berorientasi pada nilai. Kebijakan kriminal tidak dapat dilepaskan sama sekali dari masalah nilai. Terlebih bagi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan garis
kebijakan pembangunan nasionalnya bertujuan membentuk manusia seutuhnya. Apabila pidana yang digunakan sebagai sarana untuk tujuan tersebut, maka
pendekatan humanistik harus pula diperhatikan. Hal ini penting tidak hanya karena kejahatan itu, pada hakikatnya merupakan masalah kemanusiaan, tetapi juga karena
pada hakikatnya pidana itu sendiri mengandung unsur penderitaan yang dapat menyerang kepentingan atau yang paling berharga bagi kehidupan manusia.
20
Dengan demikian diperlukan adanya keterpaduan dan kerjasama yang baik aparat penegak hukum untuk menggunakan sarana penal dalam rangka menanggulangi
kejahatan. Keterpaduan tersebut pada akhirnya akan menuju tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup dalam masyarakat.
2. Kerangka Konsep
Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian. Pentingnya defenisi operasional
adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini di defenisikan
beberapa konsep dasar supaya secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: kebijakan hukum pidana,
penegakan hukum, kepolisian, penyelidikan, penyidikan, tindak pidana, narkotika.
20
Ibid., hal.34.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan hukum pidana penal policy merupakan suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan
undang-undang, dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
21
Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha penegakan hukum khususnya penegakan hukum
pidana. Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum law enforcement
policy.
22
Di samping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang- undang hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha
perlindungan masyarakat social welfare. Oleh karena itu, sangat wajar apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan
atau politik sosial social policy. Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus
mencakup perlindungan masyarakat. Penegakan hukum law enforcement, merupakan suatu istilah yang
mempunyai keragaman pengertian. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu
21
Teguh Prasetyo, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 18.
22
Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan.
23
Penegakan hukum adalah keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegak hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketentraman, dan
kepastian hukum, sesuai dengan UUD 1945.
24
Istilah polisi pada mulanya berasal dari Yunani yaitu politeia yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Di abad sebelum masehi negara Junani terdiri dari
kota-kota yang dinamakan polis. Arti polisi demikian luasnya bahkan selain meliputi seluruh pemerintahan negara kota, termasuk juga di dalamnya urusan-urusan
keagamaan seperti penyembahan terhadap dewa-dewanya. Setelah munculnya agama Nasrani maka urusan keagamaan menjadi terpisah dari pemerintahan, sehingga arti
polisi menjadi seluruh pemerintahan negara dikurangi urusan agama.
25
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah polisi berarti:
26
a. Badan pemerintahan sekelompok pegawai negeri yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum; b.
Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan.
23
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: Sinar Baru, 1993, hal. 15., Lihat juga Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986,
hal. 111. Penegakan hukum sebagai perhatian dan penggarapanperbuatan melawan hukum yangsungguh-sungguh terjadi onrecht in actu maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin
terjadi onrecht in potentie.
24
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 8.
25
Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta: Grasindo, 1994, hal. 14.
26
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hal. 763.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu
keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana.
27
Penyelidikan merupakan tindakan tahap permulaan penyidikan, akan tetapi penyelidikan bukan tindakan yang
berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan.
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak
pidananya.
28
Istilah tindak pidana sering dipakai untuk menggantikan strafbaar feit. “Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu
kenyataan atau een gedelte van de werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan
sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak kita akan ketahui bahwa yang dapat di hukum itu
27
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 101.
28
Ibid, hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan perbuatan ataupun tindakan”.
29
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut, selanjutnya
menurut wujud atau sifatnya tindak pidana itu adalah perbuatan yang melawan hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau
menghambat dari terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi
tindak pidana, apabila perbuatan itu melawan hukum, merugikan masyarakat, dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan pidana.
30
Soerdjono Dirjosisworo
mengatakan bahwa pengertian narkotika:
31
Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan
ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan
lain-lain. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
29
P.A.F.Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 181.
30
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Jakarta: Pradnya Paramita, 1997, hal. 16.
31
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1990, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
G. Metode Penelitian