Latar Belakang Masalah Pendahuluan

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi sesuatu yang alami dan naluriah bagi manusia untuk berusaha bertahan hidup. Fakta inilah yang mendorong manusia untuk senantiasa kreatif dan bekerja keras untuk melakukan proses produksi. Yaitu menghasilkan barang-barang yang dapat menunjang kehidupan manusia itu sendiri.Untuk hidup, manusia harus memproduksi alat-alat penyambung hidupnya makanan dan lain sebagainya. Untuk melakukannya mereka harus bekerja sama di dalam suatu pembagian kerja 1 Pada setiap tingkat perkembangan produksi adalah merupakan hasil dari perkembangan sejarah dan merupakan pencapaian generasi sebelumnya. Tentunya perubahan tingkatan produksi akan memberikan pengaruh pada struktur sosial dalam masyarakat itu sendiri. Perkembangan produksi mengharuskan keterlibatan bentuk-bentuk kerja sama, pembagian kerja, dan karenanya juga organisasi kemasyarakatan. Dimana masyarakat mengalami perubahan dalam serentetan tingkatan yang ditandai dengan berbagai bentuk kepemilikan modal.Pemilikan komunal masyarakat kuno didasarkan pada peranan budak . Hal inilah yang mendorong terjadinya perubahan dalam tingkatan proses produksi. Sejarah peradaban manusia tidak terlepas pada proses perubahan tingkat perkembangan produksi manusia itu sendiri. Pada awalnya kegiatan produksi manusia hanya dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan makanan langsung dari alam.Kemudian pola tersebut mengalami perubahan ke pola agraris yaitu menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Revolusi industri yang ditandai dengan penemuan mesin uap di Inggris oleh James Watt membawa manusia ke era baru. Era baru tersebut adalah zaman Industrilisasi, dimana proses produksi manusia ditandai dengan penggunaan mesin-mesin. 1 Anthony Brewer, A Guide to Marx’s Capital , diterjemahkan oleh Joebaar Ajoeb dengan judul Kajian kritis Das Kapital Karl Marx, jilid 3 Jakarta: TePLOK PRESS, 2000, h. 11. Universitas Sumatera Utara .Pemilikan feodal tanah atas pemerasan hamba.Dan pemilikan perorangan borjuis kapitalis atas eksploitasinya terhadap proletariat dari pekerja upahan yang tidak memiliki apa-apa 2 Berkaitan dengan hal tersebut, maka salah satu persoalan utama dalam hubungan kerja antara pekerja dan pemilik modalpengusaha adalah bagaimana pendistribusian hasil produksi dapat memuaskan kedua belah pihak. Sehingga terjadi kompromi antara kedua belah pihak dan tidak terjadi benturan.Salah satu aspek yang sangat menetukan baik dan buruknya hubungan pekerja dan pemilik modalpengusaha adalah upah.Hingga saat ini persoalan nominal upah yang layak masih banyak diperdebatkan. Hal ini terjadi antara lain karena pekerja dan pemilik modal memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat upah tersebut. Dalam pendekatan paradigma kapitalis, pekerjaburuh dipandang sebagai faktor ekonomi saja sehingga nilai buruh diserahkan pada mekanisme pasar . Perkembangan ini di pandang merupakan keniscayaan dalam sejarah perjalanan manusia.Tetapi ada konskuensi yang harus di tanggung disini yaitu timbulnya pertentangan antara kelas pekerja dan kelas pemodal. Dimana Marx meramalkan bahwa pertarungan ini akan dimenangkan oleh pekerja. Yang pada akhirnya akan tercipta sebuah masyarakat tanpa kelas yaitu masyarakat komunis. Ramalan Marx tersebut tidaklah dilahirkan begitu saja tanpa melihat realitas yang terjadi.Terlepas dari benar atau tidaknya ramalan tersebut, dari ramalan tersebut terlihat bahwa hubungan antara pekerja dan pemilik modalpengusaha memiliki sebuah titik kritis yang berpotensi untuk meledakkan konflik terbuka antara kedua kelas tersebut. 3 2 ibid., h. 11 3 KPS, Hak-Hak Buruh Edisi I, Medan:Kelompok Pelita Sejahtera, 2005 hal. 45 .Pandangan seperti ini memberikan mekanisme pasar sebagi faktor dominan dalam penentuan upah buruhpekerja dibandingkan faktor tenaga, skill atau waktu yang di korbankan buruh kepada pengusahapemilik modal.Padahal realita menunjukkan antara jumlah angkatan kerja dengan Universitas Sumatera Utara permintaan pengusaha di pasar tidaklah seimbang, artinya tingkat angkatan kerja selalu lebih tinggi dari permintaan pengusaha. Faktor inilah yang memberikan posisi kuat bagi pengusaha untuk menekan upah pekerjaburuh serendah-rendahnya dan mengabaikan kewajibannya pada buruhpekerja.Dan hal tesebut merupakan salah satu bagian dari kepentingan pengusaha.Kepentingan dari pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bekerja pada mereka.Kelas pekerja berkepentingan terhadap meningkatnya upah, meningkatnya kesejahteraan.Sedangkan kepentingan pengusaha adalah untuk meningkatkan keuntungan. Pengusaha akan selalu berusaha untuk mempertahankan keuntungannya, dan para pengusaha biasanya menyiasatinya dengan cara 4 1. Menekan serendah mungkin upah buruhpekerja ini adalah hal yang biasa dilakukan pengusaha. : 2. Meningkatkan setinggi mungkin kuantitas jumlah produksi, ini berarti pekerjaburuh dituntut untuk bekerja lebih keras. 3. Meningkatkan harga produk. Agar kepentingan masing-masing pihak tercapai, maka masing-masing pihak harus mengorbankan kepentingan pihak lain. Dan biasanya pihak buruhpekerja sering kali yang menjadi korban. Hal ini ditunjukkan selain jumlah upah yang masih di bawah standar, juga sama sekali tidak memenuhi prinsip utama pengupahan itu sendiri, yaitu pembagian atas keuntungan didasarkan pada nilai lebih barang yang di hasilkan pekerja 5 Hal inilah yang sering melahirkan konflik vertikal antara buruhpekerja dengan pemilik modalpengusaha.Sering terdengar dalam beberapa pemberitaan media masa, kelompok buruh melakukan aksi unjuk rasa bahkan mogok kerja di beberapa tempat. Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan upah masih menyimpan potensi konflik yang 4 Ibid, hal. 46 5 Saut Kristianus, “Kebijakan Perburuhan Di Masa Krisi”, dalam Indrasari Tjandraningsih, Jurnal Anlisis Sosial: Situasi Krisis Titik Balik Kekuatan Buruh Vol.4 No. 2, Bandung, Akatiga, 1999 hal. 14 Universitas Sumatera Utara tinggi yang akan senantiasa menunggu waktu untuk meledak. Dan apabila persoalan ini tidak dapat di tangani oleh pemerintah melalui institusi terkait dengan baik, maka stabilitas Negara dapat terganggu.Untuk itulah pemerintah sebagai institusi pengambil kebijakan harus turut serta dan berperan aktif untuk menyelesaikan persoalan ini.Karena, selain berkepentingan untuk menjaga stabilitas Negara, sesuai konstitusi pemerintah juga mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 27 UUD 1945 ayat 2 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” 6 Untuk mengatasi problema upah, pemerintah saat ini mengambil kebijakan dengan membuat batas minimal upah yang harus di bayarkan oleh perusahaan kepada . Demikian juga halnya dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia DUHAM diisyaratkan hidup layak sebagai salah satu cerminan masyarakat adil dan makmur adalah Hak Azasi Manusia.Pasal 25-nya mengenai pengertian hidup layak menyebutkan “layak untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan medis dan pelayanan sosial yang diperlukan.Manusia lebih membutuhkan sekedar kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian dan perumahan agar bisa menjalani kebutuhan hidup bermasyarakat”. Sebab dalam memberikan kehidupan yang layak pada rakyatnya faktor upah mempunyai peranan yang penting dalam pencapaian tujuan tersebut.Maka persoalan perburuhan yang dalam hal ini masalah upah buruh, pemerintah harus melakukan intervensi dalam bentuk pembuatan kebijakan. Karena tanpa adanya pihak ketiga yang menengahi konflik kepentingan buruhpekerja dan pengusahapemilik modal maka akan sulit terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. 6 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab X, pasal 27 Universitas Sumatera Utara pekerjaburuh.Penetapan upah minimum dimaksudkan sebagai jaring pengaman agar upah pekerjaburuh tidak terus turun semakin rendah sebagai akibat tidak seimbangnya pasar kerja 7 Ketentuan upah minimum dikeluarkan oleh menteri tenaga kerja RI berdasarkan hasil kerja Dewan Penelitian Pengupahan nasional maupun daerah DPPNDPPD.DPPN dibentuk pemerintah oleh pemerintah Orde baru pada pertengahan 1969 melalui Keputusan Presiden No. 581969 yang diikuti dengan pembentukan DPPD pada 1970.DPPN bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah tentang kebijakan dan prinsip- prinsip pengupahan.Secara struktural DPPN bertanggungjawab kepada menteri tenaga kerja. Komposisi keanggotaan DPPN terdiri dari 17 unsur yang 11 diantaranya mewakili berbagai instansi pemerintah Departemen Tenaga kerja, Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, Departemen Pertambangan, Departemen Pekerjaan umum, Departemen Dalam Negeri, Bank Sentral dan Bappenas, satu dari unsur perguruan tinggi Universitas Indonesia, satu unsur asosiasi pengusaha Indonesia APINDO, satu dari unsur serikat buruh SPSI ditambah dengan perwakilan perwakilan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat P4P yaitu Departemen tenaga Kerja DEPNAKER, asosiasi pengusaha APINDO, dan serikat .Penetapan batas minimal upah dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan Upah Minimum.Upah minimum pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal 1970-an. Sejak akhir 1980-an, seiring dengan berbagai perubahan dalam pasar tenaga kerja, peranan upah minimum berubah menjadi sangat penting.Dalam paruh pertama tahun 1990-an, pemerintah meningkatkan upah minimum riil lebih dari dua kali lipat.Dalam paruh kedua 1990-an, secara nominal upah minimum masih terus meningkat, tetapi dalam hitungan riil kenaikannya kecil.Bahkan pada tahun 1998 nilai riil upah minimum jatuh cukup besar karena tingginya inflasi pada tahun tersebut akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia. 7 KPS, op. cit., h. 42 Universitas Sumatera Utara buruh SPSI. Jadi keseluruhan wakil pemerintah yang terlibat dalam DPPN adalah 12 orang, asosiasi pengusaha 2 orang, serikat buruh 2 orang, dan unsur perguruan tinggi 1 orang. DPPD berkedudukan dibawah gubernur dan bertanggungjawab kepada Menteri Tenaga Kerja.DPPD bertugas memebrikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menaker tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pengupahan di daerah untuk jangka waktu pendek ataupun panjang dengan memperhatikan factor-faktor ekonomi, sosial, tenaga kerja, dan perkembangan ekonomi dalam arti luas.Funsi DPPD adalah untuk menyusun upah minimum untuk daerahnya.DPPD memberikan rumusan usulan upah minimum untuk tingkat propinsi dan kabupatenkota. Unsur-unsur DPPD terdiri dari wakil-wakil kantor wilayah dan dinas tenaga kerja, pemerintah daerah, badan pusat statistik BPS, dinas perindustrian, kantor pajak, wakil pengusaha APINDO dan wakil buruh SPSI. Komposisi keanggotaan di DPPND memperlihatkan dominasi pemerintah demikian kuat yang membuat serikat buruh tidak mempunyai kekuatan untuk bernegoisasi baik dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan. Selai itu posisi serikat buruh yang berada dibawah kendali pemerintah memperlihatkan keberadaan serikat buruh hanya sebagai formalitas untuk menunjukkan bahwa di Indonesia juga terdapat serikat buruh.Akibatnya, pada prakteknya di dewan pengupahan era orde baru kepentingan buruh kurang tersalurkan. Kenaikan upah minimum pada tahun 2001 sangat dipengaruhi oleh nuansa oronomi daerah dan kebebasan berserikat.Kedua hal tersebut mendorong beberapa perubahan dalam kebijakan pengupahan dan institusi perumus upah minimum. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 226 Tahun 2000, terjadi pelimpahan kewenangan ketetapan upah minimum provinsi dan kabupatenkota dari Menteri Tenaga kerja kepada Gubernur. Hal ini berarti Gubernur berkewenangan penuh dalam menetapkan UMPUMK di wilayahnya. Dan juga terjadi Universitas Sumatera Utara perubahan dalam penulisan dan penyebutan istilah yang berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, yaitu : Istilah “ Upah minimum regional tingkat I UMR Tk. I” diubah menjadi “ Upah minimum provinsi”, istilah “ upah minimum regional tingkat II UMR Tk. II” diubah menjadi upah “minimum kabupatenkota” 8 Pada tingkat nasional lembaga ini disebut Dewan Pengupahan Nasional Depenas, untuk propinsi bernama Dewan Pengupahan Provinsi Depeprov dan untuk kabupatenkota disebut Dewan Pengupahan KabupatenDewan Pengupahan Kota DepekabDepeko. Yang nantinya lembaga inilah yang akan memberikan saran dan pertimbangan pada pemerintah mengenai kebijakan upah. Dewan Pengupahan Nasional bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional . Dari sisi institusi perumusan upah minimumpun mengalami perubahan, yaitu dalam komposisi keanggotaan yang menggunakan model keterwakilan berimbang.Hal ini dimaksudkan agar dalam penetapan upah minimum kepentingan semua pihak dapat terakomodir dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan. Sebagai pengganti dari DPPN dan DPPD dibentuklah lembaga non-struktural yang bersifat tripartit.Dimana keanggotaan lembaga ini terdiri atas unsur pemerintah, Organisasi Pengusaha, Serikat pekerja Serikat buruh dan di tambah dari pakar dan perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan.Hal ini nampaknya memberikan peluang bagi serikat buruh untuk berpartisipasi baik dalam proses pembahasan maupun pengambilan keputusan 9 Penentuan upah minimum merupakan keputusan politik yang banyak dipengaruhi oleh kekuatan lobby daripada kekuatan institusi. Ketika serikat buruh masih dibawah tekanan .Dan untuk daerah, Dewan Pengupahan bertugas memberikan saran dan pertimbangan sesuai dengan ruang lingkup masing-masing. 8 Republik Indonesia, Keputusan Menteri No. 226, Tahun 2000. 9 Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004, BAB II, Pasal 4 Universitas Sumatera Utara pemerintah, dapat dimengerti jika keputusan upah minimum yang dihasilkan masih belum sesuai dengan kebutuhan hidup buruh. Namun, seiring dengan perubahan yang terjadi, muncul harapan yang memungkinkan buruh dapat memanfaatkan kesempatan yang ada secara optimal dalam upaya perbaikan kondisinya Penentuan Upah Minimum merupakan proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dimana pada prinsipnya setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berorientasi pada pencapaian kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dalam perumusan kebijakan publik dibutuhkan adanya proses yang akomodatif dengan kepentingan semua pihak dalam rangka pencarian alternatif rumusan kebijakan yang dapat diterima semua pihak untuk pencapaian kesejahteraan bersama. Maka dalam hal ini tentunya akan ada interaksi antara aktor-aktor kepentingan. Dimana masing-masing kepentingan akan saling berebut pengaruh agar kebijakan yang dikeluarkan nantinya berpihak pada kepentingan yang dibawanya. Dengan sedikit deskripsi diawal maka penulis merasa tertarik dan tertantang untuk mengangkat skripsi ini yang berjudul “ Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah”

I.2 Perumusan Masalah