mengandung kalori, gula dan lemak yang rendah sehingga dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas Santoso, 2011.
2.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Overweight dan Obesitas
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal ialah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Contohnya berjalan, berlari,
berolahraga, mengayuh sepeda, dan lain-lain. Aktivitas fisik menentukan kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat
meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik WHO, 2010.
Penelitian yang dilakukan oleh Huriyati 2004 di Yogjakarta menyimpulkan bahwa remaja kota menghabiskan lebih banyak waktu untuk
aktivitas sedentari daripada remaja pedesaan. Hubungan antara aktivitas sedentari dengan obesitas merupakan faktor independen dari faktor lain seperti asupan
energi dan status obesitas keluarga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anissa, Indriani, dan Yustini 2014 pada remaja
di SMA Katolik Cendrawassih Makassar yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas sedentari dengan kejadian
overweight.
Selain itu, ditemukan juga adanya hubungan obesitas dengan status ketidakpuasan citra tubuh. Terdapat hubungan yang bermakna aktivitas fisik
dengan status ketidakpuasan citra tubuh. Artinya remaja yang tidak puas lebih sedikit melakukan aktivitas fisik dibanding remaja yang puas Tarigan, 2005.
2.6. Hubungan Uang Saku dengan Kejadian Overweight dan Obesitas
Besarnya uang saku akan menentukan jenis dan frekuensi jajanan yang akan dipilih. Sebagian besar uang saku yang dimiliki remaja digunakan untuk
membeli makanan yang diinginkan Muwakhidah dan Dian, 2008. Vaida 2013 menemukan bahwa pada remaja dengan uang saku yang tinggi cenderung
membeli makanan yang tinggi kalori dan sedikit membeli buah-buahan dibanding dengan remaja dengan uang saku rata-rata. Penelitian yang dilakukan Bipasha dan
Universitas Sumatera Utara
Goon 2013 juga menenunjukan bahwa hampir dari setengah dari total uang saku per bulan mahasiswa Bangladesh dihabiskan untuk membeli makanan jenis fast
food.
Hasil statistik penelitian yang dilakukan oleh Muwakhidah dan Dian 2008 pada remaja di SMU Batik I Surakarta menunjukkan bahwa besarnya uang
saku tidak menunjukan hubungan secara signifikan. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Sya’diah 2010, pada siswa SMA
Negeri 1 Kudus yang menyimpulkan tidak terbukti bermakna bahwa faktor uang saku mempunyai risiko terhadap kejadian obesitas.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Imtihani dan Noer 2013 mengenai hubungan uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food pada remaja putri di
Semarang terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa uang saku berhubungan dengan frekuensi konsumsi
makanan cepat saji. Hal ini terjadi karena subjek yang mendapatkan uang saku yang cukup, menggunakan uangnya untuk membeli makanan cepat saji.
2.7. Hubungan Pengaruh Kelompok dengan Kejadian Overweight dan
Obesitas
Kelompok adalah semua individu yang memiliki persamaan usia dan status sosial yang memberikan pengaruh terhadap suatu kebiasaan Peng, Poza,
dan Xiaobo, 2014. Pengaruh dari kelompok berkontribusi terhadap 2 faktor yang paling berkaitan pada epidemi obesitas, yaitu pola makan dan aktivitas fisik. Pola
makan dan aktivitas fisik sangat dipengaruhi oleh kelompok yang mana pengaruhnya semakin besar seiring dengan bertambahnya usia individu. Secara
umum, kesan atau sikap kelompok terhadap kejadian overweightobesitas cenderung mengesankan penolakan atu negatif. Namun, anak-anak atau remaja
dengan latar belakang keluarga atau teman-teman yang overweightobesitas cenderung tidak mengesankan penolakan terhadap keadaan tersebut dan tidak
menyadari kondisi tubuhnya yang overweightobesitas. Hal ini timbul akibat normalization, di mana individu merasa tidak ada yang salah dengan menjadi
overweightobesitas Salvy dan Bowker, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Setiap individu sebenarnya memiliki kecenderungan untuk selalu memberikan kesan yang positif saat bersama dengan orang yang tidak dikenalnya,
hal ini menjelaskan mengapa seseorang cenderung makan lebih sedikit ketika makan berama orang yang baru atau belum begitu dikenalnya. Penelitian pada
anak usia 2-6 tahun menunjukan bahwa jika terdapat 9 orang dalam kelompok meningatkan jumlah makanan yang dimakan dibanding 3 orang Lumeng dan
Hillman, 2007. Penelitian oleh Horne, et al. dalam Salvy dan Bowker 2014 menemukan bahwa individu yang overweightobesitas memang cenderung
memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah, namun ketika bersama dengan teman- temannya yang bukan overweightobesitas justru menunjukkan peningkatan
aktivitas fisik.
Keputusan pemilihan makanan dan jajanan termasuk jajanan fast food dapat dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal ini adalah teman bermain atau peer
group. Bipasha dan Goon 2013 menemukan bahwa alasan mahasiswa dalam memilih makanan fast food sekitar 13 dipengaruhi oleh kelompok. Di
Semarang, para remaja putri sudah bisa menentukan sendiri makanan jajanan seperti apa yang akan dia makan. Hal ini berarti tingkat ketergantungan remaja
putri terhadap peer group nya sangat rendah. Keputusan pemilihan makanan cepat saji pun atas keinginan sendiri tanpa pengaruh orang lain. Hal ini di dasarkan atas
penelitian yang dilakukan oleh Imtihani dan Noer 2013 pada remaja putri di Semarang.
2.8. Komplikasi