Tabel 5.1.9 Distribusi Frekwensi “QB Responden Selama Hemodialisa di Ruang Hemodialisa BLUD DR. Pringadi Medan, n= 65”
QB N
180 1
1.5 200
3 4.6
220 6
9.2 230
21 32.3
240 9
13.8 250
25 38.5
5.2 Pembahasan
5.2.1 Tekanan Darah Sebelum Menjalani Hemodialisa
Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang perbedaan tekanan darah sebelum dan
sesudah hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Pirngadi Medan yang dilakukan terhadap 65 responden di dapat responden setelah hemodialisa yang
mengalami tekanan darah normal sebanyak 11 orang 16,9, tekanan darah pre- hipertensi sebanyak 13 orang 20,, tekanan darah hipertensi stage 1 sebanyak
23 orang 35,4, dan tekanan darah hipertensi stage 2 sebanyak 18 orang 27,7. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heri 2003, di
RS.Dr Kariadi Semarang dengan hasil bahwa 34 orang 100 responden mengalami Hipertensi Stage 2, selain itu Bright 2008 menyatakan bahwa pada
umumnya pasien yang akan dilakukan hemodialisa cenderung mengalami peningkatan tekanan darah,ia telah menduga adanya hubungan antara tekanan
darah yang meningkat sebelum dilakukan hemodialisa ini terjadi karena kenaikan berat badan,kenaikan berat badan mengakibatkan tekanan di pembuluh darah
meningkat karena adanya peningkatan volume cairan, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Guyton 2008, tentang perfusi ginjal didapat hasil
bahwa dalam kurva tekanan perfusi ginjal dan natriuresis, diperlihatkan bahwa kenaikan tekanan darah sebelum hemodialisa disebabkan oleh perfusi ginjal
diikuti oleh ekskresi garam.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada individu yang sedang menjalani hemodialisa, fungsi ekskresi dari ginjal akan digantikan oleh
mesin hemodialisis. Individu ini akan menyerap air dan garam dengan mekanisme yang sama dengan individu normal, namun mereka tidak dapat mengekskresikan
substansi ini sehingga perlu dibantu oleh mesin hemodialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis dua sampai tiga kali seminggu, mereka akan memperoleh
1-3 liter cairan ekstraseluler dalam setiap proses dialysis. Perubahan cairan ini akan menimbulkan strain berat pada sistem kardiovaskuler dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah sebelum hemodialisa. Manifestasi pertama adalah haus, yang dipengaruhi oleh perubahan osmolaritas plasma yang disebabkan oleh
jumlah asupan garam dan natrium yang meningkat selama menjalani dialisis. Hal ini akan menyebabkan penarikan cairan dari intrasel menuju ekstrasel kemudian
menstimulasi hipotalamus dan hipofisis yang menyebabkan rasa haus, sehingga akan meningkatkan komunikasi cairan yang akan mendilusi natrium plasma agar
dapat kembali normal. Pada pasien sebelum menjalani hemodialisa mereka tidak dapat mengekskresikan natrium, sehingga peningkatan natrium plasma
berlangsung lebih lama dan menstimulasi rasa haus menjadi lebih lama daripada individu normal.
Prosedur hemodialisis dapat menimbulkan perubahan hemodinamika yang mengakibatkan berbagai macam komplikasi diantaranya adalah hipertensi
intradialitik atau hemodialysis-induced hypertension Horl dan Horl, 2002. Hipertensi dialitik sering ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani
hemodialisa rutin, walaupun komplikasi hemodialisa ini sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu, namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas
mengenai HID. Berbagai penelitian mengemukakan definisi yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mendefinisikan HID adalah peningkatan mean arterial blood
pressure MABP 15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai Amerling et al., 1995; Mees, 1996.
5.2.2 Perbedaan Tekanan Darah Setelah Dilakukan Hemodialisa