Penyajian Data Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah (Studi Pada Formulasi Kebijakan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara )

BAB IV Penyajian Data

Data yang akan penulis sajikan merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen dari lokasi penelitian. Adapun sumber wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah pihak-pihak yang berkepentingan dalam kebijakan pengupahan yaitu dari pemerintah, kalangan buruhpekerja yang diwakili oleh serikat buruhpekerja dan kalangan pengusaha yang diwakili oleh asosiasi pengusaha Indonesia. Data akan disajikan dalam bentuk deskriptif. Sebuah kebijakan tidaklah lahir begitu saja. Dibutuhkan sebuah proses agar tercipta sebuah kebijakan yang memberikan manfaat positif pada persoalan-persoalan public. Woll berpendapat bahwa formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap para analis kebijakan publik mulai menerapakan beberapa teknik untuk menjustifikasi bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Kebijakan pengupahan merupakan hal krusial yang harus ditangani oleh pemerintah.Dikarenakan persoalan upah merupakan masalah pokok dalam hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja.Bila hal ini tidak ditangani dengan baik maka potensi konflik antara pengusaha dan pekerja seperti yang diramalkan oleh Karl Marx dapat meletup. Dan bila hal itu terjadi maka semua pihak akan dirugikan terutama pemerintah yang bertanggungjawab untuk menjaga stabilitas baik sosial maupun ekonomi demi terjaminnya pelaksanaan pembangunan Negara sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dalam kebijakan pengupahan pemerintah memberlakukan kebijakan upah minimum.Yang mana upah minimum dimaksudkan adalah sebagai jaring pengaman sosial safety net dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja disequilibrium labour market.Ini adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap Universitas Sumatera Utara hubungan industrial antara buruh dan pengusaha.Dimana pemerintah memberikan posisi tawar yang lebih baik kepada buruh ketika berhadapan dengan pengusaha, yang selama ini posisi buruh selalu lemah ketika berhadapan dengan pengusaha. Melalui penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kesejahteraan buruh.Hanya saja untuk menentukan besaran nilai upah minimum tidak mungkin dilakukan secara sembarangan.Karena harus juga dipertimbangkan bagaimana kesanggupan perusahaan untuk membayar upah buruh tersebut.Agar kebijakan yang diambil lebih baik dan dapat menyelesaikan persoalan dalam hal pengupahan maka pemerintah membentuk Dewan Pengupahan di tingkat nasional dan daerah.Dewan ini merupakan lembaga non struktural yang bersifat tripatit. Kanggotaan lembaga ini sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 adalah pemerintah, serikat buruhpekerja, pengusaha APINDO. Lembaga inilah nantinya yang akan memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak Nyito Suprayogi dari dinas tenaga kerja dan transmigarasi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan juga bapak DR. Eko Wahyu Nugrahadi, Msi dari perguruan tinggi Dosen UNIMED yaitu : “Sesuai dengan amanat keputusan Presiden no 107 tahun 2004 bahwa ada dua tugas yang harus dilakuka Dewan Pengupahan Daerah yaitu : a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka : 1 Penetapan Upah Minimum Provinsi UMP. 2 Penetapan Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Upah Minimum Sektoral UMS. 3 Penerapan sistem pengupahan di tingkat Provinsi. b. Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. Tidak berbeda jauh yang disampaikan oleh perwakilan baik dari buruh maupun pengusaha.Hanya saja perwakilan kedua pihak tersebut hanya fokus kepada pemberian saran dan pertimbangan kepada gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di daerah. Universitas Sumatera Utara Sebelum memberikan saran kepada pemerintah untuk penetapan upah minimum terlebih dahulu dilakukan beberapa proses untuk menemukan rumusan kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak. Proses tersebut dimulai dengan mencari tahu bagaimana preferensi publik. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Nyito Suprayogi dari dinas tenaga kerja dan transmigarasi pemerintah Provinsi Sumatera Utara : “Sebelum melakukan rapat dewan pengupahan, terlebih dahulu dilakukan survey KHL ke seluruh kabupatenkota yang ada di provinsi sumatera utara. Survey tersebut dilakukan dengan parameter KHL yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri no 17 tahun 2005. Dimana di dalam aturan tersebut terdapat 46 komponen kebutuhan hidup layak” Demikian juga yang disampaikan oleh perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia yaitu bapak T. Hasby DPD APINDO Sumatera Utara : “Kita melakukan survey ke daerah-daerah untuk melakukan penghitungan berapa nilai nominal untuk memenuhi kebutuhan hidup layak tentunya berdasarkan parameter yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari serikat buruh yaitu bapak Ediman manik S. H. Korwil K-SBSI Sumatera Utara “Sebenarnya kalau untuk melakukan survey hal tersebut memang sudah menjadi aturan.Karena hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri no 17 Tahun 2005.Hal ini dilakukanuntuk melihat secara langsung berapa kebutuhan yang diperlukan untuk memperoleh kehidupan yang layak. Survey dilakukan ke pasar-pasar tradisional untuk menghitung harga-harga barang yang termasuk dalam komponen hidup layak sesuai dengan keputusan menteri tenaga kerja tersebut” Menurut pakar dari perguruan tinggi Bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si, : “Survey ini sebenarnya dilakukan untuk melihat bagaiman preferensi publik. Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja bahawa harus dilakukan survey keseluruh daerah tingkat 2 yang ada di Provinsi tersebut dengan parameter-parameter yang telah ditetapkan. Nantinya hasil survey inilah yang akan dikaji dengan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kondisi pengupahan misalnya produktivitas, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan juga kemampuan usaha paling tidak mampu untuk membayar upah” Universitas Sumatera Utara Setelah menemukan preferensi publik langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menemukan pilihan-pilihan kebijakan yang akan diambil. Menurut bapak Nyito Suprayogi : “Setelah dilakukan survey ke lapangan dengan memperhatikan tingkat inflasi, produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu, maka dilihatlah daerah mana yang memiliki nilai KHL terendah dan inilah yang akan menjadi acuan nilai KHL yang akan dipergunakan. Hanya saja hal yang penting untuk diingat bahwa tujuan diberlakukannya upah minimum adalah sebagai jaring pengaman agar nilai upah buruh tidak jatuh terlalu dalam karena ketidakseimbangan yang terjadi dalam dunia kerja ” Tidak jauh berbeda dengan yang diatas hal senada juga dikemukakan oleh bapak T. Hasby : “Hasil dari survey tersebut akan diperoleh nilai kebutuhan hidup layak di seluruh kabupatenkota yang ada di provinsi sumatera utara. Dari data-data tersebutlah akan dilihat mana daerah yang nilai KHL nya paling rendah dari daerah-daerah yang lain. Dan nilai tersebutlah yang dijadikan sebagai acuan penetapan Upah Minimum Provinsiyang akan diajukan kepada pemerintah” Hal yang sama dikemukakan oleh Bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si, : “Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu peraturan menteri tenaga kerja nomor 17 Tahun 2005 bahwa dalam menentukan upah minimum di tingkat provinsi maka dilihat daerah mana nilai KHL yang paling terendah untuk dijadikan acuan dalam penetapan upah minimum provinsi. Tetapi tidak lupa juga untuk melihat dan mempertimbangkan hal-hal lain yang dapat berpengaruh terhadap nilai tersebut seperti produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan juga usaha yang paling tidak mampu.Karena hal ini berkaitan langsung dengan kemampuan dari perusahaan untuk membayar upah pekerjanya.Karena kita juga tidak menginginkan pihak pengusaha menjadi sangat terbebani dalam melaksankan tugasnya membayar upah pekerjanya.Tetapi kita juga tidak berharap kesejahteraan dan kehidupan yang layak pekerja terlupakan. Karena hal tersebut merupakan hak mereka” Hal yang disampaikan oleh bapak Ediman Manik S. H : “ Kami melihat bahwa upah minimum merupakan sarana untuk peningkatan kesejahteraan bagi pekerja. Sehingga menurut kami penghitungan hasil survey yang dilakukan merupakan pemenuhan kebutuhan paling minimum bukan merupakan peningkatan kesejahteraan.Sehingga kami mengusulkan untuk penetapan Upah Minimum yang lebih besar dari hasil survey.Karena dengan demikianlah kesejahteraan buruh dapat ditingkatkan.Jangan hanya kebutuhan hidup minimum yang dihitung tetapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan buruh.” Melalui survey yang dilakukan akan diketahui bagaimana preferensi maka dengan sendirinya akan didapatkan pilihan-pilihan kebijakan. Dari pilihan-pilihan kebijakan tersebut Universitas Sumatera Utara dilakukanlah penilaian terhadap konsekuensi masing-masing pilihan kebijakan.Untuk melihat pilihan kebijakan mana yang paling tepat untuk diambil. Hal ini dikemukakan oleh bapak Nyito: “Dalam penentuan Upah Minimum masing-masing pihak memiliki pandangan yang berbeda- beda.Pihak dari serikat buruh menginginkan nilai nominal yang lebih tinggi dari pihak pengusaha dan pihak pengusaha menginginkan nilai nominal yang lebih rendah dari yang disampaikan oleh pihak buruh.Tentunya kita memaklumi hal tersebut.Pengusaha berpendapat bahwa nilai yang ditawarkan oleh pihak buruh memberatkan mereka dan menyampaikan pilihan yang menurut mereka dapat mereka penuhi. Sementara di pihak lain perwakilan buruh berpandangan bahwa nilai yang diajukan oleh pengusaha sangatlah rendah dan tidak mensejahterakan kaum buruh. Mereka yakin bahwa nilai yang mereka tawarkan sebenarnya sanggup untuk dipenuhi oleh pengusaha sekaligus dapat mensejahterakan buruhpekerja.Kedua pihak berpandangan bahwa tawaran merekalah yang paling baik.Maka disinilah pemerintah berusaha untuk menjadi penengah dalam perbedaan pandangan tersebut.Kita ingin agar diperoleh nilai kompromi antara buruh dan pengusaha. Maka untuk kita akan meminta kepada pakar dari perguruan tinggi untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak tentang produktivitas, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kemampuan perusahaan. Setelah diberikan penjelasan barulah kemudian dilakukan perundingan kembali antar buruh dan pengusaha untuk mencari kata sepakat. Bila tidak ada kata sepakat maka langkah yang dilakukan adalah voting untuk memutuskan pilihan mana yang akan diputuskan untuk menjadi nilai nominal Upah Minimum.Untuk tahun ini dalam pemutusan nilai nominal Upah Minimum tidak sampai dilakukan voting. Karena akhirnya kedua belah pihak dapat berkompromi dan mendapatka besaran nominal yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak” Menurut bapak T. Hasby : “Tawaran yang kita ajukan adalah sesuai dengan hasil survey dan kondisi di lapangan dengan kata lain jika besaran sesuai dengan hasil survey yang kami lakukan dipenuhi, maka kebutuhan hidup layak akan terpenuhi. Orientasi upah minimum kita kan pada kebutuhan hidup layak. Dan menurut kita, kita masih sanggup untuk memenuhi besaran nilai tersebut.Sehingga kami tetap mempertahankan usulan kami berdasarkan hasil survey yang dilakukan. Selain itu kami melihat bahwa tawaran yang disampaikan oleh pihak buruh terlalu tinggi dan memberatkan, sehingga kami merasa keberatan dengan tawaran yang mereka sampaikan” Sedangkan menurut bapak Ediman Manik “Kita melihat bahwa tawaran yang disampaikan oleh pihak pengusha terlalu rendah dan sangat memberatkan kehidupan para buruh.Hasil survey yang dilakukan menurut kami hanyalah untuk menghitung nilai kebutuhan hidupburuh yang paling minimal. Kalau ini yang akan disepakati menjadi upah minimum, maka kami bisa pastikan kesejahteraan buruh tidak akan dapat tercapai. Maka dengan sendirinya bahwa kebijakan upah minimum yang Universitas Sumatera Utara menurut kami merupakan sarana untuk pencapaian kesejahteraan buruh tidak tercapai. Untuk itulah kami mengusulkan agar nilai Upah Minimum yang akan ditetapkan lebih tinggi dari hasil survey dengan pertimbangan untuk peningkatan kesejahteraan buruh” Pandangan bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si, :: “Sangatlah wajar memang jika dalam memberikan usulan besaran nilai yang akan disepakati antara pengusaha dan buruh terjadi perbedaan pandangan dan pendapat. Karena masing-masing menggunakan logika yang berbeda dan merasa bahwa pandangan merekalah yang paling benar dibandingkan pandangan yang lain. Hal ini terjadi karena kedua pihak memiliki kepentingan masing-masing dan saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari disini bahwa kedua belah pihak walaupun memiliki kepentingan yang berbeda tetapi keduanya saling membutuhkan.Pengusaha membutuhkan buruh untuk menjalankan perusahaan demikian juga buruh membutuhkan pekerjaan dan gaji untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.Berdasarkan inilah hendaknya kedua belah pihak menyelesaikan perbedaan pandangan. Sehingga walau sejauh apapun perbedaan yang ada diantara kedua belah pihak tetap akan ditemukan sebuah kesepakatan bersama. Dan untuk membantu menemukan kesepakatan bersama kita coba untuk menjelaskan bagaimana kondisi perekonomian di Sumatera Utara dari sisi produktivitas, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan juga kemampuan perusahaan. Melalui penjelasan ini diharapkan masing-masing semakin terbuka pemikirannya dan pada akhirnya akan diperoleh sebuah nilai kompromi antara kedua belah pihak” Pilihan-pilihan kebijakan yang telah diberikan penilaian tersebut selanjutnya akan dilihat ratio sosial yang akan dikorbankan. Menurut bapak Nyito bahwa: “Masing-masing pilihan kebijakan yang akan diambil pastinya akan memberikan dampak.Untuk itulah kita mempertimbangkan pilihan mana yang paling kecil menimbulkan efek negatif. Pilihan kebijakan itulah yang akan kita ambil. Dalam hal ini kita melihat tawaran yang disampaikan oleh pihak buruh sangatlah memberatkan bagi kalangan pengusaha. Dan para pengusaha merasa keberatan akan pilihan tersebut. Kita berpandangan bahwa kondisi tersebut akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan yang ada di Sumatera Utara. Dan apabila hal tersebut terjadi maka buruh juga akan terkena dampaknya. Maka setelah mendengarkan masukan dan pandangan dari pakar yang berasal dari perguruan tinggi akhirnya kita dapat menyepakati bersama nilai nominal yang akan diajukan kepada Gubernur” Sedangkan menurut bapak T. Hasby : “Kami berpandangan bahwa jika nilai nominal yang disepakati terlalu tinggi maka perusahaan akan terganggu stabilitasnya. Hal ini tentu sangat merugikan bagi kami, tetapi bila hal ini terjadi saya rasa para buruh juga akan terkena dampak negatif. Kita sebenarnya juga berharap dapat mensejahterakan para pekerja, hanya saja kita juga harus melihat bagaimana kondisi riil perusahaan, bagaimana kesanggupan perusahaan untuk membayar upah pekerja. Karena hal ini akan memberikan dampak secara langsung kepada perusahaan.Oleh karena itu maka kami berharap agar nilai yang diputuskan tersebut tidak Universitas Sumatera Utara memberatkan perusahaan dan juga dapat membantu kebutuhan hidup para pekerja. Maka memang dibutuhkan kompromi dan saling tawar menawar pada kedua belah pihak untuk menemukan pilihan yang tepat.” Menurut pandangan bapak Ediman Manik : “Tiap-tiap manusia sudah pasti ingin meningkatkan kesejahteraan mereka.Sperti itu jugalah harapan kami para buruh.Bagaimana kesejahteraan buruh dapat ditingkatkan tentunya melalui uapah yang diterima oleh buruh.Kami berpandangan bahwa upah minimum yang ditetapkan selama ini belum dapat memberikan kesejahteraan kepada para buruh. Maka dengan penetapan upah minimum yang rendah sudah pastilah kesejahteraan buruh akan terabaikan. Nah, hal inilah yang sering memicu ketegangan antara buruh dan pihak perusahaan.Persoalan kesejahteraan buruh harus menjadi perhatian semua pihak agar hal- hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.” Penjelasan dari bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si, : “ Menurut saya pilihan besaran nominal haruslah ditentukan secara benar. Pada satu sisi kepentingan perusahaan adalah untuk meminimalkan pengeluaran, salah satunya adalah upah buruh dan di sisi lain buruh memperjuangkan kesejahteraan hidupnya dan menuntut kenaikan upah yang lebih layak. Nilai yang terlalu besar akan memberatkan pengusaha dan perusahaan serta dapat menggangu kinerja perusahaan. Sedangkan pada sisi yang lain nilai yang terlalu rendah akan mangakibatkan kesejahteraan buruh tidak terpenuhi. Kedua hal tersebut haruslah dapat diatasi melalui pilihan yang tepat. Untuk itulah kita perlu melihat bagaimana kondisi ekonomi di Sumatera Utara, sehingga melalui hal tersebut kita akan dapat memperoleh pilihan yang rasional dan tidak merugikan kedua belah pihak. Melalui informasi tersebut kita akan dapat memprediksikan kemampuan untuk membayar upah pekerjanya. Tentunya kalau melebihi kesanggupan maka akan membawa dampak yang kurang baik bagi perusahaan dan juga pada pekerja yang ada di perusahaan tersebut. Inilah yang harus kita hindari tanpa mengorbankan kepentingan para buruhpekerja” Setelah dilakukan penilaian maka akan dilakukan pemilihan kebijakan mana yang paling efisien. Dan untuk melakukan hal tersebut menurut bapak Nyito : “Mana pilihan yang paling efisien manurut kami adalah ketika terjadi kompromi antara kedua belah pihak soal berapa nilai nominal yang ditetapkan. Karena dengan demikian pastilah pilihan tersebut akan didukung oleh semua pihak. Beruntung pada akhirnya kedua belah pihak mampu untuk berkompromi dan menyepakati bersama besaran nilai nominal Upah Minimum yang akan diputuskan” Sementara bapak T. Hasbymengatakan : “ Pada awalnya memang agak sulit untuk menemukan kesepakatan bersama untuk penentuan besaran upah minimum yang akan diputuskan. Tetapi setelah melalui dialog dan juga mendengar masukan dari pakar yang berasal dari perguruan tinggi maka akhirnya Universitas Sumatera Utara diperoleh besaran nilai yang kita sepakati bersama. Dan saya kira pilihan tersebutlah yang paling efisien karena masing-masing pihak tidak keberatan akan pilihan tersebut sehingga nantinya dalam proses penerapannya semua dapat mendukungnya. Karena pilihan tersebut dihasilkan bersama” Dan bapak Ediman Manik berpandangan bahwa: “ Walau memang hasilnya belum sesuai dengan harapan kita, tetapi kami rasa merundingkan dan mengkompromikan besaran nilai nominal upah minimummerupakan hal yang tidak kalah penting. Karena hal ini berhubungan langsung dengan masa depan sekian banyak buruh di sumatera Utara. Maka kami kira berkompromi dengan pihak pengusaha merupakan jalan terbaik agar ditemukan kesepakatan bersama.” Pandangan Bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si, : : “ Saya melihat bahwa memang melakukan kompromi adalah jalan yang paling efektif untuk menentukan besaran nilai nominalupah minimum. Karena kesepakatan yang lahir dari kesepakatan bersama akan lebih dihargai oleh kedua belah pihak dibandingkan adanya pemaksaan dari satu pihak kepada pihak lain” Dalam proses penyusunan kebijakan tersebut tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi hanya persoalan perbedaan pandangan antara perwakilan buruh dan pengusaha seperti yang dikemukakan oleh bapak Nyito : “ Kalau kendala sih tidak terlalu banyak ditemukan. Hanya perbedaan pandangan antara buruh dan pengusaha soal besaran nilai nominal. Tetapi hal tersebut dapat diselesaikan setelah melakukan perundingan dan mendengarkan masukan dan penjelasan dari pakar yang berasal dari perguruan tinggi” Hal senada juga dikemukan dari kalangan buruh maupun pengusaha. Mereka melihat bahwa hanya perbendaan pandangan antara mereka saja yang menjadi kendala dalam proses tersebut dan hal tersebut jaga dapat diselesaikan dengan baik antara kedua belah pihak dan akhirnya ditemukan kesepakatan bersama untuk besaran nilai nominal KHL. Universitas Sumatera Utara

BAB V Analisa Data