Aplikasi Sludge Limbah Industri Kertas Terhadap Sifat Kimia dan Biologi Tanah Gambut

(1)

APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

ANDRI SURYADINATA A14052768

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

ANDRI SURYADINATA A14052768

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN

pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

Nama Mahasiswa: ANDRI SURYADINATA NRP : A14052768

Menyetujui Pembimbing,

Ketua Anggota

Ir. Fahrizal Hazra, MSc Dr. Enny Widyati NIP. 19631120 198903 1002 NIP. 710 028 930

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 19571222 198203 1002


(4)

RINGKASAN

ANDRI SURYADINATA.

Aplikasi

Sludge

Limbah Industri Kertas Terhadap Sifat

Kimia dan Biologi Tanah Gambut. (Dibimbing oleh Fahrizal Hazra dan Enny

Widyati)

Banyak kendala yang dihadapi ketika akan mengembangkan usaha budidaya

kehutanan pada tanah gambut. Kendala tersebut antara lain ketebalan gambut,

kesuburan rendah, kemasaman tinggi dan lapisan pirit yang menyebabkan

produktivitasnya rendah. Untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut dapat

ditempuh melalui ameliorasi tanah. Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan

adalah

sludge

industri kertas. Ameliorasi tanah gambut dengan

sludge

tersebut

diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat kimia dan biologi tanah gambut. Pada

penelitian ini ditambahkan perlakuan

sludge

dengan dosis 25 % dan 50 %, kompos

sludge

dengan dosis 25 % dan 50 % pada tanah gambut yang diambil dari Kalimantan

dan Riau. Sebagai bahan pembanding digunakan bahan amelioran tanah mineral

(Latosol) dengan dosis 50% dan kompos komersial dosis 25% dan 50 %. Untuk

mengetahui perbaikan sifat-sifat tanah gambut

pada hari ke-1, 6, 11, dan 16 setel

ah

inkubasi dilakukan pengukuran

N, P, K, pH, KTK, KB, total fungi dan total mikrob.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan yang pling efektif adalah

kompos

sludge

dengan dosis 50% yang dapat meningkatkan N (0.81%) , P (143,5

ppm) d

an

K (4,26 me/100gr) ; meningkatkan pH hingga 6,6, KTK hingga 118.8

me/100gr d

an

KB hingga 145.64 % pada tanah gambut K

alimantan

dengan waktu

inkubasi 16 hari, perbedaan tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata

pada tanah gambut Riau. Tet

api perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan

tanah mineral (Latosol) dan kompos komersial.


(5)

ABSTRACT

ANDRI SURYADINATA

. Application of Paper Mills Sludge to Improve Chemistry

and Biology characteristic of Peat Soil. (Supervised by Fahrizal Hazra and Enny

Widyati).

There are many constraints to develop forestry on peat lands, such as peat

thickness, low of soil fertility, low of soil pH, that cause low of land productivity. To

improve soil fertility is can be achived by doing soil amelioration. One of soil

ameliorant is paper mill sludge. Sludge amelioration on peat soil is expected will

increase chemical and biological characteristic of the soil. This experiment consist of

paper mill sludge in dosage of 25% and 50%; compost sludge in dosage 25% and

50% applied to peat soil taken from Riau and Kalimantan. As controls are

amelioration with mineral soil (latosol dramaga) in dosage 50% and comercial

compost in dosage 25% and 50%, respectively. To observe the soil improvement, in

the days of 1, 6, 11 and 16 after incubation were accessed N, P, K, pH, CEC, base

saturation and total microbes and fungy. The result showed that the most effective

ameliorant is composed sludge in dosage 50%. It increase availability of N to 0.81% ;

P (143.5 ppm) and K (4.26 me/100gr) ; pH until 6.6, CEC until 118.8 me/100gr and

base saturation until 145.64 % when applied to Kalimantan peat. This treatment give

non significant impact when applied on Riau peat. On the other hands, it is

significantly different compare to latosol and comercial compost treatment. It is

suggested that to achieve optimal productivity of peat soil can be ameliorated with

composted of paper mill sludge.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 29 Agustus 1987, penulis adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara pasangan (alm) Tri Wahyu Herawan dan Sumiati

Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di SD N 3 Beringin Raya, kemudian lulus dari SMP N 14 Bandar Lampung pada tahun 2002. Selanjutnya penulis meneruskan ke SMU N 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005

Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur USMI. Pengalaman penulis selama menempuh pendidikannya antara lain menjadi anggota dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian selama dua tahun masa jabatan 2007-2008 dan 2007-2008-2009 , anggota Unit Kegiatan Mahasiswa CENTURY dan INKAI selama tiga tahun pada tahun 2006 s/d 2008, anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) masa jabatan 2007-2008 dan 2008-2009, asisten praktikum mata kuliah Bioteknologi Tanah dan Sosiologi Umum pada tahun 2008 serta salah satu finalis PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) bertemakan Pengabdian Masyarakat.


(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bekerjasama dengan Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, kritikkan, dukungan dan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :

1. Ir. Fahrizal Hazra, MSc selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing saya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Enny Widyati selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing saya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini serta atas izinnya untuk menggunakan koleksi foto pada skripsi ini.

3. Dr.Ir Lilik Tri Indriyati, MSc yang menjadi dosen penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis.

4. Kedua orang tua saya (alm) Tri Wahyu Herawan dan Sumiati yang telah memberikan support dan doanya hingga penelitian dan skripsi ini selesai. Khususnya untuk Ibu saya yang selalu mendoakan agar semua anak-anaknya selalu berhasil dalam menggapai cita-citanya.

5. Dr.Ir Komaruddin Idris selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan penulis.

6. Segenap staf laboran, Ibu Asih, Bapak jito, Ibu Juleha, Mba Nia, Mba Dian, Bapak Koyo, Ibu Yani, Ibu Oktori dan pegawai departemen tanah, Mba Hesti, Mba Iko, Ibu Siti, Bapak Suratman yang telah banyak memberikan bantuannya dalam melaksanakan penelitian.

7. Teman-teman satu pembimbing: Adi, Reni dan Xenia terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Sukses selalu buat kita semua.

8. Semua teman-teman satu lab Bioteknologi, ex: Mba sirri. Maria ulfa, Nui, Santi, Ari, Putri, Miza, Ayu, Windi, Ichad, Esta, Via, Boby, dan Acid.


(8)

Semuanya terima kasih atas semua masukan-masukan yang telah diberikan kepada saya. Semoga persahabatan kita tetap ada sampai kapanpun

9. Semua anak-anak soil’42, kakak-kakak kelas dan adik-adik kelas saya yang tidak dapat disebutkan satu-satu namanya

10. Sahabat-sahabatku, Heri, Verry , Nanang , Agung untuk Affan terima kasih atas dukungannya selama ini dan yang lainnya yang telah memberikan banyak saran untuk kemajuan penelitian ini

Bogor, September 2009 Penulis


(9)

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………..

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GAMBAR……….

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang………

1.2.Tujuan Penelitian……….………

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanah Gambut………

2.1.1. Pembentukan Tanah Gambut di Indonesia………...

2.1.2. Bahan Induk dan Tingkat Kematangan Tanah Gambut

di Indonesia...

2.1.3. Penyebaran dan Jenis Tanah Gambut di Indonesia……..

2.2. Sifat Kimia Tanah………

2.2.1. Kemasaman Tanah (pH)………...………

2.2.2. Kandungan Nitrogen, Fospat dan Kalium (N, P, K)…….

2.2.3. Kandungan Basa-Basa (Ca, Mg, Na)………

2.2.4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)……….

2.2.5. Kejenuhan Basa (KB)………...

2.3. Sifat Biologi Tanah………..

2.3.1. Bakteri………...

2.3.2. Fungi ………

2.4. Bahan Amelioran……….…

2.5.

Sludge

Industri Kertas……….

III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian………..…

3.2. Bahan dan Alat………

3.3. Metode Penelitian………

Halaman

iii

v

vii

1

2

3

3

4

5

7

7

7

8

9

9

10

10

11

11

12

14

14

14


(10)

3.3.1. Analisis Pendahuluan………

3.3.1.1. Penetapan N-total, P-tersedia dan pH...

3.3.1.2. Penetapan KTK, K dan Basa-Basa...

3.3.1.3. Penetapan Total Fungi dan Total Mikrob...

3.3.2. Uji Ameliorasi...………...………

3.3.3. Analisis Data………

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil………..………...

4.1.1. Karakteristik Tanah Gambut………

4.1.2. Karakteristik Bahan Amelioran………

4.1.3. Perubahan Sifat Kimia Tanah Gambut Setelah

Penambahan Bahan Amelioran………...

4.1.3.1. Perubahan Nilai pH………...………

4.1.3.2.Ketersediaan N-total……..………...……….

4.1.3.3. Ketersediaan P-tersedia…….……..……….

4.1.3.4. Ketersediaan Kalium………..………

4.1.3.5.Perubahan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)…..

4.1.3.6. Ketersediaan Basa-basa (Ca, Mg, Na)……….

4.1.3.7. Perubahan Nilai Kejenuhan Basa (KB)………

4.1.4. Perubahan Sifat Biologi Tanah Gambut Setelah

Penambahan Bahan Amelioran………

4.2. Pembahasan………..…………...

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………..………

5.2. Saran………..………..

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

14

14

15

16

17

18

19

19

21

22

23

23

24

25

26

27

30

31

34

42

42

43

46


(11)

APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

ANDRI SURYADINATA A14052768

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

ANDRI SURYADINATA A14052768

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN

pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


(13)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : APLIKASI SLUDGE LIMBAH INDUSTRI KERTAS TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH GAMBUT

Nama Mahasiswa: ANDRI SURYADINATA NRP : A14052768

Menyetujui Pembimbing,

Ketua Anggota

Ir. Fahrizal Hazra, MSc Dr. Enny Widyati NIP. 19631120 198903 1002 NIP. 710 028 930

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 19571222 198203 1002


(14)

RINGKASAN

ANDRI SURYADINATA.

Aplikasi

Sludge

Limbah Industri Kertas Terhadap Sifat

Kimia dan Biologi Tanah Gambut. (Dibimbing oleh Fahrizal Hazra dan Enny

Widyati)

Banyak kendala yang dihadapi ketika akan mengembangkan usaha budidaya

kehutanan pada tanah gambut. Kendala tersebut antara lain ketebalan gambut,

kesuburan rendah, kemasaman tinggi dan lapisan pirit yang menyebabkan

produktivitasnya rendah. Untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut dapat

ditempuh melalui ameliorasi tanah. Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan

adalah

sludge

industri kertas. Ameliorasi tanah gambut dengan

sludge

tersebut

diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat kimia dan biologi tanah gambut. Pada

penelitian ini ditambahkan perlakuan

sludge

dengan dosis 25 % dan 50 %, kompos

sludge

dengan dosis 25 % dan 50 % pada tanah gambut yang diambil dari Kalimantan

dan Riau. Sebagai bahan pembanding digunakan bahan amelioran tanah mineral

(Latosol) dengan dosis 50% dan kompos komersial dosis 25% dan 50 %. Untuk

mengetahui perbaikan sifat-sifat tanah gambut

pada hari ke-1, 6, 11, dan 16 setel

ah

inkubasi dilakukan pengukuran

N, P, K, pH, KTK, KB, total fungi dan total mikrob.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan yang pling efektif adalah

kompos

sludge

dengan dosis 50% yang dapat meningkatkan N (0.81%) , P (143,5

ppm) d

an

K (4,26 me/100gr) ; meningkatkan pH hingga 6,6, KTK hingga 118.8

me/100gr d

an

KB hingga 145.64 % pada tanah gambut K

alimantan

dengan waktu

inkubasi 16 hari, perbedaan tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata

pada tanah gambut Riau. Tet

api perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan

tanah mineral (Latosol) dan kompos komersial.


(15)

ABSTRACT

ANDRI SURYADINATA

. Application of Paper Mills Sludge to Improve Chemistry

and Biology characteristic of Peat Soil. (Supervised by Fahrizal Hazra and Enny

Widyati).

There are many constraints to develop forestry on peat lands, such as peat

thickness, low of soil fertility, low of soil pH, that cause low of land productivity. To

improve soil fertility is can be achived by doing soil amelioration. One of soil

ameliorant is paper mill sludge. Sludge amelioration on peat soil is expected will

increase chemical and biological characteristic of the soil. This experiment consist of

paper mill sludge in dosage of 25% and 50%; compost sludge in dosage 25% and

50% applied to peat soil taken from Riau and Kalimantan. As controls are

amelioration with mineral soil (latosol dramaga) in dosage 50% and comercial

compost in dosage 25% and 50%, respectively. To observe the soil improvement, in

the days of 1, 6, 11 and 16 after incubation were accessed N, P, K, pH, CEC, base

saturation and total microbes and fungy. The result showed that the most effective

ameliorant is composed sludge in dosage 50%. It increase availability of N to 0.81% ;

P (143.5 ppm) and K (4.26 me/100gr) ; pH until 6.6, CEC until 118.8 me/100gr and

base saturation until 145.64 % when applied to Kalimantan peat. This treatment give

non significant impact when applied on Riau peat. On the other hands, it is

significantly different compare to latosol and comercial compost treatment. It is

suggested that to achieve optimal productivity of peat soil can be ameliorated with

composted of paper mill sludge.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 29 Agustus 1987, penulis adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara pasangan (alm) Tri Wahyu Herawan dan Sumiati

Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di SD N 3 Beringin Raya, kemudian lulus dari SMP N 14 Bandar Lampung pada tahun 2002. Selanjutnya penulis meneruskan ke SMU N 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005

Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur USMI. Pengalaman penulis selama menempuh pendidikannya antara lain menjadi anggota dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian selama dua tahun masa jabatan 2007-2008 dan 2007-2008-2009 , anggota Unit Kegiatan Mahasiswa CENTURY dan INKAI selama tiga tahun pada tahun 2006 s/d 2008, anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) masa jabatan 2007-2008 dan 2008-2009, asisten praktikum mata kuliah Bioteknologi Tanah dan Sosiologi Umum pada tahun 2008 serta salah satu finalis PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) bertemakan Pengabdian Masyarakat.


(17)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bekerjasama dengan Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, kritikkan, dukungan dan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :

1. Ir. Fahrizal Hazra, MSc selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing saya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Enny Widyati selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing saya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini serta atas izinnya untuk menggunakan koleksi foto pada skripsi ini.

3. Dr.Ir Lilik Tri Indriyati, MSc yang menjadi dosen penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis.

4. Kedua orang tua saya (alm) Tri Wahyu Herawan dan Sumiati yang telah memberikan support dan doanya hingga penelitian dan skripsi ini selesai. Khususnya untuk Ibu saya yang selalu mendoakan agar semua anak-anaknya selalu berhasil dalam menggapai cita-citanya.

5. Dr.Ir Komaruddin Idris selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan penulis.

6. Segenap staf laboran, Ibu Asih, Bapak jito, Ibu Juleha, Mba Nia, Mba Dian, Bapak Koyo, Ibu Yani, Ibu Oktori dan pegawai departemen tanah, Mba Hesti, Mba Iko, Ibu Siti, Bapak Suratman yang telah banyak memberikan bantuannya dalam melaksanakan penelitian.

7. Teman-teman satu pembimbing: Adi, Reni dan Xenia terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Sukses selalu buat kita semua.

8. Semua teman-teman satu lab Bioteknologi, ex: Mba sirri. Maria ulfa, Nui, Santi, Ari, Putri, Miza, Ayu, Windi, Ichad, Esta, Via, Boby, dan Acid.


(18)

Semuanya terima kasih atas semua masukan-masukan yang telah diberikan kepada saya. Semoga persahabatan kita tetap ada sampai kapanpun

9. Semua anak-anak soil’42, kakak-kakak kelas dan adik-adik kelas saya yang tidak dapat disebutkan satu-satu namanya

10. Sahabat-sahabatku, Heri, Verry , Nanang , Agung untuk Affan terima kasih atas dukungannya selama ini dan yang lainnya yang telah memberikan banyak saran untuk kemajuan penelitian ini

Bogor, September 2009 Penulis


(19)

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………..

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GAMBAR……….

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang………

1.2.Tujuan Penelitian……….………

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanah Gambut………

2.1.1. Pembentukan Tanah Gambut di Indonesia………...

2.1.2. Bahan Induk dan Tingkat Kematangan Tanah Gambut

di Indonesia...

2.1.3. Penyebaran dan Jenis Tanah Gambut di Indonesia……..

2.2. Sifat Kimia Tanah………

2.2.1. Kemasaman Tanah (pH)………...………

2.2.2. Kandungan Nitrogen, Fospat dan Kalium (N, P, K)…….

2.2.3. Kandungan Basa-Basa (Ca, Mg, Na)………

2.2.4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)……….

2.2.5. Kejenuhan Basa (KB)………...

2.3. Sifat Biologi Tanah………..

2.3.1. Bakteri………...

2.3.2. Fungi ………

2.4. Bahan Amelioran……….…

2.5.

Sludge

Industri Kertas……….

III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian………..…

3.2. Bahan dan Alat………

3.3. Metode Penelitian………

Halaman

iii

v

vii

1

2

3

3

4

5

7

7

7

8

9

9

10

10

11

11

12

14

14

14


(20)

3.3.1. Analisis Pendahuluan………

3.3.1.1. Penetapan N-total, P-tersedia dan pH...

3.3.1.2. Penetapan KTK, K dan Basa-Basa...

3.3.1.3. Penetapan Total Fungi dan Total Mikrob...

3.3.2. Uji Ameliorasi...………...………

3.3.3. Analisis Data………

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil………..………...

4.1.1. Karakteristik Tanah Gambut………

4.1.2. Karakteristik Bahan Amelioran………

4.1.3. Perubahan Sifat Kimia Tanah Gambut Setelah

Penambahan Bahan Amelioran………...

4.1.3.1. Perubahan Nilai pH………...………

4.1.3.2.Ketersediaan N-total……..………...……….

4.1.3.3. Ketersediaan P-tersedia…….……..……….

4.1.3.4. Ketersediaan Kalium………..………

4.1.3.5.Perubahan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)…..

4.1.3.6. Ketersediaan Basa-basa (Ca, Mg, Na)……….

4.1.3.7. Perubahan Nilai Kejenuhan Basa (KB)………

4.1.4. Perubahan Sifat Biologi Tanah Gambut Setelah

Penambahan Bahan Amelioran………

4.2. Pembahasan………..…………...

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………..………

5.2. Saran………..………..

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

14

14

15

16

17

18

19

19

21

22

23

23

24

25

26

27

30

31

34

42

42

43

46


(21)

v

DAFTAR TABEL

Nomor

Teks

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Penyebaran tanah gambut di Indonesia……….

Perlakuan

tanah

gambut

terhadap

pemberian

bahan

amelioran………..

Sifat kimia dan biologi tanah gambut Kalimantan………..

Sifat kimia dan biologi tanah gambut Riau……….

Sifat kimia dan biologi bahan-bahan amelioran ……….

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap N-total

(%) pada tanah gambut Kalimantan dan Riau……….

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap basa-basa

(me/100g) pada tanah gambut Kalimantan dan Riau……..

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap KB (%)

pada tanah gambut Kalimantan dan Riau ………...

Pengaruh bahan amelioran terhadap total fungi (10

3

SPK/gram

BKM)……….

Pengaruh bahan amelioran terhadap total mikrob (10

5

SPK/gram

BKM)……….

5

17

19

19

22

24

28

30

31

32

LAMPIRAN

1.

2.

3.

4.

Kriteria berdasarkan penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat

Penelitian Tanah 1983)………

Komposisi media untuk penetapan total fungi tanah…………

Hasil analisis varian total fungi pada tanah gambut

Kalimantan………...

Hasil analisis varian total fungi pada tanah gambut Riau…….

47

47

48

49


(22)

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Hasil analisis varian total bakteri pada tanah gambut

Kalimantan………...

Hasil analisis varian total bakteri pada tanah gambut Riau……….

Hasil analisis unsur fosfor selama 16 hari masa inkubasi………..

Hasil analisis unsur kalium selama 16 hari masa inkubasi………..

Hasil analisis pH selama 16 hari masa inkubasi………...

Hasil Analisis KTK Selama 16 Hari Masa Inkubasi…………...

51

52

57

57

58

59


(23)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Teks

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap pH

tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari ke-16 setelah

aplikasi………

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terbesar dan

perbedaan waktu pengamatan terhadap P-tersedia (ppm) pada

tanah gambut Kalimantan dan Riau………...

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran dan perbedaan

waktu pengamatan terhadap ketersediaan kalium tanah gambut

Kalimantan dan Riau……….

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran dan perbedaan

waktu pengamatan terhadap ketersediaan KTK tanah gambut

Kalimantan……….

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran dan perbedaan

waktu pengamatan terhadap ketersediaan KTK tanah gambut

Riau……….

Pengaruh

pemberian

bahan-bahan

amelioran

terhadap

ketersediaan Ca tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari

ke-16 setelah aplikasi………..

Pengaruh

pemberian

bahan-bahan

amelioran

terhadap

ketersediaan Mg tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari

ke-16 setelah aplikasi………..

Pengaruh

pemberian

bahan-bahan

amelioran

terhadap

ketersediaan Na tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari

ke-16 setelah aplikasi………..

23

25

26

26

27

29

29

30

LAMPIRAN

1.

Hutan alam rawa gambut di Kalimantan Tengah (kiri) dan hutan


(24)

2.

3.

4.

5.

Tumpukan

sludge

hasil industri kertas (foto oleh Enny Widyati,

2009)……….

Uji amelioran pada tanah gambut………...

Total fungi tanah pada pengenceran 10

-3

dan 10

-4

………

Total mikrob tanah pada pengenceran 10

-5

dan 10

-6

……..

55

55

56

56


(25)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektar atau 35%-nya terdapat di Pulau Sumatera dan 5,76 juta ha atau 27,8%-nya terdapat di Kalimantan (Wahyunto, 2005).

Tanah gambut mempunyai potensi yang cukup baik untuk usaha budidaya kehutanan. Namun tidak seluruh lahan rawa gambut tersebut sesuai dan layak dimanfaatkan karena adanya berbagai kendala. Kendala tersebut antara lain ketebalan gambut, kesuburan rendah, kemasaman tinggi, lapisan pirit, dan substratum subsoil (di bawah gambut) berupa pasir kuarsa yang dapat menyebabkan produktivitas rendah.

Faktor lain yang menyebabkan ketidakberhasilan pengembangan kehutanan di tanah gambut diantaranya perencanaan yang tidak matang. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukannya, kurangnya implementasi kaidah-kaidah konservasi tanah gambut, dan kurangnya pemahaman terhadap perilaku lahan rawa gambut sehingga penggunaan teknologi reklamasi cenderung kurang tepat (Najiyati, 2005).

Untuk mengoptimalkan usaha kehutanan di tanah gambut diperlukan upaya-upaya yang tepat, efisien dan murah. Upaya tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat tanah gambut sehingga dapat digunakan untuk usaha budidaya kehutanan secara berkelanjutan. Salah satu usaha yang dapat digunakan adalah penggunaan bahan-bahan amelioran sebagai salah satu bahan pembenam tanah yang cukup murah dan efisien disamping penggunaan pupuk.

Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan adalah sludge pabrik kertas. Sludge sebagai hasil buangan pabrik kertas ternyata memiliki kandungan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut hasil penelitian sludge

industri kertas dapat memperbaiki tanah bekas tambang batubara, aplikasi bahan ini dapat menaikan pH, KTK dan menurunkan konsentrasi kadar sulfat (Widyati, 2006). Diharapkan dengan aplikasi penambahan sludge pabrik kertas dapat memperbaiki sifat-sifat kimia dan biologi tanah gambut. Ketersediaan Sludge


(26)

2

tidak akan menjadi masalah karena limbah sludge dihasilkan oleh industri kertas dalam jumlah yang cukup banyakyaitu rata-rata sekitar 10% dari total pulp yang diproduksi (Widyati, 2006).

Sludgemerupakan limbah organik yang mengandung unsur-unsur seperti N, P, K dan basa-basa. Selama ini pemanfaatan sludge tersebut belum optimal. Sebagian kecil sludge hanya dimanfaatkan sebagai tanah urugan pada area di sekitar pabrik, sedangkan sisanya ditimbun begitu saja. Apabila keadaan ini dibiarkan terus menerus, maka semakin lama pabrik akan kekurangan lahan untuk penimbunan limbah sehingga dimungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu penggunaan limbah sludgepabrik kertas sebagai bahan amelioran tanah merupakan alternatif penanggulangan limbah yang sangat baik(Supriyanto, 2001).

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mendapatkan informasi apakah

sludge pabrik kertas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan jenis dan dosis yang paling optimum dari bahan-bahan amelioran dalam memperbaiki sifat-sifat tanah gambut.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut

Soepardi (1983) menjelaskan bahwa berdasarkan kandungan bahan organik dalam tanah dikenal dua kelompok tanah, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah organik adalah tanah-tanah yang komposisi penyusunnya didominasi oleh bahan organik dan dicirikan oleh kandungan bahan organik yang tinggi, umumnya tanah organik dikenal juga sebagai tanah gambut.

Di Indonesia istilah gambut telah umum dipakai untuk padanan peat. Arti

peatsecara ringkas menurut Whitten dan Boorks (1987) adalah massa nabati yang terombak sebagian yang semula tumbuh dalam danau dangkal atau rawa. Menurut Driessen (1978) dalam Notohadiprawiro (1986), tanah gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari 65% (berat kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m.

Menurut Soekardi dan Hidayat (1988) tanah gambut (tanah organik) atau tanah organosol adalah tanah yang berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat tidak terjadi diferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0,5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat masam (pH 4,0) dan kandungan unsur hara rendah.

2.1.1. Pembentukan Tanah Gambut di Indonesia

Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir sekitar 3.000 - 5.000 tahun yang lalu, sedangkan proses pembentukan gambut pedalaman diperkirakan lebih lama, sekitar 10.000 tahun yang lalu (Wahyunto, 2005).

Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya kandungan lignin dan selulosa. Akibat lambatnya proses dekomposisi, di ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang, dan akar tumbuhan yang besar. Secara umum, pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan fisik,


(28)

4

pematangan kimia dan pematangan biologi. Kecepatan proses pematangan tersebut dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik, aktivitas organisme, dan waktu (Andriesse, 1988). Pematangan gambut melalui proses pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air (dehidrasi) karena drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan perubahan warna tanah, sedangkan pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang beracun bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk bahan organik baru yang disebut sebagai humus. Terakhir adalah pematangan biologi yang merupakan proses yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi setelah pembuatan saluran drainase karena tersedianya oksigen yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme.

2.1.2. Bahan Induk dan Tingkat Kematangan Tanah Gambut di Indonesia Sekitar 14,55 juta ha wilayah Indonesia memiliki bahan induk tanah berupa bahan organik. Di Pulau Sumatera wilayah yang berbahan induk bahan organik luasnya sekitar 6,59 juta ha, yang sebagian besar berada di Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi. Di wilayah provinsi lain di Pulau Sumatera luasnya kurang dari 250 ribu ha. Di Pulau Kalimantan terdapat sekitar 4,31 juta ha yang tersebar di daerah Kalimantan Barat seluas 1,66 juta ha, Kalimantan Tengah 1,98 juta ha, Kalimantan Selatan 113 ribu ha dan Kalimantan Timur 500 ribu ha (Subagyo et al.,2000).

Subagyo et al.(2000) juga menjelaskan bahan organik pembentuk tanah gambut merupakan sisa-sisa jaringan tumbuhan pada berbagai tingkat pelapukan. Bahan organik biasanya terkumpul di cekungan atau depresi alam yang memiliki drainase yang sangat terhambat atau tergenang air. Umumnya bahan organik terakumulasi di cekungan dataran rendah, daerah lahan rawa, baik rawa lebak


(29)

5

Menurut Wahyunto (2005), berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, bahan organik dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu bahan organik fibrik, hemik dan saprik. Bahan organik yang tingkat dekomposisinya baru dimulai atau masih awal, disebut bahan organik fibrik yang mempunyai ciri jaringan-jaringan (fibers) tumbuhan masih tampak jelas atau mudah dikenali. Bahan organik hemik adalah bahan organik yang sekitar separuhnya telah mengalami dekomposisi (hemi = separuh/ pertengahan). Bahan organik saprik adalah bahan organik yang sebagian besar telah mengalami dekomposisi.

2.1.3 Penyebaran dan Jenis Tanah Gambut di Indonesia

Menurut Soekardi dan Hidayat (1988) luas tanah gambut di Indonesia diperkirakan antara 15,5 – 18,5 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Dari luas gambut 18,5 juta hektar, diantaranya terdapat sekitar 4,61 juta ha (24,9%) di Kalimantan Barat, 2,61 juta ha (11,7%) di Kalimantan Tengah, 1,48 juta ha (8%) di Kalimantan Selatan dan 1,05 juta ha (5,7%) di Kalimantan Timur.

Tabel 1. Penyebaran tanah gambut di Indonesia(dikutip dari berbagai sumber)

Penulis / Sumber

Penyebaran gambut (dalam juta hektar)

Total

Sumatera Kalimantan Papua Lainnya

Driessen (1978) 9,7 6,3 0,1 - 16,1

Puslittanak (1981) 8,9 6,5 10,9 0,2 26,5

Euroconsult (1984) 6,84 4,93 5,46 - 17,2

Soekardi & Hidayat (1988) 4,5 9,3 4,6 <0,1 18,4

Deptrans (1988) 8,2 6,8 4,6 0,4 20,1

Subagyo et al. (1990) 6,4 5,4 3,1 - 14,9

Deptrans (1990) 6,9 6,4 4,2 0,3 17,8

Nugroho et al. (1992) 4,8 6,1 2,5 0,1 13,5*

Radjagukguk (1993) 8,25 6,79 4,62 0,4 20,1

Dwiyono & Racman (1996) 7,16 4,34 8,40 0,1 20,0

* tidak termasuk gambut yang berasosiasi dengan lahan salin dan lahan lebak (2,46 juta hektar) Berdasarkan penyebaran topografinya, Famulya, dan Wonoprojo (1983) membedakan tanah gambut menjadi tiga yaitu, gambut ombrogen, gambut topogen, dan gambut pegunungan. Gambut ombrogen terletak di dataran pantai


(30)

6

berawa, mempunyai ketebalan 0,5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa, hampir selalu tergenang air, bersifat sangat masam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua). Gambut topogen terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak masam, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa Tengah). Sedangkan gambut pegunungan terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.

Berdasarkan susunan kimianya Famulya, dan Wonoprojo (1983) juga membedakan tanah gambut menjadi : (a) gambut eutrop, bersifat agak masam, kandungan O2 serta unsur haranya lebih tinggi, (b) gambut oligotrop, sangat

masam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air, (c)

mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.

Radjagukguk (2003) menjelaskan bahwa tanah gambut tropika yang terdapat di Indonesia dicirikan oleh : (1) keragaman hayati yang khas yang memiliki banyak jenis flora dan fauna, (2) Fungsi hidrologisnya yang dapat menyimpan air tawar dalam jumlah yang sangat besar. Satu juta tanah gambut tropika setebal 2 m diperkirakan dapat menyimpan 1,2 juta m3, (3) Sifatnya yang rapuh (fragile) karena dengan pembukaan lahan dan drainase akan mengalami pengamblesan (sub-sidence), percepatan peruraian dan resiko pengerutan tidak balik (irreversible) serta rentan terhadap bahaya erosi, (4) Sifatnya yang tidak terbarukan karena membutuhkan waktu 5000 - 10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan maksimum sekitar 20 m, sehingga taksiran laju pembentukannya adalah 1 cm/ 5 tahun, di bawah vegetasi hutan, (5) Bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, yakni lahannya berbentuk kubah keadaannya yang jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah serta tanahnya


(31)

7

2.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah merupakan aspek yang sangat penting, umumnya sifat-sifat kimia tanah dijadikan sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Beberapa sifat kimia tanah yang penting antara lain :

2.2.1. Kemasaman Tanah (pH)

Pemasaman tanah adalah suatu proses alamiah yang disebabkan oleh pembentukan asam-asam anorganik dan organik melalui aktifitas mikroorganisme tanah, serta oleh hilangnya basa-basa di dalam kompleks koloid tanah melalui pertukaran kation dan pencucian (Hardjowigeno, 2003). Di beberapa daerah kemasaman tanah merupakan masalah yang serius dalam usaha pertanian, kemasaman tanah ini pada dasarnya dapat diperbaiki dengan usaha pengapuran (Sabiham, 1996). Menurut Hardjowigeno (2003) pH tanah umumnya berkisar dari 3,0 - 9,0. Di Indonesia umumnya tanah bereaksi masam dengan pH 4,0 – 5, 5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam.

Pada umumnya tanah gambut tropis bereaksi masam, dengan pH berkisar 3,0 – 4,5. Gambut dangkal mempunyai pH 4,5 – 5,1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan gambut dalam yang mempunyai pH sekitar 3,1 – 3,9. Hasil pengukuran pH di laboratorium biasanya lebih rendah 1-3 unit jika dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan. Hal ini disebabkan karena adanya oksidasi pirit dan terbentuknya asam-asam organik selama proses pemindahan dari lapangan ke laboratorium (Anonim, 1978).

2.2.2. Kandungan Nitrogen, Fosfor dan Kalium (N, P, K)

Nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan unsur-unsur makro yang esensial bagi tanaman. Unsur-unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak dibandingkan unsur-unsur lainnya, sehingga ketersediaannya di dalam tanah sangat penting. Unsur nitrogen di dalam tanah dapat berada dalam bentuk gas (N2,

N2O, dan NH3), ion (NO3 dan NH4), bentuk organik (Urea (CO(NH2)2), protein

dan humus.

Leiwakabessy (1996) menjelaskan bahwa nitrogen yang tercuci di dalam tanah mempunyai peranan penting dalam bidang pertanian dan lingkungan.


(32)

8

Banyaknya N yang tercuci akan sangat tergantung dari iklim terutama curah hujan, tekstur dan tingkat kemiringan tanah serta pengelolaan lahan. Fosfor dalam tanah terbagi atas dua jenis yaitu P-organik dan P-anorganik, bentuk fosfor dalam tanah berada dalam bentuk : P yang terlarut dalam air tanah, P dalam bentuk yang dijerap oleh liat (bentuk retensi P), P dalam bentuk terfiksasi dan terimmobilisasi, dan P dalam bentuk bahan organik. Kelarutan P dalam tanah ditentukan oleh pH, saat pH masam Al-P dan Fe-P sangat stabil dan pada pH tinggi Ca-P sangat stabil (Leiwakabessy, 1996).

Pada tanah gambut, ketiga unsur ini sangat sedikit tersedia untuk tanaman. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena rasio C/N yang tinggi. Ketersediaan sejumlah unsur hara P dan K yang rendah, unsur hara makro fospat berada dalam jumlah yang rendah karena gambut sulit mengikat unsur ini sehingga mudah tercuci (Wahyunto et al.,2005).

Rachim (1996) menjelaskan pada tanah gambut, N tersedia kurang dari 3% dan selebihnya terdapat dalam bentuk bahan organik yang kompleks. Umumnya kandungan N-total tanah organik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Sebagian besar N-total tanah ada dalam bentuk senyawa organik dan setelah mengalami proses aminisasi, amonifikasi, atau nitrifikasi, terbentuk senyawa NH

4-N dan 4-NO3-N yang tersedia bagi tanaman. 2.2.3. Kandungan Basa-Basa (Ca, Mg, Na)

Kalsium didalam tanah dapat berasal dari mineral-mineral primer seperti mineral plagioklas, karbonat (CaCO3 dan CaMg(CO3)2), dan garam-garam

sederhana. Umumnya kalsium diambil tanaman dalam bentuk Ca++, sedangkan magnesium didalam tanah berasal dari mineral kelam (biotit, augit, horenblende, amfibol), garam (MgSO4), dan kapur (CaMg(CO3)2). Magnesium juga diserap

tanaman dalam bentuk Mg++(Hardjowigeno, 1987).

Kandungan basa-basa (Ca, Mg, Na) di dalam tanah gambut terdapat dalam jumlah sedikit, dengan semakin tebal gambut, kandungan abu (ash) semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanahnya menjadi lebih


(33)

9

Menurut Wahyunto et al. (2005) kadar Na, Cl dan sulfat sangat dipengaruhi oleh jarak dari laut, pengaruh pasang surut, dan terdapatnya bahan sulfidik (pirit) pada lapisan marin atau lapisan bawah gambut.

2.2.4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan salah satu sifat kimia tanah yang penting. Tan (1991) mendefinisikan KTK sebagai kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam miliekuivalen per 100 gram. Akan tetapi, kadang-kadang bagian survei tanah departemen pertanian AS menggunakan satuan miliekuivalen per 100 gram liat.

Tan (1991) juga menjelaskan jerapan dan pertukaran kation memegang peranan yang sangat penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Kation yang terjerap umumnya tersedia bagi tanaman melalui pertukaran dengan ion H+ yang dihasilkan oleh respirasi akar tanaman. Hara yang ditambahkan kedalam tanah dalam bentuk pupuk akan ditahan oleh permukaan koloid dan untuk sementara waktu terhindar dari pencucian. Kation-kation yang dapat mencemari air tanah dapat tersaring oleh kegiatan jerapan koloid tanah.

Tanah gambut memiliki KTK yang tinggi, KTK ini akan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya kandungan bahan organik. Di beberapa tempat adanya intrusi garam dapat meningkatkan nilai KTK, kenaikan ini kemungkinan disebabkan karena adanya kenaikan pH (Anonim, 1984).

2.2.5. Kejenuhan Basa (KB)

Tan (1991) menjelaskan terdapat korelasi positif antara persen (%) kejenuhan basa (KB) dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa KB tinggi jika pH tanah tinggi, oleh karena itu tanah-tanah daerah iklim kering (arid) biasanya mempunyai KB yang lebih tinggi daripada tanah-tanah di daerah iklim basah. KB yang rendah berarti terdapat banyak ion H+.

Kejenuhan Basa (KB) sering dianggap sebagai salah satu petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat KB. Suatu tanah dianggap sangat subur jika KB ≥ 80%, berkesuburan sedang jika KB berada antara 80% - 50% dan tidak subur jika KB ≤


(34)

10

50%. Suatu tanah dengan KB 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan KB 50% (Tan, 1991).

Tanah gambut memiliki KB rendah. KB yang rendah karena jumlah kation basanya rendah. KB yang rendah menyebabkan pH rendah dan sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah sulit diambil oleh tanaman (Anonim, 1984).

2.3. Sifat Biologi Tanah

Populasi mikrob tanah terdiri atas lima kelompok utama, yaitu: bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa. Jumlah total mikrob yang terdapat dalam tanah dapat digunakan sebagai indeks kesuburan (fertility index). Populasi mikrob yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan dan energi yang cukup pada tanah tersebut ( Rao, 1982).

Menurut Killham (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi populasi mikrob tanah di alam antara lain kandungan mineral tanah (bahan anorganik), kandungan bahan organik tanah, struktur tanah, kandungan air dan water stress, atmosfer tanah, redoks, derajat kemasaman (pH), suhu dan cahaya.

2.3.1. Bakteri

Bakteri merupakan mikrob prokariotik (tidak memiliki membran inti sel) dan mempunyai dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri (pembelahan biner). Ukuran bakteri berkisar antara 1-2 µm dengan diameter 0,5-1 µm. Bakteri tanah menempati pori mikro ( < 10 µm) hal ini disebabkan kelembaban pada pori mikro lebih terjaga dan memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu, pada pori mikro bakteri akan lebih terlindungi dari serangan protozoa (Killham. 1995).

Alexander (1977) menjelaskan faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman bakteri dalam tanah antara lain: kelembaban, aerasi, suhu, bahan organik, derajat kemasaman (pH), dan suplai hara. Sebagaian bakteri dapat tetap bertahan hidup pada kondisi ekstrim dengan membentuk endospora. Ali (2007)


(35)

11

2.3.2. Fungi

Fungi termasuk mikrob eukariotik yang berfilamen. Filamen ini merupakan jalinan dari hifa yang bergabung satu sama lain. Diameter hifa berkisar antara 2-10 µm. Tanah yang subur biasanya mengandung 10-100 meter filamen fungi yang aktif per gram tanah. Secara metabolik, fungi tergolong heterotrof dan mendapatkan energi dari oksidasi senyawa-senyawa organik (Killham, 1995).

Faktor yang mempengaruhi jumlah fungi dalam tanah antara lain: kadar bahan organik, konsentrasi ion hidrogen (pH), pemupukan, regim kelembaban, aerasi, suhu, dan komposisi vegetasi. Fungi mampu berkembang pada kisaran pH yang lebar, dari pH sangat masam (pH <3) sampai alkalin (pH >9). Keberadaan fungi yang dominan pada tanah-tanah masam disebabkan oleh toleransi fungi yang lebih tinggi terhadap kemasaman dibandingkan bakteri dan aktinomisetes. Oleh karena itu proses dekomposisi material pada tanah-tanah masam lebih didominasi oleh aktifitas fungi. Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25-35 ºC. Fungi yang umum terdapat dalam tanah antara lain berasal dari genus penicelium, trichoderma, aspergillus, fusariumdan mucor

(Alexander, 1977). 2.4. Bahan Amelioran

Rachim (1996) menjelaskan bahan amelioran adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah banyak untuk memperbaiki sifat-sifat kimia tanah. Bahan ini umumnya harus diberikan dahulu sebelum usaha pemupukan dilakukan. Pada tanah-tanah yang memiliki kandungan Al dapat dipertukarkan tinggi, kadar pirit tinggi ataupun kadar Na tinggi, maka usaha peningkatan produktifitas didahului dengan penambahan kapur, bahan organik, terak baja, abu volkan, zeolit, bahan tanah mineral, dan sebagainya. Melalui penambahan bahan-bahan ini, masalah kimia tanah dapat diperkecil sehingga efisiensi pupuk akan meningkat.

Bahan amelioran yang baik bagi tanah gambut memiliki kriteria: memiliki Kejenuhan Basa (KB) tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang banyak


(36)

12

atau lengkap sehingga juga berfungsi sebagai pupuk, dan mampu mengusir senyawa beracun, terutama asam-asam organik. Meskipun tidak ada amelioran yang memenuhi seluruh kriteria tersebut, tetapi beberapa diantaranya mendekati kriteria tersebut (Rachim, 1996).

Selain itu Wahyunto (2005) menerangkan amelioran dapat berupa bahan organik atau anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan di tanah gambut, antara lain: berbagai jenis kapur (dolomit, batu fosfat, kapur pertanian), tanah mineral, lumpur, pupuk kompos/bokasi, pupuk kandang dan abu. Masing-masing amelioran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga penggunaan lebih dari satu jenis akan memberikan hasil yang lebih baik. Selain masalah kualitas bahan, faktor ketersediaan bahan dan biaya pengadaannya menjadi hal penting yang harus ikut dipertimbangkan.

2.5. SludgeIndustri Kertas

Pada proses pembuatan kertas, biasanya akan menghasilkan zat pencemar/limbah. Zat pencemar/limbah dari proses pembuatan kertas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : (1) Efluen limbah cair, limbah ini terdiri dari padatan tersuspensi; senyawa organik koloid; limbah cair berwarna pekat; bahan organik terlarut; limbah panas; dan mikroorganisme golongan bakteri coliform. (2) Partikulat, limbah ini terdiri dari abu dari pembakaran kayu bakar dan partikulat zat kimia terutama yang mengandung Na dan Ca. (3) Gas, limbah ini terdiri dari gas sulfur; oksida sulfur; dan uap. (4) Solid Waste, limbah ini terdiri dari sludge

dari pengolahan limbah primer dan sekunder dan limbah padat (http :// www.edf.or)

Menurut Supriyanto (2001) secara umum dapat dikatakan bahwa sludge

merupakan limbah yang mengandung mikroorganisme yang bekerja untuk mengurai komponen organik dalam sistem pengolahan air limbah. Sludge akan selalu diproduksi sebagai hasil dari pertumbuhan bakteri/ mikroorganisme pengurai selama proses berlangsung. Jumlah sludgeakan selalu meningkat sejalan dengan peningkatan beban cemaran yang terolah.


(37)

13

yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Sifat fisika tanah yang dapat diperbaiki antara lain kapasitas untuk menahan air (WHC) dan merubah warna tanah menjadi coklat-kehitaman sehingga dapat menaikkan temperatur tanah dan menstimulasi pengumpulan butiran-butiran. Sedangkan untuk sifat kimia tanah antara lain dapat menaikan daya absorpsi dan kemampuan pertukaran kation, meningkatkan jumlah kation yang dipertukarkan, dan mengikat mineral N, P, S serta mencegah terjadinya pelepasan mineral tersebut. Untuk sifat biologi tanah antara lain meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolisme organisme tanah yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Karena sifat-sifat sludge

industri kertas tersebut maka diharapkan aplikasi penambahan sludge industri kertas dapat memperbaiki sifat-sifat tanah gambut.


(38)

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2008 sampai dengan bulan April 2009. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Analisis biologi tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia dilakukan di Laboratorim Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah gambut Kalimantan (GK1) dan Riau (GR1), sludge, aquades, alkohol, nutrient agar, martin agar, ammonium acetat, H3BO4 4%, H2SO4 pekat, 0,1 N larutan

Bray-1, NaOH 50% dan HCl 25%, pereaksi nessler, indikator conway, paraffin cair, asam borat dan lain-lain. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, shaker, cawan petri, pipet, timbangan analitik, tabung reaksi, gelas piala, labu takar laminar flow, spektofotometer, ASS, sentrifuse, polibag dan lain-lain. 3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Analisis Pendahuluan

Sebelum mengadakan perlakuan di rumah kaca, dianalisis terlebih dahulu sifat biologi dan kimia contoh tanah gambut dan bahan-bahan amelioran seperti kompos sludge TEL yang selanjutnya disebut kompos sludge A, sludge IKPP yang selanjutnya disebut sludge B dan kompos sludge IKPP yang selanjutnya disebut kompos sludge B, kompos komersial yang dibeli di toko pupuk dan contoh tanah Latosol Dramaga. Analisis kimia meliputi N-total, P-tersedia, K, Basa-basa, pH, KTK, dan KB, sedangkan analisis biologi meliputi total mikrob dan total fungi. Contoh tanah dan bahan-bahan amelioran diambil sesuai kebutuhan, dikering udarakan dan disaring lalu dianalisis.


(39)

15

H2SO4 pekat dan 5 tetes parafin cair ke dalam labu, kemudian panasi labu di

kamar asap dengan api kecil hingga diperoleh cairan bewarna terang (hijau biru) lalu ditambahkan aquades kira-kira 50 ml dan 5 ml NaOH 50% dan lakukan destilasi, kemudian hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml H3BO4 4% dan 5 tetes indikator conway. Terakhir titrasi

destilasi dengan HCl 0,01 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah. b. Penetapan P-tersedia

Persiapkan larutan P-A (campuran 1,11 g NH4F dan 4,16 ml HCl 6 N per

liter), kemudian larutan P-B (campuran larutan 3,8 g NH4 molibdat dalam 300 ml

H2O dan 5 g H3BO4dalam 500 ml H2O yang ditambahkan 75 ml HCl pekat) dan

larutan P-C. Setelah semua larutan siap, sebanyak 1,5 g tanah (lolos saringan 0.5 mm) dimasukkan dalam labu ekstraksi lalu ditambahkan 15 ml larutan P-A dan kocok selama 15 menit, lalu disaring. Pipet 5 ml hasil saringan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml larutan P-B dan 5 tetes larutan P-C, lalu kocok hingga 15 menit, lalu diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 µm.

c. Penetapan pH

Sebanyak 10 g tanah (lolos saringan 0,5 mm) dimasukkan ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 50 ml H2O dan dikocok selama 30 menit di atas shaker,

kemudian diamkan selama 5 menit lalu diukur menggunakan pH-meter. 3.3.1.2. Penetapan KTK, K dan Basa-Basa

a. Penetapan KTK

Sebanyak 5 gr tanah (lolos saringan 0,5 mm) dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse lalu tambahkan 20 ml larutan NH4OAc pH 7 dan kocok dengan

ultrasoma (biarkan selama satu malam), kemudian kocok kembali dan sentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Hasil ekstrak NH4OAc didekantasi,

disaring lewat saringan dan filtrat ditampung dalam labu takar 100 ml (ekstrak ini digunakan untuk penetapan K dan basa-basa), kemudian tambahkan 20 ml alkohol 80% lalu aduk sampai merata, sentrifuse, dekantasi dan filtratnya dibuang. Setelah itu dipindahkan kedalam labu didih dan ditambahkan air kira-kira 500 ml, beberapa butir batu didih, 5 tetes parafin cair dan 20 ml NaOH 50%, kemudian


(40)

16

destilasi. Hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi H2SO4

0,1 N dan 5 tetes indikator conway, kemudian setelah destilat mencapai 150 ml titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berubah warna menjadi hijau.

b. Penetapan K dan Basa-Basa (Ca,Mg,Na)

Diambil secukupnya ekstrak NH4OAc dari penetapan KTK lalu ditetapkan

kandungan unsur Ca dan Mg dengan alat AAS, dan unsur K dan Na dengan alat flamephotometer.

3.3.1.3. Penetapan Total Mikrob dan Total Fungi

Isolasi total mikrob dan total fungi menggunakan metode cawan tuang (Anas, 1989) dengan media NA untuk total mikrob dan MA untuk total fungi. Ada tiga tahapan yang dilakukan, yaitu :

a. Penyiapan media

Media NA yang digunakan utuk total mikrob adalah media NA yang siap pakai (oxoid). Komposisi yang digunakan adalah 28 gram media untuk 1 liter air. Setelah diambil 28 gram selajutnya dicampur aquades sampai volume 1 liter kemudian di sterilkan dalam otoklaf dengan suhu 121ºC tekanan 1 atmosfir selama 15 menit.

Sedangkan untuk total fungi, komposisi media martin agar dapat dilihat pada tabel lampiran 2. Setelah semua bahan diambil selanjutnya dicampur aquades sampai volume 1 liter kemudian di sterilkan dalam otoklaf dengan suhu 121ºC tekanan 1 atmosfir selama 15 menit.

b. Penyiapan seri pengenceran

Terlebih dahulu disiapkan larutan fisiologis dengan konsentrasi 0,85% steril untuk pengenceran contoh tanah. Setelah larutan steril dingin, dimasukkan 10 gram cotoh tanah (BKM) kedalam 90 ml larutan sehingga didapat pengenceran 10-1. Dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis steril sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai pada pengenceran 10-6.


(41)

17

selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri. Kemudian dituangi masing-masing media, untuk meratakan maka cawan digoyang searah putaran jarum jam. Kemudian cawan di inkubasi pada suhu 27 ºC, setiap hari ke-3 dan ke-5 diamati jumlah populasi dari masing-masing cawan. Setelah 5 hari pengamatan dihentikan.

3.3.2. Uji Ameliorasi

Setelah dua minggu, diadakan perlakuan tanah gambut di rumah kaca. Tahapan perlakuan pada tanah gambut adalah : contoh tanah dibersihkan dari sisa-sisa perakaran dan disaring dengan saringan berukuran 0,5 dan 0,1 cm. Selanjutnya contoh tanah dimasukkan kedalam polibag berukuran 15 x 15 cm dan dicampur dengan bahan-bahan amelioran dengan menggunakan perbandingan volume per volume (Tabel 2).

Tabel 2. Perlakuan Tanah Gambut Terhadap Pemberian Bahan Amelioran

KODE PERLAKUAN

Gambut Kalimantan 1 (GK 1) Kontrol

Gambut Kalimantan 2 (GK 2) Penambahan Sludge B (50% v/v) Gambut Kalimantan 3 (GK 3) Penambahan Sludge B (25% v/v)

Gambut Kalimantan 4 (GK 4) Penambahan Kompos Komersial (50% v/v) Gambut Kalimantan 5 (GK 5) Penambahan kompos Komersial (25% v/v) Gambut Kalimantan 6 (GK 6) Penambahan Kompos Sludge A (50% v/v) Gambut Kalimantan 7 (GK 7) Penambahan Kompos Sludge A (25% v/v) Gambut Kalimantan 8 (GK 8) Penambahan Kompos Sludge B (50% v/v) Gambut Kalimantan 9 (GK 9) Penambahan Kompos Sludge B (25% v/v) Gambut Kalimantan 10 (GK 10) Penambahan latosol (50% v/v)

Gambut Riau 1 (GR 1) Kontrol

Gambut Riau 2 (GR 2) Penambahan Sludge B (50% v/v) Gambut Riau 3 (GR 3) Penambahan Sludge B (25% v/v)

Gambut Riau 4 (GR 4) Penambahan Kompos Komersial (50% v/v) Gambut Riau 5 (GR 5) Penambahan kompos Komersial (25% v/v) Gambut Riau 6 (GR 6) Penambahan Kompos Sludge A (50% v/v) Gambut Riau 7 (GR 7) Penambahan Kompos Sludge A (25% v/v) Gambut Riau 8 (GR 8) Penambahan Kompos Sludge B (50% v/v) Gambut Riau 9 (GR 9) Penambahan Kompos Sludge B (25% v/v) Gambut Riau 10 (GR 10) Penambahan latosol (50% v/v)


(42)

18

Dengan demikian, uji ini akan menghasilkan 20 satuan percobaan dengan tiga kali ulangan untuk masing-masing kode. Selanjutnya penyiraman dilakukan setiap tigahari sekali untuk memelihara kadar air tanah. Pada hari ke-1, 6, 11, dan 16 dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis sifat biologi dan kimia. 3.3.3. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F( analisis ragam). Jika taraf berbeda nyata, dilanjutkan dengan analisis wilayah berganda dari Duncan pada taraf

α

5%.


(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil

4.1.1. Karakteristik Tanah Gambut

Hasil analisis kimia dan biologi kedua sampel tanah dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 3 Sifat kimia dan biologi tanah gambut Kalimantan

Parameter Satuan Nilai Kriteria (PPT 1983)

pH H2O 4,6 Masam

N-total % 0,03 Sangat Rendah

KB % 8,03 Sangat Rendah

P-bray 1 Ppm 87,27 Sangat Tinggi

K me/100g 1,063 Sangat Tinggi

KTK me/100g 80,4 Sangat Tinggi

Ca me/100g 1,7 Sangat Rendah

Mg me/100g 2,63 Tinggi

Na me/100g 1,07 Sangat Tinggi

Total Fungi SPK/gram BKM 11,27 x 103

Total Mikrob SPK/gram BKM 0,89 x 105

SPK : satuan pembentuk koloni, BKM : Berat Kering Mutlak Tabel 4 Sifat kimia dan biologi tanah gambut Riau

Parameter Satuan Nilai Kriteria (PPT 1983)

pH H2O 4,3 Sangat Masam

N-total % 0,04 Sangat Rendah

KB % 7,13 Sangat Rendah

P-bray 1 Ppm 23,63 Sedang

K me/100g 0,231 Rendah

KTK me/100g 38 Tinggi

Ca me/100g 0,91 Sangat Rendah

Mg me/100g 1,48 Sedang

Na me/100g 0,09 Sangat Rendah

Total Fungi SPK/gram BKM 3,89 x 103


(44)

20

Pada tanah gambut Kalimantan tingkat kesuburan tanah tergolong sedang, dimana pH tanah tergolong masam (4,6) dengan N-total (0,03%) dan KB (8,03 %) yang sangat rendah sedangkan KTK, unsur P dan K tergolong sangat tinggi. Ketersediaan basa-basa pada tanah gambut Kalimantan sangat beragam, ketersediaan Ca berkisar pada kriteria sangat rendah (1,7 me/100g) menurut kriteria PPT (1983), Mg menunjukkan pada kisaran tinggi (2,63 me/100g ), sedangkan untuk unsur Na sangat tinggi (1,07 me/100g). Hasil analisis biologi menunjukkan populasi mikroba pada tanah gambut Kalimantan sebesar 8,9 x 104 SPK/gram BKM, sedangkan fungi 1,13 x 104SPK/gram BKM.

Tingkat kesuburan tanah gambut Riau tergolong rendah, dimana pH tanah tergolong sangat masam (4,3) dengan N-total (0,04%) dan KB (7,13 %) yang sangat rendah, sedangkan KTK (38 me/100g) tergolong tinggi. Unsur P pada tanah ini berkisar pada kriteria sedang (23,63 me/100g) dan unsur K rendah (0,231 me/100g). Ketersediaan basa-basa pada tanah gambut Kalimantan sangat beragam, ketersediaan Ca berkisar pada kriteria sangat rendah (0,91 me/100g), Mg menunjukan pada kisaran sedang (1,48 me/100g ) sedangkan untuk unsur Na sangat rendah (0,09 me/100g). Hasil analisis biologi menunjukan populasi mikroba pada tanah gambut Riau sebesar 159,4 x 104 SPK/gram BKM sedangkan fungi 0,389 x 104SPK/gram BKM.

Hasil analisis beberapa sifat kimia dan biologi pada kedua jenis tanah gambut menunjukkan perbedaan kandungan unsur-unsur hara dan mikroorganisme di antara keduanya. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh ilkim kedua tempat yang berbeda, proses pembentukan dan kandungan bahan induk masing-masing sampel tanah.

Menurut Noor (2001) gambut di wilayah tropik, seperti Indonesia umumnya terbentuk pada ekosistem hutan rawa marin atau payau. Ekosistem ini dipengaruhi oleh pasang-surut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagian gambut dikenal dengan gambut ombrogen yang wilayahnya berada lebih tinggi daripada muka air sungai atau muka air tanah sehingga masukan hara hanya


(45)

21

Kalimantan lebih subur dan rimbun dibandingkan dengan yang ada di Sumatera, sehingga sumber unsur hara dan bahan organik di Kalimantan lebih banyak daripada di Riau.

4.1.2. Karakteristik Bahan Amelioran

Hasil analisis sifat kimia dan biologi bahan amelioran yang digunakan sebagai perlakuan disajikan pada Tabel 3, dimana semua jenis bahan amelioran memiliki sifat kimia yang berbeda-beda satu sama lain. Kompos komersial memiliki pH agak masam 6,4 , sementara itu nilai N, KTK, K dan P tergolong kriteria sangat tinggi yaitu masing-masing 1,4 %, 47 me/100g, 18,297 me/100g, dan 45,45 ppm, sedangkan KB tergolong sedang (52,61%). Untuk ketersediaan basa-basa sangat beragam, dimana Ca masuk dalam kriteria sedang (5,85 me/100g), Mg rendah (0,5 me/100g) dan Na sangat rendah (0,09 me/100g). Sementara itu Latosol memiliki pH masam (5,3), N sangat rendah (0,09 %), KTK dan P sedang yaitu 22,8 me/100g dan 21,8 ppm sedangkan K tergolong pada kriteria rendah (0,295 me/100g). Untuk ketersediaan basa berkisar antara sedang sampai sangat rendah yaitu masing-masing Ca 1,46 me/100g, Mg 1,03 me/100g dan Na 0,09 me/100g.

Bahan-bahan amelioran yang berasal dari limbah sludge, baik berupa

sludge maupun kompos sludge ternyata memiliki sifat kimia yang beragam pula. Hal ini disebabkan karna proses dekomposisi bahan-bahan organik yang terjadi pada masing-masing limbah berbeda satu sama lain. Sifat kimia yang paling baik ditunjukan oleh kompos sludge B, dimana pada limbah ini memiliki pH yang netral (7), KTK dan K tergolong kriteria sangat tinggi yaitu 112 me/100g dan 4,899 me/100g, N tergolong tinggi (0,6%) sedangkan unsur P sedang (21,81 ppm). Ketersedian basa-basa untuk jenis limbah ini menunjukan nilai dari tinggi hingga sangat tinggi yaitu masing-masing Ca 41,8 me/100g, Mg 4,9 me/100g dan Na 7,07 me/100g.

Untuk kompos sludgeA memiliki pH tanah yang masam (5), KTK, K dan KB tergolong sedang yaitu masing-masing 23 me/100g, 36,36 me/100g, 37,43% dan N (0,88%) dan P (36,36 ppm) yang sangat tinggi. Ketersedian basa-basa sangat beragam, dimana Ca tergolong sangat rendah (0,45 me/100g), Mg sedang (1,98 me/100g) dan Na sangat tinggi (5,76 me/100g). Sludge B yang belum


(46)

22

terdekomposisi secara sempurna memiliki pH tanah yang agak masam (5,8) kandungan unsur N (0,56%) dan P (27,27 ppm) yang tinggi, KTK, KB dan K tergolong kriteria sedang yaitu masing-masing 32,6 me/100g, 24,78 %, 0,487 me/100g dan kandungan basa-basa yang sangat beragam dari sangat rendah hingga sangat tinggi (Ca 1,84 me/100g, Mg 2,83me/100g dan Na 2,92 me/100g). Tabel 5 Sifat kimia dan biologi bahan-bahan amelioran

Parameter Satuan Kompos komersial Latosol Kompos Sludge A Kompos

Sludge B Sludge B

PH H2O 6,4 5,3 5 7 5,3

N-total % 1,4 0,09 0,88 0,6 0,56

KB % 52,61 12,58 37,43 18,79 24,78

P-bray 1 Ppm 94,54 21,8 36,36 21,81 27,27

K me/100g 18.297 0.295 0.423 4.899 0.487

KTK me/100g 47 22.8 23 112 32.6

Ca me/100g 5.85 1.46 0.45 41.8 1.84

Mg me/100g 0.5 1.03 1.98 4.9 2.83

Na me/100g 0.09 0.09 5.76 7.07 2.92

Total Fungi

SPK/gram BKM

1.53

x 103

1.21

x 103

4.55

x 103

2.18

x 103

44.29 x103 Total Mikrob SPK/gram BKM 7.25

x 10 5

13.52

x 10 5

7.15 x

105

8.51

x10 5

126.45

x 10 5

4.1.3. Perubahan Sifat Kimia Tanah Gambut Setelah Penambahan Bahan Amelioran

Perlakuan pemberian bahan-bahan amelioran menghasilkan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tanah gambut, baik terhadap ketersedian unsur-unsur hara makro (N, P, K), basa-basa, pH, KTK, maupun KB. Analisis data sifat-sifat kimia tanah gambut dilakukan secara analisis deskriptif karena tidak dilakukan pengulangan data hasil penelitian. Secara umum pemberian bahan-bahan


(47)

4.1.3.1. Perubahan Nilai

Secara umum penambahan tanah dibandingkan kontrol

(Data selengkapnya dapat dilihat pada

Gambar 1 Pengaruh pemberian Kalimantan

Gambut Kalima

4.1.3.2.Ketersediaan N

Secara umum penambahan ketersediaan N-total didalam semua perlakuan bahan tanah dibandingkan hari ke

0 1 2 3 4 5 6 7 G .K 1 G .K 2 G .K 3 p H

Perubahan Nilai pH

umum penambahan bahan-bahan amelioran meningkatkan ontrol pada hari ke-16. Hal ini bisa dilihat pada Gambar pnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9).

garuh pemberian bahan amelioran terhadap pH tanah Kalimantan dan Riau pada hari ke-16 setelah aplikasi ( Gambut Kalimantan ; : Gambut Riau).

N-total

enambahan bahan-bahan amelioran mampu meni total didalam tanah (Tabel 6). Pada hari ke-6 sampai hari

n amelioran meningkatkan ketersedian N-total ri ke-0, tetapi menurun pada hari ke-16.

G .K 4 G .K 5 G .K 6 G .K 7 G .K 8 G .K 9 G .K 1 0 G .R 1 G .R 2 G .R 3 G .R 4 G .R 5 G .R 6 G .R 7 G .R 8 G .R 9 Perlakuan 23

meningkatkan pH pada Gambar 3

pH tanah gambut i ( :

mampu meningkatkan sampai hari ke-11

total didalam

G

.R

1


(48)

24

Tabel 6 Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap N-total (%) pada tanah gambut Kalimantan dan Riau

Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16 Kriteria

GK 1 0.25 0.51 0.52 0.45 Tinggi

GK 4 0.3 0.59 0.8 0.46 Tinggi

GK 5 0.34 0.66 0.15 0.5 Tinggi

GK 6 0.27 0.8 0.81 0.48 Tinggi

GK 3 0.28 0.33 0.5 0.43 Sedang

GK 7 0.32 0.69 0.6 0.43 Sedang

GK 2 0.19 0.59 0.5 0.25 Rendah

GK 8 0.11 0.22 0.03 0.18 Rendah

GK 9 0.22 0.33 0.41 0.28 Rendah

GK 10 0.18 0.29 0.25 0.28 Rendah

GR 1 0,71 0,76 1,04 1,15 Tinggi

GR 2 0,29 1,61 0,98 1,12 Tinggi

GR 3 0,35 0,88 1,27 1,22 Tinggi

GR 4 0,36 0,91 1,09 1,02 Tinggi

GR 5 0,34 1,06 1,23 0,80 Sedang

GR 6 0,47 1,17 1,43 1,01 Sedang

GR 7 0,59 1,24 1,23 1,01 Sedang

GR 8 0,22 0,33 0,22 0,27 Rendah

GR 9 0,46 0,51 0,42 0,45 Rendah

GR 10 0,31 0,33 0,31 0,34 Rendah

4.1.3.3. Ketersediaan P-tersedia

Perbedaan jenis bahan amelioran dengan dosis yang berbeda-beda memberikan kecenderungan meningkatkan ketersedian fosfor dibandingkan kontrol didalam tanah (Gambar 1). Untuk tanah gambut Kalimantan, perlakuan yang memberikan peningkatan P-tersedia paling besar adalah sludge B (25%), kompos komersial (50%) dan kompos komersial (25%), sedangkan untuk tanah


(49)

25

Gambar 2 Perlakuan amelioran yang memberikan pengaruh paling baik terhadap P-tersedia (ppm) pada tanah gambut Kalimantan dan Riau.

4.1.3.4. Ketersedian Kalium

Kalium di dalam tanah tanah merupakan unsur yang mudah tercuci, dengan penambahan bahan-bahan amelioran diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan kalium di dalam tanah. Pengaruh penambahan bahan-bahan amelioran pada hari ke-11 dapat dilihat pada gambar 3 (data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8).

0 100 200 300 400 500 600 700 800

1 2 3 4

P

(

p

p

m

)

Pengamatan

ke-GK 1

GK 3

GK 4

GK 5

GR 1

GR 4

GR 5


(50)

Gambar 3 Pengaruh pemberi gambut Kalimantan ( : Gambut

4.1.3.5. Perubahan Nilai

Secara umum penambahan tanah (Gambar 4 dan 5

dapat menjerap

kation-meningkat (data selengkapnya dapa 0 2 4 6 8 10 G .K 1 G .K 2 G .K 3 G .K 4 K ( m e /1 0 0 g r) 20 40 60 80 100 120 140 K T K ( m e /1 0 0 )

Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap ketersediaan gambut Kalimantan dan Riau pada hari ke-11 setelah

: Gambut Kalimantan ; : Gambut Riau).

Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)

umum penambahan bahan amelioran dapat meningkatkan dan 5). Diharapkan dengan meningkatnya KTK tanah,

-kation didalam tanah sehingga ketersedian unsur (data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 10).

G .K 4 G .K 5 G .K 6 G .K 7 G .K 8 G .K 9 G .K 1 0 G .R 1 G .R 2 G .R 3 G .R 4 G .R 5 G .R 6 G .R 7 G .R 8 G .R 9 G .R 1 0 Perlakuan 26

ketersediaan K tanah setelah aplikasi

meningkatkan KTK KTK tanah, tanah ian unsur hara

G .R 1 0 G.K 1 G.K 2 G.K 3 G.K 4 G.K 5 G.K 6 G.K 7 G.K 8


(51)

27

Gambar 5 Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap ketersediaan KTK (me/100g) tanah gambut Riau.

4.1.3.6. Ketersediaan Basa-Basa (Ca, Mg, Na)

Ketersedian basa-basa merupakan salah satu hal yang penting didalam kesuburan tanah, dengan meningkatnya basa-basa didalam tanah diharapkan dapat menyuburkan tanah. Secara umum penambahan bahan amelioran dapat meningkatkan ketersediaan basa-basa didalam tanah (Tabel 6).

Pada tanah gambut Kalimantan, perlakuan sludge B (50%), kompos komersial (50%) dan kompos sludge B (50%) memberikan pengaruh terbesar terhadap ketersediaan Na, kompos sludge A (50%), kompos sludge B (50%) dan kompos sludgeB (25%) memberikan pengaruh terbesar terhadap ketersediaan Ca, dan sludge B (25%), kompos komersial (50%), dan kompos sludge B (25%) memberikan pengaruh terbesar terhadap ketersediaan Mg.

0 20 40 60 80 100 120 140

Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

K

T

K

(

m

e

/1

0

0

)

G.R 1 G.R 2 G.R 3 G.R 4 G.R 5 G.R 6 G.R 7 G.R 8 G.R 9 G.R 10


(52)

28

Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap basa-basa (me/100g) pada tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari ke-1 dan ke-16

Perlakuan Na Ca Mg

………(me/100g)

G.K 1 0.31 0.31 0.45 0.56 1.28 2.75

G.K 2 3.8 5.65 1.52 4.66 1.37 1.85

G.K 3 3.8 2.38 3.85 1.16 4.95 8

G.K 4 4.89 4.89 3.44 4.58 9.83 5.65

G.K 5 1.62 2.38 15.28 3.01 2.88 4.18

G.K 6 1.83 1.83 17.26 29.7 3.73 3.63

G.K 7 0.75 0.96 5.85 14.77 2.7 1.96

G.K 8 5.87 4.56 29.8 33.4 5.35 5.2

G.K 9 3.9 4.12 26.5 25.7 5.5 6.16

G.K 10 0.53 0.09 0.75 0.57 1.6 1.1

G.R 1 0.2 0.75 2.52 2.2 3.2 3.28

G.R 2 2.92 5.87 3.57 4.8 2.43 3.95

G.R 3 1.62 2.67 3.66 3.41 2.93 4.05

G.R 4 3.8 4.67 7.14 9.73 7.66 8.33

G.R 5 4.02 2.49 1.99 5.83 5.1 5.83

G.R 6 1.29 2.67 20.4 33.3 2.4 4.46

G.R 7 1.18 1.51 11.92 17.03 2.95 4.53

G.R 8 3.8 7.29 22.8 39.6 3.7 6.5

G.R 9 3.8 6.09 23.7 37 5, .43 7

G.R 10 0.42 0.09 2.34 2.84 1.95 1.8

Sedangkan untuk tanah gambut Riau perlakuan yang memberikan pengaruh paling nyata terhadap ketersediaan Na adalah sludge B (50%), kompos

sludge B (50%) dan kompos sludge B (25%), untuk Ca adalah kompos sludge A (50%), kompos sludge B (50%) dan kompos sludge B (25%), dan untuk Mg adalah kompos komersial (50%), kompos sludge B (50%) dan kompos sludge B


(53)

Gambar 6 Pengaruh (me/100g setelah aplikasi.

Gambar 7 Pengaruh pembe (me/100g) setelah aplikasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 G .K 1 G .K 2 G .K 3 G .K 4 G .K 5 C a (m e /1 0 0 g r) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 G .K 1 G .K 2 G .K 3 G .K 4 G .K 5 M g ( m e /1 00 g r

Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap ketersediaan me/100g) tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari setelah aplikasi.

Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap ketersediaan tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari h aplikasi. G .K 5 G .K 6 G .K 7 G .K 8 G .K 9 G .K 1 0 G .R 1 G .R 2 G .R 3 G .R 4 G .R 5 G .R 6 G .R 7 G .R 8 G .R 9 G .R 1 0 Perlakuan G .K 5 G .K 6 G .K 7 G .K 8 G .K 9 G .K 1 0 G .R 1 G .R 2 G .R 3 G .R 4 G .R 5 G .R 6 G .R 7 G .R 8 G .R 9 G .R 1 0 Perlakuan Hari Hari 29

ketersediaan Ca pada hari ke-16

ketersediaan Mg pada hari ke-16

Hari ke-0 Hari ke-16

Hari ke-0 Hari ke-16


(54)

Gambar 8 Pengaruh pemberian (me/100g)

setelah aplikasi 4.1.3.7. Perubahan Nilai

Secara umum kecendrungan meningkatkan pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8 Pengaruh pemberian gambut Kalimantan dan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 G .K 1 G .K 2 G .K 3 G .K 4 G .K 5 N a ( m e /1 0 0 g r) Perlakuan G.K 1 G.K 2 G.K 3 G.K 4 G.K 5 G.K 6

Pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap ketersediaan tanah gambut Kalimantan dan Riau pada hari aplikasi.

Nilai Kejenuhan Basa (KB)

umum penambahan bahan-bahan amelioran ingkatkan KB tanah dibandingkan kontrol. Hal ini bisa dibawah ini.

Pengaruh pemberian bahan-bahan amelioran terhadap KB (%) pada Kalimantan dan Riau

G .K 5 G .K 6 G .K 7 G .K 8 G .K 9 G .K 1 0 G .R 1 G .R 2 G .R 3 G .R 4 G .R 5 G .R 6 G .R 7 G .R 8 G .R 9 G .R 1 0 Perlakuan

Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke

2.73 2.88 3.62

9.53 11.37 13.58

20.3 5.54 7.84

37.37 42.44 52.59

29.86 17.92 27.92

30.58 33.18 58.8

30

ketersediaan Na pada hari ke-16

amelioran memiliki Hal ini bisa dilihat

terhadap KB (%) pada tanah Hari ke-0 Hari ke-16 Hari ke-16 4.65 15.31 7.77 24.16 18.81 38.32


(55)

31

4.1.4. Perubahan Sifat Biologi Tanah Gambut Setelah Pemberian Bahan Amelioran.

Secara umum perlakuan bahan ameliorasi tanah gambut memiliki kecendrungan meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam tanah. Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukan bahwa total fungi dan mikrob didalam tanah baik gambut Kalimantan maupun Riau mengalami peningkatan jumlah populasi. Untuk total mikrob pengamatan pada hari ke-1 sampai hari ke-4 masih mengalami peningkatan populasi (Tabel 9), sedangkan untuk total fungi pengamatan pada hari ke-4 mengalami penurunan jumlah populasi (Tabel 10).

Tabel 9 Pengaruh bahan amelioran terhadap total fungi (103SPK/gram BKM) Lanjutan Tabel 8………

G.K 10 6.52 6.12 6.21 3.3

G.R 1 9.2 7.88 9.28 10.68

G.R 2 16.56 17.51 23.07 13.41

G.R 3 12.17 10.02 15.22 9.23

G.R 4 49.53 54.63 31.67 191.01

G.R 5 19.57 25.77 53.99 53.27

G.R 6 52.15 50.86 85.27 243.35

G.R 7 28.59 27.04 46.03 120.39

G.R 8 183.54 206.56 163.53 210.72

G.R 9 91.3 118.87 117.09 138.53

G.R 10 15.4 12.54 10.3 18.37

Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

………..x 103SPK/gram BKM

G.K 1 12.41 ef 11.59 bc 10.06 cde 20.63 a

G.K 2 44.87 b 69.65 a 48.86 a 18.41 b

G.K 3 38.65 a 38.36 b 35.46 b 13.86 bcd

G.K 4 7.24 fg 7.19 e 14.65 e 7.27 ef

G.K 5 11.37 de 12.56 de 15.85 cd 11.09 cde

G.K 6 5.52 g 9.43 de 7.84 de 3.68 fg

G.K 7 17.91 d 8.39 cd 18.42 b 6.32 de


(56)

32

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf α 5%

Tabel 10. Pengaruh bahan amelioran terhadap total mikrob (105SPK/gram BKM) Lanjutan Tabel 9………...

G.K 9 12.8 c 16.66 bc 15.33 b 6.03 de

G.K 10 12.02 e 9.61 cd 8.63 c 7.12 bc

G.R 1 1.41 d 3.97 efg 3.98 ef 4.54 b

G.R 2 79.06 a 66.09 b 85.13 a 37.33 a

G.R 3 23.05 b 54.24 a 68.34 a 28.81 a

G.R 4 14.1 c 15.47 c 11.94 b 7.46 b

G.R 5 4.63 d 9.84 d 11.66 bc 6.2 b

G.R 6 1.46 d 8.04 de 8.78 bcd 6.64 b

G.R 7 2.65 d 4.69 efg 6.97 de 9.19 b

G.R 8 0.92 d 1.37 fg 0.68 f 1.98 b

G.R 9 4.24 d 1.25 g 1.33 f 0.47 b

G.R 10 2.31 d 3.82 def 9.2 cde 3.68 b

Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

………..x 105SPK/gram BKM

G.K 1 30.78 bcd 3.56 cd 5.22 e 4.36 de

G.K 2 10.86 f 17.04 bcd 12.03 de 8.85 cd

G.K 3 35.08 bc 5.75 d 7.83 e 5.65 de

G.K 4 12.97 ef 16.92 bc 42.69 c 12.39 b

G.K 5 13.39 def 9.82 bcd 18.17 d 7.72 cd

G.K 6 29.32 b 18.5 b 9.91 de 8.07 bc

G.K 7 65.67 a 5.44 bcd 7.91 de 3.36 de

G.K 8 19.13 cde 26.63 a 28.37 b 30.21 a

G.K 9 10.91 def 33.79 a 39.51 a 33.88 a

G.K 10 15.21 def 2.2 d 3.9 e 1.52 e

G.R 1 1.51 e 1.19 d 10.99 de 4.1 f

G.R 2 59.21 bcde 29.97 bcd 39.47 bc 57.75 b


(1)

Jumlah Kuadrat Bebas Tengah Nilai P P Hitung Hari ke-0 Sumber 274197.1445 9 30466.3494 5.95 0.005

Error 51171.465 10 5117.1465

Total 325368.6095 19

Hari ke-6 Sumber 111101.298 9 12344.5887 11.71 0.0003

Error 10540.99 10 1054.099

Total 121642.288 19

Hari ke-11 Sumber 60023.15 9 6669.23889 13.59 0.0002

Error 4907.73 10 490.773

Total 64930.88 19

Hari ke-16 Sumber 179365.172 9 19929.4636 156 <.0001

Error 1277.5 10 127.75


(2)

Gambar Lampiran 1 Hutan alam rawa gambut di Kalimantan Tengah (kiri) dan hutan tanaman pada lahan gambut di Riau (kanan).

Gambar Lampiran 2 Tumpukan sludgehasil industri kertas (foto oleh Enny Widyati, 2009).


(3)

Gambar Lampiran 4 Total Fungi Tanah Pada Pengenceran 10-3dan 10-4.


(4)

Tabel Lampiran 7 Hasil analisis unsur fosfor selama 16 hari masa inkubasi

Nilai (me/100gr)

Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

GK Kontrol 65.7 65.02 621 590.3

Sludge B (50%) 55 82.04 100 133.9

Sludge B (25%) 153.5 56.76 433.9 698.4

Kompos (50%) 169.5 103.6 362.9 296.8

Kompos (25%) 161.5 61.81 141.9 448.4

Kompos Sludge A (50%) 155.3 129.52 96.8 150

Kompos Sludge A (25%) 113.6 102.17 119.4 119.4

Kompos Sludge B (50%) 58.8 64.5 129 143.5

Kompos Sludge B (25%) 61.2 117.13 337.1 32.72

latosol (50%) 69.1 51.08 232.3 137.1

GR Kontrol 54.1 63.98 146.8 116.1

Sludge B (50%) 76.3 85.66 75.8 66.1

Sludge B (25%) 67.5 16.36 350 93.5

Kompos (50%) 53.7 107.27 332.3 311.3

kompos (25%) 163.3 110.42 198.4 269.4

Kompos Sludge A (50%) 162.4 132.1 67.7 71

Kompos Sludge A (25%) 128.7 125.9 77.4 82.3

Kompos Sludge B (50%) 685 67.08 191.9 221

Kompos Sludge B (25%) 55 51.6 274.2 345.2

latosol (50%) 69.5 73.27 91.9 127.4

Tabel Lampiran 8 Hasil analisis unsur kalium selama 16 hari masa inkubasi

Nilai (me/100gr)

Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

GK Kontrol 0.71 0.9 0.935 0.935

Sludge B (50%) 0.53 1 1.318 1.638

Sludge B (25%) 3.72 0.8 0.935 0.935

Kompos (50%) 4.87 6 7.201 6.306

Kompos (25%) 0.71 4.2 4.515 3.748

Kompos Sludge A (50%) 0.77 0.8 0.935 0.999

Kompos Sludge A (25%) 0.44 0.8 1.19 0.935

Kompos Sludge B (50%) 3.5 4 3.62 3.748

Kompos Sludge B (25%) 3.08 3.8 3.748 4.26

latosol (50%) 0.66 0.4 0.295 0.423

GR Kontrol 0.31 0.6 0.807 0.999


(5)

Kompos Sludge A (50%) 0.38 1 1.063 0.935

Kompos Sludge A (25%) 0.52 0.8 1.063 1.254

Kompos Sludge B (50%) 2.82 3.4 3.62 4.771

Kompos Sludge B (25%) 2.63 3.4 4.002 4.771

latosol (50%) 0.51 0.4 0.423 0.231

Tabel Lampiran 9 Hasil analisis pH selama 16 hari masa inkubasi

Perlakuan

Nilai

Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

GK Kontrol 2.9 3.7 3.4 3.4

Sludge B (50%) 3 3.3 3.6 3.8

Sludge B (25%) 3.7 3.1 3.3 3.4

Kompos (50%) 3.1 4.3 4.5 4.5

Kompos (25%) 3.5 3.7 3.8 3.9

Kompos Sludge A (50%) 4 4.6 5 5.1

Kompos Sludge A (25%) 3.1 3.8 4.2 4.4

Kompos Sludge B (50%) 5.8 6 6.6 6.6

Kompos Sludge B (25%) 4.4 4.3 5.3 5.1

latosol (50%) 3.3 3.6 4.1 4.2

GR Kontrol 3 3.4 3.5 3.6

Sludge B (50%) 3.3 3.4 4.1 4

Sludge B (25%) 3 3 3.6 3.8

Kompos (50%) 4.2 4 4.8 4.8

kompos (25%) 3.1 3.8 3.9 4.1

Kompos Sludge A (50%) 4.8 5.7 5.9 6.1

Kompos Sludge A (25%) 4 4.2 4.6 4.9

Kompos Sludge B (50%) 5.7 5.9 6.7 6.6

Kompos Sludge B (25%) 5.3 5.7 6.1 5.9


(6)

Tabel Lampiran 10 Hasil analisis KTK selama 16 hari masa inkubasi

Perlakuan

Nilai (me/100gr)

Hari ke-1 Hari ke-6 Hari ke-11 Hari ke-16

GK Kontrol 109.02 115.56 92.8 81

Sludge B (50%) 78.68 94.85 98 96

Sludge B (25%) 81.77 96.3 103.6 81.4

Kompos (50%) 63.41 64.32 65.8 98.4

Kompos (25%) 69.77 93.03 64 78.6

Kompos Sludge A (50%) 78.49 83.22 63.8 95.8

Kompos Sludge A (25%) 107.02 108.29 96.6 118.8

Kompos Sludge B (50%) 22.17 22.89 28.2 32.2

Kompos Sludge B (25%) 59.05 55.96 57.4 76.4

latosol (50%) 58.43 50.15 59.2 66.2

GR Kontrol 68.86 83.22 83.6 67.8

Sludge B (50%) 56.4 80.67 57.2 115

Sludge B (25%) 70.86 97.03 77.6 117

Kompos (50%) 46.15 57.78 59.2 14.8

kompos (25%) 81.77 67.96 56.8 32.4

Kompos Sludge A (50%) 47.24 52.69 59 17

Kompos Sludge A (25%) 58.51 74.5 64.8 20.2

Kompos Sludge B (50%) 17.99 17.81 26.6 27.6

Kompos Sludge B (25%) 38.77 35.98 46.4 39.6