Dan isim isyarat ( م ْ ُكِلَذ )adalah mubtada sedang khabarnya adalah رُهَْط َأ

Dan isim isyarat ( م ْ ُكِلَذ )adalah mubtada sedang khabarnya adalah رُهَْط َأ

ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِل yaitu lebih mensucikan baginya dari kecurigaan dan hasrat jahat yang mengganggu benak laki-laki tentang wanita dan benak wanita tentang laki-laki. Dan dalam hal ini ada pelajaran bagi setiap orang yang beriman dan peringatan baginya dari terlalu percaya dengan dirinya ketika berkhalwat dengan wanita yang tidak halal baginya, dan ngobrol dengannya

tanpa memakai hijab, dan dalam firman-Nya : ن َّ هِِئآبآ ي ْف ِ ن َّ هِْيَلعَ حَاَنجُ َل

ن َّ هِِئاس َ ِن Dia mengatakan نه ِ ِئاس َ ِن َلو َ penyandaran ini menuntut bahwa yang dimaksud adalah wanita-wanita mu’minah, karena wanita-wanita kafir tidak bisa dipercaya dalam menjaga aurat (wanita mu’minah), sedangkan para

wanita seluruh (tubuh)nya adalah aurat. 155 Al Imam As Sayuthi rahimahullah berkata : Ini adalah ayat hijab yang

dengannya Ummahatul Mu’minin mendapat perintah setelah sebelumnya keadaan wanita tidak berhijab. 156

Al ‘Alamah Al Qur’aniy Muhammad Al Amin Al Syinqithi rahimahullah berkata : Telah terdahulu dalam tarjamah (maksudnya muqaddimah) Al Kitab Al Mubarak bahwa diantara bayan (penjelasan) yang dijelaskan dalam tarjamah itu adalah bila sebagian ulama mengatakan suatu pendapat tentang makna suatu ayat, dan dalam ayat itu sendiri ada qarinah yang menunjukan tidak benarnya pendapat ini, dan kami telah menyebutkan beberapa contoh di sana, dan masih banyak contoh yang ada di dalam Al Kitab ini yang belum kami sebutkan dalam tarjamah, dan diantara contoh yang kami sebutkan dalam tarjamah itu adalah ayat yang mulia ini, kami telah mengatakan dalam tarjamah Al Kitab Al Mubarak ini : Dan diantara contohnya adalah perkataan

banyak orang : Bahwa ayat hijab yaitu firman-Nya اع ً اَتمَ ن َّ هُوْمُُتْلَأس َ اَذِإوَ

ب ٍ اج َح ِ ءِارَوَ ن ْ مِ ن َّ هُوُْلَأس ْ اف َ adalah khusus bagi isteri-isteri Nabi , maka sesungguhnya penetapan alasan (illah) hukum ini yaitu pengharusan hijab oleh

Allah dengan keberadaannya lebih mensucikan bagi hati laki-laki dan wanita

dari kecurigaan dalam firman-Nya : ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِل رُهَْطَأ مُْكِلَذ

merupakan qarinah yang jelas yang menunjukan keumuman hukum ini (mencakup isteri-isteri Nabi dan wanita muslimah lainnya), karena tidak ada seorang muslim pun mengatakan bahwa selain isteri-isteri Nabi tidak membutuhkan kepada kesucian hati mereka dan hati para lelaki dari kecurigaan

maksiat dari diri para wanita. Dan sudah menjadi suatu kepastian dalam ilmu Ushul Fiqh bahwa illat (alasan hukum) itu mencakup seluruh yang dimasuki

154 Ruhul bayan 7/215 155 Fathul Qadir 4/298. 156 Al Iklil Fis Tinbath At Tanzil 179.

illat itu (ma’lul), dan hal ini diisyaratkan dalam Maraaqis Su’ud dengan perkataannya :

Dan terkadang mengkhususkan dan terkadang mengumumkan Terhadap hukum asalnya, namun dia itu tidak pernah terobek

Selesai tempat tujuan dari perkataan kami dalam tarjamah tersebut, dan dengan penjelasan yang telah kami sebutkan maka anda bisa mengetahui bahwa dalam ayat ini ada dalil yang jelas yang menunjukan bahwa wajibnya hijab ini umum mencakup seluruh wanita bukan khusus bagi isteri-isteri Nabi -meskipun asal lafadznya khusus buat mereka- karena keumuman illatnya menunjukan keumuman hukum di dalamnya. Sedangkan maslakul ‘illah

(pokok alasan) yang menunjukan bahwa firman-Nya : رُهَْطَأ مُْكِلَذ

ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِل adalah illat (alasan hukum) bagi firman-Nya : ب ٍ اج َح ِ ءِارَوَ ن ْ مِ ن َّ هُوُْلَأس ْ اف َ yaitu Al Maslak yang terkenal dalam ilmu Ushul dengan nama Maslakul ‘iima’ wat Tanbih. Sedangkan definisi atau batasan maslak yang bisa diterapkan pada juz’iyyahnya ini adalah : Disertainya

suatu hukum syar’i dengan suatu sifat yang seandainya sifat ini adalah bukan alasan bagi hukum tersebut maka perkataan tersebut cacat menurut penilaian orang-orang yang memahami

Pengarang Maraqis Su’ud mendefinisikan dilalah Al ‘iimaa wat tanbih dalam pembahasan dilalatul Iqtidha wal Isyarah Wal ‘iimaa wat Tanbih dengan perkataannya :

Dilalah Al ‘iimaa wat tanbih Dalam disiplin ilmu ini dimaksudkan menurut para ahlinya Adalah menyertainya suatu sifat terhadap hukum yang bila bukan untuk tujuan illat (alasan hukum itu), maka dicela oleh orang yang pandai.

Dan beliau mendefinisikan Al ‘iimaa wat tanbih juga dalam masaalikul ‘illah dengan perkataannya :

Dan yang ketiga : Al ‘iimaa yaitu penyertaan suatu sifat terhadap suatu hukum yang keduanya dilafalkan tanpa ada ketinggalan dan sifat itu atau nadhir itu menyertainya, membantu bagi yang lainnya

Maka firman-Nya : ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِل رُهَْطَأ مُْكِلَذ seandainya bukan alasan hukum bagi firman-Nya: ب ٍ اج َح ِ ءِارَوَ ن ْ مِ ن َّ هُوُْلَأس ْ اف َ maka tentu perkataan ini cacat tidak teratur benar menurut orang yang pandai lagi ‘arif.

Oleh sebab itu bila anda mengetahui bahwa firman-Nya : رُهَْطَأ مُْكِلَذ ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِلadalah illah (alasan hukum) bagi firman-Nya : مُْكِلَذ

ن َّ هِِبوُْلقُوَ مُْكِبوُْلقُِل رُهَْطَأ dan anda juga mengetahui bahwa hukum illat itu umum, maka ketahuilah sesungguhnya illat bisa membuat umum ma’lulnya dan bisa juga mengkhususkannya sebagaimana yang telah kami sebutkan dalam bait syair Maraqis Su’ud, dan dengannya anda mengetahui bahwa ayat hijab itu umum karena keumuman illatnya, dan bila hukum ayat ini umum dengan dilalah qarinah qur’aniyyah maka ketahuilah bahwa hijab itu wajib

atas seluruh wanita berdasarkan 157 dilalah Al Qur’an .

Khithab Terhadap Seseorang Hukumnya Mencakup Seluruh Ummat