5.4 Pengaruh Empati terhadap Minat Kunjungan Ulang
Berdasarkan hasil uji Pearson Chi-Square antara variabel empati dengan minat kunjungan ulang diperoleh nilai p
= 0,001 α 0,05, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel empati terhadap minat kunjungan ulang. Setelah
dilanjutkan pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda, maka p value variabel empati didap
ati 0,009 α 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setelah dikontrol dengan variabel lainnya, variabel empati
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat kunjungan ulang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjaryani 2009 di RSUD Tugurejo
Semarang dan Mahdani 2009 di Rumah Sakit Umum RSU Daerah Sigli bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara empati terhadap minat kunjungan ulang.
Empati emphaty, dalam hal ini karyawanstaf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi
termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang memberikan kepada
setiap pelanggan dan mencerminkan kemampuan karyawanstaf untuk menyelami perasaan pelanggan. Pada bidang kesehatan, dimensi ini dinilai dengan mengenal
pasien dengan baik, mengingat masalah penyakit, keluhan, dan lain-lain sebelumnya, karyawanstaf menjadi pendengar yang baik dan sabar. Dari penelitian
Bart Smet dalam Anjaryani 2009 menyatakakan bahwa sentuhan psikologis yang bisa disampaikan karyawanstaf kepada pasien akan mengurangi stres yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dialaminya pada masa sakit, dan ternyata kelelahan psikis berkontribusi terhadap penyakit yang diderita pasien semakin parah.
Empati pelayanan di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Sumatera Utara dinilai baik karena unsur-unsur yang memengaruhi empati pelayanan dinilai baik oleh
84,5 pasien dan 78,6 diantaranya berminat untuk melakukan kunjungan ulang. Empati merupakan hal yang instant langsung dirasakan oleh pasien sebelum pasien
mendapatkan pemeriksaan dan obat-obatan. Sikap empati dari dokter, perawat dan karyawan lainnya merupakan hal yang ditekankan oleh pihak manajemen rumah sakit
ini. Hal ini ditunjukkan dari pasien yang menyatakan bahwa dokter dan perawat memberikan pelayanan dengan sopan kepada pasien. Kesopanan ini memberikan
dampak secara psikologis pada pasien untuk menerima komunikasi dari dokter dan perawat. Hal ini menimbulkan rasa nyaman pada pasien sehingga pengobatan yang
diberikan dokter nantinya dapat diterima oleh pasien. Penerimaan ini berdampak pada keteraturan mengkonsumsi obat-obatan dan saran-saran medis dokter, sehingga
pasien mencapai kesembuhannya secara optimal. Komunikasi yang baik antara perawat dan pasien juga membawa proses caring penyakit pasien menjadi lebih
terkontrol sehingga kesembuhan dapat dicapai secara optimal pula. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Asmita 2008 di Poliklinik Umum Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, bahwa sikap dokter memiliki hubungan yang signifikan terhadap loyalitas pasien. Menurut penelitian Clark, dkk
2003, dengan mengedepankan empati dengan cara memperhatikan psikologis pasien maka dapat menurunkan tingkat kejadian kecemasan dan depresi pada pasien. Hal ini
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
akan membuat kesembuhan pasien menjadi lebih cepat tercapai sehingga waktu rawatan pasien menjadi lebih singkat. Ini membawa rumah sakit pada keuntungan
yang lebih besar dikarenakan rotasi dari penggunaan tempat tidur yang turut meningkat.
Pada rumah sakit ini, pasien menilai bahwa pelayanan yang diberikan oleh perawat tanpa membedakan status sosial pasien. Ini menunjukkan bahwa etika
pelayanan perawat, sebagai staf rumah sakit yang terdekat dengan pasien rawat inap, terjaga dengan baik. Perawat sebagai petugas caring pasien merupakan “wajah” dari
pelayanan rawat inap. Apabila perawat membedakan status sosial pasien dalam melakukan pelayanan, maka akan terjadi kecemburuan sosial yang berakhir pada
ketidak-percayaan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. Beberapa hal pada empati pelayanan di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Sumatera Utara masih dinilai kurang baik karena unsur-unsur yang memengaruhi empati pelayanan dinilai kurang baik oleh 15,5 pasien dan 61,1 diantaranya tidak
berminat untuk melakukan kunjungan ulang. Hal empati yang masih dianggap kurang diantaranya adalah dokter dan perawat yang kurang mengingat nama pasien saat
melakukan kontrol keadaan pasien serta tidak adanya perawat yang senantiasa mendengarkan setiap keluhan pasien. Padahal menurut Zeithaml dan Bitner 2003,
esensi dari empati adalah memperlihatkan kepada pasien bahwa dirinya spesial melalui penawaran secara personal pelayanan kesehatan yang ada. Untuk ke
depannya, hal empati ini harus diubah dan empati harus ditingkatkan, agar presentase dari pasien yang tidak berminat untuk melakukan kunjungan ulang dapat berkurang.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zarei, dkk 2012 yang melakukan penelitian pada rumah sakit swasta di Iran. Dalam penelitiannya Zarei
menyatakan bahwa hubungan yang kurang baik antara dokter, perawat dan karyawan yang bertugas kepada pasien dapat berpengaruh terhadap kepuasan pasien akan
pelayanan kesehatan. Didukung oleh penelitian yang dilakukan Huang Y. pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Taiwan dan Jabrour N. dalam Zarei, dkk 2012 pada
pasien di rumah sakit swasta dan pemerintah, bahwa hubungan antara tenaga medis dan non medis merupakan faktor yang paling penting dalam perspektif pasien
terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Para tenaga medis harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh keadaan penyakit, menjawab pertanyaan pasien dan
memperhatikan keadaan emosional dan kebutuhan sosial dari pasien.
5.5 Pengaruh Bukti Fisik terhadap Minat Kunjungan Ulang