Kondisi Rumah Tangga Nelayan Miskin di Pangkajene Kepulauan (Pangkep)
B. Kondisi Rumah Tangga Nelayan Miskin di Pangkajene Kepulauan (Pangkep)
Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) adalah daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak sebelah utara Kota Makassar. Daerah ini sesuai namanya sebahagian terdiri dari pulau-pulau kecil yang terletak di laut Flores dan Selat Makassar. Secara keseluruhan luas wilayah daerah ini
1.112,29 km persegi atau 111.229 ha. Di antara luas tersebut sebagian besar adalah wilayah laut.
Gambar 6. Peta Kabupaten Pangkep (BPS Kabupaten Pangkep, 2014)
Kabupaten Pangkep memiliki 11 kecamatan. Kecamatan tersebut adalah: Kecamatan Liukang Tangaya terdiri dari 9 desa/kelurahan, Liukang Kalmas
7 desa/kelurahan, Liukang Tupabiring 9 desa /kelurahan, Liukang Tupabiring Utara 7 desa /kelurahan , Pangkajene
9 desa/kelurahan, Minasatene 8 desa/kelurahan, Balocci 5 desa /kelurahan, Tondong Talasa 6 desa/kelurahan, Bungoro 8 desa/kelurahan, Labangkang 13 desa /kelurahan, Mar’ang 10 desa/kelurahan, Sigeri 6 desa/kelurahan dan kecamatan Mandale 6 desa/kelurahan.Kabupaten Pangkep dengan pusat 9 desa/kelurahan, Minasatene 8 desa/kelurahan, Balocci 5 desa /kelurahan, Tondong Talasa 6 desa/kelurahan, Bungoro 8 desa/kelurahan, Labangkang 13 desa /kelurahan, Mar’ang 10 desa/kelurahan, Sigeri 6 desa/kelurahan dan kecamatan Mandale 6 desa/kelurahan.Kabupaten Pangkep dengan pusat
Sebaran Penduduk pada setiap kecamatan yakni Kecamatan Liukang Tangaya terdiri dari 18900 jiwa dengan 4345 KK, Liukang Kalmas 13281 dengan 3772 KK, Liukang Tupabiring 18291 jiwa dengan 4184 KK, Liukang Tupabiring Utara 13692 jiwa dengan 3581 KK, Pangkajene 41350 jiwa dengan 8359 KK, Minasatene 32494 jiwa dengan 8708 KK ,Balocci 15939 jiwa dengan 4368 KK, Tatondong Talasa 10224 jiwa dengan 2997 KK, Bungoro 40458 jiwa dengan 10898 KK, Labangkang 49970 jiwa dengan 14132 KK, Ma’rang 34690 jiwa dengan 9803 KK, Sigeri 20377 jiwa dengan 6492 KK dan Kecamatan Mandale 15482 jiwa dengan 4162 KK.
Gambar 7. Pulau Badik yang berada dalam wilayah Desa
Matiro Deceng Kecamatan Liukang Tupabiring
Penduduk dan rumah tangga miskin di Kabupaten Pangkep diklasifikasikan sesuai klasifikasi BKKBN yakni pra sejahtera, sejahtera 1 , sejahtera II sejahtera III dan sejahtera IV. Data Rumah Tangga miskin berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel tersebut menjelaskan bahwa beberapa kecamatan di Kabupaten Pangkep dapat dibagi dua pembagian yakni kecamatan yang dominan di Daratan dan Kecamatan yang dominan di wilyah pulau. Kecamatan yang berada di wilayah kepulauan adalah: Liukang Tangaya, Liukang Kalmas, Liukang Tupabiring dan Liukang Tupabiring Utara..
Tabel 5 Sebaran Rumah Tangga miskin prasejahtera dan sejahtera I, II, III. IV per kecamatan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan 2013
Pra Sejah- No
Kecamatan sejah
Sejah- -tera
Sejah-
Sejah-
tera I
tera II
tera IV
1 Liukang Tangaya 251
1038 103 4362 2 Liukang Kalmas
166 3449 3 Tupabiring Liukang
5 Pangkajen e 233
2828 498 9711 6 Minasaten e 264
1350 407 9402 8 Tondong Talasa
2390 345 10452 10 Labangkan g 687
3162 830 13957 11 Ma’rang
19890 5143 84948 Sumber: BPS Kecamatan Pangkep dalam Angka, 2014
Kajian lanjutan dari studi ini lebih dititik beratkan pada Rumah Tangga nelayan miskin yang berdomisili di wilayah yang berada di di kepulauan. Berdasarkan Kajian lanjutan dari studi ini lebih dititik beratkan pada Rumah Tangga nelayan miskin yang berdomisili di wilayah yang berada di di kepulauan. Berdasarkan
Tabel 6. menunjukkan bahwa sebaran rumah tangga Miskin di wilayah ini terbanyak di Desa Matiro Langi dan Matiro Deceng. Karena pertimbangan jangkauan, maka penelitian atau studi ini untuk Rumah Tangga Nelayan di fokuskan di Desa Matiro Deceng. Desa ini menempati dua Pulau kecil yakni Pulau Badi dan Pulau Pajenekang. Pulau ini dapat dicapai melalui melalui jalan laut menggunakan perahu bermesin dengan waktu tempuh 2 jam perjalanan dari Pelabuhan Paotere Kota Makassar atau dari Kota Pangkajene.
Tabel 6. Rumah tangga Pra sejahtera (sangat miskin) dan Sejahtera 1 (Miskin) di Kecamatan Tupabiring Kabupaten Pangkep tahun 2015.
Sejahtera No
Nama
Pra
Jumlah Desa/kelurahan sejahtera
I 1 Matiro Adae
4 25 29 3 Matiro Langi
26 302 328 4 Matiro Deceng
22 160 182 5 Matiro Sompe
36 113 149 Matiro
6 18 45 63 Polongan
7 Matiro Ujung 10 12 22 8 Matiro Mattae
8 10 18 9 Matiro Bintang
15 45 60 Kec Tupabiring
794 946 Sumber: Kantor BKKBN Kabupaten Pangkep 2015
Keadaan masyarakat nelayan tidak banyak berbeda dengan masyarakat petani jika dilihat pada aspek kesehatan masyarakat. Penduduk di Palau Badik yang berada di wilayah Desa Matiro Deceng Kecamatan Tupabiring Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep)
menjelaskan peredaran penyakit
dikalangan masyarakat umumnya berlansgung pada musim penghujan. Penyakit yang biasa diderita masyarakat adalah demam panas, dikalangan masyarakat umumnya berlansgung pada musim penghujan. Penyakit yang biasa diderita masyarakat adalah demam panas,
Aksesibitas penduduk di wilayah ini adalah melalui laut, dan umumnya perjalanan tersebut dilakukan dengan perahu milik nelayan yang dioperasikan untuk penumpang. Akses yang jauh adalah ke kota Pangkajene atau ke kota Makassar. Menurut penyampaian informan melalui wawan- cara, arus perjalanan di pulau ini lebih mudah dan lebih sering dilakukan penduduk adalah ke kota Makassar, karena hampir semua kebutuhan lebih mudah diperoleh di sana. Waktu tempuh umumnya 2 jam perjalanan.
Mata pencaharian penduduk sesuai keadaan- nya adalah nelayan. Tidak ada lahan pertanian di wilayah ini. Sumberdaya yang menjadi karunia kehidupan bagi masyarakat adalah laut. Haris (45 tahun), Sangkala, (70 tahun), Langnga (50 tahun) Mata pencaharian penduduk sesuai keadaan- nya adalah nelayan. Tidak ada lahan pertanian di wilayah ini. Sumberdaya yang menjadi karunia kehidupan bagi masyarakat adalah laut. Haris (45 tahun), Sangkala, (70 tahun), Langnga (50 tahun)
Gambar 8 Suasana Keseharian Nelayan Pulau Badi Desa
Matiro Deceng
Di wilayah ini penerangan bagi semua penduduk adalah berupa listrik yang disediakan oleh pemerintah. Listrik menyala setiap hari dari jam 6 atau (18) sore sampai jam 6 pagi, dan padam pada siang hari. Sarana komunikasi tidak ada kecuali telepon
seluler bagi yang mampu. Kebanyakan warga miskin jika ingin berkomunikasi keluar pula dapat meminta bantuan bagi warga yang miliki seluler. Tatapi hubungan komunikasi ini kurang berjalan lancar karena tergantung kondisi signal. Di lokasi yang di amati, nelayan yang mengandalkan pancing sebagai sarana produksi utama dalam menangkap ikan. Nelayan ini umumnya menggunakan waktu yang cukup lama untuk setiap harinya. Haris, Sampara dan Langnga misalnya melakukan kegiatan memancing mulai jam 5 atau jam 6 pagi/ subuh sampai jam 16 sore hari. Lain pula halnya dengan Sangkala yang menangkap ikan pada malam hari yakni pukul 16 sampai pukul 12 malam. Kegiatan tersebut dilakukan oleh setiap nelayan secara berkelompok dalam satu perahu. Bagi nelayan miskin penyediaan perahu dan peralatan lain yang terkait dengan pengkapan ikan tidak mampu dilakukan baik sendiri maupun bersama. Peralatan tersebut umumnya
pemodal, yang mempersewakan dengan sistem bagi hasil. Peralatan pancing yang biasanya tersedia adalah pancing 1 doz, kawat satu perangkat dan kebutuhan bahan bakar untuk perahu. Untuk kelompok pancing tersebut memilki aturan bahwa pihak pemilik modal
adalah
milik
menyediakan peralatan yang diperlukan tetapi hasilnya nanti diserahkan kepada pemilik modal. Ketika ikan sudah terjual maka akan di bagi tiga yakni sepertiga untuk bagian alat, sepertiga pemilik modal dan sepertiga untuk pamancing. Umumnya nelayan tidak memiliki ketrampilan lain kecuali memancing. Walaupun ada pula upaya lain seperti membuat kue bagi ibu rumah tangga seperti dilakukan keluarga Langnga. Untuk setiap hari ada tambahan pendapatan sekitar 25.000 rupiah. Setiap rumah tangga nelayan miskin dalam keluarga dibantu pula anak yang sudah besar baik untuk keperluan menangkap ikan maupun pekerjaan lain. Dari sejumlah nelayan yang diwawancarai menyatakan anak-anak mereka tetap membantu keluarga walaupun sudah hidup berumah tangga sendiri. Haris dan Sampara termasuk yang memilki anak banyak sehingga tanggungan keluarga mencapai 7 orang. Selain aset produksi, setiap rumah tangga nelayan memiliki pula asset atau peralatan konsumsi atau untuk kelangsungan hidup seperti rumah dan perabot seadanya, peralatan makan-minum, jirigen penampung air. Di antara nelayan tersebut adapula yang memilki kulkas seperti Haris (45 tahun) walaupun peralatan tersebut sementara dicicil. Akan tetapi menyediakan peralatan yang diperlukan tetapi hasilnya nanti diserahkan kepada pemilik modal. Ketika ikan sudah terjual maka akan di bagi tiga yakni sepertiga untuk bagian alat, sepertiga pemilik modal dan sepertiga untuk pamancing. Umumnya nelayan tidak memiliki ketrampilan lain kecuali memancing. Walaupun ada pula upaya lain seperti membuat kue bagi ibu rumah tangga seperti dilakukan keluarga Langnga. Untuk setiap hari ada tambahan pendapatan sekitar 25.000 rupiah. Setiap rumah tangga nelayan miskin dalam keluarga dibantu pula anak yang sudah besar baik untuk keperluan menangkap ikan maupun pekerjaan lain. Dari sejumlah nelayan yang diwawancarai menyatakan anak-anak mereka tetap membantu keluarga walaupun sudah hidup berumah tangga sendiri. Haris dan Sampara termasuk yang memilki anak banyak sehingga tanggungan keluarga mencapai 7 orang. Selain aset produksi, setiap rumah tangga nelayan memiliki pula asset atau peralatan konsumsi atau untuk kelangsungan hidup seperti rumah dan perabot seadanya, peralatan makan-minum, jirigen penampung air. Di antara nelayan tersebut adapula yang memilki kulkas seperti Haris (45 tahun) walaupun peralatan tersebut sementara dicicil. Akan tetapi
Tabel 7. Tabel Sembilan Elemen Rumah Tangga pada RT Nelayan Miskin
Finansial Aktivitas
Pisik S.daya
Manusia
Pancing 1 doz, kawat satu perangkat, bahan bakar, perahu
Dana/ modal terbatas Produksi
(pinjaman), bubu
Modal usaha penangkap
1 orang
kebanyakan berupa kepiting < 200,
berproduksi
pinjaman tali rentang untuk rumput laut < 150 bentangan. Perlengkapan dapur (piring,gelas),
Konsumsi jirigen air, perabot 3-5 orang Tidak ada tabungan, seadanya, rumah berdinding dan
tanggungan
Dana pendidikan terbatas
lantai bambu, listrik dari tetangga
Manajerial Tidak ada asset
Upaya investasi pada fisik yang dapat
Tenaga lain yang ada tidak
kegiatan lain tidak dikelola untuk
diupayakan
tujuan lain
untuk
memungkinkan membantu RT
karena dana terbatas
Tabel 7 menunjukkan keadaan elemen rumah tangga nelayan miskin, tidak berbeda dengan elemen rumah tangga petani miskin. Keadaan yang berbeda adalah pada asset produksi pisik. Bila pada petani asset produksi terkait dengan lahan dan alat pengolahannya yang terbatas, maka pada rumah tangga nelayan miskin kebanyakan di antara mereka adalah nelayan pancing yang memiliki asset atau sumberdaya berupa mata pancing, kawat, bahan bakar dan perahu. Pada sebahagian nelayan miskin sumberdaya tersebut seringkali bukan milik sendiri.
Pemberdayan dalam rangka pembangunan masyarakat nelayan berlangsung atas upaya pemerintah. Di wilayah lain ada juga dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tetapi di Matiro Deceng belum dilakukan. Pemberdayaan yang dikenal masyarakat bagi warga miskin adalah berupa pembagian raskin, bantuan BBM dan bedah rumah. Manfaat perogram tersebut dirasakan oleh masyarakat miskin nelayan tidak berbeda dengan yang terjadi pada wilayah pertanian yakni guna meringankan beban hidup keluarga. Manfaat tersebut bersifat jangka pendek.Dikalangan nelayan
kehidupan kolektif yang menekankan kesetaraan jarang dilakukan. Kalaupun ada kelompok adalah bentuk kelembagaan di bidang produksi, misalnya dalam mencari ikan. Kelompok atau lembaga ini sifatnya adalah hubungan mengelompok antara patron dan klien. Kelompok ini dimana bos atau juragan menyediakan modal sedangkan nelayan adalah pekerja mencari ikan. Bila perkerjaan memancing telah dilakukan hasil penangkapan seluruhnya harus diatur oleh pemilik modal atau bos, nanti di bagi setelah ikan laku terjual. Bahkan ada aturan jika penangkapan ikan ditelah dilakukan seharian tetapi kenyataannya gagal menghasilkan, maka semua biaya ditanggung oleh nelayan pancing dan menjadi utang kepada pemilik modal. Gotong royong dikalangan nelayan hampir tidak dipraktekkan warga, bahkan hampir punah, masing- masing nelayan larut dengan kehidupannya sendiri- sendiri.
Pada pengamatan di Desa Matiro Deceng Kecamatan Liukang Tupabiring atau di Pulau Badi kegiatan kolektif sehubungan dengan upaya pemberdayaan hampir jarang dilakukan. Hal ini
disebabkan karena desa ini sangat jauh dari Pangkajene sebagai ibu kota kabupaten atau pusat pemerintahan. Semakin jauh wilayah pedesaan kepulauan dari pusat kota, semakin tidak tersentuh oleh upaya pemberdayaan ekonomi nelayan. Sehingga penelitian ini berupaya menelusuri upaya penguatan kelembagaan rumah tangga nelayan di Desa Matiro Bombang Kecamatan Tupabiring Utara. Di wilayah ini terdapat beberapa program seperti kelompok nelayan yang mengelola keramba jarring apung, kelompok penangkap dan pengolah kepiting, kelompok budidaya rumput laut bahkan ada kelompok yang cukup berkembang yakni mengelola dan pengolah abon ikan yang sudah dapat memasarkan produknya untuk masyarakat di luar wilayah tersebut. Kegiatan pemberdayaan lain yang penting diamati adalah program KUBE untuk desa terpencil yang di bina di Palau Samatolu, dimana nelayan di berdayakan dengan mengelola perahu bermesin 5 PK yang sampai sekarang sebahagian di antarannya masih mengelola usahannya
secara berkelanjutan, walaupun sebahagian lagi mengalami kegagalan.