Tahap Pertama Tahap Kedua

Menurut pendapat diatas bagaimana caranya untuk memastikan korporasi menuruti undang-undang? Dapatkah penempatan pertanggungjawaban itu diberikan kepada korporasi itu sendiri atau juga dijatuhkan kepada direktur dan manager dari korporasi tersebut? Perubahan dan perkembangan kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana, mengalami perkembangan secara bertahap. Pada umumnya secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama

Tahap ini ditandai dengan usaha-usaha agar agar sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan natuurlijk persoon. Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana tersebut dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut. 59 Tahap ini merupakan dasar bagi Pasal 59 KUHP yang isinya: “Dalam hal- hal dimana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus, atau komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus, atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana.” 60 59 Muladi dan Dwija Priyatno, op cit, hlm 52 60 KUHP Melihat ketentuan tersebut diatas, maka para penyusun kitab undang- undang hukum pidana dipengaruhi oleh asas societas delinquere non potest, yaitu badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana. Universitas Sumatera Utara Pengurus pada tahap ini tidak memenuhi kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi dapat dinyatakan bertanggungjawab. Kesulitan yang timbul dalam Pasal 59 KUHP ini adalah apabila hal pemilik atau pengusahanya adalah korporasi, sedangkan tidak ada pengaturan bahwa pengurusnya bertanggungjawab, maka bagaimana memutuskan tentang pembuat dan pertanggungjawabannya? 61

2. Tahap Kedua

Kesulitan ini dapat diatasi dengan perkembangan kedudukan dalam tahap kedua. Tahap kedua ini ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah Perang Dunia I dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak pidana, dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha korporasi. Tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan hukum tersebut. Tanggung jawab pada tahap ini perlahan-lahan beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau dengan larangan melakukan apabila melalaikan memimpin secara sesungguhnya. Tahap ini menyebabkan korporasi dapat menjadi pembuat delik, akan tetapi yang dipertanggungjawabkan adalah para anggota pengurus, asal dinyatakan dengan tegas dalam peraturan itu. Walaupun pertanggungjawaban pidana secara langsung dari korporasi masih belum muncul. 62 Penentuan kapan pengurus dapat dapat diminta pertanggungjawabannya terdapat dalam Rancangan KUHP Tahun 2000 Pasal 47 yang menyatakan: 61 Muladi dan Dwija Priyatno, op cit, hlm 53-54 62 Ibid Universitas Sumatera Utara “pertanggungjawaban pidana pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi.” 63

3. Tahap Ketiga