Bahan friksi tersusun atas tiga komponen yaitu sebagai bahan penguat, bahan pengikat serta bahan pengisi. Serat rami dapat dijadikan sebagai alternatif,
sebagai serat penguat bahan friksi non asbes pada pembuatan kanvas rem sepeda motor karena memiliki sifat kekerasan yang bagus serta memilik sifat
nilai kalor bakar yang tinggi dan mudah didapatkan Simon, 2013.
Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan seperti bahan baku yang terbuat dari serat rami dengan pengikat resin epoksi untuk menerima
bebangayaenergi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahankomponen tersebut. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi teknik kanvas rem maka
nilai kekerasan, keausan, dan panas termal dan sifat mekanik lainnya harus
mendekati nilai standar keamanannya.
Adapun persyaratan teknik dari kanvas rem komposit sesuai dengan SAE Society of Automotive Engineers J661, ditunjukkan pada Tabel 2.6 Morshed,
2004 Tabel 2.6 SAE Society of Automotive Engineers J661
Jenis Uji Satuan
Nilai
Kekerasan HRB Nmm
68- 105
Keausan mm
2
kg 5 x 10
-4
– 5 x 10
-3
Kekuatan perpatahan Ncm
2
480 – 1500
Ketahanan panas
℃
250 – 360
Massa jenis grcm
3
1,5 – 2,4
Tekanan Spesifiknya Jouleg .
o
C 0,17 - 0,98
Untuk mengetahui keunggulan kanvas rem yang terbuat dari serat rami dengan pengikat resin epoksi sebagai bahan kanvas rem komposit perlu dilakukan
beberapa pengujian. Pengujian ini kelak akan mengetahui kelebihan ataupun kekurangan dari kanvas rem yang terbuat dari serat rami dengan perekat resin
epoksi.
2.5 Karakterisasi Komposit Matriks Polimer
2.5.1 Karakterisasi Sifat Fisis
a. Densitas
Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volume. Semakin tinggi densitas massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
Universitas Sumatera Utara
volumenya. Dimana pengujian densitas dengan ASTM C 134-95 untuk geometri material yang berbentuk seperti silinder, kubus atau balok dapat dihitung dengan
persamaan : Rosita, 2013
=
Dengan ρ : densitas gramcm
3
, M
k
: massa sampel gram dan V: volume sampel cm
3
.
b. Porositas
Porositas merupakan jumlah pori-pori yang terdapat pada material, dimana pori-pori tersebut terbentuk karena adanya pengosongan atom-atom atau cacat
kristal. Porositas sangat dipengaruhi oleh bentuk dan distribusinya. Porositas dalam yang menghubungkan antar volume pori terbuka terhadap volume
benda keseluruhan. Berdasarkan ASTM C 20-92 persamaan untuk menghitung porositas suatu material yaitu : Pratama, 2011
� =
−
�
� 100
Dengan mk = massa kering sampel setelah dibakar gr, mb = massa basah sampel setelah direndam selama 1 x 24 jam gr, Vt = volume sampel setelah
dibakar dan ρ = massa jenis air 1 grcm
3
c. Daya Serap Air
Daya serap air merupakan kemampuan suatu material dalam menyerap air. Semakin besar air yang diserapnya maka semakin banyak pori-pori yang terdapat
dalam material tersebut. Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya
persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.:
� =
−
� 100
Dengan DSA : Daya serap air , m
k
: massa sampel uji sebelum perendaman gr, m
b
: massa sampel uji sesudah perendaman gr. 2.1
2.2
2.3
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Karakterisasi Sifat Mekanik
a. Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastik yang diakibatkan tekanan atau goresan. Cara pengukuran kekerasan yang dilakukan
adalah pengujian Hardness Brinell.
Gambar 2.6 Metode Pengujian Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan menggunakan metode Brinell dimana metode ini menggunakan indentor yang bentuknya berupa bola. Indentor berfungsi sebagai
pembuat jejak pada logam sampel dengan pembebanan tertentu, nilai kekerasan diperoleh setelah diameter jejak diukur Pengujian ini mengacu ASTM E 10-
01dengan metode Brinell dengan persamaan :
=
2 ��− �
2
−
2
Dengan HB Hardness Brinell : kekerasan suatu material Nmm, D : diameter bola mm, d : impression diameter diagonal rata-rata jejak bujur sangkar
mm dan F : beban yang diberikan N.
b. Ketahanan Gesek Aus
Aus adalah susut karena tergosok. Keausan umumnya didefenisikan sebagai kehilangan material secara progresif akibat adanya gesekan friksi antar
permukaan padatan atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan
sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan lainnya.
Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusan, tetapi karena disebabkan oleh faktor-faktor
yangterjadi dilapangan saat material tersebut digunakan.
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam carametode yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan laju keausan yang aktual. Pengujian
2.4
Universitas Sumatera Utara
laju keausan dapat dinyatakan dengan pembandingan jumlah kehilangan spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan waktu pengausan Sukamto, 2012, yaitu dapat
dituliskan secara matematis pada Persamaan 2.6 :
=
−
1
Dengan N : nilai laju keausan kgdetik m
2
, W
o
: berat awal benda uji kg, W
1
: berat akhir benda uji kg, t : waktu pengausan detik dan A : luas pengausan m
2
2.5.3 Karakterisasi Sifat Thermal
a. DTA Differential Thermal Analyzer
Uji termal dilakukan untuk mengetahui ekspansi panas, uji muai dan uap panas. Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa
analisis termal adalah metode untuk menganalisis suatu bahan apabila diberikan perlakuan temperatur. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer DTA
adalah mengukur perubahan temperatur T antara temperatur sampel dengan temperatur acuanpembanding referensi dan sebagai bahan acuanpembanding
referensi adalah material yang stabil inert terhadap perubahan temperatur
dan lingkungan atmosfer Sukanto, 2013.
Prinsip dasar dari Thermal Analyzer atau DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi
Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel Referensiacuan pembanding disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran
panas yang sama besar.
Gambar 2.7. Krusibel DTA
2.5
Universitas Sumatera Utara
Dengan S merupakan krusibel yang berisi sampel kg, R merupakan krusibel referensipembanding kg dan Vadalah aliran panas
Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila
temperatur Sampel TS lebih besar dari temperatur pembanding TR maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur Sampel TS lebih kecil
dari pada temperatur pembanding TR maka reaksi perubahan yang terjadi adalah
reaksi endotermik.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan
sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan TS lebih besar dari TR. Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan
fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas
yang mengakibatkan TS lebih kecil dari TR.
Agar kemampuan dalam mengukur stabil penggunaan alat DTA 50 harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan berikut ini : temperatur tinggi dan
kelembaban tinggi, perubahan temperatur yang besar terkait dengan air-
conditioner AC, getaran keras, cahaya matahari langsung dan angin yang besar,
lingkungan yang berdebu, dekat dengan sumber gangguan listrik, tegangan listrik yang tidak stabil.
Gambar 2.8 Interprestasi Kurva DTA
Hasil dari pemanasan atau pendinginan DTA ditampilkan dalam bentuk differential thermogram atau kurva DTA dimana sumbu y sebagai sinyal DTA
dalam mikrovolt dan sumbu x sebagai temperatur C. Interpretasi dari kurva
DTA ditunjukan pada Gambar 2.8 dimana terdapat garis lurus, puncak dan lembah Afandi, 2004. Garis lurus terjadi bila tidak ada apapun yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
material sampel dan material referensi sehingga tidak ada perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi karena panas akan melewati kedua material
dengan kecepatan sama dan kenaikan temperatur juga sama. Bila terjadi reaksi endotermis pada sampel yang menyerap sejumlah energi panas tertentu maka
temperatur pada material sampel akan tetap. Sementara pada material referensi tidak ada reaksi yang membuat temperaturnya naik secara kontinyu. Perbedaan
sinyal antara termokopel kedua material menjadi negatif sehingga kurva DTA turun. Ketika reaksi endotermis sempurna temperatur material sampel akan naik
dengan cepat mengejar ketinggalan dari material referensi yang menyebabkan perbedaannya nol dan kembali ke keadaan setimbang. Reaksi ini akan
menciptakan lembah pada kurva DTA.
Bila terjadi reaksi eksotermis pada sampel yang melepaskan sejumlah energi maka temperatur sampel akan naik dengan cepat. Sementara tidak ada reaksi pada
material referensi yang menyebabkan temperaturnya naik secara kontinyu tetapi tidak secepat material sampel. Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material
menjadi positif dan kurva DTA naik. Ketika reaksi sempurna, temperatur material referensi naik dengan cepat yang menyebabkan perbedaan temperaturnya kembali
nol dan kurva DTA berada pada kesetimbangan. Reaksi ini menimbulkan puncak pada kurva DTA. Panas yang diperoleh dari kurva DTA merupakan beda panas
yang mengalir ke atau dari sampel, Q
S,
dengan panas yang mengalir ke atau dari material referensi, Q
r
. Dengan demikian diperoleh:
∆ = −
Untuk reaksi endoterm yang menyerap energi, maka ∆Q 0 negatif. Dan
untuk reaksi eksoterm yang menghasilkan energi, maka ∆Q 0 positif. Oleh
karena itu perubahan entalpi pemadatan dapat diperoleh dari ∆H
sol
= - ∆Q. dimana
untuk reaksi endoterm ∆H
sol
0 positif dan untuk reaksi eksoterm ∆H
sol
negatif dan perubahan entropi reaksi dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
∆ = ∆ − ∆
Dengan ∆G = 0 pada keadaan kesetimbangan pada T transformasi, sehingga :
∆ =
∆
Dengan T adalah temperatur pemadatan
o
C. 2.6
2.7
2.8
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini mendorong para peneliti untuk menciptakan dan mengembangkan suatu hal yang telah ada
maupun menciptakan suatu hal yang baru namun bermanfaat dan bernilai ekonomis bagi masyarakat. Disamping itu telah banyak inovasi yang terjadi di
bidang teknologi material khususnya material komposit. Dimana material komposit merupakan perpaduan antara dua atau lebih bahan yang memiliki sifat
yang berbeda baik sifat kimia maupun fisikanya dengan tujuan menghasilkan sifat-sifat fisis, mekanik maupun listrik yang lebih baik daripada sifat masing-
masing bahan penyusunnya akan tetapi tidak menghilangkan sifat utama bahan dasarnya tersebut Sriati, 2002. Material komposit mempunyai sifat renewable
atau terbarukan berasal dari alam sehingga mengurangi konsumsi bahan kimia serta gangguan pencemaran lingkungan hidup.
Salah satu contoh jenis material komposit berdasarkan matriksnya yaitu komposit matriks polimer KMP merupakan suatu material yang strukturnya
terdiri dari dua fasa yaitu filler Reinforcement berupa serat dan matriks berupa resin. KMP menjadi salah satu material alternatif yang digunakan pada komponen
otomotif salah satunya yaitu kanvas rem. Dimana material KMP memiliki sifat densitas yang rendah bobotnya ringan, mudah dibentuk, memiliki kekuatan dan
ketangguhan tinggi, tidak mudah menyerap kelembaban ketahanan korosi tinggi serta tidak mudah cepat mengalami gesekan tahan aus.
Kanvas rem merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam setiap kendaraan yang berfungsi memperlambat dan menghentikan laju kendaraaan
khususnya kendaraan darat terutama saat melaju dengan kecepatan tinggi. Secara konvensional kanvas rem cakram terbuat dari bahan asbestos dan unsur - unsur
tambahan lainnya seperti SiC, Mn atau Co. Akan tetapi bahan asbestos memiliki kekurangan yaitu mudah mengalami aus yang diakibatkan karena adanya gaya
gesekan yang menghasilkan suatu panas pada saat proses pengereman sehingga
Universitas Sumatera Utara