Pembuatan dan Karakterisasi Kanvas Rem Berbasis Komposit Serat Rami dan Serat Buah Pinang Dengan Resin Epoxy Sebagai Perekat

(1)

LAMPIRAN A

CONTOH PERHITUNGAN

A.1 Sifat Fisis Material Komposit Kanvas Rem A.1.1 Densitas

Sampel 1 material komposit kanvas rem dengan komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 sehingga besarnya nilai densitas dapat dirumuskan : (Lampiran Tabel B.1)

Diketahui : m = 9,393 gram p = 2 cm

l = 2 cm t = 1 cm Ditanya : ρ ...? Jawab

= =

=

9,393 � 10−3 �

2 � 2 � 1 � 10−6 3 = 2,3483 � 10−

3 / 3

A.1.2 Porositas

Sampel 1 material komposit kanvas rem dengan komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 sehingga besarnya nilai porositas dapat dirumuskan : (Lampiran Tabel B.2)

Diketahui : mk = 9,393 gram mb = 9,393 gram V = 4 cm3

ρair = 1 gr/cm3 Ditanya : Porositas ...? Jawab

= − �100% = 9,423− 9,393 �

1 � 3� 4 3 �100%


(2)

A.1.3 Daya Serap Air

Sampel 1 material komposit kanvas rem dengan komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 sehingga besarnya nilai daya serap air dapat dirumuskan : (Lampiran Tabel B.3)

Diketahui : mk = 9,393 gram mb = 9,393 gram Ditanya : Daya Serap Air ...? Jawab

= − �100% = 9,423− 9,393 �

9,393 � �100%

= 0,26 %

A.2 Sifat Mekanik Material Komposit Kanvas Rem A.2.1 Kekerasan

Sampel 1 material komposit kanvas rem dengan komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 sehingga besarnya nilai kekerasan dapat dirumuskan : (Lampiran Tabel B.4)

Diketahui : D = 1,6 mm d = 0,64 mm m = 3,69 gram g = 9,8 m/s2 Ditanya : HB ...?

= 2

� � − �2− 2

= 2 � 3,69 � 10

−3 9,8 / 2

3,14 � 1,6 (1,6 − (1,6 )2−(0,64 )2

= 72,324

3,14 � 1,6 1,6 −0,4096 = 100,252 /


(3)

A.2.2 Kekuatan Gesek (Aus)

Sampel 1 material komposit kanvas rem dengan komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 sehingga besarnya nilai kekerasan dapat dirumuskan : (Lampiran Tabel B.5)

Diketahui : W0 = 4,76 gr W1 = 4,75 gr t = 120 s A = 9 mm2 Ditanya : N ...?

= 0 − 1 = 4,76−4,75 �

120 � 9 2

= 9,259 �10

−6

2 = 9,259� 10−


(4)

LAMPIRAN B

TABEL HASIL PERHITUNGAN

Tabel B.1 Hasil Pengukuran Densitas Suatu Material Komposit Kanvas Rem Serat Rami Dan Serat Buah Pinang Dengan Perekat Resin Epoksi Komposisi Serat Rami :

Serat Buah Pinang Karbon Aktif : Resin Epoksi

(%massa)

Massa (gr)

Volume (cm3)

Densitas (gr/cm3)

Densitas Rata-Rata

(gr/cm3)

50 : 10 : 10 : 30

9,44

4

2,36

2,3483

9,53 2,3825

9,21 2,3025

55 : 10 : 10 : 25

9,03

4

2,2575

2,2475

9,12 2,28

8,82 2,205

60 : 10 : 10 : 20

8,43

4

2,1075

2,0992

8,52 2,13

8,24 2,06

65 : 10 : 10 : 15

7,2

4

1,8

1,8133

7,32 1,83

7,24 1,81

70 : 10 : 10 : 10

6,82

4

1,705

1,6708

6,67 1,6675


(5)

Tabel B.2 Hasil Pengukuran Porositas Suatu Material Komposit Kanvas Rem Serat Rami Dan Serat Buah Pinang Dengan Perekat Resin Epoksi Komposisi Serat

Rami : Serat Buah Pinang Karbon Aktif

: Resin Epoksi (%massa) Mk (gr) Mb (gr) Volume (cm3)

Porositas (%)

Porositas Rata-Rata

(%)

50 : 10 : 10 : 30

9,44 9,47

4

0,75

0,75

9,53 9,57 1

9,21 9,23 0,5

55 : 10 : 10 : 25

9,03 9,08

4

1,25

1,42

9,12 9,16 1

8,82 8,9 2

60 : 10 : 10 : 20

8,43 8,48

4

1,25

1,75

8,52 8,6 2

8,24 8,32 2

65 : 10 : 10 : 15

7,2 7,32

4

3

2

7,32 7,36 1

7,24 7,32 2

70 : 10 : 10 : 10

6,82 6,83

4

0,25

2,25

6,67 6,79 3


(6)

Tabel B.3 Hasil Pengukuran Daya Serap Air Suatu Material Komposit Kanvas Rem Serat Rami Dan Serat Buah Pinang Dengan Perekat Resin

Epoksi Komposisi Serat

Rami : Serat Buah Pinang Karbon Aktif

: Resin Epoksi (%massa)

Mk (gr)

Mb (gr)

Daya Serap Air

(%)

Daya Serap Air Rata-Rata

(%)

50 : 10 : 10 : 30

9,44 9,47 0,3178

0,32

9,53 9,57 0,4197

9,21 9,23 00,2172

55 : 10 : 10 : 25

9,03 9,08 0,5537

0,63

9,12 9,16 0,4386

8,82 8,9 0,907

60 : 10 : 10 : 20

8,43 8,48 0,5931

0,83

8,52 8,6 0,939

8,24 8,32 0,9709

65 : 10 : 10 : 15

7,2 7,32 1,6667

1,11

7,32 7,36 0,5464

7,24 7,32 1,1049

70 : 10 : 10 : 10

6,82 6,83 0,1466

1,36

6,67 6,79 1,7991


(7)

Tabel B.4 Hasil Pengukuran Kekerasan Suatu Material Komposit Kanvas Rem Serat Rami Dan Serat Buah Pinang Dengan Perekat Resin Epoksi Komposisi Serat

Rami : Serat Buah Pinang Karbon Aktif

: Resin Epoksi (%massa) d1 (mm) d2 (mm) d3 (mm) d4 (mm) d4 (mm) drata (mm) HBR (N/mm)

50 : 10 : 10 : 30

0,68 0,67 0,67 0,66 0,64

0,64 100,252 0,64 0,61 0,6 0,63 0,61

0,66 0,64 0,6 0,65 0,65

55 : 10 : 10 : 25

0,75 0,74 0,73 0,72 0,7

0,72 81,306 0,72 0,7 0,71 0,7 0,7

0,74 0,72 0,7 0,73 0,73

60 : 10 : 10 : 20

0,8 0,79 0,78 0,77 0,77

0,78 69,628 0,78 0,76 0,76 0,77 0,75

0,8 0,79 0,79 0,78 0,76

65 : 10 : 10 : 15

0,9 0,88 0,88 0,9 0,87

0,87 56,195 0,89 0,87 0,86 0,87 0,86

0,87 0,84 0,84 0,85 0,83

70 : 10 : 10 : 10

1 0,97 0,99 0,98 0,98

0,98 43,339 0,98 0,98 0,97 0,96 0,96


(8)

Tabel B.5 Hasil Pengukuran Keausan Suatu Material Komposit Kanvas Rem Serat Rami Dan Serat Buah Pinang Dengan Perekat Resin Epoksi Komposisi Serat

Rami : Serat Buah Pinang Karbon Aktif

: Resin Epoksi (%massa)

Wo (gr)

W1 (gr)

t (det)

A (mm2)

N (gr/mm2 det)

50 : 10 : 10 : 30

4,76 4,75

120 9 9,259 x 10-6 4,75 4,74

4,79 4,78

55 : 10 : 10 : 25

4,68 4,66

120 9 2,16 x 10-5

4,66 4,64 4,7 4,67

60 : 10 : 10 : 20

4,78 4,75

120 9 2,778 x 10-5 4,75 4,72

4,7 4,67

65 : 10 : 10 : 15

4,73 4,69

120 9 4,629 x 10-5 4,75 4,69

4,73 4,68

70 : 10 : 10 : 10

4,88 4,82

120 9 5,864 x 10-5 4,77 4,7


(9)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

Serat Rami Serat Buah Pinang Karbon Aktif

Resin Epoksi Dan Hardener

Proses Kompaksi Sampel Kanvas Rem Berbasis


(10)

Pengujian Titik Leleh

(DTA/Differential Thermal Analyzer)

Alat Uji Keausan Alat Uji Kekerasan


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, 2014. Pengaruh Rasio Epoksi/Ampas Tebu Dan Perlakuan Alkali Pada Ampas Tebu Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Partikel Epoksi. Jurnal Material Vol 2 (1). Halaman 120-121. Palembang : Universitas Sriwijaya. Budi, 2011. Pengaruh Fraksi Volume Serat Terhadap Sifat-Sifat Tarik Komposit

Diperkuat Unidirectional Serat Tebu Dengan Matrik Poliester Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Vol 14, No.2 Halaman 133-138. Padang : Universitas Andalas.

Fredina D. dkk, 2010, Pengaruh Suhu Karbonisasi Terhadap Struktur Dan Konduktivitas Listrik Arang Serabut Kelapa, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Jurnal Fisika Vol. 10 – No. 2. Depok : Universitas Indonesia

Hamdi, S., 2013, Pengaruh Tekanan Kompaksi Terhadap Karakteristik Komposit Berpenguat Serat Bambu dan Mat Fiber Sebagai Bahan Alternatif Kampas Rem, Cilegon : UNTIRTA.

Ikhwanuddin, 2015. Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Matriks Keramik CuO-Al2O3 Sebagai Aplikasi Elektroda. Skripsi Fisika Material. Medan : Universitas Sumatera Utara

Maleque, 2012. New Natural Fibre Reinforced Alumnium Composite For Automotive Brake Pad, International Journal of Mechanical and Material Engineering. Vol 7 (2012), No 2 Hal 166-170. Malysia : International Islamic University Malaysia

Masrat, 2015. Friction And Wear Behavior Of Disc Brake Pad Material Using Banana Peel Powder. International Journal of Research in Engineering Technology. Vol 4 Issue 02 Halaman 650-659. eISSN : 2319-1163. India : National Institute of Technology, Srinagar

Morshed, M.M & Haseeb, A.S.M.A. 2004. Physical and Chemical Charateristics of Commercially Avaliable Brake Shoe lining Materials : A Comparative


(12)

Study. Dhaka: Materials and Metallurgical Department, Bangladesh University of Engineering and Technology

Mustofa, Naharuddin, Basri. 2010. Studi Kaitan Parameter Pengereman dengan Beban Dinamis Pada Kendaraan. Jurnal Teknik. Papua : Universitas Tadulako

Pramuko, 2012. Pengembangan Kampas Rem Sepeda Motor Dari Komposit Serat Bambu, Fiber Glass, Serbuk Aluminium Dengan Pengikat Resin Polyester Terhadap Ketahanan Aus Dan Karakteristik Pengeremannya. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains Dan Teknologi ISSN : 1979-911X. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pratama, 2011 Analisa Sifat Mekanik Komposit Bahan Kampas Rem Dengan Penguat Fly Ash Batubara. Skripsi Teknik. Makassar : Universitas Hasanuddin

Purboputro, P.I., 2012, Pengembangan Kampas Rem Sepeda Motor dari Komposit Serat Bambu, Fiber Glass, Serbuk Aluminium dengan Pengikat Resin Polyester Terhadap Ketahanan Aus dan Karakteristik Pengeremannya.

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi, Periode III, hal.

367-373.

Rafiuddin, 2012. Analisis Sifat Mekanik Tenunan Serat Rami Jenis Basket Tipe S 3/12 Dengan Matriks Epoksi Resin (Kekuatan Bending). Prosiding Teknik. Makassar : Universitas Hasanuddin

Rosita Idrus, dkk., 2013, Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa, Prisma Fisika Vol I, No.1, Halaman : 50-55. Surakarta : Universitas Sebelas Maret

Simon, 2013. Analysis of Composite Drum Brake Using FEA Approach. International Journal of Engineering Trends and Technology. Volume 4 Issues 8. India : Bangalore University


(13)

Sriati, Van vlack. 2002. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi Kelima. Jakarta Penerbit Erlangga

Sukamto, 2012. Analisis Keausan Kampas rem pada Sepeda Motor. Fakultas Mesin, Universitas Janabadra Yogyakarta.

Sukanto, 2013. Analisis Perpindahan Panas Kanvas Rem Pada Sepeda Motor , Jurnal Teknik. Volume 3 No 1. Yogyakarta : Universitas Janabadra

Sunardi, 2015. Variasi Campuran Flyash Batubara Untuk Material Komposit. Jurnal Teknik Mesin. Volume 1 No 1. Cilegon : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Syahid, 2011. Analisa Sifat Mekanik Polimer Matriks Komposit Berpenguat Fly Ash Batubara Sebagai Bahan Kanvas Rem. Prosiding Fakultas Teknik. Makassar : Universitas Hasanuddin


(14)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Tahapan pelaksanaan ini yakni pembuatan komposit yang diperkuat serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi, pengujian sifat fisis dan sifat mekanik dilakukan di Laboratorium Material Test PTKI Medan serta pengujian sifat thermal di Laboratorium Mikroskopik Test PTKI Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Mei 2016

3.2Peratan Dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. Ayakan 100 mesh: untuk memisahkan butiran sesuai ukuran yang diperlukan. 2. Neraca Digital : untuk menimbang massa sampel.

3. Beaker Glass : untuk mengukur volume dan sebagai wadah sampel. 4. Spatula : untuk mengaduk bahan agar tercampur merata (homogen).

5. High Temperature Furnance (Tanur) : sebagai tempat pembakaran sampel

dengan kapasitas pembakaran 1100o C.

6. Cetakan Sampel (Moulding) : sebagai tempat mencetak sampel.

7. Hidraulik Cold Press : untuk menekan sampel yang sudah dimasukkan ke

cetakan agar padat.

8. Jangka Sorong : untuk mengukur tebal dan panjang sampel.

9. Gunting : untuk memotong serat rami sesuai dengan ukuran yang diinginkan. 10.Masker : untuk melindungi hidung agar tidak terhirup oleh partikel yang

berbahaya.

11.Stopwacth : untuk menghitung lamanya waktu.


(15)

14.Rem cakram bekas : untuk aplikasi produk hasil akhir.

15.DTA (Differential Thermal Analyzer)v: sebagai alat untuk menguji sifat termal suatu material

16.Microhardness Testing Machine (uji kekerasan rockwell) : sebagai alat untuk

menguji sifat kekerasan material.

17.Ogoshi Highs Speed Universal Wear Testing Machine ( type OAT-U) :

sebagai alat untuk menguji sifat ketahanan terhadap gesekan suatu material. 3.2.2 Bahan

1. Serat rami : sebagai penguat (filler) pada pembuatan kanvas rem

2. Serat buah pinang : sebagai penguat (filler) pada pembuatan kanvas rem. 3. Karbon aktif : sebagai filler untuk menutupi pori-pori serat rami pada

pembentukan kanvas rem.

4. Resin epoksi : sebagai matriks (perekat) pada pembuatan kanvas rem. 3.3Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada pembuatan material kanvas rem antara lain komposisi bahan baku dan karakterisasi. Variasi komposisi bahan baku ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Persentase komposit yang diperkuat serat rami dengan perekat resin epoksi sebagai aplikasi kanvas rem

Kode Sampel

Serat Rami (gr)

Serat Buah Pinang (gr)

Karbon Aktif (gr)

Resin Epoksi + Hardener (gr)

A 50 10 10 30

B 55 10 10 25

C 60 10 10 20

D 65 10 10 15

E 70 10 10 10

Sedangkan untuk karakterisasi material komposit yang diperkuat serat rami, serat buah pinang dan karbon aktif dengan perekat resin epoksi meliputi: sifat fisis (densitas, porositas dan daya serap air), sifat mekanik (kekerasan dan ketahanan gesek) dan sifat thermal (titik leleh).


(16)

3.4Prosedur Penelitan

1. Dicuci serat rami dan serat buah pinang dengan aquadest (H2O) sampai benar-benar bersih.

2. Dikeringkan serat rami dan serat buah pinang kedalam oven dengan suhu 105oC.

3. Dipotong serat rami dan serat buah pinang dengan ukuran acak maximal 0,5 cm yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kanvas rem yang akan dibuat.

4. Ditimbang bahan dasar sebagai penguat yaitu: serat rami, serat buah pinang karbon aktif dengan variasi komposisi (lihat Tabel 3.1).

5. Dicampurkan bahan serat rami, serat buah pinang dan karbon aktif dengan pencampuran kering (dry mixing) dan diaduk sampai merata (homogen) selama 1 jam menggunakan spatula didalam beaker glass.

6. Setelah bahan tersebut tercampur merata kemudian dicampur dengan resin epoksi sebagai perekatnya selama 5 menit. Perbandingan komposisi serat rami, serat buah pinang, karbon aktif dan resin epoksi (perbandingan resin epoksi dengan hardener 1:1) komposisi campuran dilihat Tabel 3.1.

7. Dituang bahan yang telah tercampur kedalam cetakan yang telah diolesi vaseline agar sampel yang sudah kering mudah untuk dikeluarkan.

8. Dikompaksi (press) pada tekanan 7 ton dengan waktu penahanan 10 menit. 9. Dikeluarkan sampel yang telah dikompaksi dari cetakan yang terbentuk

lembaran dengan panjang 12 cm, lebar 3 cm dan ketebalan 3-4 mm kemudian dikeringkan selama 5-7 hari diudara bebas.

10.Dikarakterisasi sampel tersebut meliputi sifat fisis (densitas, porositas dan daya serap air), sifat mekanik (kekerasan dan ketahanan gesek) dan sifat thermal (DTA).


(17)

3.5Tahapan Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi: preparasi bahan, pencampuran bahan, pencetakan, proses kompaksi dan karakterisasi bahan. Berikut ini merupakan diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

START PEMBUATAN MATERIAL KANVAS REM FILLER (Serat Rami) ---Dipotong Dengan Ukuran

Acak ±0,5 cm

MATRIKSI (Resin Epoksi)

---Volume Resin dengan

Hardener 1:1

PENCAMPURAN

---Diaduk selama 5 menit dengan spatula sampai homogen dengan pencampuran kering (Dry Mixing) didalam beaker glass dengan total massa 100 gram

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN PENCETAKAN

---Ditekan dengan beban sebesar 7 ton dengan Hydroulic Cold Press

ditahan selama 10 menit kemudian didinginkan

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

KARAKTERISASI DENSITAS ---Menggunakan Prinsip Archimedes Porositas ---MenggunakanPrinsip Archimedes KEKERASAN ---Menggunakan Alat Brinell Hardness Testing LAJU KEAUSAN ---Menggunakan Metode Ogoshi Hight

Speed TITIK LELEH ---Menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA) FILLER (Serat Buah Pinang)

---Dipotong Dengan Ukuran

Acak ±0,5 cm

FILLER (Karbon Aktif)

---Diayak dengan ukuran

100 mesh

Daya Serap Air

---Menggunakan Prinsip Archimedes


(18)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Material Komposit Matriks Polimer Sebagai Kanvas Rem

Kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi yang telah berhasil dibuat yaitu menggunakan teknik konvensional cetak dan tekan dengan bahan baku: serat rami, serat buah pinang, karbon aktif dan resin epoksi yang dicampur dengan pencampuran kering (dry

mixing). Variasi komposisi serbuk serat rami, serat buah pinang, karbon aktif dan

resin epoksi dibuat dengan perbandingan: 50:10:10:30, 55:10:10:25, 60:10:10:20, 65:10:10:15 dan 70:10:10:10 dengan massa total 100 gram yang dikompaksi dengan tekanan 7 ton selama 10 menit.

Karakterisasi material dilakukan pada komposit kanvas rem berbasis serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi dengan tujuan untuk melihat bagaimana interaksi antar bahan dalam membentuk komposit kanvas rem terhadap sifat fisis : densitas, porositas dan daya serap air, sifat mekanik : kekerasan dan ketahanan aus serta sifat thermal : titik leleh dengan uji DTA (Differential Thermal Analysis). Dalam hal ini, dilihat parameter yang mempengaruhi sifat-sifat dari material tersebut adalah pengaruh komposisi yang mana memberikan suatu gambaran interaksi untuk membentuk suatu ikatan antar campuran bahan yang satu dengan bahan yang lain.

4.2Karakterisasi Sifat Fisis Kanvas Rem 4.2.1 Densitas (Massa Jenis)

Densitas merupakan ukuran kerapatan atom-atom penyusun material yang saling berikatan/berinteraksi satu atom dengan atom lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai densitas dapat dilihat pada lampiran A.

Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat grafik pengukuran nilai densitas material kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi sebagai berikut :


(19)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Variasi Komposisi Pada Material Kanvas Rem

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volum benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka porositas dan daya serapnya semakin kecil. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total .

Pada Gambar 4.1 menggambarkan hubungan antara pengaruh variasi komposisi dengan nilai densitas bahwa nilai densitas kanvas rem yang optimum terjadi pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai densitas yaitu 2,348 x 103 kg/m3. Sedangkan nilai densitas yang kurang optimum pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif:resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai yaitu 1,671 x 103 kg/m3

Nilai densitas dipengaruhi oleh penambahan komposisi penguat serat rami. Ini disebabkan karena sifat serat penguat tersebut. Ini terjadi karena adanya ikatan kohesivitas (adesi-kohesi) antara lain : ikatan antar muka (interface) serat penguat serat rami dan serat buah pinang dengan matriks resin epoksi, gaya elektrostatik dan gaya Van Der Walls. Ikatan antar muka penguat dan matriks berhubungan dengan kekasaran permukaan serat, dimana semakin tinggi kekasaran serat maka semakin luas kontak antar permukaan. Sedangkan ikatan elektrostatik terjadi karena adanya gaya gesek antar permukaan serat yang diakibatkan oleh proses kompaksi (tekanan). Gaya Van Der Walls dipengaruhi oleh besar beban penekanan yang diberikan. Dimana apabila gaya tekan yang diberikan dibawah kekuatan tarik dari matriks (resin epoksi) dan dibawah kekuatan tarik penguat

2,348 x 103

1,671 x 103

0 0,5 1 1,5 2 2,5

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

D e n si tas (k g/ m 3) x 10 3

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi


(20)

(serat rami dan serat buah pinang) maka terjadi deformasi elastis yang mengakibatkan nilai densitas semakin rendah.

4.2.2 Porositas

Porositas merupakan jumlah pori-pori yang terdapat pada material, dimana pori-pori tersebut terbentuk karena adanya pengosongan atom-atom atau cacat kristal. Dari hasil penelitian dengan menggunakan persamaan 2.2. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai porositas dapat dilihat pada lampiran A.

Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat grafik pengukuran nilai porositas material kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Porositas Dengan Variasi Komposisi Pada Material Kanvas Rem

Dari Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin besar komposisi penguat serat rami maka nilai porositas material tersebut semakin besar. Ini disebabkan karena adanya ketidak homogenitas campuran antara peguat serat rami dan serat buah pinang dengan matriks resin epoksi sehingga serat rami dan buah pinang tidak terdistribusi merata sehingga terjadilah porositas sehingga adanya oksigen yang masuk atau zat pengotor dalam material tersebut. Selain itu, densitas dengan porositas sangat berhubungan yaitu saling berbanding terbalik dimana semakin tinggi densitas kanvas rem maka semakin kecil porositas yang dihasilkan. Ini artinya semakin tinggi densitas kanvas rem maka semakin rapat atom-atom untuk

0,75 %

2,25 %

0 0,5 1 1,5 2 2,5

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

P

o

r

o

si

tas

(%

)

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi


(21)

mengikat komposit tersebut sehingga semakin sedikit pori-pori yang ditimbulkannya. Dari hasil pengamatan bahwa variasi komposisi yang terbaik memiliki porositas yang kecil pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai porositas yaitu 0,75%. Sedangkan nilai porositas yang tinggi pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 70 : 10 : 10 : 10 dengan nilai yaitu 2,25 %. 4.2.3 Daya Serap Air

Daya serap air merupakan kemampuan suatu material menyerap air maupun oli, dimana daya serap ini sangat penting dalam pembuatan kanvas rem dimana mengetahui daya serap optimum pada kanvas rem sehingga tidak terjadi rem blong (fading) pada saat kondisi jalan yang basah, kondisi banjir ataupun oli bocor. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.3.

Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat grafik pengukuran nilai daya serap air material kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Daya Serap Air Dengan Variasi Komposisi Pada Material Kanvas Rem

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.3 jelas terlihat bahwa nilai daya serap air yang optimum yaitu kanvas rem dengan variasi komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai daya serap air yaitu 0,26%. Sedangkan nilai daya serap air yang kurang optimum pada

0,26% 1,39% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

D aya S e r ap A ir (% )

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi


(22)

komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 70 : 10 : 10 : 10 dengan nilai yaitu 1,39 %. Nilai daya serap air pada kanvas rem berbanding lurus dengan banyaknya komposisi bahan penguat serat rami sangat tinggi hal ini disebabkan karena bertambahnya pori-pori yang diakibatkan oleh berkurangnya bahan perekat untuk mengikat serat antara serat yang satu dengan serat lainnya sehingga oksigen terjebak dan masuk menyebabkan timbulnya gelembung gas pada permukaan kanvas rem tersebut.

4.3Karakterisasi Sifat Mekanik 4.3.1 Kekerasan (Hardness)

Kekerasan merupakan ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan. Pengujian kekerasan menggunakan persamaan 2.4 yang mengacu pada standar pengujian ASTM E 10-01 menggunakan metode Brinell yaitu menggunakan microhardness testing machine model karl frank dengan menekankan bola indentor (bola baja dengan diameter 1,6 mm) menggunakan beban 100 kg dengan waktu penahanan selama 30 detik.Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat grafik pengukuran nilai kekerasan material kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi sebagai beriku :

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kekerasan Dengan Variasi Komposisi Pada Material Kanvas Rem

Dalam Gambar 4.4 diatas menunjukkan bahwa kondisi optimum diperoleh nilai kekerasan yang tinggi pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon

100,252 x 103

43,339 x 103

0 20 40 60 80 100 120

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

K e k e r as an (N /m ) x 10 3

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi


(23)

aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai kekerasan sebesar 100,252 x 103 N/m dan kondisi yang kurang optimum pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 70 : 10 : 10 : 10 dengan nilai kekerasan sebesar 43,339 x 103 N/m. Nilai kekerasan semakin menurun pada saat peningkatan massa fillernya serat rami dan serat buah pinang. Ini dikarenakan pada proses pembuatan dengan teknik konvensional cetak dan tekan memungkinkan distribusi antara matriks resin epoksi dengan penguat serat rami dan serat buah pinang yang tidak merata sehingga mengakibatkan tidak tercapainya ikatan antar permukaan dengan baik antar penyusun komposit. Selain itu adanya kekosongan antar partikel yang menyebabkan terjebaknya oksigen dalam sampel selama proses kompaksi serta adanya pengotor yang dapat menurunkan sifat kekerasan komposit tersebut.

4.3.2 Ketahanan Gesek (Aus)

Keausan merupakan hal yang terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan (friksi) dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar dari suatu material, melainkan hubungan material dengan sistem luar (kontak permukaan). Pengujian keausan dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana material itu bisa digunakan/dipakai. Dengan perhitungan yang sama, dapat dibuat grafik pengukuran nilai keausan material kanvas rem berbasis komposit serat rami dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi sebagai berikut :

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Keausan Dengan Variasi Komposisi Pada Material Kanvas Rem

0,9259 5,864 0 1 2 3 4 5 6 7

50:10:10:30 55:10:10:25 60:10:10:20 65:10:10:15 70:10:10:10

K e au san (k g/ m 2d e t) x 10 -2

Variasi Komposisi Serat Rami : Serat Buah Pinang : Karbon Aktif : Resin Epoksi


(24)

Dalam Gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa kondisi optimum diperoleh nilai keausan yang tinggi pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 50 : 10 : 10 : 30 dengan nilai keausan sebesar 9,259 x 10-3 kg/m2.det. Ini menunjukan bahwa komposisi filler (serat rami dan serat buah pinang) yang sedikit memiliki laju keausan yang sangat kecil dikarena jumlah komposisi resin epoksi yang tinggi sehingga membuat permukaan kanvas rem sedikit licin dimana semakin tinggi kadar resin epoksi maka kanvas rem tersebut semakin mengeras saat temperatur naik.

Sedangkan kondisi yang kurang optimum pada komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi 70 : 10 : 10 : 10 dengan nilai keausan sebesar 5,864 x 10-2 kg/m2.det. Nilai keausan semakin meningkat pada saat peningkatan komposisi serat rami. Ini dikarenakan adanya ketidakhomogenitas campuran antara filler serat rami dan serat buah pinang dengan matriks resin epoksi yang membuat permukaan material kanvas rem tidak rata dan terbentuk pori-pori yang menyebabkan transfer panas kurang sempurna sehingga meningkatnya kontak gaya gesek pada permukaan komposit kanvas rem. Selain itu semakin tinggi tingkat kekerasan kanvas rem maka semakin kecil laju keausan yang ditimbulkan.

4.4Karakterisasi Sifat Thermal

4.4.1 DTA (Differential Thermal Analysis)

Uji termal dilakukan untuk mengetahui ekspansi panas, uji muai dan uap panas. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam skala oC sifat termal kanvas rem ditentukan dengan metode Differential Thermal Analysis (DTA) dimana sampel uji akan dipanaskan mulai dari suhu 20°C sampai 800°C dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit. Hasil analisa ini ditampilkan pada Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.8 berikut ini.

Hasil pengujian dengan DTA pada masing-masing sampel kanvas rem menunjukkan perubahan kondisi termalnya melalui enam tahapan yang sama yang ditunjukkan oleh puncak - puncak yang dihasilkan oleh alat DTA. Perubahan puncak – puncak oleh DTA ini terjadi akibat perubahan dan reaksi kimia yang diikuti oleh perubahan suhu pada sampel uji. Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada alat DTA yaitu reaksi eksotermik dan endotermik.


(25)

Gambar 4.6 Grafik DTA Kanvas Rem pada Komposisi Serat Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi 50:10:10:30

Berdasarkan hasil pengujian DTA, pada tahapan I yaitu Gambar 4.6 dengan komposisi optimum dengan variasi komposisi serat rami, serat pinang, karbon aktif dan resin epoksi 50:10:10:30 diberikan oleh puncak maksimum pertama untuk proses perubahan termal kanvas rem yang di awali pada suhu 410°C-490°C yang menunjukkan proses endotermik dimana komposisi kanvas rem mulai menyerap panas. Pada proses endotermik material kanvas rem belum mengalami perubahan bentuk dikarenakan pada reaksi ini kanvas rem masih dapat mentransfer panas yang dihasilkan oleh gaya gesek (proses pengereman) secara merata. Dimana pada titik puncak suhu 410oC merupakan titik leleh artinya suhu 410oC merupakan suhu batas material menahan panas luar yang diberikan. Sedangkan pada suhu 490°C material kanvas rem tersebut sudah mengalami proses eksotermik dimana kanvas rem mulai mengeluarkan panas sehingga terjadi perubahan fisika dan kimia yang pada akhirnya material kanvas rem tersebut akan


(26)

terbakar dan menjadi abu. Pada titik 490°C merupakan titik jenuh/titik bakar material kanvas rem.

Gambar 4.7 Grafik DTA Kanvas Rem pada Komposisi Serat Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi 60:10:10:20

Berdasarkan hasil pengujian DTA, pada tahapan II yaitu Gambar 4.7 dengan komposisi menengah optimum dengan variasi komposisi serat rami, serat pinang, karbon aktif dan resin epoksi 60:10:10:20 diberikan oleh puncak maksimum pertama untuk proses perubahan termal kanvas rem yang di awali pada suhu 340°C-405°C yang menunjukkan proses endoterm dimana komposisi kanvas rem mulai menyerap panas. Dimana pada titik puncak pertama pada suhu 340oC merupakan titik leleh artinya suhu 340oC merupakan suhu batas material kanvas rem menahan panas luar yang diberikan (pada proses pengereman). Sedangkan pada titik puncak kedua suhu 405°C material kanvas rem tersebut sudah menjadi abu atau terbakar dikarenakan material kanvas rem pada titik 405°C mengalami proses eksotermik yang menyebabkan ikatan antara matriks (resin epoksi) dengan filler (serat rami, serat buah pinang dan karbon aktif) terputus .


(27)

Gambar 4.8 Grafik DTA Kanvas Rem pada Komposisi Serat Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi 70:10:10:10

Berdasarkan hasil pengujian DTA, pada tahapan III yaitu Gambar 4.8 dengan komposisi kurang optimum serat rami, serat pinang, karbon aktif dan resin epoksi 70:10:10:10 diberikan oleh puncak maksimum pertama untuk proses perubahan termal kanvas rem yang di awali pada suhu 330°C - 435°C. Dimana pada titik puncak suhu 330oC merupakan titik leleh kanvas rem. Sedangkan pada suhu 435°C material kanvas rem tersebut sudah menjadi abu. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sifat thermal sangat penting bagi material kanvas rem dimana semakin besar gaya gesek yang diberikan pada saat proses pengereman maka semakin besar panas yang ditimbulkan. Sehingga material kanvas rem harus memiliki ketahanan panas sesuai standar agar tidak terjadi rem blong (fading).

Semakin banyak massa filler maka semakin tinggi titik termal maka semakin meningkat kelarutan epoksi. Tingginya kelarutan epoksi dengan adanya serat rami dan serat pinang berarti bahwa katan molekul epoksi dalam pelarutnya semakin kuat sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk memutus rantai ikatan tersebut.


(28)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Telah dilakukan pembuatan komposit kanvas rem berbasis serat rami dan serat buah pinang sebagai filler dan resin epoksi sebagai matriks dengan menggunakan teknik konvensional cetak dan tekan yang memiliki sifat fisis, mekanik dan thermal yang berbeda dengan kanvas rem konvensional .

2. Pada penelitian diperoleh bahwa semakin tinggi massa komposisi serat rami maka semakin menurun sifat fisis, mekanik ataupun thermalnya dimana komposisi serat rami yang tinggi dengan massa 70% menghasilkan sifat fisis meliputi densitas 1,671 x 103 , porositas 2,25%, daya serap air 1,39% kemudian sifat mekanik meliputi kekerasan 43,339 x 103 N/m, laju keausan 5,864 x 10-2 kg/m2.det serta sifat thermal meliputi uji DTA menghasilkan titik leleh 330oC

3. Dalam penelitian diperoleh komposit kanvas rem dengan komposisi optimum pada variasi komposisi serat rami : serat buah pinang : karbon aktif : resin epoksi yaitu 50 : 10 : 10 : 30 dengan hasilnya sebagai berikut : untuk nilai densitas 2,348 x 103 kg/m3, nilai porositas 0,75%, nilai daya serap air 0,26%, kekerasan 100,252 x 103N/m, laju keausan 9,259 x 10-3 kg/m2.det dan titik leleh sebesar 410oC. Sehingga hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa kanvas rem dengan variasi komposisi optimum sudah memenuhi standar SAEJ661.

5.2Saran

Untuk penelitian lebih lanjut dari skripsi ini disarankan:

1. Sebaiknya penelitian lanjutan menggunakan agregat agar kanvas rem lebih keras dikarenakan sifat serat hanya sebagai pencegah keretakan.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan pengujian tingkat ketahanan korosi, kegagalan material, konduktivitas thermal, koefisien gesek dan kekuatan geser.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Material Komposit

Material komposit adalah material yang terbuat dari perpaduan dua bahan atau lebih yang tetap terpisah dan memiliki sifat-sifat yang berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya untuk menghasilkan material baru yang unik dan unggul, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum dikombinasikan serta tidak menghilangkan sifat dasar bahan penyusunya tersebut. Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus membentuk ikatan kovalen yang kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent. Komposit berasal dalam kata kerja “to compose” yang

berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan.

Material komposit terdiri dari dua penyusun utama yaitu matriks dan penguat (reinforcement/filler). Matriks merupakan komponen pembentuk dan pengikat dalam komposit. Dasar atau matriks dari komposit bisa terdiri dari logam atau alloy (komposit logam), polimer, karbon dan material keramik (komposit non logam). Sifat-sifatnya akan menentukan kondisi operasi pembuatan komposit dan karakteristik komposit, seperti temperatur operasi, fatigue strength, ketahanan terhadap efek lingkungan, density, dan specific strength. Beberapa komposit memiliki matriks gabungan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan dengan komposisi berbeda dan disusun selang-seling (Budi, 2011). Selain itu, matriks memiliki fungsi antara lain :

- Sebagai pelindung penguat dari lingkungan abrasif dan korosif.

- Pemisah antar penguat dan juga mencegah timbulnya perambatan crack dari satu penguat dengan penguat lainnya.

- Pemberi ketangguhan, kekuatan geser dengan mentransmisikan dan mendistribusikan ke penguat.


(30)

- Mengikat partikel penguat agar bisa menyatu dengan matriks melalui sifat adhesi dan kohesi.

Untuk mencapai fungsi tersebut matriks yang digunakan memiliki ductility (keuletan) yang tinggi, modulus elastisitas lebih rendah dari penguat serta memiliki ikatan yang bagus antara matriks dan penguat. Penguat (reinforcement/filler) merupakan komponen lain yang terdistribusi merata dalam matriks. penguat memegang peranan penting dalam menguatkan komposit. Penguat harus memiliki nilai kekuatan/strength, kekerasan/hardness, dan elastic

modulus yang besar. Sifat-sifat ini harus lebih besar daripada yang dimiliki

matriks. Sifat-sifat material komposit bisa juga dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, konsentrasi dan distribusi filler. Beberapa kegunakan penguat dalam penyusun komposit antara lain :

- Memperbaiki sifat dari matriks sehingga sifat material komposit lebih baik dari sifat matriks.

- Sebagai penguat atau penanggung beban utama pada komposit.

- Untuk memberikan kekakuan, kekuatan, stabilitas panas, dan sifat struktur lainnya dalam komposit.

- Menyediakan penghantaran atau insulasi elektrik, tergantung pada jenis serat atau serbuk yang digunakan.

Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, maka komposit dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

a. Komposit matriks polimer (Polymer Matrix Composite)

Bahan ini merupakan bahan yang paling sering digunakan atau sering disebut dengan polimer berpenguat serat (Fibre Rainforced Polymer of

Plastic). Komposit ini menggunakan suatu polimer berbasis resin sebagai

matriksnya dan jenis serat tertentu sebagai penguat, seperti : serat kaca, karbon dan aramid (kevlar).

b. Komposit matriks logam (Metal Matrix Composite)

Berkembang pada industri otomotif, bahan ini pada umumnya menggunakan suatu logam seperti aluminium (Al) sebagai matrik dan penguatnya dengan serat silikon carbida (SiC)


(31)

Material komposit ini biasanya digunakan pada lingkungan bertemperatur tinggi, bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek atau serabut-serabut (whisker) yang terbuat dari silikon karbida atau boron nitrida.

Dari tiga bahan matriks yang digunakan ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang dirincikan dalam sebuah Tabel 2.1 : (Ikhwanuddin, 2015)

Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan dari bahan komposit

Jenis Komposit Kelebihan Kekurangan

Komposit Matriks Polimer (KMP)

- Bobot ringan - Ketangguhan baik

- Fabrikasi dan pembentukan yang mudah

- Tahan terhadap gesekan - Biaya produksi yang murah

- Temperatur penggunaan rendah

- Sensitif terhadap radiasi dan lingkungan

lembab Komposit Matriks

Logam (KML)

- Temperatur penggunaan tinggi

- Kekuatan dan kekakuan yang baik

- Konduktivitas listrik dan panas yang baik

- Tidak menyerap

kelembaban

- Bobot yang berat - Ketahanan korosi

yang buruk

- Biaya produksi mahal

Komposit Matriks Keramik (KMK)

- Temperatur penggunaan sangat tinggi (>2000o C) - Densitas rendah

- Elastik modulus besar - Ketangguhan hampir sama

dengan cast iron

- Kegetasan tinggi - Ketahanan

mekanikal dan

thermal shock

buruk

- Relatif mahal - Sulit diproduksi

dalam jumlah besar

Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya, maka material komposit dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat


(32)

Adapun ilustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat pada

Gambar 2.1 : Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya

Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang sama. Sebaliknya komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang tidak sama (baik arah transversal maupun longitudinal).

Syarat terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara matriks dan filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya adhesi dan kohesi Dalam material komposit gaya adhesi-kohesi terjadi melalui 3 cara utama :

a. Interlocking antar permukaan → ikatan yang terjadi karena kekasaran bentuk permukaan partikel.

b. Gaya elektrostatis → ikatan yang terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara atom yang bermuatan (ion).

c. Gaya vanderwalls → ikatan yang terjadi karena adanya pengutupan antar partikel.

Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain: ukuran partikel, rapat jenis bahan yang digunakan, fraksi volume material, komposisi material, bentuk partikel, kecepatan dan waktu pencampuran, penekanan (kompaksi), pemanasan (sintering).

2.2Ikatan Antar Muka

Ikatan antar muka merupakan ikatan yang terbentuk antara dua fasa yang berbeda. Dimana antarmuka memiliki fungsi sebagai media transfer beban dari matriks ke penguat. Ikatan antar muka mempengaruhi kekuatan, kekakuan,


(33)

ketahanan mulur dan degredasi akibat lingkungan pada komposit. Ada beberapa ikatan yang terjadi pada antarmuka komposit :

a. Mechanical bonding

Ikatan mekanik paling efektif ketika ketika gaya dikenakan searah dengan permukaan. Ikatan ini dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dimana semakin besar interlocking yang terjadi pada kedua permukaan. Sehingga kekuatan geser lebih berpengaruh daripada kekuatan tarik.

b. Electrostatic bonding

Ikatan ini terjadi ketika permukaan matriks dan penguat memiliki muatan yang berbeda dimana yang satu positif dan yang satu negatif. Ikatan elektrostatik akan efektif apabila jarak keduanya pendek dan bergantung pada kerapatan muatan.

c. Chemical bonding

Ikatan kimia terbentuk antara gugus kimia pada permukaan penguat dan gugus harmonik pada matriks.

d. Interdiffusion bonding

Ikatan yang terjadi pada dua permukaan polimer, dimana molekul polimer yang satu akan terdifusi pada jaringan molekul permukaan lainnya (Syahid, 2011)

2.3Material Penyusun Komposit

Pada penelitian ini, jenis matriksnya berupa resin epoksi dan penguatnya berupa serat rami dan serat buah pinang.

2.3.1 Serat Rami

Tanaman rami adalah tanaman tahunan berumpun yang menghasilkan serat dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea (L). Di Jawa Barat dikenal dengan nama haramay, sedangkan di Minangkabau dikenal dengan romin. Di Sumatera Barat disebut kelu dan di Sulawesi dikenal gambe. Dalam perdagangan internasional tanaman ini dikenal dengan sebutan ramie. Adapun sistematika botani tanaman rami dan gambar pohon rami (Gambar 2.2) adalah sebagai berikut :


(34)

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliosida Subkelas : Hammamelidae Ordo : Urticales Famili : Urticaceae Genus : Boehmeria Spesies : Boehmeria nivea

Gambar 2.2 Bentuk Daun Tanaman Rami

Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) merupakan salah satu tanaman penghasil serat alam yang dapat menjadi sumber bahan baku produk tekstil seperti halnya kapas karena memiliki kemiripan dengan kapas, bedanya kapas merupakan serat pendek sedangkan rami adalah serat panjang. Dibanding dengan kapas, serat rami lebih kuat, mudah menyerap keringat dan tidak mudah kena bakteri atau jamur. Selain diambil serat dari kulit batangnya, semua bagian tanaman rami dapat dimanfaatkan. Akar tanaman (rhizome) dapat digunakan sebagai bahan tanaman (bibit) untuk pengembangan rami, daunnya dapat sebagai pakan ternak, sedangkan kulit batang dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku pulp maupun kompos. (Rafiuddin, 2014)

Bentuk serat rami terdiri dari membujur dan melintang, jika membujur bentuk memanjang seperti silinder dengan permukaan bergaris – garis dan berkerut-kerut membentuk benjolan-benjolan kecil dan jika melintang bentuk lonjong memanjang dengan dinding sel yang tebal dan lumen yang pipih. Selain itu, kualitas serat rami adalah yang terbaik dari serat lainnya. Berikut ini tabel karakteristik dari serat rami :


(35)

Tabel 2.2 Perbandingan sifat serat rami dengan beberapa jenis serat lain

Sifat Rami Flax Kapas

Panjang(mm) 125,0 33,0 25,0

Diameter(µm) 35,0 19,0 15,0

Daya lentur(kg/mm2) 95,0 78,0 45,0

Kelembaban(%) 12,0 12,0 8,0

Kehalusan (denier) 6,0 1,0 3,2

Kekuatan(108 dyne/cm2) 91,0 88,0 29,0

Daya mulur(%) 3,7 3,3 6,9

Rami merupakan serat tumbuh-tumbuhan jenis Boehmeria Nivea. Selulosa mempunyai rumus (C6H10O5)n, dimana “n” merupakan derajat polimerisasinya dan sebagian besar serat rami (68,6 % - 76,2 %) terdiri dari selulosa. Analisa Frenderberg, Haworth dan Braun dalam buku Tekstil Fiber menunjukkkan bahwa selulosa dibentuk oleh cincin glukosa, sehingga dapat disebutkan bahwa struktur serat selulosa merupakan kesatuan dari anhydro glukosa yang dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh jembatan oksigen pada kedudukan 1 – 4

Gambar 2.3 : Bentuk Serat Rami yang Kering

Kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh ukuran diameter serat, kadar selulosa, dan kadar lignin. Semakin besar diameter serat, maka semakin rendah nilai kekuatan tarik (tensile strength) dan modulus elastisitas (modulus of

elasticity/MOE), demikian pula sebaliknya. Tingginya kadar selulosa dan

rendahnya kadar lignin rami juga turut meningkatkan kekuatan serat rami. Analisa kimia memperlihatkan bahwa selulosa merupakan komponen utama dari serat rami. Komposisi kimia serat rami dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut :


(36)

Tabel 2.3 Sifat fisik dan kimia serat rami

Karakteristik Nilai

Selulosa (% berat) 68,6 – 76,2

Lignin (% berat) 0,6 – 0,7

Hemiselulosa (% berat) 13,1 – 16,7

Pektin (% berat) 1,9

Lilin (% berat) 0,3

Sudut mikrofibril ( o ) 7,5

Kadar air (% berat) 8,0

Kerapatan (mg/m3) 1,5

2.3.2 Serat Buah Pinang

Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman-taman atau dibudidayakan, kadang dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai dan tempattempat lain, dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.400 meter di atas permukaan laut. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan. Adapun sistematika botani tanaman pinang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Areca

Spesies : Areca catechu L.

Kandungan yang terdapat pada pinang antara lain, biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain, guvakolin, guvasin dan isoguvasin, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin. Daun pinang mengandung minyak atsiri. Serat sabut pinang sebagian besar terdiri dari selulosa dengan berbagai proporsi yang berbeda-beda


(37)

kandungan selulosa sekitar (35 - 50%), hemiselulosa (35 - 64,8%), lignin (13 - 26%), pektin dan protopektin.

2.3.3 Resin Epoksi

Epoksi adalah suatu kopolimer, terbentuk dari dua bahan kimia yang berbeda. Ini disebut sebagai "resin" dan "pengeras". Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung. Epoksi resin paling umum yang dihasilkan dari reaksi antara epiklorohidrin dan bisphenol-A, meskipun yang terakhir mungkin akan digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Pengeras terdiri dari monomer polyamine, misalnya Triethylenetetramine (Teta). Ketika senyawa ini dicampur bersama, kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida untuk membentuk ikatan kovalen.Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan sangat silang, dan dengan demikian kaku dan kuat.

Epoksi resin adalah termasuk kelompok plastik thermosetting yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan dikarenakan material resin berbentuk cairan atau dapat berbentuk padatan, dan akan meleleh pada suhu diatas 200oC. Pada dasarnya resin adalah matriks, sehingga memiliki fungsi yang sama dengan matriks yaitu sebagai perekat/pengikat dan pelindung. Komposit bahan kanvas rem yang akan diteliti adalah komposit yang berpengikat resin epoksi, resin ini berfungsi untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan tersebut. Epoksi memiliki modulus young 3100 MPa, kekuatan tarik 65-79 MPa dan densitas 1150 kg/m3. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu epoksi resin tidak mudah di-recycle. Contoh yang mudah didapat pasaran adalah "plastic-steel epoxy". Banyak dijual di bengkel, toko material, maupun supermarket. Sifat perekat - ikatan yang luar biasa dari resin epoksi pertama kali diakui oleh Preiswerk dan Gams pada tahun 1944 . Pada saat itu perekat epoksi resin diakui sebagai perekat pertama yang menampilkan sebuah fungsi kimia serbaguna dan susutnya sangat rendah. Epoksi dapat diandalkan dengan kohesi yang sangat baik, integritas struktural , dan adhesi yang luar biasa untuk semua jenis substrat (Akhmad,2014).

Selain itu, kata epoksi berasal dari grup kimia yang terdiri dari atom oksigen yang diikat dengan dua atom karbon yang sudah diikat dengan cara tertentu.


(38)

Bentuk epoksi yang paling sederhana adalah struktur cincin dengan tiga anggota yang disebut “alpha–epoksi” atau “1.2–epoksi”. Struktur kimia yang ideal merupakan karakteristik dari molekul epoksi yang paling mudah diidentifikasikan dengan pewarnaan amber atau coklat epoksi resin memiliki baberapa kegunaan. Baik resin dalam bentuk cair dan agen curing memiliki viskositas rendah sehingga mudah diproses. Epoksi resin mudah dan cepat dicuring pada temperatur mulai dari 5oC sampai dengan 150oC, bergantung dengan pemakaian agen curing. Salah satu sifat epoksi yang paling penting adalah kecilnya penyusutan bentuk selama curing untuk mengurangi tegangan dalam. Kekuatan penyerapan yang tinggi dan sifat mekanik yang tinggi juga meningkatkan sifat isolator listrik, dan ketahanan kimia yang baik. Epoksi biasanya digunakan sebagai bahan pengikat (adhsives), campuran caulking, campuran pengecoran, sealant, pernis dan cat, juga resin laminasi yang diaplikasikan dalam beberapa industri.

Epoksi resin dibentuk dari rangkaian panjang struktur molekul mirip vinylester dengan titik reaktif pada kedua sisi. Akan tetapi, pada epoksi resin titik reaktif ini bukannya terdiri dari grup ester melainkan terdiri dari grup epoksi. Ketiadaan grup ester berarti resin epoksi memiliki ketahanan yang baik terhadap air. Molekul epoksi juga menyimpan dua grup cincin pada titik tengahnya yang dapat menyerap baik tekanan maupun temperatur lebih baik dibandingkan grup linier sehingga epoksi resin memiliki ketangguhan, kekakuan, dan ketahanan terhadap panas yang sangat baik. Gambar berikut manunjukkan suatu struktur kimia ideal dari epoksi resin :

Gambar 2.4 Struktur Ikatan Kimia Resin Epoksi 2.3.4 Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat


(39)

besar, yaitu 25- 1000% terhadap berat karbon aktif. Karbon aktif dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

1. Karbon aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang halus, digunakan dalam fase cair dan berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu.

2. Karbon aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pelet yang sangat keras, umumnya digunakan pada fase gas, berfungsi untuk pengembalian pelarut, katalis, dan pemurnian gas.

Sifat adsorpsi karbon aktif sangat tergantung pada porositas permukaannya, namun dibidang industri, karakterisasi karbon aktif lebih difokuskan pada sifat adsorpsi dari pada struktur porinya. Bentuk pori bervariasi yaitu berupa: silinder, empat persegi panjang, dan bentuk lain yang tidak teratur (Ferdina, 2010).

2.4Aplikasi KMP (Komposit Matriks Polimer) 2.4.1 Rem

Rem adalah sebuah peralatan dengan memakai tahanan gesek buatan yang diterapkan pada sebuah mesin berputar agar gerakan mesin berhenti. Rem menyerap energi kinetik dari bagian yang bergerak. Energi yang diserap oleh rem berubah dalam bentuk panas. Panas ini akan menghilang dalam lingkungan udara supaya pemanasan yang hebat dari rem tidak terjadi. Desain atau kapasitas dari sebuah rem tergantung pada faktor-faktor berikut ini :

1. Tekanan antara permukaan rem.

2. Koefisien gesek antara permukaan rem. 3. Kecepatan keliling dari teromol rem. 4. Luas proyeksi permukaan gesek.

5. Kemampuan rem untuk menghilangkan panas terhadap energi yang diserap. Perbedaan fungsi utama antara sebuah clutch (kopling tak tetap) dan sebuah rem adalah bahwa clutch digunakan untuk mengatur/menjaga penggerak dan yang digerakan secara bersama-sama, sedangkan rem digunakan untuk menghentikan sebuah gerakan atau mengatur putaran. Material yang digunakan untuk lapisan rem harus mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :


(40)

b. Mempunyai laju keausan yang rendah. c. Mempunyai tahanan panas yang tinggi.

d. Mempunyai kapasitas disipasi panas yang tinggi. e. Mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah. f. Mempunyai kekuatan mekanik yang mencukupi.

g. Tidak dipengaruhi oleh moisture (embun) dan oil (minyak).

Pada setiap kendaraan bermotor kemampuan system pengereman menjadi sesuatu yang sangat penting karena dapat mempengaruhi keselamatan kendaraan tersebut. Semakin tinggi kemampuan kendaraan tersebut untuk melaju maka diperlukan sistem pengereman yang lebih handal dan optimal untuk menghentikan atau memperlambat laju kendaraan tersebut. Untuk mencapainya, diperlukan perbaikan – perbaikan dalam system pengereman. Sistem rem yang baik adalah sistem rem yang apabila dilakukan pengereman baik dalam kondisi apapun pengemudi tetap dapat mengendalikan arah dari laju pengereman (Hamdi, 2013). 2.4.2 Rem Cakram (Disc Brake)

Rem cakram terdiri dari piringan yang dibuat dari metal, piringan metal ini akan dijepit oleh kanvas rem (brake pad) yang didorong oleh sebuah torak yang ada didalam silinder roda. Untuk menjepit piringan ini diperlukan tenaga yang cukup kuat. untuk memenuhi kebutuhan tenaga ini, pada rem cakram dilengkapi dengan sistem hidrolik, agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup kuat. Sistem hidroulik terdiri dari master silinder, silinder roda, reservoir untuk tempat oli rem dan komponen penunjang lainnya.

Secara singkat sistem kerja rem ini adalah sebagai berikut. Ketika handle rem ditarik, bubungan yang terdapat pada handle rem depan akan menekan torak yang terdapat di dalam master silinder. Torak ini akan mendorong oli rem kearah saluran oli, yang selanjutnya masuk kedalam ruangan pada silinder roda. Pada bagian torak sebelah luar dipasang kanvas yang disebut brake pad, brake pad ini akan menjepit piringan metal sengan memanfaatkan gaya/ tekanan torak kearah luar yang diakibatkan oleh tekanan oli rem tadi (Mustofa, 2010).

Jadi keunggulan sistem hidrolik adalah dengan hanya membuang sedikit tenaga untuk menekan torak yang ada didalam master silinder, akan didapat


(41)

tekanan yang cukup besar pada bagian silinder roda. Ketika proses pengereman roda telah selesai, berarti torak pada master silinder akan mundur kembali dengan bantuan pegas yang terdapat didalam master silinder, akibatnya ruangan didalam master silinder akan melebar dan oli yang tadi ditekan pada silinder roda akan mengalir kembali kedalam master silinder. Untuk menyeimbangi pembebanan pada rem cakram, blok rem diletakkan di antara kedua sisi cakram dan untuk mendinginkan cakram yang panas akibat gesekan saat pengereman, dibuat lubang-lubang kecil pada cakram dimana udara sebagai pendingin dapat mengalir melalui lubang tersebut (Maleque, 2012). 2.4.2.1Kanvas Rem Cakram

Kanvas rem merupakan komponen penting pada kendaraan bermotor. Untuk memenuhi syarat dan menjaga keselamatan dalam mengemudikan kendaraan dan kompetisi di pasaran, bahan friksi membutuhkan performa friksi yang baik dan biaya rendah. Akan tetapi, biasanya bahan mentah dengan performa friksi yang baik mempunyai harga yang relatif tinggi. Untuk menghasilkan “brake lining

yang baru dengan nilai yang cukup pada koefisien gesek (μ) dan kecepatan wear yang rendah, faktor biaya kedua bahan mentah dan proses pembuatannya harus betul-betul dipertimbangkan. agar didapatkan suatu bahan dengan koefisien gesek tinggi dan juga wear yang rendah.

Kanvas rem memiliki fungsi untuk memperlambat dan menghentikan putaran poros, mengendalikan poros dan untuk keselamatan pengendara sendiri. Kanvas rem yang terlalu keras menyebabkan umur drum atau cakram menjadi pendek, sedangkan jika terlalu lunak maka umur kanvas rem akan pendek. Temperatur kanvas rem akan naik akibat gesekan yang terjadi selama pengereman. Waktu pengereman menentukan temperatur yang timbul pada kanvas rem. Kanvas rem terbagi atas 2 berdasarkan komposisi struktur bahan kanvas rem: (Wardana, 2012) a. Kanvas Rem Asbestos

Kanvas rem dari bahan asbestos hanya memiliki 1 jenis fiber yaitu asbes yang merupakan komponen yang menimbulkan karsinogenik. Hal ini bertujuan agar membuat kanvas menjadi awet, tetapi ada kerugian yang ditimbulkan antara lain kelemahan dalam kondisi basah. Karena asbestos hanya terdiri dari 1 jenis fiber,


(42)

ketika kondisi basah bahan tersebut akan mengalami efek licin seperti menggesekkan jari di atas kaca basah (licin/ tidak pakem), juga dapat membuat piringan menjadi cepat abis, rem kurang pakem, asbestos hanya bisa bertahan sampai dengan suhu 200oC hal ini berarti bahwa rem asbestos akan blong (fading) pada temperatur 250oC dan harganya juga lebih murah. Kanvas rem asbestos juga tidak ramah lingkungan dan dapat menyebatkan penyakit kanker.

b. Kanvas Rem Non Asbestos

Kanvas rem yang terbuat dari bahan non asbestos biasanya terdiri dari 4 s/d 5 macam fiber di antaranya kevlar, steel fiber, rock wool, cellulose dan carbon fiber yang memiliki serat panjang. Hal ini bertujuan agar efek licin tersebut dapat teratasi. Rem non asbestos mempunyai keuntungan bertahan sampai suhu 360oC sehingga cenderung stabil (tidak blong). Kanvas rem non-asbestos yang terbuat dari material berkualitas seperti Kevlar/aramyd. Kevlar ini bahan yang digunakan untuk baju anti peluru di mana Kevlar mampu menghambat laju putaran peluru sampai berhenti, jadi pada dasarnya Kevlar itu menghentikan putaran peluru bukan memantulkan peluru seperti baja. Inilah yang kadang kadang orang berpendapat non-asbestos keras padahal tidak, terbukti putaran peluru bisa dihentikan apalagi putaran rotor atau drum kendaraan bermotor, dapat dibayangkan kalau baju peluru terbuat dari asbestos. Karena sifat tersebut maka

non-asbestos lebih mahal dan ramah lingkungan.

Kanvas rem akan semakin keras seiring waktu akibat adanya gesekan dan penekanan. Hal ini disebabkan karena benda uji mengalami perubahan temperatur akibat dari gesekan disertai penekanan antara kanvas rem dengan tromol yang menimbulkan panas diikuti pendinginan oleh udara. Akibat dari itu panas tersebut yang akan merubah susunan partikel menjadi lebih padat.


(43)

Sifat-sifat material gesek blok rem komposit, baik sifat mekanik dan fisik material akan mempengaruhi kemampuan kanvas rem menerima beban ketika pengereman terjadi. Kondisi operasi pengereman akan mempengaruhi pembebanan mekanik pada kanvas rem. Rancangan dari backing plate kanvas rem komposit juga akan mempengaruhi kemampuan kanvas rem komposit menerima beban (Sunardi, 2015).

Kanvas rem yang mengalami kenaikan temperatur akibat gesekan yang terjadi dengan disk atau drum selama pengereman. Panas harus dibuang agar temperatur tidak naik sampai melebihi batas karena akan menyebabkan rem tidak bekerja karena permukaan kanvas menjadi licin atau yang disebut fading. Panas tersebut bisa mengalir atau bepindah apabila ada perbedaan suhu antara kedua permukaan benda atau suatu benda terdapat yang gradien suhu maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Proses perpindaha panas pada kanvas rem yaitu :

a. Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair, gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Jika molekul bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah maka molekul mengangkut energi kinetik dan menyerahkan energinya pada waktu bertumbukan dengan molekul yang energinya lebih rendah. Angka konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan. Konduktivitas termal gas tergantung suhu. b. Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi

panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat, cair, dan gas. Perpindahan kalor tanpa ada sumber gerakan fluida disebut konveksi alamiah (bebas), jika fluida digerakkan disebut konveksi paksa.

c. Radiasi adalah proses dengan mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut. Istilah radiasi biasa dipakai dalam gelombang elektromagnetik (Masrat, 2015).


(44)

Besarnya energi yang diubah menjadi panas karena berhubungan dengan bahan gesek yang dipakai. Pemanasan yang berlebihan bukan hanya akan merusak bahan lapisan rem, akan tetapi juga akan menurunkan daya gesek kanvas rem itu sendiri. Panas tergantung pada sejumlah faktor lainnya, misalnya bahan kanvas rem, tekanan, kecepatan, dan suhu sekitar. Gabungan banyak faktor tersebut menyebabkan metode perhitungan panas kanvas rem tidak menyeluruh, akan tetapi dipakai sebagai perkiraan terhadap laju perambatan panas untuk perbandingan penyerapan panas suatu produk kanvas rem satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mengetahui kanvas rem dengan kualitas penyerapan panas yang baik.

Kendaraan terdiri dari ribuan komponen, disamping itu kendaraan menggunakan banyak sekali bahan-bahan baik metal maupun nonmetal. Sangatlah tepat jika kendaraan dikatakan merupakan produk yang padat teknologi, padat komponen, padat bahan, dan juga penuh resiko yaitu kecelakaan. Jenis kanvas rem menurut klasifikasi International : (Purboputro, 2012)

a. OEM (Original Equipment Manufactured) OEM adalah jenis kanvas rem yang sudah terpasang pada saat membeli motor baru, dimana untuk produsen Honda, Suzuki, dan Kawasaki dikeluarkan oleh pabrikan rem Nissin, sedangkan untuk Yamaha dikeluarkan oleh Akebono.

b. OES (Original Equipment Sparepart) OES adalah jenis kanvas rem yang digunakan sebagai pengganti kanvas rem OEM dimana kanvas rem ini dibuat oleh pabrikan OEM sehingga mempunyai kode formula yang sama, proses yang sama, kualitas yang sama dan bahan yang sama dengan kanvas rem OEM.

c. AM (After Market)

Jenis ini adalah kanvas rem yang beredar di pasaran, dengan kualitas yang beragam. Ada yang mempunyai kualitas lebih rendah dari OEM, dan ada yang lebih tinggi kualitasnya dari OEM.

d. Genuine

Genuine hanya untuk membedakan antara asli dan palsu tidaknya produk


(45)

Bahan friksi tersusun atas tiga komponen yaitu sebagai bahan penguat, bahan pengikat serta bahan pengisi. Serat rami dapat dijadikan sebagai alternatif, sebagai serat penguat bahan friksi non asbes pada pembuatan kanvas rem sepeda motor karena memiliki sifat kekerasan yang bagus serta memilik sifat nilai kalor bakar yang tinggi dan mudah didapatkan (Simon, 2013).

Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti bahan baku yang terbuat dari serat rami dengan pengikat resin epoksi) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi teknik kanvas rem maka nilai kekerasan, keausan, dan panas (termal) dan sifat mekanik lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya.

Adapun persyaratan teknik dari kanvas rem komposit sesuai dengan SAE (Society of Automotive Engineers) J661, ditunjukkan pada Tabel 2.6 (Morshed, 2004)

Tabel 2.6 SAE (Society of Automotive Engineers) J661

Jenis Uji Satuan Nilai

Kekerasan HRB (N/mm) 68- 105

Keausan mm2/kg 5 x 10-4– 5 x 10-3

Kekuatan perpatahan N/cm2 480 – 1500

Ketahanan panas ℃ 250 – 360

Massa jenis gr/cm3 1,5 – 2,4

Tekanan Spesifiknya Joule/g . oC 0,17 - 0,98

Untuk mengetahui keunggulan kanvas rem yang terbuat dari serat rami dengan pengikat resin epoksi sebagai bahan kanvas rem komposit perlu dilakukan beberapa pengujian. Pengujian ini kelak akan mengetahui kelebihan ataupun kekurangan dari kanvas rem yang terbuat dari serat rami dengan perekat resin epoksi.

2.5Karakterisasi Komposit Matriks Polimer 2.5.1 Karakterisasi Sifat Fisis

a. Densitas

Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volume. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap


(46)

volumenya. Dimana pengujian densitas dengan ASTM C 134-95 untuk geometri material yang berbentuk seperti silinder, kubus atau balok dapat dihitung dengan persamaan : (Rosita, 2013)

=

Dengan ρ : densitas (gram/cm3), Mk: massa sampel (gram) dan V: volume sampel (cm3).

b. Porositas

Porositas merupakan jumlah pori-pori yang terdapat pada material, dimana pori-pori tersebut terbentuk karena adanya pengosongan atom-atom atau cacat kristal. Porositas sangat dipengaruhi oleh bentuk dan distribusinya. Porositas dalam % yang menghubungkan antar volume pori terbuka terhadap volume benda keseluruhan. Berdasarkan ASTM C 20-92 persamaan untuk menghitung porositas suatu material yaitu : (Pratama, 2011)

%

=

100%

Dengan mk = massa kering sampel setelah dibakar (gr), mb = massa basah sampel setelah direndam selama 1 x 24 jam (gr), Vt = volume sampel setelah dibakar dan ρ = massa jenis air (1 gr/cm3)

c. Daya Serap Air

Daya serap air merupakan kemampuan suatu material dalam menyerap air. Semakin besar air yang diserapnya maka semakin banyak pori-pori yang terdapat dalam material tersebut. Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.:

=

100%

Dengan DSA : Daya serap air (%), mk: massa sampel uji sebelum perendaman (2.1)

(2.2)


(47)

2.5.2 Karakterisasi Sifat Mekanik a. Kekerasan

Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastik yang diakibatkan tekanan atau goresan. Cara pengukuran kekerasan yang dilakukan adalah pengujian Hardness Brinell.

Gambar 2.6 Metode Pengujian Kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan menggunakan metode Brinell dimana metode ini menggunakan indentor yang bentuknya berupa bola. Indentor berfungsi sebagai pembuat jejak pada logam (sampel) dengan pembebanan tertentu, nilai kekerasan diperoleh setelah diameter jejak diukur Pengujian ini mengacu ASTM E 10-01dengan metode Brinell dengan persamaan :

=

2

�(�− �2− 2)

Dengan HB (Hardness Brinell) : kekerasan suatu material (N/mm), D : diameter bola (mm), d : impression diameter diagonal rata-rata jejak bujur sangkar (mm) dan F : beban yang diberikan (N).

b. Ketahanan Gesek (Aus)

Aus adalah susut karena tergosok. Keausan umumnya didefenisikan sebagai kehilangan material secara progresif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan lainnya.

Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusan, tetapi karena disebabkan oleh faktor-faktor yangterjadi dilapangan (saat material tersebut digunakan).

Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara/metode yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan laju keausan yang aktual. Pengujian


(48)

laju keausan dapat dinyatakan dengan pembandingan jumlah kehilangan spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan waktu pengausan (Sukamto, 2012), yaitu dapat dituliskan secara matematis pada Persamaan 2.6 :

=

0− 1

Dengan N : nilai laju keausan (kg/detik m2), Wo: berat awal benda uji (kg), W1 : berat akhir benda uji (kg), t : waktu pengausan (detik) dan A : luas pengausan (m2)

2.5.3 Karakterisasi Sifat Thermal a. DTA (Differential Thermal Analyzer)

Uji termal dilakukan untuk mengetahui ekspansi panas, uji muai dan uap panas. Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa analisis termal adalah metode untuk menganalisis suatu bahan apabila diberikan perlakuan temperatur. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah mengukur perubahan temperatur (T) antara temperatur sampel dengan temperatur acuan/pembanding (referensi) dan sebagai bahan acuan/pembanding (referensi) adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan temperatur dan lingkungan atmosfer (Sukanto, 2013).

Prinsip dasar dari Thermal Analyzer atau DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel Referensi/acuan (pembanding) disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar.

Gambar 2.7. Krusibel DTA


(49)

Dengan S merupakan krusibel yang berisi sampel (kg), R merupakan krusibel referensi/pembanding (kg) dan Vadalah aliran panas

Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila temperatur Sampel (TS) lebih besar dari temperatur pembanding (TR) maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur Sampel (TS) lebih kecil dari pada temperatur pembanding (TR) maka reaksi perubahan yang terjadi adalah reaksi endotermik.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari (TR). Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas yang mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR).

Agar kemampuan dalam mengukur stabil penggunaan alat DTA 50 harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan berikut ini : temperatur tinggi dan kelembaban tinggi, perubahan temperatur yang besar terkait dengan

air-conditioner (AC), getaran keras, cahaya matahari langsung dan angin yang besar,

lingkungan yang berdebu, dekat dengan sumber gangguan listrik, tegangan listrik yang tidak stabil.

Gambar 2.8 Interprestasi Kurva DTA

Hasil dari pemanasan atau pendinginan DTA ditampilkan dalam bentuk

differential thermogram atau kurva DTA dimana sumbu y sebagai sinyal DTA

dalam mikrovolt dan sumbu x sebagai temperatur (0C). Interpretasi dari kurva DTA ditunjukan pada Gambar 2.8 dimana terdapat garis lurus, puncak dan lembah (Afandi, 2004). Garis lurus terjadi bila tidak ada apapun yang terjadi pada


(50)

material sampel dan material referensi sehingga tidak ada perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi karena panas akan melewati kedua material dengan kecepatan sama dan kenaikan temperatur juga sama. Bila terjadi reaksi endotermis pada sampel yang menyerap sejumlah energi (panas) tertentu maka temperatur pada material sampel akan tetap. Sementara pada material referensi tidak ada reaksi yang membuat temperaturnya naik secara kontinyu. Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi negatif sehingga kurva DTA turun. Ketika reaksi endotermis sempurna temperatur material sampel akan naik dengan cepat mengejar ketinggalan dari material referensi yang menyebabkan perbedaannya nol dan kembali ke keadaan setimbang. Reaksi ini akan menciptakan lembah pada kurva DTA.

Bila terjadi reaksi eksotermis pada sampel yang melepaskan sejumlah energi maka temperatur sampel akan naik dengan cepat. Sementara tidak ada reaksi pada material referensi yang menyebabkan temperaturnya naik secara kontinyu tetapi tidak secepat material sampel. Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi positif dan kurva DTA naik. Ketika reaksi sempurna, temperatur material referensi naik dengan cepat yang menyebabkan perbedaan temperaturnya kembali nol dan kurva DTA berada pada kesetimbangan. Reaksi ini menimbulkan puncak pada kurva DTA. Panas yang diperoleh dari kurva DTA merupakan beda panas yang mengalir ke atau dari sampel, QS, dengan panas yang mengalir ke atau dari

material referensi, Qr. Dengan demikian diperoleh:

=

Untuk reaksi endoterm yang menyerap energi, maka ∆Q < 0 (negatif). Dan

untuk reaksi eksoterm yang menghasilkan energi, maka ∆Q > 0 (positif). Oleh

karena itu perubahan entalpi pemadatan dapat diperoleh dari ∆Hsol = -∆Q. dimana

untuk reaksi endoterm ∆Hsol > 0 (positif) dan untuk reaksi eksoterm ∆Hsol < 0 (negatif) dan perubahan entropi reaksi dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

=

Dengan ∆G = 0 pada keadaan kesetimbangan (pada T transformasi), sehingga :

=

Dengan T adalah temperatur pemadatan (oC).

(2.6)

(2.7)


(1)

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF BRAKE PADS BASED ON RAMIE FIBERS AND ARECA FIBERS REINFORCED

EPOXY RESIN COMPOSITE

ABSTRACT

The brake pads have been done by using mixture of material : ramie fibers, areca fiber, activated carbon as filler and epoxy resin as matrix through a dry compression moulding technique with variation of composition ramie fibers : areca fibers : activated carbon : epoxy resin 50% : 10% : 10% : 30%, 55% : 10% : 10% : 25%, 60% : 10% : 10% : 20%, 65% : 10% : 10% : 15% and 70% : 10% : 10% : 10%. The sample fabrication was done in two step. The first step, fibers cutted by random of size ±0,5 cm. Then, fibers is mixed with epoxy resin until homogenous about 5 minutes with dry mixing method. Second step, the fibers was homogenized then it moulded with pressure 7 ton with holding time about 10 minutes. The moulded sampel were characterized such as : physical properties (density, porosity and water absorption), mechanical properties (hardness strength and wear rate) and thermal properties melting point by DTA (Differential Thermal Analysis). The characterization result show that the optimum composition of ramie fibers : areca fibers : activated carbon : epoxy resinwas 50% : 10% : 10% : 30%,had the highest density 2,348 x 103 kg/m3, porosity 0,75%, water absorption 0,26%, hardness strength 100,252 x 103N/m, wear rate 9,259 x 10-3 kg/m2. sec and melting point 410oC. The result of ramie fibers and areca fibers composite can applied as replacement brake pads in market.


(2)

ix DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Kata Pengantar v

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumuan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Sistematika Penulisan 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka 6

2.1 Material Komposit 6

2.2 Ikatan Antar Muka 9

2.3 Material Penyusun Komposit 10

2.3.1 Serat Rami 10

2.3.2 Serat Buah Pinang 13

2.3.3 Resin Epoksi 14

2.3.4 Karbon Aktif 15

2.4 Aplikasi KMP (Komposit Matriks Polimer) 16

2.4.1 Rem 16

2.4.2 Rem Cakram 17

2.4.2.1 Kampas Rem Cakram 18 2.5 Karakterisasi Komposit Matriks Polimer 22

2.5.1 Karakterisasi Sifat Fisis 22

2.5.2 Karakterisasi Sifat Mekanik 24 2.5.3 Karakterisasi Sifat Thermal 25

BAB 3. Metode Penelitian 28

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 28

3.1.1 Tempat Penelitian 28

3.1.2 Waktu Penelitian 28

3.2 Peralatan dan Bahan 28

3.2.1 Peralatan 28

3.2.2 Bahan 29


(3)

3.3 Variabel Penelitian 29

3.4 Prosedur Penelitian 30

3.5 Tahapan Penelitian 31

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 32

4.1 Material Komposit Matriks Polimer Sebagai Kanvas Rem 32

4.2 Karakteristik Sifat Fisis Kanvas Rem 32

4.2.1 Densitas (Massa Jenis) 32

4.2.2 Porositas 34

4.2.3 Daya Serap Air 35

4.3 Karakteristik Sifat Mekanik 36

4.3.1 Kekerasan 36

4.3.2 Kekuatan Gesek (Laju Keausan) 37

4.4 Karakteristik Sifat Thermal 38

4.4.1 DTA (Differential Thermal Analysis) 38

BAB 5. Kesimpulan dan Saran 41

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 41

Daftar Pustaka 42

Lampiran 45

Lampiran A (Contoh Perhitungan) 45

Lampiran B (Tabel Perhitungan) 48


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Kelebihan Dan Kekurangan Dari Bahan Komposit 8 2.2 Perbandingan Sifat Serat Rami Dengan Berbagai Jenis

Serat Lainnya 12

2.3 Sifat Fisik Dan Kimia Serat Rami 13

2.4 SAE (Society of Automotive Engineering) J661 22 3.1 Presentase Komposit yang Diperkuat Serat Rami

dan serat buah pinang dengan perekat resin epoksi

sebagai aplikasi kanvas rem 29

B.1 Data Hasil Pengukuran Densitas Kanvas Rem Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 48 B.2 Data Hasil Pengukuran Porositas Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 49 B.3 Data Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 50 B.4 Data Hasil Pengukuran Kekerasan Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 51 B.5 Data Hasil Pengukuran Laju Keausan Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 52


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Ilustrasi Komposit Berdasarkan Penguatnya 9

2.2 Bentuk Daun Rami 11

2.3 Bentuk Serat Rami yang Kering 12

2.4 Struktur Ikatan Kimia Resin Epoksi 15

2.5 Kanvas Rem Cakram 19

2.6 Metode Pengujian Kekerasan Brinell 24

2.7 Krusibel DTA 25

2.8 Interprestasi Kurva DTA 26

3.1 Diagram Alir Penelitian 31

4.1 Grafik Hubungan Densitas Dengan Variasi Komposisi

Pada Material Kanvas Rem 33

4.2 Grafik Hubungan Porositas Dengan Variasi Komposisi

Pada Material Kanvas Rem 34

4.3 Grafik Hubungan Daya Serap Air Dengan Variasi

Komposisi Pada Material Kanvas Rem 35 4.4 Grafik Hubungan Kekerasan Dengan Variasi

Komposisi Pada Material Kanvas Rem 36 4.5 Grafik Hubungan Laju Keausan Dengan Variasi

Komposisi Pada Material Kanvas Rem 37 4.6 Grafik DTA Kanvas Rem Pada Komposisi Serat

Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi

50 : 10 : 10 : 30 38

4.7 Grafik DTA Kanvas Rem Pada Komposisi Serat Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi

60 : 10 : 10 : 20 39

4.8 Grafik DTA Kanvas Rem Pada Komposisi Serat Rami, Serat Pinang, Karbon Aktif dan Resin Epoksi


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Tabel

A.1 Perhitungan Sifat Fisis (Densitas, Porositas dan Daya Serap Air) Material Kanvas Rem Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang dengan Resin

Epoksi Sebagai Perekat 45

A.2 Perhitungan Sifat Mekanik (Kekerasan dan Laju Keausan) Material Kanvas Rem Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang Dengan Resin Epoksi Sebagai

Perekat 46

B.1 Data Hasil Pengukuran Densitas Kanvas Rem Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 48 B.2 Data Hasil Pengukuran Porositas Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 49 B.3 Data Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 50 B.4 Data Hasil Pengukuran Kekerasan Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 51 B.5 Data Hasil Pengukuran Laju Keausan Kanvas Rem

Berbasis Serat Rami dan Serat Buah Pinang

dengan resin epoksi sebagai perekat 52