Kondisi Rumah Tangga Petani Miskin di Kabupaten Jeneponto

A. Kondisi Rumah Tangga Petani Miskin di Kabupaten Jeneponto

Kabupaten Jeneponto adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di bagian selatan Kota Makassar. Daerah ini berbatasan dengan kabupaten Gowa dan Takalar di sebelah utara dan berbatasan dengan kabupaten Bantaeng sebelah timur, Kabupaten Takalar sebelah barat dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores. Daerah ini memiliki luas wilayah 749,79 km persegi, dan secara administratif meliputi 11 kecamatan. Pengelolaan pemerintahan daerah ini berpusat di Kota Bontosunggu di Kecamatan Binamu. Kecamatan lain adalah kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan yang paling jauh dari pusat pemerintahan yakni 41 km dari ibu kota kabupaten, menyusul kecamatan Bangkala, Kecamatan Rumbia,

Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Kelara, Kecamatan Taroang, Kecamatan Bontoramba, Kecamatan Batang Kecamatan Arungkeke dan Kecamatan Turatea. Dari sebelas kecamatan tersebut Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala dan Bontoramba termasuk dalam wilayah terluas yakni masing masing 20 %, 16 % dan 12 % dari total luas wilayah

kabupaten Jeneponto, sedangkan Kecamatan yang paling sempit adalah Kacamatan Batang, Arungkeke dan Kecamatan Kelara yakni masing-masing 4 %, 4 % dan 6 % .

Berdasarkan pembagian wilayah administrasi jumlah desa dan kelurahan yang menyebar di seluruh kecamatan adalah 83 desa dan 30 kelurahan yang terdiri dari Bangkala 10 desa dan 4 Kelurahan, Bangkala Barat 7 desa dan 1 Kelurahan, Tamalatea

6 Desa dan 6 kelurahan, Bontoramba 11 desa dan 1 kelurahan, Binamu 2 desa dan 11 kelurahan, Turatea

11 desa, Batang 4 desa dan 2 kelurahan, Arungkeke

7 desa, Tarowang 8 desa, kelara 5 desa 5 kelurahan dan terakhir Rumbia yang seluruhnya terdiri dari 12 desa. Data menunjukkan jumlah penduduk di daerah 7 desa, Tarowang 8 desa, kelara 5 desa 5 kelurahan dan terakhir Rumbia yang seluruhnya terdiri dari 12 desa. Data menunjukkan jumlah penduduk di daerah

Gambar 3 Sebaran Penduduk Kabupaten Jeneponto per Kecamatan Tahun 2013 (BPS Kabupaten Jeneponto, 2014)

Keadaan Wilayah Kabupaten Jeneponto terdiri dari dataran tinggi di bahagian utara dengan ketinggian 500-1400 di atas permukaan laut, selanjutnya dataran rendah berada di bagian selatan dan sisanya wilayah laut. Daerah ini di dominasi oleh wilayah pertanian lahan kering.

Gambar 4. Kondisi Lahan Kering di Desa Kapita Kecamatan Bangkala Kab Jeneponto

Potensi sawah tadah hujan dan tegalan atau kebun rakyat dengan jumlah yang sangat besar. Dari jumlah sawah yang ada penduduk mengelola tanaman pangan padi dan jagung. Untuk pertanian padi dan jagung umumnya hanya di panen satu kali dalam setahun kecuali untuk beberapa kecamatan tertentu yang melakukan panen dua kali setahun. Kadaan ini menyebabkan daerah ini di kategorikan sebagai wilayah yang kering dengan penduduk sebahagian besar berada pada kondisi miskin. Secara umum klasifikasi Rumah Tangga miskin di Kabupaten Jeneponto adalah terdiri Rumah Tangga sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin.

Data terakhir yang ada adalah data tahun 2011 dan digunakan dalam pendataan ulang sekarang ini. Secara keseluruhan jumlah rumah tangga miskin tersebut dapat digambarkan pada Tabel 1

Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga (KK) berdasarkan klasifikasi kemiskinan per kecamatan Kabupaten Jeneponto tahun 2014

Sangat Hampir Rentan No Kecamatan

Jumlah miskin

Miskin

miskin miskin 1 Bangkala

Sumber: BPS Kabupaten Jeneponto 2014

Tabel 1 tersebut menjelaskan bahwa sebaran Rumah Tangga

miskin sesuai klasifikasi per miskin sesuai klasifikasi per

Tabel 2 Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Klasifikasi Kemiskinan per Desa di Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2014

Sangat Hampir Rentan No

Kecamatan

Jumlah miskin

Miskin

miskin Miskin 1 Malasoro

4 Pantai Bahari

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa sebaran rumah tangga miskin di Kecamatan Bangkala terbanyak adalah di Desa Kapita, Malasoro dan Bontomaranu. Penelusuran lebih lanjut sehubungan Data Tabel 2 menunjukkan bahwa sebaran rumah tangga miskin di Kecamatan Bangkala terbanyak adalah di Desa Kapita, Malasoro dan Bontomaranu. Penelusuran lebih lanjut sehubungan

Fokus pengamatan pada studi ini di kabupaten Jeneponto adalah di Desa Kapita Kecamatan Bangkala. Untuk mencapai Desa Kapita dilakukan dengan waktu tempuh 30 menit sampai satu setengan jam dari Allu sebagai ibu kota Kecamatan Bangkala. Desa kapita merupakan salah satu desa pertanian yang luas di Kecamatan Bangkala. Secara umum kondisi lingkungan dan infrastruktur di wilayah ini dikemukakan berupa keadaan umum kesehatan masyarakat,

mata pencaharian, aksesibilitas penduduk pada sarana jalan yang ada, serta fasilitas listrik dan sarana komunikasi.

Hasil wawancara dengan Dg Gasing (50 tahun) salah seorang penduduk miskin di Desa Kapita menjelaskan bahwa keadaan kesehatan masyarakat terganggu jika ada pergantian musim sekitar bulan Nopember

Penyakit yang berkembang adalah malaria atau demam, batuk- bantuk atau petugas kesehatan sering menyebut infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Seringkali pula

dan

Desember.

penduduk terjangkit penyakit muntah berak (muntaber), selain penyakit yang diderita individu yang berlangsung menahun. Bagi penduduk desa tempat mencari pertolongan terhadap serangan penyakit, adalah dengan memanfaatkan obat yang bersumber dari pengetahuan tradisional masyarakat setempat atau bila berlangsung lama berusaha berobat pada orang pintar. Tetapi beberapa tahun terakhir ini penduduk mulai terbiasa ke Puskesmas. Di Desa Kapita sendiri terdapat 1 puskesmas.

Mata Pencaharian penduduk umumnya adalah petani. Menurut pengakuan Dg. Gassing, ia telah bertani selama 40 tahun. Dengan umur yang sekarang sudah lima puluh tahun, kebiasaan bertani sudah ia lakoni sejak kecil di desa ini. Dg Gassing tidak punya pekerjaan lain selain bertani. Setiap hari ia memanfaatkan waktu selama 5 jam. Selanjutnya waktu lain di iluar dari waktu tersebut hanya digunakan untuk istirahat. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Lima (35 tahun), Daeng Pana (65 tahun) , Dg Bakkasa (69 tahun) serta Kamaludin (48 tahun) yang menilai bahwa sebagai petani miskin Mata Pencaharian penduduk umumnya adalah petani. Menurut pengakuan Dg. Gassing, ia telah bertani selama 40 tahun. Dengan umur yang sekarang sudah lima puluh tahun, kebiasaan bertani sudah ia lakoni sejak kecil di desa ini. Dg Gassing tidak punya pekerjaan lain selain bertani. Setiap hari ia memanfaatkan waktu selama 5 jam. Selanjutnya waktu lain di iluar dari waktu tersebut hanya digunakan untuk istirahat. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Lima (35 tahun), Daeng Pana (65 tahun) , Dg Bakkasa (69 tahun) serta Kamaludin (48 tahun) yang menilai bahwa sebagai petani miskin

Gambar 5. Kantor Desa Kapita Kecamatan Bangkala Kab.

Jeneponto

Sumberdaya alam yang menjadi tumpuan hidup masyarakat adalah lahan pertanian. Ada beberapa penduduk beternak terutama sapi dan kerbau serta ternak kecil. Walaupun di sekitar rumahnya ada lahan yang dapat digunakan untuk beternak kecil tetapi kebanyakan rumah tangga miskin tidak melakukan karena berbagai alasan. Di sekitar kampung terdapat pegunungan dengan hutan yang sudah berubah menjadi ladang penduduk. Tanaman kayu yang tersisa hanya sebagai batas pagar dari setiap kebun atau ladang Sumberdaya alam yang menjadi tumpuan hidup masyarakat adalah lahan pertanian. Ada beberapa penduduk beternak terutama sapi dan kerbau serta ternak kecil. Walaupun di sekitar rumahnya ada lahan yang dapat digunakan untuk beternak kecil tetapi kebanyakan rumah tangga miskin tidak melakukan karena berbagai alasan. Di sekitar kampung terdapat pegunungan dengan hutan yang sudah berubah menjadi ladang penduduk. Tanaman kayu yang tersisa hanya sebagai batas pagar dari setiap kebun atau ladang

Kondisi Penerangan di desa ini sudah menggunakan listrik atas fasilitas PLN. Tidak semua penduduk mampu memasang listik dirumahnya. Terutama bagi mereka yang miskin seperti dg Gassing, cara mendapatkan penerangan adalah dengan menyambung listrik dari tetangga yang mampu, dengan membayar Rp 20.000 setiap bulan. Di desa Kapita belum memiliki jaringan telepon. Ada beberapa penduduk yang sudah menggunakan telepon seluler, tetapi baru beberapa orang.

bahwa mata pencaharian penduduk di Desa Kapita umumnya adalah petani. Sumberdaya utama yang dimiliki

Seperti telah

dijelaskan dijelaskan

Selama ini lahan garapannya, ditanami padi dan jagung. Ada pula diantaranya sewaktu-waktu menanam kacang-kacangan. Jagung kadang- kadang bisa dipanen 2 kali sedangkan padi hanya satu kali. Peralatan bertani atau aset fisik yang dimiliki selain cangkul dan sabit, yang agak mewah hanya alat penyemprot hama. Selama padi dan jagung diproduksi petani penggarap menanggung seluruh biaya. Pada saat nanti padi dan jagung telah panen, hasilnya dibagi dua dengan pemiliknya. Selama padi Selama ini lahan garapannya, ditanami padi dan jagung. Ada pula diantaranya sewaktu-waktu menanam kacang-kacangan. Jagung kadang- kadang bisa dipanen 2 kali sedangkan padi hanya satu kali. Peralatan bertani atau aset fisik yang dimiliki selain cangkul dan sabit, yang agak mewah hanya alat penyemprot hama. Selama padi dan jagung diproduksi petani penggarap menanggung seluruh biaya. Pada saat nanti padi dan jagung telah panen, hasilnya dibagi dua dengan pemiliknya. Selama padi

Untuk kelangsungan hidup setiap petani miskin memiliki peralatan produksi, selain itu juga memiliki perlengkapan penunjang kelangsungan hidup. Umumnya di setiap rumah tangga miskin masih memiliki peralatan makan minum seperti alat masak- memasak dan makan minum sederhana, seperti piring dan jirigen penampung air. Petani rata-rata memiliki rumah sendiri dengan perabot rumah tangga seadanya. Berdasarkan data sementara yang telah terkumpul, belum ada petani miskin yang memiliki peralatan rumah tangga seperti motor atau

kulkas yang dapat dioperasikan untuk mendapat pendapatan tambahan misalnya dengan membuat es atau mejadikan motor sebagai sebagai ojek. Hanya Dg Panna yang memiliki bentor yang digunakannya pada saat bukan musim bertani dengan mengoperasikannya di daerah lain (Tanah Toraja) untuk mendapat tambahan penghasilan. Aspek manajerial dalam mengelola rumah tangga pada petani miskin belum berjalan. Hampir semua petani miskin yang menjadi informan mengakui bahwa memiliki pendapatan dari pertaniannya masih sekedar untuk menyambung hidup. Mereka mengakui bahwa dari pendapatan tersebut tidak pernah melakukan upaya menabung untuk waktu yang lama. Kalaupun ada tabungan mereka gunakan lagi untuk keperluan sehari-hari .Gambaran tersebut dapat dilihat pada matriks sembilan elemen rumah tangga berikut.

Tabel 3. Matrik 9 Elemen Rumah Tangga Petani Miskin di

Jeneponto

S.daya

Pisik Manusia Finansial

Aktivitas Lahan (terbatas-

< 25 are)

Dana, modal Sabit,cangkul,

Produksi parang Sisanya tidak

Modal usaha dan alat lain

kebanyakan

yang juga berupa pinjaman terbatas

berkerja

Perlengkapan dapur (piring,gelas), jirigen air,

Konsumsi perabot Tidak ada seadanya, rumah

tabungan, berdinding dan

3-4 orang

tanggungan Dana pendidikan lantai bambu,

terbatas listrik dari

tetangga, listrik disewa dari tetangga

Upaya investasi Manajerial

Tidak ada asset

pada kegiatan lain yang ada tidak fisik yang dapat dikelola untuk diupayakan

Tenaga lain

tidak memungkinkan

tujuan lain

untuk membantu RT

karena dana terbatas

Matriks tersebut menggambarkan berbagai keterbatasan rumah tangga petani miskin dari sisi sumberdaya pisik, manusia (tenaga) produktif yang menunjang keberlangsungan rumah tangga yang terbatas seperti yang dikemukakan Suman, A. (2007). Demikian pula halnya kecukupan finansial baik untuk produksi, konsumsi serta manajerial yang tidak memadai. Kemampuan rumah tangga memanfaatkan,

serta mengelola sumberdaya untuk berbagai macam tujuan dalam rangka mereproduksi kembali asset rumah tangga masih diliputi berbagai keterbatasan. Akibatnya, aktivitas rumah tangga masih berkisar pada rutinitas keseharian dalam mempertahankan kelangsungan hidup.

memobilisasi

Kelembagaan produksi di kalangan masyarakat (rumah tangga) petani miskin untuk sebahagian besar usaha yang bertujuan ekonomi atau menghasilkan pendapatan, terbentuk alamiah berupa

hubungan kelembagaan patron-klien dengan aturan bagi hasil yang diatur umumnya oleh patron. Jika petani miskin memiliki lahan sendiri, kebanyakan di antara mereka kekurangan modal.

Modal usaha umumnya dipinjam. Syarat pinjaman diatur sepenuhnya oleh pemilik modal. Demikian pula jika petani miskin menjadi penggarap atau buruh tani. Upah ditentukan oleh pemilik lahan. Pola interaksi, tata hubungan dan kesepakatan yang terbentuk, memposisikan petani miskin dalam keadaan tidak berdaya. Di kalangan masyarakat tani kegiatan kolektif seperti berkelompok telah belangsung lama baik dalam aksi kolektif tradisonal seperti gotong royong, arisan dan mengurus aset milik bersama seperti mesjid dan kuburan. Ibu-ibu sering mengadakan arisan terutama di pasar tradisional. Ada pula arisan tenaga yang dilakukan laki-laki pada kegiatan pertanian dengan sebutan arera atau aroroseng, tetapi umumnya berfungsi sosial dan berbentuk saling dukung. Kelembagaan seperti ini memperlihatkan bentuk interaksi, tata hubungan dan kesepakatan yang lebih mengutamakan, persamaan dan keadilan antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dengan tujuan sosial.Sebenarnya telah berkembang lama di kalangan masyarakat prinsip kebersamaan seperti diharapkan terwujud dalam dunia pemberdayaan. Pada masyarakat bugis makassar termasuk di Jeneponto, salah satu Modal usaha umumnya dipinjam. Syarat pinjaman diatur sepenuhnya oleh pemilik modal. Demikian pula jika petani miskin menjadi penggarap atau buruh tani. Upah ditentukan oleh pemilik lahan. Pola interaksi, tata hubungan dan kesepakatan yang terbentuk, memposisikan petani miskin dalam keadaan tidak berdaya. Di kalangan masyarakat tani kegiatan kolektif seperti berkelompok telah belangsung lama baik dalam aksi kolektif tradisonal seperti gotong royong, arisan dan mengurus aset milik bersama seperti mesjid dan kuburan. Ibu-ibu sering mengadakan arisan terutama di pasar tradisional. Ada pula arisan tenaga yang dilakukan laki-laki pada kegiatan pertanian dengan sebutan arera atau aroroseng, tetapi umumnya berfungsi sosial dan berbentuk saling dukung. Kelembagaan seperti ini memperlihatkan bentuk interaksi, tata hubungan dan kesepakatan yang lebih mengutamakan, persamaan dan keadilan antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dengan tujuan sosial.Sebenarnya telah berkembang lama di kalangan masyarakat prinsip kebersamaan seperti diharapkan terwujud dalam dunia pemberdayaan. Pada masyarakat bugis makassar termasuk di Jeneponto, salah satu

halnya konsep gotongroyong (Notoatmojo dalam Mubyarto, 1989). Namun demikian prinsip ini dalam prakteknya mulai terkikis. Kelompok formal yang ada di desa juga ada seperti kelompok tani dan kelompok peternak. Kelompok usaha tersebut ada juga yang berwujud Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Kube terbentuk dan berkembang melalui program pemberdayaan yang di lakukan beberapa Dinas Kabupaten setempat seperti mengelola traktor, pompa air, mengelola mebel, dan beternak kambing. Pada kelompok usaha ini ada warga petani miskin yang terlibat, tetapi perannya masih kecil karena umumnya mereka pendidikan rendah. Kategori kegiatan

seperti

kolektif masyarakat dari segi kemampuannya melembaga dapat dilihat pada (Tabel 6). Pada kelompok usaha bersama yang mengelola ternak kambing, selama tiga tahun terakhir ini, kiprahnya mulai terlihat menghasilkan, kolektif masyarakat dari segi kemampuannya melembaga dapat dilihat pada (Tabel 6). Pada kelompok usaha bersama yang mengelola ternak kambing, selama tiga tahun terakhir ini, kiprahnya mulai terlihat menghasilkan,

Secara umum kelembagaan kelompok ternak tersebut sudah berjalan rutin, tetapi belum merupakan wadah yang mandiri, bahkan ada di antara kelompok yang masih sekedar sebagai wadah memperoleh bantuan sarana produksi. Ada beberapa pengalaman bahwa kelompok masih melaksanakan kegiatan ketika pendampingan masih berlangsung, tetapi setelah kegiatan proyek telah berakhir aktivitas kelompok yang bersifat rutin mulai berkurang, bahkan ada pula yang hilang sama sekali. Pada setiap kelompok masih harus ditelusuri mekanisme konsultasi bersama diantara mereka. Mekanisme konsultasi bersama tersebut merupakan bentukan norma sebuah kelompok dalam mengelola aktivitasnya, sehingga kelompok tersebut dapat dikatakan melembaga dan berkelanjutan dalam jangka panjang sebagaimana dikemukakan Ohama,(2001).

belum

nampak.

Tabel 4. Kategori Kelembagaan Masyarakat Tani di Desa

Kapita Jeneponto

si Struktur No

Interak Katego Pengor

ri ganisa

individ (Tata sian

u hubungan)

ketika 1 Saling

Kegiat Kesepa

ada kegiata

dukung royong

melemb aga

n, ad hock

Intens Pengum Arisan

Kesepa

ketika 2 pulan

Tabu

ada kesepakatan sumber

(aroros indivi kegiata eng)

du

melemb aga

n, ad hock

Pengelo

Temp

laan Pengel

Kadang kepengurusa 3 milik

at

Kesepa

asset olaan

ibada

katan

2- n bersam

sarana

h pengur

Usaha kambin kambi g,

ng,

kelomp ok

Memb

Kelomp hutan,

Kadang 4 ok

uat

Kesepa

kelomp mebel katan 2- kepengurusa usaha

sering n pompa

ok

anggota

Meng

air

elola

KUBE

pomp

mebel

a air

dll

Berdasarkan pengakuan informan yang di wawancarai, proses pembangunan dan pember- dayaan masyarakat selama ini berjalan dengan baik oleh pemerintah. Bagi warga miskin pemerintah melakukan pendataan melalui Kepala Dusun. Bentuk pemberdayaan yang sudah ada, masih bersifat karikatif yakni memberi bantuan. Dalam waktu akhir- akhir ini pemberdayaan yang dilakukan pemerintah yakni melalui bantuan BBM, bantuan KPS berupa uang 300 ribu rupiah dalam waktu 4 bulan untuk warga miskin. Selain itu ada pula pembagian Raskin berupa 4-5 liter beras serta pemberian kartu jamkesmas untuk kesehatan. Menurut pengakuan mereka belum pernah ada berupa pelatihan atau pemberian pengetahuan dan ketrampilan tertentu baik yang berhubungan dengan dunia pertanian maupun ketrampilan lainnya., kecuali bagi sebagian warga miskin yang diikutkan pada beberapa kelompok binaan yang bertujuan peningkatan ekonomi seperti KUBE (Kelompok Usaha Bersama). Ada beberapa kelompok seperti yang telah disebutkan seperti kelompok kamping, mengelola mebel, dan mengelola pompa air.

Semua program pemberdayan tersebut diperoleh warga melalui perantaraan kepala dusun setempat.Dikalangan

miskin, walaupun program pemberdayaan tersebut dirasakan masih jauh dari harapan penduduk miskin, tetapi mereka mengakui bahwa setiap program dirasakan manfaatnya walaupun dalam jangka pendek. Sekurang-kurangnya dapat meringankan beban hidup keluarga. Tetapi mereka tetap memberi saran kiranya dapat selalu mengalami peningkatan dan diupayakan senantiasa lebih merata dalam arti semua rumah rumah tangga miskin terjangkau oleh setiap program.

petani