Model Peningkatan Kemampuan dan Penguata
ISBN:
978-602-73804-7-9
Desain Cover:
Muh. Muhaemin
Editor:
Nasaruddin
Tata Letak:
Wirasatriaji
Penerbit:
Penerbit Camar
Jln. Wijaya Kusuma V No. 5 Makassar 90222 [email protected]
www.penerbitcamar.com
Cetakan 1, November 2017 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan Hak cipta dilindungi undang-undang
ii
Puji syukur peneliti panjatkan kehadiran Allah SWT karena Buku berjudul Model Peningkatan Kemampu- an dan Penguatan Kelembagaan Rumah Tangga Miskin Pedesaan (Kajian Perspektif Pembanguan Sosial Lokal Partsipatoris) dapat terlaksana seperti direncanakan. Buku ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian yang penulis lakukan mulai tahun pertama/ 2015, tahun kedua/ 2016 dan tahun ketiga/ 2017 yang dilakukan guna memahami lebih mendalam tentang bagaimana kondisi dan karakterstik rumah tangga miskin pedesaan di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. merumuskan model peningkatan
kemampuan dan penguatan kelembagaan rumah tangga miskin pedesaan, berikut ujicoba penerapannya baik yang dilakukan di komuinitas petani miskin di Kabupaten Jeneponto maupun pada komunitas nelayan miskin di Kabupaten Kabupaten Pangkep.
Kedua entitas ini adalah kelompok masyarakat
iii iii
merumuskan model peningkatan kemampuan dan penguatan ke- lembagaan adalah langkah-langkah kongkrit dalam upaya membangun kapasitas kedua komunitas tersebut. Pada proses penelitian dan penulisan buku ini, banyak pengalaman penting yang dialami dalam memahami substansi yang terjadi dikalangan rumah tangga miskin pedesaan dan proses tersebut merupakan pengalaman berharga bagi penulis selaku peneliti dan mahasiswa bimbingan yang ikut serta dalam penelitian ini.
Upaya
Makasar, November 2017
Penulis
iv
BAB 8. RESPON DAN ADAPTASI KELOMPOK
KOMUNITAS TERHADAP PENGEMBANGAN MODEL ................................................................. 129
BAB 9. PENUTUP .............................................................. 183 Daftar Pustaka ................................................................. 189 Lampiran ........................................................................... 193
vi
1. Jumlah Rumah Tangga (KK) berdasarkan
klasifikasi kemiskinan per kecamatan Kabupaten Jeneponto tahun 2014
2. Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan
Klasifikasi Kemiskinan Per Kecamatan Kabupaten Jeneponto Tahun 2014
3. Sebaran Rumah Tangga miskin
prasejahtera dan sejahtera I, II, III. IV per kecamatan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan 2013
4. Rumah tangga Pra sejahtera (sangat
miskin) dan Sejahtera 1 (Miskin) di Kecamatan Tupabiring Kabupaten Pangkep tahun 2015
5. Sebaran Rumah Tangga miskin
prasejahtera dan sejahtera I, II, III. IV per kecamatan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan 2013
6. Rumah tangga Pra sejahtera (sangat
miskin) dan Sejahtera 1 (Miskin) di Kecamatan Tupabiring Kabupaten Pangkep tahun 2015
7. Sembilan Elemen Rumah Tangga pada
RT Nelayan Miskin
8. Ciri Umum Kelompok Contoh pada Pola 118
Bentukan Kelompok Rumah Tangga Miskin di Kedua Lokasi (Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Pangkep) 2016
vii
9. Pola Materi pada Pelatihan Uji Coba
Pengembangan Peningkatan Kemampuan dan Penguatan Kelembagaan
10. Beberapa Karakteristik Kelompok Jaya
Bersama Desa Kapita Dan Kelompok Perempuan Nelayan Desa Matiro Bombang
11. Bentuk Respon dan Adaptasi Anggota
Kelompok setelah Pelatihan Uji coba pengembangan model
viii
Nomor Teks Halaman
1. Sistem Kemasyarakatan Lokal 11 (Ohama,2001) 2. Bagan Alir Penelitian
50 3. Sebaran Penduduk Kabupaten
57 Jeneponto per Kecamatan Tahun 2013 (BPS Kabupaten Jeneponto, 2014) 4. Kondisi Lahan Kering di Desa Kapita
58 Kecamatan Bangkala Kab Jeneponto
5. Kantor Desa Kapita Kecamatan 64
Bangkala Kab. Jeneponto 6. Peta Kabupaten Pangkep (BPS
77 Kabupaten Pangkep, 2014 7. Pulau Badik yang berada dalam wilayah
79 Desa Matiro Deceng Kecamatan Liukang Tupabiring 8. Suasana Keseharian Nelayan Pulau Badik
84 Desa Matiro Deceng
9. Posisi kelembagaan petani dan 94 nelayan pada sistem kemasyarakatan lokal
10. Model Peningkatan kemampuan dan 123 penguatan Kelembagaan Rumah Tangga Miskin Pedesaan 11. Hamparan lahan Kelompok Jaya
131 Bersama Desa Kapita 12. Ketua kelompok Jaya bersama, AJ ketika
133 diwawancarai
ix
13. Pertemuan di rumah salah satu anggota 137 kelompok 14. Anggota kelompok Jaya Bersama ketika
144 ikut pelatihan Uji Coba Model di Kantor Desa 15. Dermaga Pulau Salemo Desa Matiro
150 Bombang 16. Wawancara dengan salah seorang
151 anggota kelompok perempuan
17. Pertemuan/ pelatihan Uji coba model di 155
tempat pertemuan kelompok perempuan nelayan Pulau Badik yang berada dalam wilayah 18. Anggota Kelompok perempuan nelayan
158 mengikuti pelatihan 19. Praktik Pembuatan Pupuk Kompos dalam
Pelatihan Uji Coba di kelompok Tani Desa Kapita 20. Bentuk Respon anggota kelompok dalam
173 membuat pupuk kompos
1. Instrumen Penelitian 193 2. Artikel Jurnal Internasional
215 3. Artikel pada Jurnal Asian Social Work and
239 Policy
xi
xii
Penerapan modernisasi sebagai paradigma pembangunan di segala bidang termasuk di Indonesia selama 32 tahun, disatu sisi telah membawa kemajuan. Tetapi disisi lain menimbulkan berbagai keprihatinan seperti timbulnya ketergan- tungan antar bangsa, antar kawasan dan antar kelompok masyarakat. Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mempertimbangakan aspek kelestarian dan keberlanjutan telah menimbulkan kerusakan lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai upaya distribusi pendapatan secara merata me- nyebabkan kesenjangan, di mana kelompok kaya menikmati nisbah pembangunan dengan lebih baik tetapi kelompok miskin semakin terpuruk dan teng- gelam dengan rasa ketidak berdayaannya. Secara nasional fokus pembangunan dititik beratkan pada pembangunan sarana dan prasarana pendukung besar diperkotaan, dengan harapan akan memberi akibat terhadap gairah pelaku pasar. Bersamaan dengan diterapkan pula kebijakan efek menetes Penerapan modernisasi sebagai paradigma pembangunan di segala bidang termasuk di Indonesia selama 32 tahun, disatu sisi telah membawa kemajuan. Tetapi disisi lain menimbulkan berbagai keprihatinan seperti timbulnya ketergan- tungan antar bangsa, antar kawasan dan antar kelompok masyarakat. Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mempertimbangakan aspek kelestarian dan keberlanjutan telah menimbulkan kerusakan lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai upaya distribusi pendapatan secara merata me- nyebabkan kesenjangan, di mana kelompok kaya menikmati nisbah pembangunan dengan lebih baik tetapi kelompok miskin semakin terpuruk dan teng- gelam dengan rasa ketidak berdayaannya. Secara nasional fokus pembangunan dititik beratkan pada pembangunan sarana dan prasarana pendukung besar diperkotaan, dengan harapan akan memberi akibat terhadap gairah pelaku pasar. Bersamaan dengan diterapkan pula kebijakan efek menetes
Semangat otonomi daerah di Indonesia ter-cermin dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004, yang memberi penekanan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur, mengelola dan mengembangkan dirinya. Menurut Undang-Undang tersebut sebagian kewajiban dari daerah adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, me- wujudkan keadilan dan pemerataan, dan mening- katkan pelayanan dasar. Semangat tersebut terwujud dalam berbagai program dan upaya penangulangan kemiskinan, yang telah berlangsung setiap tahun. Proses pembangunan masyarakat atau Semangat otonomi daerah di Indonesia ter-cermin dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004, yang memberi penekanan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur, mengelola dan mengembangkan dirinya. Menurut Undang-Undang tersebut sebagian kewajiban dari daerah adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, me- wujudkan keadilan dan pemerataan, dan mening- katkan pelayanan dasar. Semangat tersebut terwujud dalam berbagai program dan upaya penangulangan kemiskinan, yang telah berlangsung setiap tahun. Proses pembangunan masyarakat atau
pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan seyogianya me- ngandung arti bahwa di tempatkannya manusia pada posisi pelaku dan tidak sekedar sebagai penerima manfaat dari proses pembangunan tatapi manusia yang mencari solusi dan meraih hasil yang lebih baik, sehingga masyarakat mampu meningkat- kan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang di- hadapi. Upaya pemberdayaan masyarakat seharus- nya mampu berperan meningkatkan kualitas sumber- daya manusia terutama dalam membentuk dan mengubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Perubahan perilaku tersebut baik dalam dimensi sektoral maupun dimensi kemasyarakatan seharusnya menjangkau seluruh strata masyarakat terutama masyarakat miskin (Karsidi, 2000). Upaya pemberdayaan seharus- nya dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengorganisir diri, dalam arti mampu meng- atur, mengelola masalah dan potensi yang ada guna beradaptasi menghadap perubahan-perubahan
yang terjadi. Belakangan ini terdapat indikasi me- nguatnya permasalahan atau melemahnya penang- gulangan kemikinan di Indonesia. Menurut World Bank dalam Rusastra dan Napitupulu (2007) indikasi tersebut ditunjukkan oleh melemahnya indikator kemiskinan bukan hanya dari pendapatan tetapi juga pada keadaan seperti tingkat pendidikan, kesehatan, angka kematian bayi dan lain-lain dan semakin timpangnnya kinerja dan pemanfaatan hasil pembangunan. Di pedesaan penduduk miskin me- ningkat dari 19,5 persen menjadi 21,29 persen bila dibandingkan wilayah perkotaan yang meningkat dari 11, 4 persen menjadi 13,4 persen. Kedaan ini diperparah pula oleh keadaan disparitas pertumbuh- an dan pemerataan antar wilayah, kelompok dan individu.
Masalah pokok yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah adanya kecenderungan pem-bangunan di tingkat lokal pedesaan belum mampu meningkatkan kemampuan dan bentukan kelem-bagaan yang kuat bagi masyarakat pedesaan terutama di kalangan rumah tangga miskin atau prasejahtera. Berbagai program telah dilakukan namun masih terdapat Masalah pokok yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah adanya kecenderungan pem-bangunan di tingkat lokal pedesaan belum mampu meningkatkan kemampuan dan bentukan kelem-bagaan yang kuat bagi masyarakat pedesaan terutama di kalangan rumah tangga miskin atau prasejahtera. Berbagai program telah dilakukan namun masih terdapat
dan bagaimana upaya me- ngembangkannya. Sejauhmana fasilitator pem- bangunan (pemerintah, LSM, swasta, badan internasional, Perguruan Tinggi dll) secara kolaboratif berperan aktif membangun kemampuan dan penguatan kelembagaan rumah tangga miskin. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama tiga tahun dan tahun pertama akan difokuskan pada studi awal tentang kemampuan dan kelembagaan rumah tangga miskin pedesaan tersebut dan keter- kaitannya dengan program pembangunan masyara- kat yang telah berlangsung sebelumnya. Berdasarkan
latar belakang dan uraian tersebut, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam buku ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana kondisi dan karak- teristik rumah tangga miskin pedesaan yang menjadi sasaran program pembangunan melalui proses pem- berdayaan yang telah dilakukan fasilitator pemba- ngunan selama ini. (2) Bagaimana tingkat kedasaran kritis atau kepekaan yang dimiliki rumah tangga miskin dalam merespon upaya-upaya pemberdaya- an tersebut. (3) Bagaimana model peningkatan ke- mampuan dan penguatan kelembagaan rumah tangga miskin pedesaaan tersebut sebagai basis dalam pengembangan kualitas hidup masyarakat pedesaaan secara berkelanjutan.
A. Konsep pembangunan sosial lokal
lokal partisipatoris merupakan salah satu konsep pembangunan, yang mencoba merekontruksi pembangunan dari segi fungsionalisasi keterkaitan sistem komunitas, sistem pasar dan rumah tangga yang mendapat pengayo- man dari sistem administrasi sebagai salah satu alte- rnatif membentuk kelompok lokal baru yang manajerial melalui kolaborasi seluruh entitas (peme- rintah, swasta, warga masyarakat, LSM dll) dengan pendekatan partsipatoris. (Sharma dan Ohama, 2007). Secara rinci konsep pembangunan sosial lokal partisipatoris memandang bahwa (1) dalam pem- bangunan terdapat unsur atau elemen-elemen yang saling barkaitan yang disebut elemen pembangunan yakni: pengelolaan dan pamanfaatan sumberdaya dalam proses pembangunan. Sumberdaya tersebut dikelola
Pembangunan
sosial
dan dimanfaatkan oleh
organisasi
(aktor/pelaku pembangunan). Guna tertib dan terarahnya pemanfaatan sumberdaya pembangun- an tersebut dibutuhkan prinsip, aturan atau norma. Interaksi ketiga elemen ini (sumberdaya, pelaku, norma) secara konsisten akan menyebabkan proses pemba-ngunan
secara stabil dan berkelanjutan. (2) Unit terkecil dari sebuah bangsa yang menjadi penerima manfaat sekaligus sebagai pelaku pem-bangunan yakni rumah tangga.
berjalan
Rumah tangga memiliki aktivitas mengelola dan memanfaatkan sumberdaya dalam skala kecil dengan melakukan produksi dan konsumsi. Pada aktivitas aktivitas ekonomi yang subsisten, rumah rumah tangga tidak mampu mereproduksi kembali sumberdaya untuk mencapai hasil yang lebih baik atau tidak memberi efek pada kenaikan pendapat- an dan setiap hasil yang dicapai hanya cukup untuk kelangsungan hidup. Tingkatan yang lebih tinggi dari aktivitas rumahtangga adalah manajemen, di mana sumberdaya produksi dan konsumsi diatur dan dikelola untuk berbagai tujuan. Aktivitas manajemen menggerakkan rumah tangga untuk merencanakan, memobilisasi, mengkombinasikan dan memanfaat-
kan sumberdaya untuk menghasilkan nilai tambah (surplus), sehingga dapat memberi tambahan pend- apatan yang lebih tinggi. Aktivitas ini menghubung- kan rumah tangga dengan pelaku pasar dalam interaksi pertukaran yang bersifat intensif dan fungsional. Paduan tiga komponen aktivitas (produk- si, konsumsi dan manajemen) dengan sumberdaya (pisik, manusia dan finansial) disebut unsur (elemen) rumah tangga. Rumah tangga maju merupakan rumah tangga yang memiliki kecukupan (sufficient) unsur/elemennya, sebaliknya rumah tangga yang tidak memiliki elemen yang cukup (unsufficient) disebut rumah tangga miskin. (3) Ketika rumah tangga ingin menye-lesaikan masalahnya maka ia bergabung dengan rumah tangga lain untuk tujuan tersebut. Kumpulan rumahtangga yang terbentuk dan mengelompok, dalam suatu masyarakat karena kesamaan tujuan, berlangsung pada suatu proses sosial tertentu disebut komunitas.
Dalam komunitas terdapat bentuk interaksi yang bersifat diadic dan merupakan relasi kemanusian di antara mereka. Komunitas dari sudut pandang rumah tangga disebut sistem dalam dari sebuah sistem yang Dalam komunitas terdapat bentuk interaksi yang bersifat diadic dan merupakan relasi kemanusian di antara mereka. Komunitas dari sudut pandang rumah tangga disebut sistem dalam dari sebuah sistem yang
(5) Dalam sistem komunitas terdapat berbagai bentuk aksi kolektif baik secara permanen maupun yang timbul sewaktu-waktu pada unit sosio geografis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Aksi atau kegiatan kolektif yang berlangsung permanen di sebut kelompok atau organisasi sosial.
Menurut Ohama (2001) terdapat 5 bentuk aksi kolektif dan organisasi sosial yang aktivitasnya terjadi pada pengorganisasian diri komunitas yang disebut lima kategori fungsional yakni (a) saling dukung (mutual support) (b) penggabungan sumber
(resource pool), (c) manajemen aset bersama (d) manajemen sumber untuk membangkitkan surplus dan (e) otonomi desa. Kelima bentuk fungsional ini dapat dijelaskan bahwa saling dukung diartikan
Sebagai mengumpulkan sumberdaya milik individu untuk memndukung suatu kegiatan individu dan manfaatnya diperoleh oleh individu dan pengertian lain adalah mengumpulkan sumberdaya milik individu untuk menyelesaikan kegiatan bersama dan manfaatnya langsung dirasakan secara bersama.
Pada masyarakat terutama di pedesaan dapat diamati dalam bentuk gotong royong. Menurut Notoatmojo dalam Mubyarto (1989) gotong royong yang asli di Indonesia telah ditemukan pada 2000 tahun SM, sampai kira-kira tahun 1800 pada waktu bangsa-bangsa Eropa datang di Indonesia. Gotong royong perlu dibedakan dengan tolong menolong Pada masyarakat terutama di pedesaan dapat diamati dalam bentuk gotong royong. Menurut Notoatmojo dalam Mubyarto (1989) gotong royong yang asli di Indonesia telah ditemukan pada 2000 tahun SM, sampai kira-kira tahun 1800 pada waktu bangsa-bangsa Eropa datang di Indonesia. Gotong royong perlu dibedakan dengan tolong menolong
kedua, disebut penggabungan sumber dapat dilihat wujudnya pada masyarakat berupa arisan untuk berbagai tujuan. Wujud arisan tidak saja dalam bentuk uang dan barang tetapi dapat pula dilakukan dengan peng- gabungan tenaga. Manajemen asset bersama juga masih ditemukan di masyarakat berupa kesediaan masyarakat secara sukarela mengurus atau me- ngelola kepemilikan bersama seperti mesjid, gereja, kuburan dan sarana umum lainnya. Manajemen sumberdaya untuk menghasilkan surplus (bentuk ketiga) adalah bentuk kolektif yang menggunakan kaidah manajemen dalam pengelolaannya dan dilakukan dengan rutin oleh anggotanya. Bentuk ini masih jarang ditemukan di masyarakat setelah bentuk seperti koperasi berkembang bukan atas
Bentukan kolektif
yang
inisiatif dari kalangan masyarakat sendiri. Otonomi desa merupakan bentuk kolektif paling sempurna dalam suatu masyarakat. Istilah ini dimaksudkan untuk wujud kelompok atau kolektifitas dalam masyarakat yang telah menunjukkan kemandirian atau otonom. Selain mampu menghasilkan surplus secara kontinyu dan bekesinambungan juga mampu membantu kelompok lainnya untuk mengembang-kan dirinya.
B. Pendekatan partisipatoris
Rumah Tangga miskin merupakan sasaran atau target pemberdayaan dalam berbagai program pembangunan. Adapun ciri ciri umum rumah tangga miskin adalah (1) rasa ketidak berdayaan yang mengakibatkan adanya sikap pasif mereka terhadap lingkungannya, (2) jika mengha-dapi masalah atau situasi kritis mereka cenderung menanganinya dengan usaha individual dan sangat kurang adanya upaya melakukannya dengan aksi kolektif (3) mereka biasanya mudah tergantung pada orang lain yang memiliki otoritas tertentu sehingga kurang berorientasi prestasi (4) kurang mengetahui bahwa kemiskinan seringkali terjadi karena pe-rangkap struktur sosial Rumah Tangga miskin merupakan sasaran atau target pemberdayaan dalam berbagai program pembangunan. Adapun ciri ciri umum rumah tangga miskin adalah (1) rasa ketidak berdayaan yang mengakibatkan adanya sikap pasif mereka terhadap lingkungannya, (2) jika mengha-dapi masalah atau situasi kritis mereka cenderung menanganinya dengan usaha individual dan sangat kurang adanya upaya melakukannya dengan aksi kolektif (3) mereka biasanya mudah tergantung pada orang lain yang memiliki otoritas tertentu sehingga kurang berorientasi prestasi (4) kurang mengetahui bahwa kemiskinan seringkali terjadi karena pe-rangkap struktur sosial
Pendekatan partisipatoris memfokuskan sasaran-nya pada penguatan masyarakat (rumah tangga) miskin lokal. Mereka awalnya adalah penerima man-faat program/proyek pembangunan agar selanjut-nya menjadi pelaku-pelaku utama yang andal dengan maksud
menimbulkan perubahan-perubah-an melalui usaha dan inisiatif mereka sendiri. Perubah- an-perubahan tersebut berlandaskan pada adanya kesadaran akan pentingnya usaha-usaha kolektif mampu mengandalkan diri (self relient) guna menye- lesaikan persoalan-persoalannya secara kolektif pula. Prinsip yang paling penting dan mendasar dalam pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh dan untuk masyarakat, artinya pemberdayaan dibangun pada pengakuan serta keprcayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masa- lahnya sendiri (Karsidi, 2001) Tentu saja perubahan menimbulkan perubahan-perubah-an melalui usaha dan inisiatif mereka sendiri. Perubah- an-perubahan tersebut berlandaskan pada adanya kesadaran akan pentingnya usaha-usaha kolektif mampu mengandalkan diri (self relient) guna menye- lesaikan persoalan-persoalannya secara kolektif pula. Prinsip yang paling penting dan mendasar dalam pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh dan untuk masyarakat, artinya pemberdayaan dibangun pada pengakuan serta keprcayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masa- lahnya sendiri (Karsidi, 2001) Tentu saja perubahan
Pendekatan Partisipatoris terkait upaya pening-katan kemampuan dan penguatan kelembagaan, terdiri dari
Tahap Penyadaran: Pembangunan kesadaran kritis, kepekaan. Prinsip pokok dari tahap ini adalah paham dan peka terhadap masalah-masalah spesifik yang dihadapi, sadar akan keterhubungan kemiskinan dengan struktur sosial, merefleksikan secara kritis karunia sumber, hubungan sosial, sumber-sumber (daya, dana, teknologi) dan nilai (norma); memiliki visi alternatif, dan memiliki komitmen akan perlunya aksi- aksi kolektif untuk kemajuan (2) Pembangunan Kemampuan dan penguatan organisasi. Organisasi dapat menjadi arena partisipasi, saling konsultasi dan
tiga tahap
(3) Pembangunan jejaring: membangun kesiapan berupa aksi kolektif dalam penyelesaian masalah bersama, aksi kongkrit dalam menginisiasi perubahan, dan mengembangkan jejaring antar kelompok atau organisasi (Ohama, 2001)
C. Beberapa Studi tentang Kemiskinan
Hasil studi yang dilakukan Murjana Yasa (2008) mengenai penaggulangan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali mengemukakan beberapa faktor yang menjadi pemicu peningkatan jumlah rumah tangga miskin yakni disebabkan oleh kondisi makro seperti kenaikan BBM yang memicu kenaikan harga yang berakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat, bertambahnya pengang- guran pada keluarga miskin, ditambah pula dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dikalangan mereka serta kondisi lainnya yang tak memungkinkan mereka meraih berbagai fasilitas yang tersedia dipasaran. Oleh karena itu upaya penaggulangan Hasil studi yang dilakukan Murjana Yasa (2008) mengenai penaggulangan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali mengemukakan beberapa faktor yang menjadi pemicu peningkatan jumlah rumah tangga miskin yakni disebabkan oleh kondisi makro seperti kenaikan BBM yang memicu kenaikan harga yang berakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat, bertambahnya pengang- guran pada keluarga miskin, ditambah pula dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dikalangan mereka serta kondisi lainnya yang tak memungkinkan mereka meraih berbagai fasilitas yang tersedia dipasaran. Oleh karena itu upaya penaggulangan
Kajian yang dilakukan Suradisastra (2008) mengenai strategi pemberdayaan kelembagaan petani di pedesaan mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat petani merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas
(community based action) yang dapat digunakan sebagai pintu masuk diseminasi teknologi. Dengan demikian setiap upaya pemberdayaan kelembaga- an petani memiliki keterkaitan yang kuat dengan tekno-sosial komunitas petani. Keberhasilan suatu program
pemberdayaan merupakan resultan interaksi elemen-elemen pembanguan dengan stra- pemberdayaan merupakan resultan interaksi elemen-elemen pembanguan dengan stra-
Penelitian Ekoprasetyo dan Maisyaroh (2009) tentang model strategi ekonomi rakyat sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta
menggambarkan bahwa konsep pemberdayaan
mengubah konsep pembangunan ekonomi dan sosial yang sekaligus mampu menjelaskan cara mengentaskan kemiskinan, khususnya wilayah pedesaan yang memiliki potensi dasar ekonomi mikro yang produktif. Apabila pemberdayaan sebagai model strategis pengentas- an kemiskinan maka ia harus menjadi proses multidimensi dan multisegi yang mampu memobilisasi berbagai aspek atau unsur sumberdaya serta kapasitas dan potensi masyarakat yang bersangkut- an sehingga pemberdayaan tidak sekedar teori tetapi dapat menjadi alat terbaik dalam pengentas- an kemiskinan. Strategi dasar yang perlu dilakukan adalah perlu adanya kerjasama mutualisme antara
telah
semua elemen yang ada untuk bisa mendorong ekonomi mikro lokal.
Penelitian dilakukan Syafiuddin, (2013) tentang optimalisasi
penanganan kemiskinan dengan menggunakan Paraticipatory Poverty Assessment and Monitoring di wilayah pinggiran kota Makassar menjelaskan bahwa bahwa indeks kebahagian (social weel being) sebuah keluarga atau rumah tangga miskin berkorelasi signifikan dengan berbagai indikator yang telah disusun sendiri oleh masyarakat setempat pada semua dimensi seperti dimensi materi, kesehatan,
pengetahuan, sosial, ekonomi, sumberdaya alam, layanan dan infrastuktur terke- cuali dengan dimensi politik, dengan kata lain kebahagian
keluarga miskin mempunyai hubungan dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan dalam sebuah keluarga terkait beberapa dimensi yang telah disebutkan. Sedangkan dimensi politik tidak mempunyai hubungan dengan perasaan bahagia dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu beberapa dimensi yang terkait perlu ditelusuri lebih lanjut penyebabnya secara lebih mendalam dan perlu dirumuskan lebih rinci bagai- mana upaya pemberdayaannya. Namun demikian
dalam
sebuah
SKPD dapat melakukan intervensi sesuai bidangnya seperti disarankan pada rekomendasi penelitian ini dan selanjutnya proses tersebut perlu dilakukan monitoring untuk mengetahui seberapa jauh proses tersebut mampu menumbuhkan prakarsa masya- rakat miskin guna meningkatkan kesejahteraannya.
Upaya pemberdayaan dalam rangka peng-entasan kemiskinan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, masih kurang banyak menggeser jumlah maupun kualitas hidup masyarakat lapisan bawah khususnya masyarakat miskin. Pertumbuhan ekonomi yang mulai menggembirakan dari tahun ke tahun tidak selalu diikuti oleh
dampak meningkatnya kenaikan pendapatan pada masyarakat miskin. Oleh karena itu upaya pemberdayaan yang lebih terarah harus dilakukan guna membantu mereka meningkat-kan kesejahteraan atau kualitas hidup yang lebih bermartabat. Program penelitian ini dalam jangka panjang berupaya memberi perubahan-perubahan kepada rumah tangga miskin untuk mampu meng organisir diri dalam arti mampu beradaptasi dengan merivisi elemen-elemen rumah tangganya guna menyesuakan diri dan perubahan disekitar lingku- dampak meningkatnya kenaikan pendapatan pada masyarakat miskin. Oleh karena itu upaya pemberdayaan yang lebih terarah harus dilakukan guna membantu mereka meningkat-kan kesejahteraan atau kualitas hidup yang lebih bermartabat. Program penelitian ini dalam jangka panjang berupaya memberi perubahan-perubahan kepada rumah tangga miskin untuk mampu meng organisir diri dalam arti mampu beradaptasi dengan merivisi elemen-elemen rumah tangganya guna menyesuakan diri dan perubahan disekitar lingku-
A. Kemampuan
Hornby (1995) mengartikan kemampuan atau dalam dunia kerja dibentuk competence atau competent adalah “to do something of people having the necessary ability, authority, skill, knowledge; the ability to hold or contain something; the ability to produce, expe-rience, understand and learn something.” Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan (kompe-tensi) berarti mengerjakan
membutuh-kan kemampuan,
sesuatu
yang
pengetahuan, keterampilan, kemampuan memberi isi kepada sesuatu; kemampuan menghasilkan, mengalami, dan mengerti tentang sesuatu.
kewenangan,
Menurut Spencer dan Spencer (1993), kemam- puan merupakan karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang sebagai suatu perilaku dan kinerja dalam situasi dan tugas kerja tertentu. Me- nurut Depdiknas (Soesarsono, 2002), kemampuan Menurut Spencer dan Spencer (1993), kemam- puan merupakan karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang sebagai suatu perilaku dan kinerja dalam situasi dan tugas kerja tertentu. Me- nurut Depdiknas (Soesarsono, 2002), kemampuan
Soesarsono (2002) , Spencer dan Spencer (1993) membagi lima karakteristik kemampuan : yakni motivasi, karsa (motives); ketangkasan sikap (traits), kepribadian, sikap mental (self concept), penge- tahuan (knowledge) yakni informasi yang dipunyai di bidang tertentu dan keterampilan (skill). Motives adalah hal yang konsisten yang orang pikirkan atau inginkan, menyebabkan ia melakukan tindakan atau aksi. Traits merupakan karakteristik fisik dan tangga- pan konsisten atas informasi atau situasi tertentu. Self concept berupa sikap, nilai dan citra diri. Sedangkan, knowledge (pengetahuan) yakni informasi yang dipunyai di bidang tertentu dan skill (keterampilan) merupakan kemampuan untuk melakukan tugas fisik maupun mental.
Tjitropranoto (2005) menyebut kemampuan- kemampuan tersebut sebagai kapasitas diri yang dicirikan
pengetahuan, keterampilan, sikap, percaya diri, komitmen dan kewirausahaan. Kemampuan atau kapasitas tersebut akan memacu potensi (kesiapan) diri berupa kemajuan dan kemampuan usaha yang berlanjut pada pengenalan inovasi guna pengembangan usaha.
dengan
adanya
Di pihak lain, Soesarsono (2002) secara umum membagi
kemampuan menjadi kemampuan personal (personal competency), kemampuan sosial (social competency) dan kemampuan dasar/ profesional (professional competency) atau pemba- gian lain menurut Carlisle (Rosyada, 2004) berupa kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial. Kemampuan
personal seperti: kemampuan mengenal emosi, kemampuan mengendalikan dan mengarahkan emosi (traits), kemampuan memotivasi diri, kemampuan bekerja keras, pantang menyerah, kepercayaan diri dan kemampuan mengembangkan diri, kemampuan personal seperti: kemampuan mengenal emosi, kemampuan mengendalikan dan mengarahkan emosi (traits), kemampuan memotivasi diri, kemampuan bekerja keras, pantang menyerah, kepercayaan diri dan kemampuan mengembangkan diri, kemampuan
Soesarsono (2002), menjelaskan kemampuan sosial terdiri dari: kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
kemampuan berempati,kemampuan
berkomunikasi,
bergaul, kemampuan bekerjasama,
kemampuan berorganisasi dan kemampuan
Kemampuan teknis/profesional dicirikan dengan kemampuan membaca, kemampuan me-nulis beberapa jenis surat
memimpin.
atau laporan, kemampuan berhitung, kemampuan membuat rencana peker-jaan/bisnis, kemampuan
mengelola bisnis, kemam-puan memantau
dan mengevaluasi, kemampuan menemukan dan memecahkan masalah, kemampu- an memberi instruksi, perintah/melatih, kemampuan melaksanakan pekerjaan teknis umum, kemampuan melaksanakan pekerjaan teknis khusus/tertentu, dan kemampuan melihat ke depan.
Wiles (Rosyada, 2004) dan Suparno (2002) membagi kemampuan
(kompetensi) ke dalam tiga kemampuan yakni kemampuan kognitif, kemampu- an sensorik-motorik dan kemampuan afektif. Menurut
Wiles (Rosyada, 2004), kemampuan (kompetensi) kognitif terdiri dari: (pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (appli- cation), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation) Anderson et al., (2001) mem- bagi proses kognitif yang terdiri dari: mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analize), menilai (evaluate) dan menciptakan (create).
Menurut Anderson et al., (2001), mengingat, yakni kemampuan untuk mengingat peristiwa tertentu dan mengungkap kembali peristiwa tersebut; sedangkan mengerti adalah kemampuan menafsir dokumen atau perkataan tertentu, memberi contoh, mendiskripsikan, mengklasifikasi, meringkas, menyim- pulkan, membandingkan dan menerangkan pe- nyebab pentingnya suatu peristiwa. Setelah itu,
penerapan, yakni kemampuan membagi sesuatu dari
keseluruhan lainnya dan mengimplementasikan atau menentukan dengan tepat. Analisis, berupa kemam- puan untuk membedakan antara yang relevan dan yang tidak dari suatu masalah, mengorganisasikan struktur kejadian ke kejadian lain, dan mencirikan keseluruhan lainnya dan mengimplementasikan atau menentukan dengan tepat. Analisis, berupa kemam- puan untuk membedakan antara yang relevan dan yang tidak dari suatu masalah, mengorganisasikan struktur kejadian ke kejadian lain, dan mencirikan
Menurut Wiles (Rosyada, 2004), kemampuan
afektif terdiri dari: penerimaan (receiving), tang- gapan (responding), menerima nilai (valuing) dan mengorganisasikan nilai (organization). Penerimaan diberi arti mendatangi, menjadi perduli terhadap sebuah ide, sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk memperlihatkan sebuah fenomena yang khusus; tanggapan, memberi respon pada tahap pertama dengan kerelaan, berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan penuh kepuasan; menerima nilai: kemampuan menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih salah satu nilai yang menurutnya paling benar, terlalu konsisten dan menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan konsistensinya; meng- organisasikan nilai yakni kemampuan mengorgani- sasikan nilai-nilai, menentukan pola-pola hubungan antara suatu nilai dengan yang lainnya, meng- afektif terdiri dari: penerimaan (receiving), tang- gapan (responding), menerima nilai (valuing) dan mengorganisasikan nilai (organization). Penerimaan diberi arti mendatangi, menjadi perduli terhadap sebuah ide, sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk memperlihatkan sebuah fenomena yang khusus; tanggapan, memberi respon pada tahap pertama dengan kerelaan, berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan penuh kepuasan; menerima nilai: kemampuan menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih salah satu nilai yang menurutnya paling benar, terlalu konsisten dan menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan konsistensinya; meng- organisasikan nilai yakni kemampuan mengorgani- sasikan nilai-nilai, menentukan pola-pola hubungan antara suatu nilai dengan yang lainnya, meng-
Wiles (Rosyada, 2004) menyatakan bahwa kemampuan (kompetensi) psikomotorik terdiri dari: mengamati (observing), meniru (imitating), memprak- tekkan (practicing) dan menyesuaikan (adapting). Pada aspek mengamati seperti mengamati proses, memberikan perhatian terhadap tahap-tahap dan teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan atau meng- artikulasikan sebuah perilaku; meniru, mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknik-teknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh kesadaran dan dengan usaha yang sungguh- sungguh; mempraktekkan, mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik yang dicoba diikutinya itu, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk itu diperlukan kesungguh- an, upaya untuk memperlancar langkah-langkah tersebut melalui pembiasaan terus menerus; dan akhirnya menyesuaikan yakni melakukan penyesuai- an individual terhadap tahap-tahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakan, agar sesuai dengan kondisi dan situasi pelaku sendiri.
Dengan demikian, kemampuan merupakan Dengan demikian, kemampuan merupakan
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidangnya. Selanjut- nya, secara umum kemampuan dapat dicirikan oleh: (1) kemampuan personal, (2) kemampuan sosial (manajerial), dan (3) kemampuan profesional. Bila dipandang dari tujuan belajar kemampuan dapat berupa: (1) kemampuan kognitif,
mampu
oleh
(2) kemampuan sensorik-motorik, dan (3) kemampuan afektif.
B. Kelembagaan
Istilah kelembagaan umumnya diarahkan untuk membicarakan mengenai peran organisasi, wadah, kelompok atau pranata. Kelompok atau organisasi merupakan wadah atau tempat di mana aktivitas kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan institusi atau kelembagaan lebih menberi penekanan pada
aturan main , etika, sikap atau tingkah laku pada suatu sistem tertentu. Kelembagaan berasal dari kata lembaga yang berarti aturan main dalam organisasi atau kelompok masyarakat yang membantu anggotanya untuk berinteraksi dengan lebih baik untuk mencapai tujuan yang disepakati. Lembaga dapat diberi pengertian sebagai aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Hayami, 1984).
Ostrom, 1985 menyatakan bahwa lembaga merupakan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama
lain. Penataan institusi (institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur: aturan operasional
untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk
hubungan kewenangan organisasi. Sedangkan Uphoff, 1986, mengemukakan bahwa lembaga adalah suatu himpunan atau tatanan norma –norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk mela-yani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai ber-sama. Institusi ditekankan pada norma-norma prilaku, nilai budaya dan adat istiadat.
Ada perdebatan tentang perbedaan kelemba- gaan dan organisasi seperti disebutkan Koentjara- ningrat (1997), Syahyuti (2006) membedakan kelembagaan dengan organisasi ke dalam bebe- rapa ciri: (1) kelembagaan adalah tradisional, organisasi adalah modern, (2) kelembagaan dari masyarakat itu sendiri, organisasi datang dari atas, (3) kelembagaan dan organisasi berada pada satu kontinuum.(4) organisasi merupakan bagian atau organ dari kelembagaan. Organisasi adalah kelembagaan yang belum melembaga. Yang sempurna adalah organisasi yang melembaga (Uphoff, 1986)
Syahyuti 2006 mengemukakan kelembagaan memilki komponen (1) person (orang). (2) kepenting- an (3) aturan (4) stuktur atau tata hubungan. Selanjut nya dalam pengembangan kelembagaan dijelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip seperti (1) bertolak dari eksisting condition, (2) terdapat kebutuhan (3) berpikir kesisteman (4) partisipatif (5) efektifitas, (6) efisiensi (7) Fleksibilitas (8) nilai tambah atau keun- tungan (9) desentralisasi dan (10) ada keberlanjutan.
Dalam konteks pembangunan sosial lokal partisipatoris Ohama (2001) menjelaskan bahwa tujuan pembangunan sosial lokal partisipatoris pada dasarnya untuk peningkatan kemampuan dan penguatan kelembagaan. Suatu oraganisai sosial terkait dengan lembaga-lembaga, sumberdaya, kemampuan dan sistem saling konsultasi yang men- jadi norma atau aturan yang mengikat. Selanjutnya terdapat beberapa unsur berkenaan dengan hal tersebut seperti adanya koordinasi, pengandalan diri, sistem pengantaran dan penerimaan sumber-daya, partisipasi, desentrasasi dan pengambilan keputusan. Di dalam pengelolaan organisasi seyo-giayanya terdapat
prinsip
seperti:
efektivitas, efisiensi, efektivitas, efisiensi,
Tulisan pada buku ini adalah rangkaian dari kajian penelitan tentang rumah tangga miskin pedesaan. Penelitian tersebut dilakukan pada dua lokasi yakni kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Pangkep. Kedua kabupaten tersebut dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan Kabupaten Jeneponto dapat mewakili komunitas petani lahan kering yang tantangan alamnya relatif keras. Sedang- kan Kabupaten Pangkep sesuai dengan keadaan daerah mewakili populasi masyarakat nelayan karena keadaan wilayah daerah tersebut umumnya adalah wilayah pesisir dan pulau. Pada kedua daerah tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, maka pilihan lokasi penelitian lebih khusus pada wilayah pedesaan yang memiliki konsentrasi pen- duduk (rumah tangga) miskin terbanyak, dan pernah disentuh oleh program pemberdayaan yang dilaku- kan baik oleh pemerintah maupun oleh stakeholder lain seperti LSM dan swasta. Penelitian tersebut Tulisan pada buku ini adalah rangkaian dari kajian penelitan tentang rumah tangga miskin pedesaan. Penelitian tersebut dilakukan pada dua lokasi yakni kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Pangkep. Kedua kabupaten tersebut dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan Kabupaten Jeneponto dapat mewakili komunitas petani lahan kering yang tantangan alamnya relatif keras. Sedang- kan Kabupaten Pangkep sesuai dengan keadaan daerah mewakili populasi masyarakat nelayan karena keadaan wilayah daerah tersebut umumnya adalah wilayah pesisir dan pulau. Pada kedua daerah tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, maka pilihan lokasi penelitian lebih khusus pada wilayah pedesaan yang memiliki konsentrasi pen- duduk (rumah tangga) miskin terbanyak, dan pernah disentuh oleh program pemberdayaan yang dilaku- kan baik oleh pemerintah maupun oleh stakeholder lain seperti LSM dan swasta. Penelitian tersebut
Berdasarkan permasalahan pokok dan uraian sebelumnya, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) menganalisis kondisi dan karakteristik rumah tangga miskin pedesaan yang menjadi sasaran program pembangunan melalui proses pemberdayaan yang dilakukan fasilitator pembangunan selama ini di wilayah pedesaan. (2) mangkaji tingkat kepekaan rumah tangga miskin dalam merespon upaya-upaya pembangunan atau pemberdayaan yang telah dilakukan (3) mengkaji dan merumuskan model pengembangan/ peningkat- an kemampuan dan penguatan kelembagaan rumah tangga miskin sebagai basis dalam pengem- bangan kualitas hidup masyarakat pedesa-aan secara berkelanjutan.
Pada tahap awal penelitian dilakukan pen- cacahan terhadap penduduk miskin yang akan dijadikan subyek penelitian. Prosedur kerja penelitian meliputi: (1). mengidentifikasi lokasi rumahtangga miskin melalui data sekunder, (2) mengidentifikasi Pada tahap awal penelitian dilakukan pen- cacahan terhadap penduduk miskin yang akan dijadikan subyek penelitian. Prosedur kerja penelitian meliputi: (1). mengidentifikasi lokasi rumahtangga miskin melalui data sekunder, (2) mengidentifikasi
Metode analisis utama yang diguna-kan adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif diartikan sebagai usaha analisis berdasarkan kata-kata yang disusun ke dalam bentuk teks yang diperluas.
Tahap pertama analisis data kualitatif yang dilakukan adalah proses reduksi data yang terfokus pada pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Dalam proses ini dipilih data yang relevan dengan fokus penelitian dan data yang tidak memenuhi kriteria ekskusi-inklusi. Proses reduksi data dilakukan bertahap selama dan sesudah pengumpulan data Tahap pertama analisis data kualitatif yang dilakukan adalah proses reduksi data yang terfokus pada pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Dalam proses ini dipilih data yang relevan dengan fokus penelitian dan data yang tidak memenuhi kriteria ekskusi-inklusi. Proses reduksi data dilakukan bertahap selama dan sesudah pengumpulan data
Tahap kedua adalah penyajian data, yaitu penyusunan sekumpulan informasi menjadi pernyata- an yang memungkinkan penarikan kesimpulan. Data disajikan dalam bentuk teks naratif, mulanya terpencar dan terpisah pada berbagai sumber informasi, kemudian diklasifikasi menurut tema dan kebutuhan analisis. Pada tahap ini, hasil pengumpul- an data dilapangan setelah direduksi, disusun dalam bentuk pernyataan yang bisa digunakan sebagai sumber informasi dalam penyusunan laporan.
Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data. Penarikan kesimpulan berlangsung bertahap dari kesimpulan umum pada tahap reduksi data, kemudian menjadi lebih spesifik pada tahap penyajian data, dan lebih spesifik lagi pada tahap penarikan kesimpulan yang sebenarnya. Rangkaian proses ini menunjukkan bahwa analisis data kualitatif dalam penelitian ini bersifat menggabungkan tahap reduksi data, Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data. Penarikan kesimpulan berlangsung bertahap dari kesimpulan umum pada tahap reduksi data, kemudian menjadi lebih spesifik pada tahap penyajian data, dan lebih spesifik lagi pada tahap penarikan kesimpulan yang sebenarnya. Rangkaian proses ini menunjukkan bahwa analisis data kualitatif dalam penelitian ini bersifat menggabungkan tahap reduksi data,
Analisis data dilakukan setiap saat pengumpul- an data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan abstraksi-abstraksi teoritik terhadap informasi di lapangan, dengan mempertim- bangkan
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran atau informasi tentang peristiwa atas objek yang dikaji tetap mempertim- bangkan derajat koherensi internal, masuk akal, dan berhubungan dengan peristiwa faktual dan realistis. Dengan cara melakukan komparasi hasil temuan observasi dan pendalaman makna, diperoleh suatu analisis data yang terus menerus secara simultan sepanjang proses penelitian. Analisis data kualitatif ini menggunakan metode induktif.
Penelitian atau kajian ini tidak menguji hipotesis, tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi berdasarkan bagian yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan.
dimulai sejak pengumpulan data dan dilakukan lebih intensif setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang
Analisis
data data
Studi
pendahuluan Kemampuan dan kelembagaan
Lemah [pengetahuan, sikap
Kondisi rumah
tangga miskin dan ketrampilan
Kondisi Tidak
lingkungan/
punya
Lemah pengambilan keputusan
SDA dan daya tawar
Infrastruktur Kondisi Tidak
Lokasi: kab.
kelembagaan
Lemah
mampu Jeneponto,
orientasi
menyelesai kan
Kab
Pangkep Program
Tidak punya
bersama
jaringan
Ketidak mampuan
RT Miskin
Rangsangan
perubahan lemah
o Temuan: o Tidak ada Kajian tingkat kepekaan RT
Kletiadaan Miskin menghadapi komitmen
perubahan alternatif o Model peningkatan
visi
kolektif
kemampuan dan penguatan
Kurang yakin terhadap kelembagaan
karunia sumber o Model kebijakan
pengembangan masyarakat miskin pedesaan
Kesadaran kiritis/kepekaan o Publikasi Internasional, Buku
Ajar, Tesis, Makalah
Gambar 2 Bagan Alir Penelitian
menelusuri proses pemberdayaan yang telah dilakukan terhadap masyarakat (rumah tangga) miskin pedesaan pada dua daerah yang Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Pangkep provinsi Sulawesi Selatan. Rumah tangga pedesaan sebagaimana adanya umumnya di dominasi oleh komunitas petani dan nelayan. Selama ini telah banyak program pemba- ngunan yang telah dilakukan baik program pemerin- tah dalam berbagai kegiatan dengan dampingan aparat dibantu oleh lembaga-lembaga lain maupun yang dilakukan langsung oleh pihak swasta, LSM atau badan Internasional, mungkin pula berasal dari lembaga ilmiah seperti perguruan tinggi. Program tersebut telah dilakukan sendiri-sendiri atau dalam bentuk kerjasama atau kolaborasi. Sejauh mana proses pembangunan atau pemberdayaan tersebut mampu menciptakan kemampuan meng-organisir diri pada rumah tangga miskin.
Penelitian ini
akan