Bentuk-bentuk Ritual Kejawen di Desa Jumo, Kec. Kedungjati,

B. Temuan Penelitian

1. Bentuk-bentuk Ritual Kejawen di Desa Jumo, Kec. Kedungjati,

Kab. Grobogan Setelah terjun kelapangan di desa Jumo, Kedungjati, Grobogan. Penulis menemukan bentuk-bentuk ritual kejawen beserta nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual Kejawen tersebut sebagai berikut: a. Upacara Tinkeban atau Mitoni Sebelum upacara tinkeban atau mitoni di adakan slametan 4 bulanan yaitu ketika janin dalam kandungan berumur 4 Bulan roh datang ke bayi isi sajian dalam slametan berupa telur bebek 4 buah, nasi kluban, buah-buahan, tumpeng. Dan di hidangkan untuk tamu undangan setelah selaesai tamu undanagan di berikan Berkat. Di desa Jumo Upacara tingkeban diadakan saat kandungan ibu hamil berumur tujuh bulan, di dalam tingkeban terdapat slametan yang dinamakan slametan mitoni. Hidangan untuk slametan ini terdiri dari nasi tumpeng dengan tujuh macam lauk- pauk, dawet, jajanan pasar dan rujak yang terdiri dari buah-buahan yang di beli dari pasar tradisional. Sejak diadakan upacara mitoni, seorang calon Ibu melaksanakan berbagai syarat seperti mencuci rambutnya seminggu sekali serta mandi dengan air kembang mawar. Di sarankan seorang calon ibu untuk makan berbagai makanan tertentu yang mengandung protein yang tinggi seperti makanan dari laut. Adapun Pantangan yang di tujukan kepada seorang suami untuk tidak membunuh hewan apapun kerena untuk menghindari cacat fisik terhadap si jabang bayi. Menurut Ibu Maspiyah pada wawancara tanggal 26 Juni 2009, Jam 16.35 WIB mengatakan, ” Pelajaran yang dapat dicerna adalah dapat memberikan sugesti rasa suka cita pada calon ibu yang lain karena sebentar lagi akan lahir bayi yang lucu”. Beliau juga menambahkan, dengan adanya tradisi itu juga dapat menjaga silaturahmi antar warga karena dapat berkumpul walaupun hanya sekedar pitonan. b. Upacara Kelahiran Masyarkat Jumo merayakan slametan brokohan pada hari kelahiran bayi dan di adakan pemberian nama si jabang bayi, Upacara ini dilaksanakan ketika bayi berumur tujuh hari, Dalam upacara ini rambut si bayi di potong sedikit kemudian di beri nama. Mereka juga mengundang warga untuk di adakan tahlilan dan mendo‟akan si jabang bayi agar menjadi anak yang soleh dan solehah. Sedangkan Dalam upacara Islam santri, upacara ini disebut korban aqiqah, dengan ditandai adanya penyembelihan hewan aqiqah yang berupa kambing 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor kambing untuk anak perempuan. memberikan nasi dan kluban untuk di hidangkan pada anak-anak kecil. Menurut Janatun pada wawancara tanggal 01 Agustus 2010 jam 11.00 WIB mengatakan “ Kelahiran bayi akan mengajarkan kita tentang rasa syukur atas karunia Tuhan atas di berikan kebahagian dengan hadirnya si Bayi serta akan timbul rasa bahagia. Sehingga timbul rasa perhatian dan menjaga si bayi dengan suka cita”. c. Upacara Sunatan Upacara ini dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Untuk masyarakat desa Jumo khitan biasanya dilakukan untuk anak laki-laki yang sudah tamat sekolah dasar atau berumur 12 sampai 13 tahun. Dalam pelaksanaan khitan itu masyarakat mempunyai ciri yang berbeda-beda. Pelaksanaan khitan sebagai bentuk perwujudan secara nyata mengenai pelaksanaan hukum Islam, sunatan atau khitanan ini merupakan pernyataan pengukuhan sebagai orang Islam. Karena itu sering kali sunatan disebut selam, sehingga mengkhitankan dikatakan nyelameken, yang mengandung makna mengIslamkan ngIslamake. Walaupun demikian hukum Islam menganjurkan agar sunatan di lakukan pada saat seorang anak berumur tujuh hari, asalkan tidak membahayakan anak itu. Para keluarga santri yang sebanyak mungkin berusaha mengikuti peraturan hukum agama, melakukan upacara itu pada hari-hari yang di tentukan dalam hukum Islam, yaitu misalnya pada hari keempat puluh setelah lahir. Dalam keluarga santri lain, upacara sunatan dapat juga dilakukan pada waktu seorang anak pria berumur empat sampai tujuh tahun. Adat yang ada di desa Jumo slametan untuk khitanan biasanya di adakan pesta yang cukup meriah sebagai tanda dan pemberitahuan bahwa anak tersebut telah memasuki dunia remaja, dalam acara tersebut turut serta mengundang beberapa sahabat, kerabat bahkan sesepuh desa untuk tahlil bersama dan mendo‟akan anak agar menjadi anak yang berbakti pada orang tua. Menurut Yuslan Pada wawancara tanggal 01 Agustus 2009 jam 13.25 WIB mengatakan ” Dengan adanya khitanan ini anak diajarkan penyesuain diri karena ditandainya supitan alat kelaimin dan itu menunjukan bahwa ia sudah balig tidak seperti anak kecil lagi, jadi sikap dan perkataan dia dengan secepatnya akan menirukan gaya orang dewasa”. d. Upacara Pernikahan Persepektif Masyarakat Jawa Upacara pernikahan anak wanita yang pertama merupakan kejadian yang sangat penting dalam suatu keluarga. Sudah berminggu-minggu sebelumnya keluarga mempelai wanita sibuk melakukan berbagai persiapkan untuk perayaan itu. Upacara ini bukan sekedar pesta, Tradisi seperti ini dianggap penting dan seolah-olah menjadi wajib oleh masyarakat Jawa dengan berbagai macam tujuan yang berbeda di seluruh Jawa Tengah. Semua kegiatan dilakukan oleh para kerabat, berbagai hidangan slametan , upacara siraman, upacara dan merias pengantin wanita paes . Beberapa selamatan yang dilaksanakan dalam upacara perkawinan di antaranya: selamatan hari sebelum pernikahan atau pada hari sebelum upacara pemberian seserahan pemberian mahar ditunjukkan untuk mendapatkan keberuntungan bagi kedua pengantin. Selamatan pada malam sebelum dilangsungkannya pernikahan malam widadaren dan pada malam sesudah pernikahan diadakan sesajian yang dinamakan selamatan penganten atau majemuk. Dalam tradisi Jawa setiap ada pernikahan pasti terdapat symbol-simbol yang mempunyai makna tertentu, Kita sering melihat keberadaan janur kuning dalam suatu pernikahan, biasanya di letakkan di gang masuk rumah yang sedang mengadakan hajatan pernikahan, menurut masyarakat Desa Jumo Janur kuning itu perlambang pemberitahuan bahwa ada yang sedang melakukan pernikahan atau woro-woro yang di sertai pesta. Mereka juga menyiapkan Tuwuhan sebagai tolak balak yang berisi pisang raja 1 jodoh 2 pohon dengan buah pisangnya ditutup karung. Tuwuhan di letakkan di Gapura yang sudah di siapkan, posisinya di dirikan tepat di depan rumah atau pintu masuk, modelnya: disetiap sisi di letakkan pisang, tebu, cengkir, ikatan padi, daun kluweh dan puring-puring yang tersusun dari daun yang ada di makam. Pisang raja merupakan simbol pengantin sebagai raja sehari dengan berpakaian ala Raja dan permaisuri. Adapun Tebu sebagai simbol agar dalam hubungan kedua mempelai dapat terjaga dan pernikahan menjadikan semangat untuk menjalani hidup. Sedangkan cengkir menurut warga desa Jumo adalah kejernihan berpikir agar dalam berumah tangga kedua mempelai saling setia sampai tua dan selalu menciptakan kebahagiaan. Ikatan padi di artikan sebagai simbol satu kesatuan kedua mempelai agar selalu menjaga dan melengkapi dalam suasana senang atau duka. Daun Kluweh dan puring-puring di artikan pernikahan sebagai ajang kehidupan baru serta luasnya perjalanan hidup berumah tangga agar kedua mempelai saling menjaga dan melengkapi kekuranagan yang ada dalam berkeluarga mengingat rintangan dan cobaan begitu besar. Biasanya saat pernikahan kedua mempelai di rias dan berpakain seperti raja yang duduk dalam singgasana, Dalam tata rias tersebut kedua mempelai dilakukan Kerik rambut yang bermakna menghilangkan kesukaran agar bersih dan kelihatan tampan dan cantik. Untuk mempelai putri di pasang Cunduk mentul di atas rambut yang jumlahnya harus ganjil terbuat dari perak keemasan, kemudian Brasutah letaknya melingakar diatas kepala terbuat dari kembang melati dan kanthil dan Pengasih di letakkan di bagian kiri melingkupi telinga panjangnya sampai ke dada. Melati dan kanthil mempunyai makna harum yang khas serta agar mempelai putri kelihatan lebih anggun dan cantik mempesona. Di desa Jumo Ritual Balangan suruh oleh pengantin mempunyai arti kesusu a rep weruh kedua mempelai di simbolkan tidak sabar ingin segera bertemu. Adapun Midak telur menginjak telur diartikan semua permasalahan mempelai sudah ambyar atau bubar seperti hancurnya telur sehingga dalam berkeluarga dapat langgeng. Mempelai putri juga melakukan siraman air kembang ke kaki mempelai pria biasa disebut Wijikan kakung yang mempunyai simbol bentuk pengabdian mempelai putri ke putra. Setelah itu pengantin putra melakukan ritual Ka car-kucur isinya beras kapurata beras, palawija dan uang receh di berikan ke mempelai putri sebagai hasil pangan dan kerja keras suami. Setelah ritual pernikahan usai dilakukan boyongan yaitu pengantin putri di bawa kerumah pengantin putra, dalam perjalanan ke rumah pihak keluarga membuang ayam di jembatan yang di lewati oleh kedua mempelai yang maknanya buang sial, agar mereka selalu dalam keadaan bahagia. Agar upacara berjalan mulus dan maksudnya dapat tercapai, Orang Jawa memberi sesaji kepada kekuatan tidak tampak yang ada di sekitar mereka, beberapa tempat yang di anggap penting, yaitu: 1 Sesaji yang di letakkan di perempatan jalan Desa. Hal ini di maknai sebagai wujud pengabdian dan penghormatan kedua orang tua dan mertua yang masih hidup. Ketika sudah meninggal bentuk penghormatanya adalah tahlilan, do‟a. 2 Sesaji yang diletakkan di dekat sumber air seperti sumur atau sungai. Dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada pembantu saat acara itu berlangsung yaitu tukang masak, pembuat minum untuk tamu dll. 3 Sesaji yang di letakkan di bawah pohon besar. Maknanya adalah bentuk penghormatan kepada sang pemimpin desa yaitu lurah, moden dan kadus. Mereka dianggap sangat penting karena telah mendo‟akan dan merestui acara yang diadakan oleh tuan rumah. Mereka juga di punjung artinya di berikan makanan yang berisi ingkung dan lain-lain. 4 Sesaji yang di letakkan jembatan. Arti dari jembatan dalam masyarakat Jawa bermakana sebagai penghubung. Makna sesaji ynag di letakkan adalah bentuk terima kasih kepada seseorang yang telah menjodohkan kedua mempelai. Bisa di katakan makjomblang. Menurut Ragil Pamungkas 2006:70, “Keberadaan sesaji tidak bisa di tinggalkan. Keberadaan sesaji adalah dukungan dalam menguasai kemampuan atau kekuatan gaib”. e. Upacara Kematian Upacara ini dilakukan pada saat mempersiapkan penguburan orang mati yang ditandai dengan memandikan. Mengkafani, mensholati dan pada akhirnya menguburkan. Setelah sepekan, diadakan selamatan mitung dina tujuh hari, matang puluh dina empat puluh hari, nyatus seratus hari mendak sepisan satu tahun, mendak pinda dua tahun dan yang terakhir nyewu atau nguwis-uwisi. Selain berkaitan dengan lingkaran hidup, terdapat pula upacara yang berkenaan dengan keramatan bulan- bulan hijriah seperti: upacara ba‟da besar, dina wekasan, Mauludan, Rejeban, Megengan, Riyayan, Sawalan dan sedekah haji. f. Nyadran Upacara ini dilaksanakan pada bulan ruah Jawa atau sya‟ban Hijriyah yang dilaksanakan sesudah tanggal 15 sampai dengan menjelang puasa Ramadhan. Kebiasaan atau tradisi ritual yang dilakukan warga desa Jumo antara lain : 1 Mandi suci, adalah mensucikan diri lahir dan bathin dalam rangka mempersiapkan ibadah puasa. 2 Mengadakan selametan wilujengan dengan menu sajian : kolak, apem, ketan dan ambeng. 3 Berziarah. Menurut H. Sambudi pada wawancara tanggal 05 Agustus 2009 jam 16.00 W IB mengatakan ”Berziarah kemakam leluhur atau orang-orang yang dianggap bijak atau berjasa bahkan keluarga yang sudah meninggal serta nyekar tabur bunga biasanya kembang melati, mawar warna-warni, kantil dan telasih ”. g. Ritual Selamatan berkaitan dengan Bersih Desa. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan warga pada bulan Sapar dan Rajab yang selalu dikaitkan dengan bersih kuburan atau rikat kuburan, selanjutnya kegiatan ritualnya dalah acara tumpengan dan do‟a bersama. Kegiatan sakral lain seperti ruwatan masih banyak dipegang dan dilestarikan. Jadi, menurut K. Sofyanduri pada wawancara tanggal 28 Agusutus 2009 jam 20.00 WIB mengatakan ”Dalam kegiatan itu juga diadakan bersih kampung dengan bertujuan agar desa lebih indah dan enak dipandang. Sebelum ritual di laksanakan mereka terlebih dahulu menyiapkan nasi ambengan dengan terdiri dari nasi, ikan asin, kluban terbuat dari daun singkong dan papaya dan ingkung ayam kampung yang telah di panggang lalu dimakan bersama setelah selesai berdo‟a dan bersih-bersih”. h. Ritual Selamatan berkaitan dengan Tanah Pertanian Masyrakat Jawa sering juga melakukan Ritual ini saat panen tiba tepatnya saat menuai padi disawah dengan perlengkapan tradisional. Sebelum pergi kesawah terlebih dulu disiapkanlah sesaji yang berupa ingkung ayam kampung yang telah di bakar dengan bumbu dan buah-buahan. Setelah siap maka acara yang pertama adalah do‟a bersama di tengah sawah dengan dipimpin oleh seorang laki- laki, setelah do‟a selesai acara yang kedua adalah makan-makan yang telah disiapkan oleh masing- masing buruh, setelah itu acara yang terakhir adalah memanen hasil pertanian. Orang Jawa sering menyebut upacara seperti itu adalah slametan hasil pertanian yang artinya ungkapan rasa syukur atas panen yang melimpah yang di berikan oleh Allah SWT. Dan para warga juga tidak akan lupa diri dengan hasil panen sehingga memunculkan rasa selalu ingat Gusti Allah Sang Pencipta Alam. i. Ritual Selamatan pendirian Rumah Menurut Bapak Wursriyanto wawancara pada tanggal 16 Agustus 2009 jam 12.00 WIB berpe ndapat bahwa, “Pada umumnya dalam pendirian Rumah warga Desa Jumo selalu bergotong royong tanpa mengenal imbal jasa, sebelum acara pendirian rumah mereka ngepung jenang abang , setelah rangka luar bangunan rumah berdiri diletakkan ikatan padi , pisang 1 tundung yang sudah masam dan 2 buah kelapa ”. Ikatan padi tersebut mempunyai arti agar bangunan rumah kokoh seperti ikatan padi yang kuat sehingga tidak mudah roboh. Buah pisang memiliki arti agar yang menghuni rumah nanti di beri rejeki yang melimpah di manapun saat mereka bekerja mengingat buah pisang dapat tumbuh dimanapun berada. Sedangkan buah kelapa memiliki arti agar rumah terhindar dari musibah seperti kerasnya buah kelapa yang sulit di belah sulit di belah hanya dengan tangan kosong. j. Ritual Selamatan Pembelian MobilKendaraan Bermotor Ritual ini dilakukan warga ketika seseorang telah membeli Mobil atau kendaraan bermotor, terlebih dahulu mereka membeli bunga mawar, kendi tempat air minum berukuran kecil dan jajanan pasar berupa makanan dan buah-buahan. Jadi, menurut Suhardi wawancara pada tanggal 16 Agustus 2009 jam 13.15 WIB mengatakan, “Setelah semua syarat terkumpul bunga mawar tersebut di masukan dalam kendi yang berisi air lalu mengundang warga 4 atau 5 orang untuk ikut mendo‟akan setelah air yang ada dalam kendi yang berisi bunga mawar tersebut di siramkan keseluruh kendaraan ”. Ritual ini bertujuan agar sang pengendara terhindar dari musibah atau kecelakaan, sedangkan makanan dan buah-buahan tadi disajikan kepada warga yang di undang dan dimaka n bersama setelah pembacaan do‟a.

2. Faktor pendukung dan penghambat adanya Ritual Kejawen