Keanggotaan PNS Sebagai Anggota Korpri

20 Manajemen Kepegawaian Negara negara tetapi juga harus dilihat dan diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan pembinaan, hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dengan kepentingan PNS sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat perbedaan antara kepentingan dinas dengan kepentingan PNS sebagai perorangan, maka kepentingan dinaslah yang harus didahulukan. Dengan demikian maka kesetiaan dan ketaatan PNS sepenuhnya berada di bawah pimpinan pemerintah, agar terjamin kesatuan pimpinan dan garis pimpinan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu keanggotaan PNS dalam Partai Politik tidak boleh mengurangi kesetiaan dan ketaatan penuh PNS yang bersangkutan kepada Pancasila, UUD tahun 1945, Negara, dan Pemerintahan, serta tidak boleh mengganggu kelancaran pelaksanaan tugasnya. Untuk memperkokoh kesatuan KORPRI, maka pada Musyawarah Nasional Pertama KORPRI yang diselenggarakan pada tahun 1978 telah melahirkan doktrin KORPRI yang disebut “BHINNEKA KARYA ABDI NEGARA” yang artinya walaupun anggota-anggota KORPRI melaksanakan berbagai bidang dengan jenis karya yang beraneka ragam tetapi tetap dalam rangka pelaksanaan pengabdian kepada bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Faktor penentu pembinaan PNS yang akan menjadi anggota Parpol dan Golkar adalah sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 pasal 1 dan 2 21 beserta penjelasannya, di mana PNS yang menjabat sebagai pejabat struktural eselon V ke atas di berbagai bidang, guru, kepegawaian, dan sebagainya harus minta ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikannya. Dengan adanya PP ini, maka kontrol pemerintah untuk mengarahkan PNS agar dapat bekerja dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan pribadi atau kepentingan Partai Politik dapat dicapai. Dalam perjalanan pembinaan Pegawai Negeri Sipil melalui wadah Korps Pegawai Negeri Sipil pada masa-masa lalu tidak menguntungkan, karena tujuan yang semula sebagai wadah mempersatukan Pegawai Negeri Sipil dimanfaatkan oleh Golongan tertentu dan digunakan sebagai alat atau kendaraan politik untuk meraih kemenangan dalam Pemilihan Umum. Dengan demikian tujuan dibentuknya wadah KORPRI dalam rangka menyatukan para anggota PNS agar tidak terjadi konflik di antara PNS tidak tercapai. Memperhatikan kenyataan selama Orde Baru tersebut, di mana KORPRI digunakan sebagai kendaraan politik, maka dalam Munas KORPRI terakhir yang dilaksanakan bulan Februari 1999 telah terjadi perubahan orientasi Korps Pegawai Republik Indonesia. Hal ini tampak dalam perubahan Anggaran Dasar yang telah ditetapkan melalui Keputusan Musyawarah Nasional ke-5 KORPRI Nomor Kep-03Munas1999 tentang Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI yang ditegaskan kembali dalam Keputusan Presiden 22 Manajemen Kepegawaian Negara Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia sebagai pengganti Keppres sebelumnya sebagaimana terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1994 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia. Perubahan mendasar dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI adalah dalam hal fungsi dan tujuan KORPRI. Fungsi KORPRI Dalam pasal 6 dinyatakan, bahwa fungsi KORPRI adalah sebagai berikut: 1. Pelopor dalam meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme anggota; 2. Melindungi dan mengayomi para anggota; 3. Penyalur kepentingan para anggotanya; 4. Pendorong dalam meningkatkan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya; 5. Pelopor dalam menyukseskan program pembangunan nasional; 6. Mitra kerja yang aktif sebagai organisasi pekerja dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan instansi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan KORPRI Berdasarkan fungsi di atas, yang menjadi tujuan dibentuknya KORPRI adalah: 23 Mewujudkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia serta menjamin perlindungan hak-hak Pegawai Republik Indonesia guna mencapai ketenangan dan kelangsungan kerja usaha untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan Pegawai Republik Indonesia beserta keluarganya; Menghimpun dan menyatukan Pegawai Republik Indonesia untuk mewujudkan rasa setia kawan dan tali persaudaraan antara sesama pegawai Republik Indonesia. Usaha-Usaha KORPRI Dalam rangka mencapai tujuan di atas KORPRI melakukan usaha-usaha sebagai berikut: Meningkatkan peran serta anggota KORPRI dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945; Memperjuangkan terciptanya dan terlaksananya peraturan perundangan untuk mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan hak-hak Pegawai Republik Indonesia pada umumnya dan anggota KORPRI pada khususnya; Mengadakan upaya-upaya untuk mempertinggi mutu pengetahuan, keterampilan bidang pekerjaan dan atau profesi serta kemampuan organisasi; Bekerjasama dengan badan pemerintah dan swasta serta organisasi-organisasi lain didalam dan di luar negeri untuk melaksanakan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; Memperjuangkan anggota untuk memperoleh kesempatan 24 Manajemen Kepegawaian Negara yang sama dalam mengembangkan karir sesuai dengan kemampuan masing-masing; Membina korps dalam mewujudkan kesatuan pola pikir, ucapan, dan tindakan, serta pengembangan mental dan rohani yang baik. Keanggotaan KORPRI adalah mencakup seluruh Pegawai Republik Indonesia sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

G. Susunan Anggota Korpri

Susunan organisasi KORPRI secara vertikal adalah sebagai berikut: Tingkat nasional meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Dewan Pengurus Pusat untuk kemudian disingkat DPP KORPRI; Tingkat provinsi dipimpin oleh Dewan Pengurus Daerah untuk kemudian disingkat DPD KORPRI; Tingkat Kabupaten dipimpin oleh Dewan Pengurus Cabang atau DPC KORPRI; Tingkat Kecamatan dipimpin oleh Dewan Pengurus Anak Cabang atau DPAC KORPRI; Tingkat desakelurahan dipimpin oleh pengurus ranting.

H. Panca Prasetya Korpri

Landasan etika KORPRI pada Munas pertama tahun 1978 ditetapkan dengan sebutan Sapta Prasetya yang merupa kan janji luhur anggota KORPRI dalam menjalankan kewajibannya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Dalam Munas KORPRI yang dilaksanakan pada tahun 1989, Sapta Prasetya 25 KORPRI telah mengalami perubahan kembali tentang bunyi landasan dan etika. Terakhir landasan etika KORPRI telah disempurnakan sesuai dengan tuntutan keadaan dalam Munas KORPRI pada tahun 1999. Perubahan itu terjadi pada landasan etika yang berbunyi sebagai berikut Kami anggota KORPS Pegawai Republik Indonesia, adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjanji: 1. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia, yang berdasarkan Panca sila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara; 3. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan; 4. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan KORPS Pegawai Republik Indonesia; 5. Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.

I. Keanggotaan PNS Dalam Partai Politik

Dalam era reformasi keanggotaan PNS dalam Partai Politik telah diatur secara tegas dalam PP Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik jo PP Nomor 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999. Beberapa inti pokok materi dalam PP tersebut adalah: Sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat 26 Manajemen Kepegawaian Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka PNS harus bersikap netral dan menghindari penggunaan fasilitas Negara untuk Golongan tertentu. Selain itu juga dituntut tidak diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota atau pengurus Parpol pada saat PP ini ditetapkan dianggap telah melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya hapus secara otomatis; Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan keangotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS; Pegawai Negeri Sipil yang ingin menjadi anggota atau pengurus Partai Politik harus mengajukan permohonan kepada atasan langsungnya peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan BKN; Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permohonan sebagai anggotapengurus Parpol diberikan uang tunggu selama satu tahun. Dalam satu tahun apabila tetap ingin menjadi anggota atau pengurus Parpol, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dan mendapat hak pensiun bagi yang telah mencapai Batas Usia Pensiun BUP. 27 BAB III SISTEM REKRUITMEN PNS Formasi Pegawai Negeri Sipil 1. Analisa Kebutuhan Pegawai Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000, pengertian Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi dalam jangka waktu tertentu. Formasi tersebut terbagi dalam dua hal, yaitu Formasi PNS Pusat dan Formasi PNS Daerah. Formasi PNS Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara berdasarkan usulan dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. Sedangkan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah. Selanjutnya dalam Keputusan Kepala BKN Nomor 09 Tahun 2001 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Forma si Pegawai Negeri Sipil ditegaskan bahwa dalam rangka perencanaan kepegawaian secara nasional dan pengendalian jumlah pegawai, maka Gubernur, BupatiWalikota, sebelum