hukum yang tegas terhadap kejahatan korporasi memicu suatu ketentuan tegas untuk menjamin adanya kepastian hukum bila suatu korporasi melakukan tindak
pidana.
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis dalam karya ilmiah ini akan menguraikan permasalahan yang di rumuskan menjadi :
1. Bagaimana konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak
pidana persaingan usaha tidak sehat menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat? 2.
Apa hambatan yuridis dari bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana persaingan usaha tidak sehat ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak
pidana persaingan usaha tidak sehat menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. 2.
Mengetahui hambatan yuridis dari bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi yang melakukan persaingan usaha tidak sehat.
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: 1.
Secara Teoritis Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
penjelasan bagi Mahasiswa maupun bagi masyarakat pada umumnya mengenai tujuan pertanggungjawaban pidana korporasi, khususnya dalam
persaingan usaha tidak sehat yang terjadi di Indonesia. 2.
Secara Praktis Pembahasan mengenai tinjauan yuridis atas pertanggungjawaban pidana
korporasi dalam tindak pidana persaingan usaha tidak sehat dapat menjadi masukkan bagi pemerintah dalam merancang KUHP maupun undang-
undang untuk mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana sehingga masalah-masalah yang ada dapat diatasi secara optimal dan efektif sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
D. Keaslian Penulisan
Korporasi atau badan hukum rechtpersoon adalah subjek yang hanya dikenal di dalam hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu
sebenarnya adalah ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang diberi status sebagai subjek hukum, di samping subjek hukum yang
berwujud manusia alamiah natuurlijk persoon. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi, maka
peran dari korporasi makin sering kita rasakan bahkan banyak mempengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia. Masalah yang dapat ditimbulkan oleh korporasi
salah satu diantaranya ialah, Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu, persaingan antar
Universitas Sumatera Utara
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujurmelawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
15
Berkembangnya dunia usaha di Indonesia memicu berbagai masalah- masalah baru yang berkenaan dengan praktek kegiatan usaha di lapangan,
sehingga pemerintah harus dapat membuat suatu cara dalam rangka pencegahan dan penanggulangan permasalahan yang akan atau sedang timbul. Undang-
Undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu regulasi yang mengatur tata cara persaingan usaha di Indonesia. Selain undang-
undang juga dikenal hukum persaingan usaha competition law. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha.
16
1. Pengertian Tindak Pidana
Proses pembuatan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan korporasi dan persaingan usaha, kemudian di rangkai
menjadi satu karya ilmiah. Judul skripsi ini juga telah diperiksa di arsip Departemen Hukum Pidana, dan dinyatakan bahwa skripsi dengan judul:
“Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Persaingan Usaha Tidak Sehat” tidak ada yang sama dengan skripsi-skripsi sebelumnya. Dengan demikian
skripsi ini adalah asli.
E. Tinjauan Pustaka
15
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
16
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana, Jakarta,
2008, hal 1
Universitas Sumatera Utara
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu ”strafbaarfeit”. Para ahli hukum mengemukakan istilah
yang berbeda-beda dalam upayanya memberikan arti dari strafbaarfeit, ada yang menggunakan istilah peristiwa pidana, delik, dan perbuatan pidana.
Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit didalam KUHP maupun diluar KUHP, oleh karena itu para ahli
hukum berusaha memberi arti dari istilah ini. Beberapa pengertian tindak pidana tersebut yaitu:
17
a. Moeljatno : perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
b. W.P.J Pompe : suatu strafbaarfeit itu sebenarnya tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut rumusan undang-undang telah dinyatakan
sebagai tindakan yang dapat dihukum. c.
H.B Vos : strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang.
d. Simons : strafbaarfeit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
17
Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010, hlm 80
Universitas Sumatera Utara
Alasan dari simons merumuskan apa sebabnya strafbaarfeit itu harus dirumuskan seperti diatas adalah karena :
18
a. Untuk adanya suatu strafbaarfeit diisyaratkan bahwa harus terdapat suatu
tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum; b.
Agar suatu tindakan itu dapat dihukum maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang-
undang ; dan c.
Setiap straafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu
tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmaatige handeling;
Terwujudnya suatu tindak pidana sudah cukup dibuktikan terhadap unsur yang ada pada tindak pidana untuk kemudian barulah terjadi suatu
pertanggungjawaban terhadap tindak pidana yang diperbuat dengan memenuhi syarat-syarat dalam penjatuhan pidana.
2. Pengertian korporasi
Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para praktisi hukum pidana untuk menyebut subjek yang dalam bidang hukum perdata sebagai
badan hukum atau yang didalam bahasa Belanda disebut rechtpersoon dan dalam bahasa Inggris disebut legal person.
18
Ibid, hlm 84
Universitas Sumatera Utara
Munculnya istilah korporasi terjadi mengingat kemajuan perekonomian dan perdagangan, maka subjek hukum pidana tidak dapat dibatasi dengan manusia
alamiah natuurlijk persoon saja namun juga mencakup korporasi sebagai badan hukum yang dapat melakukan tindak pidana corporate criminal serta dapat
diminta pertanggungjawabanya dalam hukum pidana corporate criminal responsibility.
19
A.Z Abidin menyatakan bahwa korporasi dipandang sebagai realitas sekumpulan manusia yang diberikan hak sebagai unit hukum, yang diberikan
pribadi hukum, untuk tujuan tertentu. Korporasi sebagai suatu badan hukum dianggap bisa
menjalankan tindakan hukum dengan segala harta kekayaan yang timbul dari perbuatan tersebut.
Menurut terminologi Hukum Pidana, bahwa ‘korporasi adalah badan atau usaha yang mempunyai identitas sendiri, kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan
anggota.”
20
Berdasarkan uraian diatas ternyata korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum, yang diciptakannya itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya
dan kedalamnya hukum memasukkan unsur animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Badan hukum oleh karena itu merupakan ciptaan hukum
maka kecuali penciptaannya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.
21
19
Ibid, hlm 25
20
A.Z Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta, Pradnya Paramita, 1983, hlm 54
21
Muladi dan Dwija Priyatno, op cit, hlm 24
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri dari sebuah badan hukum adalah :
22
a. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang
menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut. artinya kekayaan korporasi terpisah dari kekayaan yang dimiliki oleh direktur, manajer,
komisaris dari suatu korporasi. b.
Memiliki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan hukum tersebut.
c. Memiliki tujuan tertentu. tujuan korporasi tidak hanya sebatas tujuan
finansial. d.
Berkesinambungan memiliki kontinuitas dalam arti keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajibannya tetap
ada meskipun orang yang menjalankannya berganti. artinya orang-orang yang semula memiliki jabatan tertentu di korporasi bisa beralih kepada
orang lain. Di Indonesia korporasi dapat dibedakan menjadi 2 dua dilihat dari
jenisnya, yaitu: badan hukum publik dan badan hukum privat. Badan hukum publik misalnya Negara Republik Indonesia, Pemerintah KabupatenKota,
sedangkan badan hukum privat misalnya, Perseroan Terbatas, Yayasan dan lain sebagainya.
Kriteria untuk menentukan sesuatu badan hukum dikatakan sebagai badan hukum publik atau termasuk badan hukum privat, terdapat 2 dua macam yaitu:
22
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, op cit, hlm 14
Universitas Sumatera Utara
a. Dilihat dari pengelolaannya, badan hukum publik didirikan oleh
PemerintahNegara, sedangkan badan hukum privat didirikan orang- perseorangan.
23
b. Dilihat dari kepentingannya, pada prinsipnya didirikan badan hukum
tersebut apakah bertujuan untuk kepentingan umum atau tidak; artinya, jika lapangan pekerjaannya bertujuan kepentingan umum, maka badan
hukum tersebut merupakan badan hukum publik, akan tetapi bila tujuannya untuk kepentingan perseorangan maka badan hukum itu
merupakan badan hukum privat.
24
3. Pengertian Kejahatan Korporasi
Korporasi kini telah menjadi pendukung penting di dalam dunia bisnis dan perdagangan, serta bisnis secara global, korporasi tidak lagi sekedar organisasi
bisnis yang berdomisili lokal namun juga melampaui batas-batas negara dan mengikutsertakan pihak ketiga dalam perekonomiannya. Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi mengiring kemajuan ekonomi yang semakin bersifat kompetitif menjadikan korporasi tidak lagi menghadirkan berbagai organisasi
yang berdampak positif namun juga menghadirkan berbagai bentuk kejahatan yang pada akhirnya merupakan pelanggaran hukum pidana. Pelanggaran hukum
bisnis tersebut yang dikenal dengan kejahatan korporasi corporate crime.
25
Kejahatan korporasi corporate crime sudah dikenal di dalam dunia ilmu kriminologi, sebagai bagian dari kejahatan kerah putih white collar crime. White
collar crime sendiri diperkenalkan oleh pakar hukum kriminologi E.H Sutherland,
23
Ibid
24
Ibid
25
Ibid, hlm 22
Universitas Sumatera Utara
yang dirumuskan sebagai: “a crime committed by a person of respectability and high social status in the course of his occupation.”
26
Menurut Marshall B. Clinard dan Peter C.Yeager, memberikan pengertian tentang kejahatan korporasi sebagai berikut; “A corporate crime is any act
committed by corporations that is punished under administrative, civil or criminal law.” Kejahatan korporasi adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi
yang bisa diberi hukuman oleh negara, apakah dibawah Hukum Administratif, Hukum Perdata, Hukum Pidana.
kejahatan yang dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam
pekerjaannya.
27
Di samping itu, sebagai dampak era globalisasi, kejahatan korporasi yang menonjol adalah price fixing memainkan harga barang secara tidak sah, false
advertising penipuan iklan, seperti dibidang farmasi obat-obatan, dan kejahatan lingkungan hidup environmental crime, serta kejahatan perbankan:
cyber crime, money laundering, ilegal logging. Soedjono Dirdjosisworo menyatakan bahwa:
“Kejahatan sekarang menunjukan bahwa kemajuan ekonomi juga menimbulkan kejahatan bentuk baru yang tidak kurang bahaya dan besarnya
korban yang diakibatkannya. Indonesia dewasa ini sudah dilanda kriminalitas kontemporer yang cukup mengancam lingkungan hidup,
sumber energi, dan pola-pola kejahatan dibidang ekonomi seperti kejahatan bank, kejahatan komputer, penipiuan terhadap konsumen berupa barang-
barang produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan dijajakan lewat advertensi secara besar-besaran, dan berbagai pola kejahatan korporasi yang
beroperasi lewat penetrasi dan penyamaran.”
28
26
Ibid, hlm 23
27
Ibid, hlm 22
28
Muladi dan Dwija Priyatno, op cit, hlm 5
Universitas Sumatera Utara
4. Pengertian Pertanggungjawaban Korporasi
Berbicara mengenai pertanggungjawaban tidak terlepas dari dasar pengertian tindak pidana, yaitu mengenai adanya suatu perbuatan yang
mengandung unsur pidana serta adanya subjek hukum yang dapat diminta pertanggungajawabannya. Dasar dapat dipidananya seseorang adalah asas
legalitas “nullum delictum nulla poena sine previa lege poenale” yaitu tiada suatu perbuatan dapat dihukum kecuali undang-undang tersebut mengaturnya.
Selain asas legalitas juga terdapat asas kesalahan yang menentukan dasar pertanggungjawaban pidana sebagai akibat kesalahan yang diperbuatnya, yaitu
Green Straf Zonder Schuld atau nulla poena sine culpa, yang berarti tiada pidana tanpa kesalahan.
29
Subjek hukum yang dapat diminta pertanggungjawabannya kini tidaklah terbatas pada subjek alamiah saja, korporasi sebagai badan hukum juga telah
menjadi subjek hukum tindak pidana. Kedudukan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan hukum pidana, terdiri dari beberapa sistem. Mengenai kedudukan sebagai pembuat dan sifat pertanggungjawaban pidana korporasi, terdapat model
pertanggungjawaban korporasi, sebagai berikut:
30
Menurut sistem pertanggungjawaban ini, terhadap pengurus korporasi diberikan kewajiban-kewajiban yang sebenarnya adalah kewajiban korporasi.
a.Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab
29
Ibid, hlm 98
30
Ibid, hlm 83
Universitas Sumatera Utara
Pengurus korporasi yang tidak memenuhi kewajiban tersebut dapat dinyatakan bertanggungjawab diancam dengan pidana. Sistem ini terdapat alasan yang
menghapuskan pidana. Sedangkan dasar pemikirannya, adalah korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu perbuatan pelanggaran
melainkan selalu penguruslah yang melakukan delik itu.
31
Sistem ini dinilai, tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan KUHP yang menganut bahwa subjek tindak pidana adalah orang natuurlijk persoon dengan
dilatar belakangi pengaruh asas “societas delinguere non potest” yaitu: badan hukum tidak mungkin melakukan tindak pidana.
32
Suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh pegawaipengurus dari
korporasi yang memiliki kewenangan untuk bertindak mewakili kepentingan dari korporasi itu sendiri.
b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab
Sistem ini ditandai dengan adanya pengakuan yang timbul bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha korporasi,
akan tetapi tanggung jawabnya menjadi beban pengurus badan hukum tersebut. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi pada prinsipnya dilakukan
seseorang tertentu sebagai pengurus dan badan hukum tersebut.
33
Menurut sistem ini korporasi dipandang sebagai pelaku dan yang bertanggungjawab. Hal ini disebabkan bahwa dalam delik-delik tertentu,
c. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab
31
Ibid, hlm 84
32
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, op cit, hlm 52
33
Muladi dan Dwija Priyatno, op cit, hlm 53
Universitas Sumatera Utara
ditetapkannya pengurus saja yang dapat dipidana tidaklah cukup sementara dalam beberapa delik ekonomi hukuman yang dijatuhkan kepada pengurus tidaklah
setimpal dengan keuntungan yang diraih oleh korporasi. Penjatuhan pidana kepada pengurus tidak menjamin bahwa korporasi tidak
melakukan perbuatan yang melawan hukum. Karenanya selain pidana yang dapat dijatuhkan kepada pengurus juga diperlukan pidana yang dapat dijatuhkan kepada
korporasi atau kedua-duanya.
5. Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat
Manusia pada dasarnya menjalankan kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer,
sekunder, atau pun tersier. Saat ini banyak orang menjalankan kegiatan usaha baik yang sejenis maupun tidak yang mendorong timbulnya atmosfir kompetitif dalam
lingkungan persaingan usaha. Dunia usaha menyebabkan persaingan usaha merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan merupakan conditio sine quanon atau
persyaratan mutlak bagi terselenggaranya suatu ekonomi pasar.
34
Persaingan usaha yang sehat fair competition akan memberikan akibat positif bagi para pelaku usaha, sebab dapat menimbulkan motivasi atau
rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas, inovasi dan kualitas produk yang dihasilkannya.
35
34
Hermansyah, opcit, hal 9
35
Ibid
Selain menguntungkan bagi para pelaku usaha, tentu saja konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat itu,
yaitu adanya penurunan harga, banyak pilihan,dan peningkatan kualitas produk. Sebaliknya apabila terjadi persaingan usaha yang tidak sehat unfair competition
Universitas Sumatera Utara
antara para pelaku usaha tentu berakibat negatif tidak saja bagi pelaku usaha dan konsumen tetapi juga memberikan pengaruh negatif bagi perekonomian
nasional.
36
Goodin mengingatkan nilai-nilai yang harus dijaga dalam menghadapi perilaku pasar bebas “The market has a ‘corrosive effect’ on values, debasing
what was formerly precious and apart from mundane world, by allowing everything to be exchanged for everything else. In the end we are left with nothing
but a ‘vending machine society’ where everything is available for a price.” Iklim persaingan usaha yang sehat harus diciptakan sebagai sarana
demokrasi dibidang ekonomi harus diupayakan terus menerus dan diikuti oleh kebijakan persaingan usaha serta upaya pencegahan dan penindakan terhadap para
pelaku usaha yang melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
37
Berdasarkan uraian diatas maka menurut pasal 1 e yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah, “persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang Berdasarkan pendapat diatas, untuk mencegah dan menindak pelaku usaha
yang melakukan tindak pidana persaingan usaha tidak sehat diperlukan hukum yang secara khusus mengaturnya dengan tegas. Tanpa adanya aturan hukum
persaingan usaha yang sehat tidak mungkin terwujud. Untuk mendukung persaingan usaha yang sehat tersebut maka diundangkanlah undang-undang
nomor 5 tahun 1999 tentang antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
36
Ibid., hlm 10
37
Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Malang, Bayumedia Publishing, 2007, hlm 34
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”
38
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian terhadap sistematika
hukum yang dilakukan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis yang tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap
pengertian-pengertian pokok hukum.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
39
a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua peraturan yang mengikat dan
diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yaitu berupa KUHP dan perundang-undangan
Selain itu juga untuk memahami peraturan-peraturan hukum, dalam hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban
korporasi dalam tindak pidana persaingan usaha tidak sehat.
2. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder tersebut diperoleh dari :
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi
atau bahan kajian kejahatan yang berkaitan dengan dan pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana persaingan usaha tidak
sehat seperti, majalah-majalah, artikel-artikel, karya tulis ilmiah tindak
38
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
39
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 1997, hlm 93
Universitas Sumatera Utara
pidana terkait dan beberapa situs dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep
dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan badan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode library research yaitu pengumpulan atau penelitian kepustakaan yang tentunya
mempunyai relevansi dengan masalah yang akan dibahas. Data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini dikumpulkan melalui peraturan perundang-
undangan, berbagai buku, kamus, ensiklopedi, tulisan, karya ilmiah sepanjang menunjang teori dalam penulisan, majalah, serta contoh kasus yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, yaitu pertanggungjawaban korporasi terhadap tindak pidana persaingan usaha tidak sehat.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan diurutkan dan kemudian diorganisir dalam suatu pola kategori dan uraian dasar. Analisa data
yang digunakan pada skripsi ini adalah kualitatif, yaitu mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin serta memilah-milahkannya ke dalam suatu
konsep, kategori atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan- permasalahan dalam skripsi ini.
40
40
Burhan Bungin, Analisis data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Model Aplikasi, Jakarta, Grafindo Persada, 2003, hlm 68-69
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahan secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu
sama lain. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam 4 empat bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub
bab yang dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah penguraian masalah agar dapat lebih dimengerti, sehingga akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan yang benar. Adapun susunan ini skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Yang terdiri dari beberapa sub bab, yakni : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Peneltian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MENURUT UNDANG-UNDANG
NO.5 TAHUN 1999
Menguraikan tentang hal-hal mengenai : Tujuan Pemidanaan Korporasi Dalam Tindak Pidana Persaingan Usaha Tidak Sehat
dan Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
BAB III HAMBATAN YURIDIS DARI BENTUK
PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Menguraikan tentang hal-hal mengenai hambatan yuridis pertanggungjawaban pidana korporasi dan kelemahan sanksi
terhadap korporasi dalam undang-undang no. 5 tahun 1999
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang didalamnya dirumuskan kesimpulan yang diambil dari pembahasan pembahasan dalam
skripsi ini dan diakhiri dengan beberapa sumbang saran untuk kemajuan pembangunan nasional. Sebagai pelengkap skripsi ini,
pada bagian terakhir disertakan daftar kepustakaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK
PIDANA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 5 TAHUN 1999
A. Tinjauan Umum Terhadap Korporasi