kita harus memuliakan kelahiran, perkawinan atau bahkan kematian. Semua ritual itu di maksudkan untuk menunjukkan bahwa kehidupan
manusia bersifat mulia. Konsep mengenai kemuliaan ini jelas-jelas diwarnai oleh kultur Islam yang memandang manusia sebagai mahluk
yang mulia.
Kuntowijoyo menambahkan, pengaruh Islam juga sangat terasa
dalam upacara-upacara sosial dan kesenian tanpa menghilangkan unsur- unsur budaya Jawa. Misalkan Terbangan, Qasidah dan Gambus, jenis-
jenis musik ini belum pernah dikenal sebelum terjadinya penyebaran Islam di Indonesia. Kita bisa melihat seni tembang dalam jenis laras
madya yang meskipun menggunakan teks-teks Jawa tetapi berisi shalawatan, atau semacam puji-pujian kepada Nabi.
5. Tujuan pelaksanaan Ritual Kejawen
Dalam ajaran Kejawen juga terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan
eling lan wa spada
, karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan, yakni: hawa nafsu dan
pamrih. Manusia harus mampu meredam hawa nafsu yakni mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri
manusia, dan melepas pamrihnya. Menurut pandangan kaidah Jawa, nafsu-nafsu merupakan perasaan
kasar menggagalkan kontrol diri manusia, membelenggu, serta buta pada dunia lahir maupun batin. Nafsu akan memperlemah manusia karena
menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan batin tanpa ada
gunanya. Lebih lanjut, nafsu akan lebih berbahaya karena mampu menutup akal budi. Manusia demikian tidak dapat mengembangkan segi-
segi halusnya.
Manusia semakin
mengancam lingkungannya,
menimbulkan konflik, ketegangan dan merusak ketentraman yang mengganggu stabilitas kebangsaan.
Kesimpulanya adala bahwa Ajaran Kejawen berisi kaidah-kaidah budi pekerti yang luhur, maka untuk menciptakan seperti yang diajarkan
oleh orang Jawa, manusia diajari untuk mengendalikan nafsu yang berisi kesabaran, pengendalian diri, tidak sombong, bertanggungjawab,
dermawan, dsb. Untuk mengimbangi agar nafsu terkontrol yang perlu dilakukan oleh puasa, giat menolong, mengubur nafsu riak, takabur,
sombong, sok pamer, bahkan angkuh tidak mau menghormati orang lain. Setelah mempelajari nafsu dalam diri maka yang disoroti dari
ajaran Kejawen adalah pamrih, yang merupakan ancaman kedua bagi manusia. Bertindak karena pamrih berarti hanya mengutamakan
kepentingan diri pribadi secara egois. Hal ini juga dapat kita katakan sebagai bentuk mengabaikan kepentingan orang lain dan masyarakat,
mengacaukan ketentraman hubungan antar individu karena tindakan tidak menghiraukan keselarasan sosial lingkungannya, serta pamrih juga akan
membatasi diri atau mengisolasi diri dari sumber kekuatan batin. Secara nalar pamrih tidak bisa menimbulkan perasaan puas yang mendalam, yang
ada hanyalah selalu merasa kurang dan kurang dalam memenuhi kebuTuhannya sendiri.
Pamrih itu
seperti apa,
sehingga manusia
tidak bisa
menyempurnakan ketulusan ibadahnya kepada Allah SWT. Untuk itu dari hasil wawancara penting penulis definisikan bentuk-bentuk yang dibagi
dalam tiga bentuk nafsu. 1.
Nafsu selalu ingin menjadi orang pertama, yakni nafsu
golek menange dhewe
, selalu ingin menangnya sendiri tanpa peduli akibatnya. 2.
Nafsu selalu menganggap dirinya selalu benar, yakni nafsu
golek benere dhewe
. 3.
Nafsu selalu mementingkan kebuTuhannya sendiri, yakni nafsu
golek butuhe dhewe
, kelakuan buruk seperti itu disebut juga
aji mumpung
, misalnya mumpung berkuasa lantas melakukan korupsi, tanpa peduli
nasib orang lain. Di dalam pamrih sendiri menurut KH. Sururi wawancara pada
tanggal 27 Juli 2009 jam 15.00 WIB mengatakan,”Terdapat beberapa
definisi nafsu yang terkandung di dalamnya, yaitu: a.
Pamrih karena pekerjaannya Yakni nafsu seseorang ingin diberikan imbalan lebih karena
pekerjaannya, padahal pekerjaan itu belum tentu bagus atau memuaskan.
b. Pamrih atas kesombongan harta yang dimilikinya.
Yakni seseorang yang telah berzakat paling banyak dalam mengeluarkan hartanya, orang itu meminta agar namanya di
umumkan kepada orang banyak, agar terkenal dan terlihat dermawan dst”.
Setelah beberapa uraian di atas puncak dari kebudayaan Jawa tertuju kepada Allah SWT, manusia selalu ingin mencari tujuan hidupnya
untuk selalu menyempurnakan ibadah dan akhlaqnya. Agar selalu dapat ridho Allah SWT melalui upacara-upacara adat itulah manusia tidak
sengaja melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, misalkan kepada manusia; ritual dapat mendekatkan diri kepada lingkungan warga sehingga
tercipta kerukunan dan ketentraman, bukankah Allah SWT menyayangi manusia untuk berbuat baik asal tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah
Islam. Dapat penulis simpulkan, ritual Kejawen merupakan pembentukan
sikap dan mental. Mulai dari pengendalian nafsu maupun ungkapan syukur dan melakukan pemujaan tertinggi pada Tuhan Pencipta Alam.
Walaupun seringkali manusia Jawa berbeda-beda dalam tata cara mengungkapkannya yang jelas secara normatif tidak membentuk pola
pikir yang dapat menyesatkan manusia serta tidak menuju dalam bentuk kemusyrikan.
Sebenarnya filosofi Jawa memiliki paham yang sangat luhur. Salah satunya, sudah seperti penulis uraikan di atas yaitu menciptakan
kerukunan dan kedamaian. Di mata Tuhan, tiap insan dipandang sama, tidak dikenal agama dan tingkat sosialnya, semuanya sama dan kembali
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan itu melambangkan keaslian
masyarakat Jawa yang memiliki budaya dan budi pekerti luhur. Untuk mengerti tujuan hidup, seseorang wajib memahami asal kehidupan ini dan
bagaimana menyesuaikan diri agar hidup selaras dan harmonis dengan makhluk ciptaan Tuhan serta menganggap diri sebagai pelayan Tuhan.
Jadi, ”Perjalanan menuju Tuhan harus ditempuh dengan seperangkat laku. Laku merupakan jalan untuk menempuh kehidupan spiritualitas yang
tertinggi, yaitu penyatuan hamba dengan Tuhannya
manunggaling ka wula gusti.
Penyatuan hamba dengan Tuhan dan hakikat hidup manusia adalah sejalan dengan apa yang telah Tuhan Tetapkan dan ini merupakan
tujuan utama masyarakat Jawa”Suwardi Endraswara, 2003:135. Dalam Islam, sumber kehidupan spiritualitas yang tinggi adalah
Iman. Islam sebagai agama dakwah memiliki nilai asasi dalam kehidupan umat manusia, yaitu meletakan nilai-nilai KeTuhanan atau Iman. Kita
mengetahui Tuhan adalah asal dan tujuan, dan bahkan pencipta semua wujud yang lahir dan batin, dan manusia sebagai puncak ciptaan-Nya.
Oleh sebab itu manusia harus melakukan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam Filosofi Jawa memiliki paham yang sangat luhur. Salah satunya, menciptakan kerukunan dan kedamaian. Di mata Tuhan, tiap
insan dipandang sama, tidak dikenal agama dan tingkat sosialnya. Semuanya sama dan kembali pada Yang Esa. Keyakinan inilah yang
diajarkan kepada para penganut kejawen. Paham ini melambangkan keaslian masyarakat Jawa yang memiliki budaya dan budi pekerti luhur.
Tiap orang diartikan sebagai pelayan Tuhan, tidak ada lawan. Yang ada hanyalah sikap sama dan saling menghargai. Mereka yang mengikuti
paham kejawen diwajibkan memahani seluruh jati diri dan makna hidupnya. Dengan cara inilah seseorang akan mengerti ke mana akan pergi
dan dari mana asalnya. Untuk mengerti tujuan hidup, seseorang wajib memahami asal kehidupan ini. Kita berasal dari satu unsur, yakni Tuhan
Yang Maha Esa.
B. Pendidikan