasar, yaitu: Takut, Kemarahan, dan Cinta.4 Tiga emosi dasar inilah yang sejatinya mempengaruhi sikap manusia. Jika seseorang tidak dapat mengendalikan dan menempatkan emosinya dengan baik maka ia akan kehilangan keharmonisan dalam bergaul dengan orang-orang disekitarnya.

Amarah sebenarnya dapat membantu manusia menjaga eksistensinya. Karena jika seseorang sedang marah maka kekuatannya akan bertambah, karena secara tak sadar kekuatan dirinya yang terpendam meluas keluar, sehingga memungkinkannya untuk membela diri atau menaklukkan segala hambatan yang merintanginya.

Al-Qur‟an menganjurkan untuk menggunakan “kekuatan” kepada orang-orang kafir yang menentang penyebaran ajaran Islam.5 Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Qur‟an Surat At- Taubah ayat 123





















Departe men Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sya mil Cipta Media,

2005), h. 560

Dra. Nety Hartati, M.Si, dkk, Islam dan Psikologi, (Tangerang: UIN Ja karta Press, t.t),

h. 120

4

Dra Nety Hartati, M.Si, dkk, Islam dan..., h. 94

5

Muhammad Utsman Najat i, Il mu Jiwa dalam al-Qur’an, (Ja karta: Pustaka Azza m,


(16)

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS. At-Taubah: 123)6

Namun kenyataannya, pada zaman sekarang manusia cenderung merespon amarahnya dengan melakukan tindakan aniaya pada hal- hal yang dianggap merintangi motivasinya. Bahkan kemarahan kadang ditimpakan kepada orang yang sama sekali tidak terkait dengan masalah yang sedang dihadapinya. Contoh: Seorang anak yang sedang marah kepada ayahnya biasanya akan melampiaskan amarahnya kepada adiknya, hal tersebut karena si anak tidak berani meluapkan amarahnya kepada ayahnya. Dalam Ilmu jiwa proses ini dikenal dengan istilah “displacement” (salah penempatan).7

Atas dasar pemikiran diatas, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “PERAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENGENDALIKAN EMOSI PADA ANAK di LINGKUNGAN KELUARGA MUSLIM”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang pemikiran di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kepekaan orang tua terhadap emosi anak karena kurangnya pengetahuan orangtua bagaimana cara mendidik anak yang baik.

2. Kurang maksimalnya pendidikan akhlak di lingkungan keluarga.

3. Banyaknya orang tua yang lebih memfokuskan perhatiannya pada pendidikan intelektual tetapi kurang memperhatikan perkembangan emosi anak.

4. Kurangnya pemberian suri teladan yang baik oleh orang tua, padaha l hal tersebut merupakan modal utama dalam membentuk kepribadian anak.

6

Departe men Agama RI, Al-Qur’an dan ..., (Ja karta : PT. Sya mil Cipta Media, 2005), h.

207

7


(17)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis merasa perlu membatasi dan merumuskan terlebih dahulu permasalahan yang hendak dibahas agar arah dan sasaran yang hendak dicapai lebih jelas dan terarah:

Pembatasan Masalah

1. Kurangnya kepekaan orang tua terhadap emosi anak karena kurangnya pengetahuan orangtua bagaimana cara mendidik anak yang baik.

2. Kurang maksimalnya pendidikan akhlak di lingkungan keluarga.

3. Banyaknya orang tua yang lebih memfokuskan perhatiannya pada pendidikan intelektual tetapi kurang memperhatikan perkembangan emosi anak.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka perumusan masalahnya adalah:

“Bagaimana peranan pendidikan akhlak dapat mengendalikan emosi pada anak di lingkungan keluarga Muslim.”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian:

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang erat antara pendidikan akhlak di lingkungan keluarga muslim dengan kemampuan anak dalam mengendalikan emosi

2. Untuk menganalisis bagaimana signifikansi dari peranan pendidikan akhlak di lingkungan keluarga muslim dalam mengembangkan kemampuan mengendalikan emosi pada anak.

Manfaat Penelitian:

1. Menambah referensi bagi para penulis lain yang berminat melakukan penelitian sejenis.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi keluarga dalam rangka mendidik anak.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan akhlak di dalam keluarga.


(18)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak a. Pengertian Pendidikan

Di dalam diri manusia terdapat dua jenis potensi yaitu potensi baik dan potensi buruk, sebagaimana dalam Al-qur‟an disebutkan:







“Dan kami Telah menunjukkan kepadanya dua jalan”(QS. al-Balad:10)1









“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”(QS. Al-Syams:7-8)2

Dua jalan yang dimaksud dari ayat ini adalah jalan baik dan jalan yang buruk. Namun pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan kepada kebaikan karena fitrah keagamaan yang melekat pada dirinya akan menuju kepada beragama yang lurus atau kebaikan.3 Maka dari itu dapat

1

Departe men Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sya mil Cipta

Media, 2005), h. 594 2

Departe men Agama RI, Al-Qur’an dan..., h. 595

3

Heny Narendrani Hidayati, Penguk uran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta : UIN


(19)

dikatakan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia, tanpa adanya pendidikan mustahil bagi manusia untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan mengarahkan potensi dirinya kepada potensi yang baik. Pendidikan merupakan suatu proses untuk menjadikan manusia menjadi lebih baik dari yang sebelumnya, baik kepribadiannya ataupun kehidupannya di masa mendatang.

Untuk memajukan semua potensi itu, maka pendidikan menjadi suatu sarana yang penting yang perlu direncanakan dengan baik sesuai dengan lingkungan hidup manusia tersebut. Manusia adalah makhluk yang dinamis yang bercita-cita untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan juga bahagia baik secara lahiriah maupun batiniah, duniawi atau ukhrawi.

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan akhlak, maka harus dipahami terlebih dahulu apa yang sebenarnya disebut dengan pendidikan dan apa yang disebut dengan akhlak itu sendiri.

Secara etimologi pendidikan berasal dari kata dasar “didik” mendapat awalan (pe) dan akhiran (an) maka menjadi pendidikan yang berarti perbuatan (hal- hal cara dan sebagainya) mendidik. 4

Di dalam Ilmu Pendidikan, seringkali pendidikan diartikan/didefinisikan orang berbeda-beda. Di dalam Dictionary of Education pendidikan diartikan:

Serangkaian proses dengannya seseorang/anak mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai/berguna di masyarakat. Pendapat lain mengatakan pendidikan adalah proses sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya

4

W. J. S. Poerwadarminta, Ka mus Umu m Bahasa Indonesia, (Jaka rta: PT. Bala i Pustaka,


(20)

oleh guru di sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal.5

Menurut Langeveld, pendidikan adalah pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.6

Dalam buku “Modern Pholosophies of Education”, Brubacher menyatakan sebagai berikut:

Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman,dan dengan alam semesta. Pendidikan merupakan perkembangan yang terorganisasi dan dan kelengkapan dari semua potensi manusia; moral, intelektual dan jasmani (panca indera), oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan guna menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan terakhir) Pendidikan adalah proses dalam mana potensi-potensi ini (kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dik elola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan. 7

Selanjutnya Ahmad D. Marimba menyatakan “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.8

Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. 9

5

M. Alisuf sabri, Ilmu Pendidik an, (Jakarta: CV Pedo man Ilmu Jaya, 1999), h. 4

6

M. Alisuf sabri, Ilmu..., h. 6

7

Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidik an, (Surabaya:

Usana Offset Printing, 1988), Cet. III, h. 6-7.

8

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Jaka rta: Bu mi Aksara,

1980), Cet. IV, h. 19. 9

Asrorun Nia m Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam; “Mengurai Relevansi Konsep


(21)

Menurut Al- Ghazali, pendidikan yang benar merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pendidikan juga dapat mengantarkan manusia untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pendidikan juga sarana untuk menebar keutamaan. Maka untuk mencapai hal itu, dunia pendidikan harus memperhatikan beberapa faktor yang cukup urgens. Al- Ghazali berpandangan bahwa dunia pendidikan harus menempatkan ilmu pengetahuan pada posisi yang sangat terhormat. Maka penghormatan pada ilmu merupakan sesuatu yang niscaya dan pasti. Konsekuensi atas penghormatan ilmu adalah penghormatan terhadap guru.10

Dan pengertian pendidikan menurut ketentuan umum, Bab I pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”11

Dengan kata lain bahwa pendidikan merupakan usaha membimbing, mengarahkan potensi peserta didik yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan kepribadiannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Walaupun pendidikan telah diartikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang banyak dipengaruhi oleh dunianya masing-masing, namun pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam satu pandangan bahwa pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efisien.

10

Asrorun Nia m Sholeh, Reorientasi Pendidik an..., h. 57.

11

Departe men Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-undang Republik

Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Biro Huku m dan Organisasi Sekretariat Jendral Departe men Pendid ikan Nasional, 2003), h. 5.


(22)

b. Pengertian Akhlak

Masalah akhlak adalah masalah yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia. Apabila akhlak manusia itu baik maka keluarga, masyarakat dan bangsa akan baik. Akhlak merupakan sifat yang menyatu dengan diri seseorang. Dari sifat yang menyatu dalam diri itulah memancar akhlak seseorang seperti sabar, kasih sayang atau sebaliknya marah, benci dan dendam.

Agama Islam senantiasa mengajarkan agar setiap umatnya selalu berusaha memperbaiki akhlaknya. Untuk itu kita selaku umatnya diharuskan untuk mengikuti akhlak Rasulullah Saw. Seba gai suri teladan, seperti disebutkan di dalam al-Qur‟an sebagai berikut:







“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab: 21).12

Perkataan akhlaq secara etimologi berasal dari kata khulk. Di dalam kamus al-munjid kata khulk berarti “budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.”13

Sedangkan secara terminologi, Al-Jahizh mengatakan bahwa “akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan lama atau keinginan.”14

Di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.

12

Departe men Agama RI, Al-Qur’an dan..., h. 420.

13

Lou is Maluf, Ka mus al-Munjid, (Be irut : Dasar al-Masyriq, 1975), h. 194

14

Mahmud al-Mishri Abu Ammar, Ensik lopedia Ak hlak Muhammad Saw, (Jakarta: Pena


(23)

Sebagian ulama berpendapat sebagai berikut: akhlak dalam perspektif Islam adalah sekumpulan asas dan dasar yang diajarkan oleh wahyu Ilahi untuk menata perilaku manusia. Hal ini dalam rangka mengatur interaksinya dengan orang lain. Tujuan akhir dari semua itu adalah untuk merealisasikan tujuan diutusnya manusia diatas bumi ini.

Selanjutnya Ibnu Taimiyah juga menyatakan bahwa akhlak berkaitan erat dengan iman karena iman terdiri dari beberapa unsur berikut ini:

Pertama, Berkeyakinan bahwa Allah adalah sang pencipta satu-satunya, pemberi rezeki dan penguasa seluruh kerajaan.

Kedua, Mengenal Allah dan meyakini bahwa hanya Allah yang patut disembah.

Ketiga, Cinta kepada Allah melebihi segala cinta terhadap semua makhluk-Nya.Tidak ada rasa cinta yang dirasakan seorang hamba, kecuali didasarkan atas cintanya kepada Allah.

Keempat, Cinta hamba terhadap Tuhannya akan mengantarkannya pada tujuan yang satu, yaitu demi mencapai ridho Allah. Baik terhadap hal- hal kecil maupun hal- hal besar dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima, Arahan ini mengalahkan egoisme pribadi, nafsu keji dalam diri, dan segala tujuan semu dunia. Kekuatan dasar ini yang memudahkan seseorang untuk melahirkan persepsi objektif dan langsung atas pandangan terhadap esensi segala sesuatu. Keseluruhan poin ini merupakan fondasi utama dalam tataran akhlak.

Keenam, Ketika telah berhasil tercipta sesuatu pandangan objektif dan langsung akan esensi sesuatu maka perilaku dan perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak.

Ketujuh, Dengan kata lain, Jika perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak, hal itu merupakan pertanda bahwa dia telah


(24)

melalui jalan-jalan yang harus ditempuh menuju kesempurnaan manusia.15

Imam al-Ghazali dalam bukunya “Ihya „Ulum al-Din” mengatakan “Al-Khulk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam- macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”16

Keseluruhan definisi diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan satu sama lainnya, secar substansial saling melengkapi. Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa ciri perbuatan akhlak, yaitu:

1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.

4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main- main atau karena bersandiwara.

5. Sejalan dengan ciri keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.17

Jadi pada hakikatnya akhlak ialah merupakan perbuatan yang timbul dari dalam hati tanpa ada pertimbangan dan unsur pemaksaan, yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan yang kemudian menjadi sifat meresap dalam jiwa yang kemudian menjadi kepribadian.

15

Mahmud al-Mishri Abu Amma r, Ensik lopedia Akhlak..., h. 6

16

Ima m al-Gha za li, Ihya Ulumudin, jilid III, (Beirut: Dar a l-Fikr, t.t ), h. 52

17


(25)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah suatu proses bimbingan, latihan dan keteladanan yang diberikan orang dewasa terhadap peserta didik mengenai tingkah laku ya ng baik dan buruk sehingga dengan pengetahuannya peserta didik dapat bertindak dengan benar sesuai apa yang telah diajarkan.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Ruang lingkup pendidikan akhlak itu adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Berbagai bentuk dari akhlak Islami itu dapat dipaparka sebagai berikut:

a. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sebagai makhluk-Nya kita wajib menempatkan diri kita pada posisi yang tepat, yaitu sebagai penghamba dan menempatkan-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang kita sembah.

Ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak terhadap Allah: 1) Karena Allah- lah yang menciptakan manusia

2) Karena Allah- lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia

3) Karena Allah- lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.

4) Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.18

18


(26)

Namun demikian sungguhpun Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan diatas bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemulian-Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya menunjukkan akhlak yang baik terhadap Allah b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia adalah mahluk sosial yang secara kodratnya tidak mampu untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Maka akhlak yang baik diperlukan dalam membina keselarasan hidup dengan manusia lain. Akhlak terhadap sesama manusia pada dasarnya bertolak kepada keseluruhan budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat.19

c. Akhlak Terhadap Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Akhlak terhadap lingkungan juga merupakan refleksi dari totalitas penghambaan diri kita kepada Allah SWT. Sehingga semua yang kita perbuat dialam ini adalah semata-mata didasari akhlak kita kepada Allah.

Akhlak kita terhadap lingkungan yang diajarkan oleh Al-Qur‟an bersumber dari fungsi manusia itu sendiri sebagai khalifah di dunia. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan yang dimaksud mengandung pengertian pengayoman, pemeliharaan serta bimbingan agar setiap makhkuk mencapai tujuan penciptaannya.20

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkam bahwa ruang lingkup pendidikan akhlak terdiri dari: akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan.

19

Heny Na rendrani Hidayati, Penguk uran Ak hlak ul Karimah..., h. 14

20


(27)

3. Metode Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan:

تْثعب ا ّإ

أ

راك ت

اْخأْا

)

حا ا ر

(

“Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.(HR. Ahmad).21

Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan pembiasaan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan hal ini Prof. Dr. H. Abudin Nata mengutip pernyataan al-Ghazali yang menyatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika ia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al- Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus biasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan menjadi tabiatnya.

Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, dapat dilakukan dengan cara paksaan yang kelama- lamaan tidak lagi terasa terpaksa. Cara lain yang tak kalah ampuhnya dari cara di atas dalam hal pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat di bentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan kerjakan itu. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata

21


(28)

Selain itu pembinaan akhlak dapat pula dilakukan dengan memerhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan di bina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu akhlak dapat dilakukan dalam bentuk permainan. Hal ini pernah dilakukan para ulama di masa lalu. Mereka menyajikan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan Rasul, akhlak mulia dan lain- lain.

Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode-metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak diantaranya adalah pembiasaan, latihan, paksaan, keteladanan dan permainan. Selain itu dalam mendidik akhlak anak penting sekali untuk memerhatikan kondisi kejiwaannya. Hal ini sangat penting karena dengan memilih metode pendidikan yang tepat dengan kondisi kejiwaan si anak, hasilnya pun akan lebih baik.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan baik itu fisik ataupun psikologis. Perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia ini di pengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari diri manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor- faktor itulah yang menentukan kemana arah proses perubahan manusia. Apak ah kearah positif atau kearah yang negatif.

Untuk menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sangat populer:

a. Aliran Nativisme

Tokoh aliran nativisme adalah Arthur Schopenhauer (seorang filosof Jerman).22 Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan

22


(29)

lain- lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik 23

b. Aliran Empirisme

Kata empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Tokoh dari aliran ini adalah John Locke (seorang filosof Inggris).24Menurut aliran tersebut faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya.25

c. Aliran Konvergensi

Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern (seorang filosof dan psikolog Jerman).26 Menurut aliran ini akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar (eksternal) yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dengan lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan kearah yang baik yang ada didalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode. 27

Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi tampak sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana bisa dipahami dari ayat dibawah ini:











23

Abudin Nata, Ak hlak ..., h. 167

24

Tri Prasetya, Filsafat Pendidik an, (Bandung: CV. Pustaka Set ia, 1997), h. 188

25

Abudin Nata, Ak hlak ..., h. 167

26

Muhibbin Syah, Psik ologi Pendidikan..., h.46

27


(30)

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. An-Nahl: 78)28

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik. Potensi itu harus disyukuri dengan cara mengembangkannya melalui pendidikan.

Kesesuaian teori konvergensi tersebut diatas, juga sejalan dengan hadits Nabi yang berbunyi:

ّارّ يْ ا ّا ي ا باف رْط لْا ع لْ ي ْ لْ ّك

ّاسّ يْ ا

)

را لا ا ر

(

“Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fithrah (rasa ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhari).29

Dalam buku “Etika Islam” disebutkan, aspek-aspek yang dapat mempengaruhi akhlak seseorang adalah sebagai berikut:

a. Insting (Naluri)

Naluri ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu kearah tujuan itu tanpa didahului latihan perbuatan itu.30

Insting merupakan kemanpuan yang melekat sejak lahir dan dibimbing oleh naluriahnya. Dalam ilmu akhlak insting berarti akal pikiran. Akal dapat menerima naluri tertentu, sehingga terbentuk kemauan yang melahirkan tindakan. Akal dapat mengendalikan naluri sehingga terwujud perbuatan yang diputuskan oleh akal. Hubungan naluri dan akal membentuk kemauan. Kemauan melahirkan tingkah

28

Departe men Agama RI, Al-qur’an dan..., h. 275.

29

Bu khori, Shahih Buk hori, juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h. 127

30 Hamzah Ya‟qub,

Etik a Islam Pembinaan Ak hlaqul Karimah (Suatu Pengantar),


(31)

laku perbuatan. Karena itu naluri pada manusia harus dididik dan dilatih sebab naluri merupakan sifat pertama yang membentuk akhlak.31

b. Kebiasaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia adalah kebiasaan atau adat kebiasaan. Yang dimaksud dengan kebiasaan ialah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.32

Sejalan dengan pendapat di atas Yatimin Abdullah dalam bukunya “Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an” menyatakan kebiasaan ialah perbuatan yang berjalan dengan lancar seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan kebiasaan pada mulanya dipearuhi oleh kerja pikiran, didahului oleh pertimbangan akal dan perencanaan yang matang. Kebiasaan ialah tingkah laku yang sudah distabilkan. Lancarnya perbuatan dikarenakan perbuatan itu seringkali diulang-ulang.33

c. Keturunan

Salah satu faktor ysang diselidiki dalam etika adalah masalah keturunan. Keturunan ini menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk akhlak. Adapun yang diturunkan itu bukanlah sifat yang dimiliki yang telah tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat atau pendidikan, melainkan sifat-sifat bawaan sejak lahir.

Sifat-sifat yang biasa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam:

1. Sifat-sifat jasmaniah: yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya.

31

Yat imin Abdullah, Studi Ak hlak dalam Perspek tif Al-Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2007), Cet

I, h. 76-82

32Hamzah Ya‟qub,

Etik a Islam..., h. 61

33


(32)

Begitupun orang tua yang kekar ototnya, kemungkinan mewariskan kekekaran itu kepada anak cucunya.

2. Sifat-sifat ruhanaih: yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap manusia mempunyai naluri (insting), tetapi kekuatannya berbeda-beda.34

d. Lingkungan

Faktor lain yang mempengaruhi akhlak seeorang adalah lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang melingkupi tubuh yang hidup. Lingkungan ada dua macam yaitu:

1. Lingkungan alam. Alam ialah seluru ciptaan Tuhan baik di langit dan di bumi. Alam dapat menjadi aspek yan memengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia.

2. Lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan meliputi pergaulan manusia di rumah, sekolah, di tempat kerja, dan lain- lain.35

e. „Azam

Salah satu kekuatan yang berada di balik tingkah laku manusia adalah kemauan keras („azam). Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat menurut pandangan orang lain karena digerakkan oleh kemauan yang keras.36

f. Suara Batin (dhamir)

Dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan (isyarat) jika tingkah laku manusia berada diambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah suara batin atau suara hati. Fungsi dari suara batin ialah memperingatkan bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak

34Hamzah Ya‟qub,

Etik a Islam..., h. 68-69.

35

Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam..., h. 89-90

36Hamzah Ya‟qub,


(33)

senang (menyesal). Selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan dan sebaliknya juga merupakan kekuatan yang mendorong manusia melakukan perbuatan yang baik.37

g. Pendidikan

Yang dimaksud dengan pendidikan di sini ialah segala tuntunan dan pengajaran yang diterima seseorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam akhlak, sehingga ahli-ahli etika memandang bahwa pendidikan adalah faktor yang turut menentukan dalam etika disamping faktor- faktor lainnya sebagaimana telah diutarakan.38

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi akhlak terdiri dari faktor interinsik dan eksterinsik. Faktor interinsiknya berupa naluri (insting), keturunan, „azam (kehendak yang keras) dan suara batin (dhamir) . Sedangkan faktor- faktor eksterinsiknya adalah lingkungan dan pendidika n.

B. Emosi

a. Pengertian Emosi

Kemampuan seseorang untuk berhubungan baik dengan orang-orang yang ada disekitarnya dipengaruhi oleh kematangannya dalam mengelola emosi yang ada di dalam dirinya. Akan tetapi untuk berhubungan baik dengan sesama selain membutuhkan kemampuan mengatur emosi, kita juga harus berusaha memahami kondisi emosional orang lain.

Emosi merupakan bagian dari perasaan dalam arti luas. Emosi tampak karena rasa yang bergejolak sehingga yang bersangkutan mengalami perubahan dalam situasi tertentu mengenai perasaan, tetapi seluruh pribadi menanggapi situasi tersebut.

Kata emosi secara sederhana bisa didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan” baik secara metafora maupun harfiah, untuk mengeluarkan

37Hamzah Ya‟qub,

Etik a Islam..., h. 78

38Hamzah Ya‟qub,


(34)

perasaan. Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “Jiwa yang menggerakkan kita”. 39

Para ahli psikologi mendefinisikan emosi sebagai berikut:

Beck mengungkapkan pendapat James & Lange yang menjelaskan bahwa “Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa.40

Dan Crow & Crow mengartikan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.41

Emosi dapat didefinisikan sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya.42

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan emosi adalah perasaan yang meliputi reaksi fisiologis, pengalaman sadar, dan perilaku yang mana bercampur menjadi satu dan mempengaruhi seseorang dalam memberi respons terhadap suatu keadaan atau peristiwa.

b. Perkembangan Emosi

Tidak dapat disangkal lagi jika emosi memang memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan emosi itu. Karena pada dasarnya tidak hanya emosi yang positif saja yang mempengaruhi perkembangan anak tetapi juga harus diingat bahwa masih ada juga emosi negatif yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Maka dari itu para orangtua khususnya harus benar-benar memahami perkembangan emosi anaknya dalam rangka

39

Ha mzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psik ologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bu mi

Aksara, 2006), h. 62

40

Ha mzah B. Uno, Orientasi baru..., h. 62

41

Nety Ha rtati, d kk., Islam dan Psik ologi, (Ciputat: UIN Jaka rta Press), h. 94

42

John W. Santrock, Perk embangan Anak , jilid II,, Terj. dari Child Development,


(35)

mengembangkan kemampuan si anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.

Emosi berkembang sejak anak lahir. Emosi ditimbulkan oleh adanya rangsangan. Pengalaman-pengalaman dapat mempengaruhi efektifnya rangsangan di dalam menimbulkan emosi maupun menghambat timbulnya emosi itu.43

Perkembangan emosi, seperti juga pada pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar, seorang bayi yang baru lahir dapat menangis, tetapi ia harus mencapai tingkat kematangan tertentu untuk dapat tertawa. Setelah anak itu lebih besar , maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud-maksud tertentu atau untuk situasi-situasi tertentu.

Perubahan penting pada masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya kemampuan untuk membicarakan emosi diri dan orang lain dan peningkatan pemahaman tentang emosi. Pada rentang 2-4 tahun, terjadi penambahan yang pesat mengenai jumlah istila h yang digunakan untuk menggambarkan emosi. Mereka juga mulai belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan –perasaan yang dialami. Ketika menginjak usia 4-5 tahun, anak-anak mulai menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merefleksikan emosi. Mereka juga mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat menimbulkan perasaan yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Lebih dari itu, mereka juga mulai menunjukkan kesadaran bahwa mereka harus mengatur emosi mereka untuk memenuhi standar sosial.44

Pada masa kanak-kanak madya dan akhir terdapat perubahan penting dalam perkembangan emosinya, diantaranya adalah: meningkatnya kemampuan untuk memahami emosi kompleks, meningkatnya pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu, meningkatnya kecenderungan untuk lebih

43

Dra. Sit i Sundari HS. M. Pd, Kesehatan Mental dalam Kehidupan, (Jakarta : PT Rineka

Cipta, 2005), h. 33. 44


(36)

mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu , meningkatnya kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif dan penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu.45

Makin besar anak itu, makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar. Pengalaman sangat mempengaruhi perkembangan dan kematangan emosi. Pengalaman yang didapat dari keluarga, sekolah, pergaulan, akan mempengaruhi perkembangan emosi. Dan adanya barang-barang disekitar kita seperti radio, televisi, majalah, gambar dll, sedikit banyak akan memberi pengaruh terhadap perkembangan emosi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Emosi berkembang sejak anak dilahirkan.

2. Pada usia 2-4 tahun terjadi penambahan yang pesat mengenai jumlah istilah yang digunakan untuk menggambarkan emosi. Mereka juga mulai belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan-perasaan yang dialami.

3. Pada usia 4-5 tahun, anak-anak mulai menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merefleksikan emosi. Mereka juga mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat menimbulkan perasaan yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Lebih dari itu, mereka juga mulai menunjukkan kesadaran bahwa mereka harus mengatur emosi mereka untuk memenuhi standar sosial.

4. Dimasa kanak-kanak madya dan akhir, perkembangan emosi anak ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan untuk memahami emosi kompleks, meningkatnya pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu, meningkatnya kecenderungan untuk lebih mempertimbangkan

45


(37)

kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu, meningkatnya kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif dan penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu.

c. Macam-Macam Emosi

Di dalam diri manusia terdapat berbagai macam emosi yang dapat mempengaruhi kepribadiannya. Emosi-emosi itu pun muncul sebagai respon dari suatu kejadian atau peristiwa yang dihadapinya. Tetapi sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwasanya satu peristiwa bisa saja menimbulkan lebih dari satu respon dari emosi itu.

Sejumlah ahli psikologi menggunakan diagram roda untuk mengklasifikasikan emosi yang dialami manusia. Salah satunya adalah Robert Plutchik. Ia percaya emosi mempunyai empat dimensi:

1. Emosi adalah sesuatu yang bersifat positif atau negatif. 2. Emosi adalah sesuatu yang bersifat primer atau campuran. 3. Banyak diantaranya yang bersifat saling berlawanan. 4. Emosi saling bertukar sesuai dengan intensitasnya.46

Emosi positif yang berupa perasaan bahagia dan juga antusias dapat meningkatkan rasa kagum kita terhadap diri sendiri sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri selain itu emosi positif juga dapat membuat hubungan kita dengan orang-orang disekitar menjadi baik, lain halnya dengan emosi negatif seperti perasaan duka cita ataupun marah, yang dapat membuat rasa kekaguman terhadap diri kita sendiri menurun selain itu emosi negatif juga dapat menekan mutu hubungan seseorang dengan orang-orang disekitarnya.

Plutchik percaya bawha emosi itu seperti warna yang dapat dibuat dengan mencampurkan warna-warna primer. Seperti itu juga emosi dapat dibentuk dengan mencampurkan emosi-emosi primer. Contoh: perasaan cemburu yang lahir dari perpaduan rasa cinta dan marah

46

Jane S. Ha lonen & John W. Santrock, Psychology: Contexts & Aplications, (New


(38)

Akan tetapi ada beberapa emosi yang sifatnya saling berlawan seperti halnya perasaan optimis dan kecewa, cinta dan penyesalan. Plutchik berpendapat bahwasanya manusia tidak mungkin dapat merasakan emosi yang berlawanan secara serempak. Misalnya: kamu tidak akan dapat merasakan perasaan sedih disaat yang sama saat kamu merasa gembira.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi yang dialami oleh manusia terdiri dari empat dimensi, yaitu:

1. Emosi adalah sesuatu yang bersifat positif atau negatif. Emosi yang bersifat positif contohnya adalah perasaan bahagia. Sedangkan perasaan yang bersifat negatif contohnya adalah rasa marah.

2. Emosi adalah sesuatu yang bersifat primer atau campuran. Seperti halnya warna yang dapat dibuat dengan mencampurkan warna-warna primer. Seperti itu juga emosi dapat dibentuk dengan mencampurkan emosi-emosi primer. Contoh: perasaan cemburu yang lahir dari perpaduan rasa cinta dan marah.

3. Banyak diantara yang bersifat saling berlawanan. Contohnya: perasaan optimis dan kecewa

4. Emosi saling bertukar sesuai dengan intensitasnya. Misalnya: seseorang tidak akan dapat merasakan perasaan sedih disaat yang sama saat kamu merasa gembira.

d. Pengendalian Emosi

Dasar bagi berbagai pola emosi terletak pada masa awal-awal pertumbuhan (anak-anak), maka awal-awal pertumbuhan adalah periode yang penting dalam dalam menentukan perkembangan pribadinya. Untuk itu orang tua selaku pendidik pertama bagi anak-anaknya diharapkan dapat benar-benar membimbing anaknya sehingga si anak dapat mengatur atau mengontrol emosinya.

Secara bahasa kata control berarti “pengaturan, pengawasan atau pembatasan”.47 Di dalam buku “Perkembangan Anak” karya Elizabeth B

47

John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gra media


(39)

hurlock, kata control didefinisikan dengan ”berusaha sekuat-kuatnya mengendalikan atau mengarahkan pengaruh terhadap sesuatu”. Maka yang dimaksud dengan pengendalian emosi itu adalah mengarahkan energi ekspresi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.48

Konsep pengendalian emosi lebih menitik beratkan pada bagaimana cara seseorang mengarahkan energi emosi seseorang ke arah ekspresi yang dapat diterima, hal itu tidak sama artinya dengan menekan. Apabila seseorang mengendalikan emosinya yang tampak, mereka juga berusaha mengalihkan energi yang ditimbulkan oleh tubuh mereka menjadi persiapan untuk bertindak ke arah pola perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Hal ini sangat berbeda dengan konsep populer yang mengharuskan penekanan emosional di dalam diri.

Dalam buku Psychological Science, James Gross mengemukakan pendapatnya tentang lima strategi untuk mengatur emosi, yaitu:

1. Memilih situasi, yaitu meliputi mengetahui tipe-tipe orang, tempat-tempat, objek-objek yang dapat memancing emosimu dan mencari cara untuk menghindarinya. Misalnya: Anda ingin mengadakan makan malam yang romantis dengan kekasih anda. Untuk mewujudkannya maka anda memilih sebuah restoran dimana anda sebelumnya pernah mengalami makan malam yang menyenangkan di tempat itu.

2. Memodifikasi situasi, yaitu usaha-usaha aktif untuk mengubah suatu situasi dalam suatu peristiwa untuk mengubah pengaruhnya secara emosional. Misalnya: Anda mengharapkan dapat makan dengan tenang tapi orang disebelah anda terus saja berisik dengan rekannya sedangkan anda tidak enak untuk menegurnya, maka anda bisa pindah ke meja yang lain.

3. Mengalihkan perhatian, hal ini dapat membantu mengisolasikan aspek-aspek tertentu dari suatu situasi sehingga dapat membantu orang tersebut mengatur emosionalnya. Contoh: Seorang yang takut terbang

48


(1)

Lampiran 3.d

Perhitungan Reliabilitas Angket Pengendalian Emosi

2

2 11

1

1

St

Si

n

n

r

1

,

61

07

,

16

1

1

40

40

11

r

1

,

03

 

1

0

,

74

11

r

1

,

03

 

0

,

74

11

r

76

,

0

11

r

Dengan angka reliabilitas 0,76 maka dapat disimpulkan bahwa angket instrument

pengendalian emosi pada penelitian ini memiliki reliabilitas yang tinggi.

Dalam memberikan interpretasi secara sederhana terhadap angka indeks korelasi

“r”

Product Moment

pada umumnya dipergunakan pedoman sebagai berikut:

Basarnya “r”

Product Moment

Interpretasi

0,00

0,20

Tidak ada korelasi

0,20

0,40

Lemah atau rendah

0,40

0,70

Sedang atau cukupan

0,70-0,90

Kuat atau tinggi

0,90

1,00

Sangat kuat atau sangat tinggi


(2)

No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 ∑ Kategori

1 A. D. Pramana Putra 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 3 4 4 84 Tinggi

2 Akres Yudha. P 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3 2 2 4 4 3 3 4 3 3 2 81 Tinggi

3 Andi 4 3 2 1 3 1 3 3 2 2 2 4 1 3 1 1 3 4 1 2 2 1 3 1 53 Sedang

4 Anggoro Febrianto 2 1 3 2 2 1 4 4 4 3 2 4 3 3 2 3 3 4 1 2 3 1 3 1 61 Sedang

5 Arief Ramadhan 3 2 2 1 2 3 2 2 2 3 2 4 3 1 2 3 2 3 2 4 2 3 1 2 56 Sedang

6 Astifa Deswanti. T 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 93 Tinggi

7 Bunga. A. Y 3 4 4 4 4 4 3 4 2 2 2 4 4 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 2 78 Tinggi

8 Daffa Ardina. P 2 3 4 3 2 3 1 4 3 2 3 4 3 4 1 1 3 4 2 1 2 1 3 2 61 Sedang

9 Desi Arti Rosadi 2 4 3 4 2 3 2 4 2 4 2 4 4 4 2 4 3 4 3 4 3 4 3 3 77 Tinggi

10 Devit. P 2 4 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 67 Sedang

11 Fahria Widyanti 3 4 3 4 4 2 3 4 2 2 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 82 Tinggi

12 Gelar Satria. W 3 2 1 2 3 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 4 68 Sedang

13 Hary Hikmah 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 89 Tinggi

14 Hilda Nurrosita 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 2 4 3 4 2 4 4 4 3 4 83 Tinggi

15 Ihdar Rafdi. F 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 72 Tinggi

16 Ilham Maulana. B 2 4 4 3 4 2 4 4 3 4 2 4 4 4 2 2 3 3 4 4 4 4 4 3 81 Tinggi

17 Intan 2 3 3 2 2 2 3 4 2 2 2 4 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 1 59 Sedang

18 Iqbal 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 84 Tinggi

19 Irsan Maulana. Y 2 3 3 2 3 2 3 4 2 2 3 4 1 2 3 3 3 1 2 3 2 3 2 1 59 Sedang

20 Melida Putri 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 2 3 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 83 Tinggi

21 M. Arfian al-Ghafar 4 3 4 4 4 1 4 4 3 4 2 4 3 4 2 2 4 4 3 3 4 4 4 4 82 Tinggi

22 M. Rizky Ramadhan. T 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 91 Tinggi

23 Nada Salwa 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 87 Tinggi

24 Noviyanto 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 90 Tinggi

25 Ramanda Putra. B 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 87 Tinggi

26 Rasti 2 2 3 1 1 3 2 4 2 2 2 3 1 3 2 2 3 1 1 2 2 2 2 1 49 Sedang

27 Ridho Maulana. P 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 2 3 2 4 4 3 3 4 83 Tinggi

28 Rizky Dwi. K 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 69 Sedang

29 Rizky Firmansyah 2 4 3 4 4 2 3 4 2 2 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 82 Tinggi

30 Sambang Fajar 1 2 3 1 2 1 2 4 2 2 2 3 2 3 2 1 3 3 1 2 2 2 2 1 49 Sedang

31 Satyo Wahyu Saputra 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 3 4 2 4 4 3 3 3 4 4 4 4 87 Tinggi

32 Shafa Widad Rhaga. N 2 4 4 4 4 2 4 4 4 2 1 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 83 Tinggi

33 Shinta Yulistiani 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 91 Tinggi

34 Vira Rizki Vanika 2 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 3 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 79 Tinggi

35 Wahyu Ningrum 3 4 3 2 4 3 2 4 3 4 2 3 4 4 2 2 2 4 3 4 2 3 4 2 73 Tinggi

36 Winda Widya Ningsih 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 85 Tinggi

37 Yulianto Arfi 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 2 3 4 4 4 3 3 4 3 3 82 Tinggi

38 Yudha Eka Satria 1 2 3 3 2 3 3 4 1 3 2 4 1 2 1 1 3 2 1 2 3 2 4 2 55 Sedang

39 Zaky Abqori. P 1 2 3 1 1 1 4 3 3 2 2 4 2 3 1 1 3 4 1 1 1 2 2 1 49 Sedang

40 Zikri 1 3 2 1 3 1 3 3 2 2 1 4 2 2 2 2 2 3 1 2 1 1 3 1 48 Sedang


(3)

Lampiran 5

Data Hasil Angket Pengendalian Emosi

No

Nama

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15

Kategori

1 A. D. Pramana Putra

4

3

4

3

4

2

4

3

4

4

4

2

3

4

3

51

Tinggi

2 Akres Yudha. P

2

2

2

3

4

2

3

3

3

4

3

3

3

4

4

45

Tinggi

3 Andi

2

2

3

2

4

2

1

4

3

2

2

4

2

3

3

39

Sedang

4 Anggoro Febrianto

1

2

2

2

1

2

2

2

2

2

4

2

2

4

4

34

Sedang

5 Arief Ramadhan

3

2

2

3

4

2

1

3

4

2

3

2

2

3

3

39

Sedang

6 Astifa Deswanti. T

3

2

2

4

4

4

4

2

3

4

4

4

3

4

4

51

Tinggi

7 Bunga. A. Y

3

2

2

3

2

4

4

3

3

4

3

3

4

4

4

48

Tinggi

8 Daffa Ardina. P

1

1

1

2

2

4

2

3

3

3

3

2

4

3

4

38

Sedang

9 Desi Arti Rosadi

3

2

2

3

4

4

3

2

4

3

4

4

3

4

4

49

Tinggi

10 Devit. P

2

2

2

2

2

1

2

2

3

2

2

2

3

3

2

32

Sedang

11 Fahria Widyanti

2

2

2

3

3

2

2

2

3

4

3

3

2

4

4

41

Sedang

12 Gelar Satria. W

3

3

3

3

2

2

3

2

1

3

2

3

3

4

2

39

Sedang

13 Hary Hikmah

4

4

4

4

1

4

4

1

4

4

4

2

4

3

4

51

Tinggi

14 Hilda Nurrosita

3

2

4

2

3

4

3

1

3

4

3

3

2

4

4

45

Tinggi

15 Ihdar Rafdi. F

2

3

1

3

4

3

3

3

4

3

4

2

4

4

3

46

Tinggi

16 Ilham Maulana. B

1

2

2

2

4

1

2

1

3

4

3

4

1

4

4

38

Sedang

17 Intan

2

2

2

2

2

1

3

3

3

3

3

2

4

3

3

38

Sedang

18 Iqbal

2

2

1

2

4

1

2

3

4

1

3

1

3

4

3

36

Sedang

19 Irsan Maulana. Y

1

2

3

2

4

3

2

4

2

2

2

2

3

2

4

38

Sedang

20 Melida Putri

4

2

2

4

3

1

4

1

3

4

4

4

2

4

4

46

Tinggi

21 M. Arfian al-Ghafar

2

2

2

2

4

2

2

1

4

2

3

1

3

4

4

38

Sedang

22 M. Rizky Ramadhan. T 3

3

3

3

4

3

4

2

4

3

4

3

2

3

4

48

Tinggi

23 Nada Salwa

2

3

4

4

1

3

3

2

1

4

1

3

2

4

3

40

Sedang

24 Noviyanto

3

3

3

2

3

4

3

2

3

3

2

3

2

4

3

43

Sedang

25 Ramanda Putra. B

2

3

4

4

1

3

3

2

1

4

1

3

2

4

3

40

Sedang

26 Rasti

2

2

3

2

4

2

2

3

3

3

3

2

3

4

4

42

Sedang

27 Ridho Maulana. P

3

2

3

3

4

2

4

3

3

3

4

3

4

4

4

49

Tinggi

28 Rizky Dwi. K

3

3

3

3

3

3

3

4

3

3

3

2

4

4

4

48

Tinggi

29 Rizky Firmansyah

2

2

2

3

3

2

2

2

3

4

3

3

2

4

4

41

Sedang

30 Sambang Fajar

1

2

3

1

3

2

3

4

3

1

2

1

3

4

4

37

Sedang

31 Satyo Wahyu Saputra

4

2

4

4

4

2

2

3

4

4

4

4

3

4

3

51

Tinggi

32 Shafa Widad Rhaga. N 2

2

2

2

4

2

2

3

3

2

3

3

3

4

4

41

Sedang

33 Shinta Yulistiani

4

4

4

2

3

3

3

3

4

4

3

3

3

4

4

51

Tinggi

34 Vira Rizki Vanika

2

2

2

2

3

2

1

2

4

4

4

4

3

4

3

42

Sedang

35 Wahyu Ningrum

4

4

2

4

1

3

4

4

4

4

4

3

3

3

4

51

Tinggi

36 Winda Widya Ningsih

4

4

2

4

3

4

4

3

3

4

1

2

3

2

4

47

Tinggi

37 Yulianto Arfi

1

4

3

4

4

4

3

3

1

4

3

4

4

4

4

50

Tinggi

38 Yudha Eka Satria

2

2

2

1

3

2

2

3

4

3

2

1

2

3

4

36

Sedang

39 Zaky Abqori. P

1

2

2

2

1

2

1

1

4

2

4

1

4

4

3

34

Sedang

40 Zikri

1

2

2

3

2

2

1

4

3

3

3

3

3

4

3

39

Sedang


(4)

Persiapan Perhitungan Korelasi

No. Resp

X

Y

XY

A 1

84

51

4284

7056

2601

A 2

81

45

3645

6561

2025

A 3

53

39

2067

2809

1521

A 4

61

34

2074

3721

1156

A 5

56

39

2184

3136

1521

A 6

93

51

4743

8649

2601

A 7

78

48

3744

6084

2304

A 8

61

38

2318

3721

1444

A 9

77

49

3773

5929

2401

A 10

67

32

2144

4489

1024

A 11

82

41

3362

6724

1681

A 12

68

39

2652

4624

1521

A 13

89

51

4539

7921

2601

A 14

83

45

3735

6889

2025

A 15

72

46

3312

5184

2116

A 16

81

38

3078

6561

1444

A 17

59

38

2242

3481

1444

A 18

84

36

3024

7056

1296

A 19

59

38

2242

3481

1444

A 20

83

46

3818

6889

2116

A 21

82

38

3116

6724

1444

A 22

91

48

4368

8281

2304

A 23

87

40

3480

7569

1600

A 24

90

43

3870

8100

1849

A 25

87

40

3480

7569

1600

A 26

49

42

2058

2401

1764

A 27

83

49

4067

6889

2401

A 28

69

48

3312

4761

2304

A 29

82

41

3362

6724

1681

A 30

49

37

1813

2401

1369

A 31

87

51

4437

7569

2601

A 32

83

41

3403

6889

1681

A 33

91

51

4641

8281

2601

A 34

79

42

3318

6241

1764

A 35

73

51

3723

5329

2601

A 36

85

47

3995

7225

2209

A 37

82

50

4100

6724

2500

A 38

55

36

1980

3025

1296

A 39

49

34

1666

2401

1156

A 40

48

39

1872

2304

1521


(5)

Lampiran 7

Perhitungan Korelasi antara Pendidikan Akhlak dengan Kemampuan

Mengendalikan Emosi

=

N

XY

− ∑

X

(

Y )

N

X

2

(

X )

2

[N

Y

2

(

Y )

2

]

=

40

129041

2972

1712

40

228372

2972

2

[40

74532

1712

2

]

=

5161640

5088064

9134880

8832784

[2981280

2930944 ]

=

73576

302096 X 50336

=

73576

15206304256

=

73576

123313 ,845

= 0,597

Dari hasil Perhitungan koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosional (X)

dan variabel akhlak (Y) didapat angka koefisien korelasi sebesar 0,597


(6)

Perhitungan Koefisien Determinasi

Diket:

r = 0,597

Rumus:

KD = r² x 100 %

= 0,597² x 100 %

= 0,36 x 100 %

= 36 %

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi, didapat sekitar 36% variabel

pendidikan akhlak dapat mempengaruhi kemampuan mengendalikan emosi anak.