radang. Respons radang merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur.
Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi
organisme. Komponen kimia ini antara lain ialah lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut. Unsur
kedua merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel
asing. Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Sel- sel lain yang termasuk respons radang nonspesifik ialah basophil, sel
mast, eosinophil, trombosit dan sel NK natural killer. Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan infeksi jamur
Cholis,2001. Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan
jamur setelah jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan sel yang berperan penting pada pertahanan
tubuh spesifik. Sel-sel ini mempunyai mekanisme termasuk pengenalan dan mengingat organism asing, sehingga terjadi
amplifikasi dari kerja dan kemampuannya untuk merspons secara cepat terhadap adanya presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan
limfosit T berperan dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat penting pada infeksi jamur. Kedua mekanisme ini
dicetuskan oleh adanya kontak antara limfosit dengan antigen Cholis,2001.
2.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai
dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian
Universitas Sumatera Utara
tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tanda- tanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah
hiperpigmentasi saja Verma dan Heffernan,2008. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat
erosi dan krusta akibat garukan Fransisca,2000. Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau
dengan binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi.
Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya M.Goedadi dan H.Suwito,2001.
Gambar 2.1 Gambar Penyakit Tinea Korporis pada Badan http:dermis.net
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Gambar Penyakit Tinea Korporis pada Lengan
http:dermis.net
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan
mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan
menggunakan PCR Hay dan Moore,2004. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat
langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil,
dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa benang-benang yang bersepta atau bercabang,
selain itu tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3µ Hay dan Moore,2004.
Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar 25- 30
⁰C,kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk
koloni, bentuk hifa dan bentuk spora Hay dan Moore,2004. Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan
sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat
dilihat dengan memberi warna fluoresensi. Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum
dan T.schoenleinii. Hay dan Moore2004.
2.8 Diagnosa Banding