Asy Syaikh Al Imam Abdul Qadir Ibnu Umar Asy Syaibani Al Hanbali

Asy Syaikh Al Imam Abdul Qadir Ibnu Umar Asy Syaibani Al Hanbali

berkata : Dan wanita merdeka yang sudah baligh seluruh tubuhnya adalah aurat di dalam shalat hingga kuku dan rambutnya kecuali wajahnya, sedangkan wajah dan kedua telapak tangan dari wanita merdeka yang sudah baligh adalah aurat di luar shalat berhubungan dengan pandangan (laki-laki) sebagaimana halnya anggota badan yang lain. 135

Al Imam Al Muhaqqiq Ibnu Al Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata : Aurat itu ada dua macam : aurat di dalam shalat, dan aurat di hadapan pandangan (laki-

132 Dinukil darinya oleh At Tuwaijiri dalam Ash Sharim Al Masyhur 72-73. 133 Al Iqna’1/88. 134 Al Iqna’ Fi Halli Alfadz Abi Syuja’ 185 Bab menutup aurat dan penjelasannya. 135 Nailul Ma’arib Bisyarhi Dalil Ath Thalib 1/39.

laki). Wanita merdeka boleh melakukan shalat dengan wajah dan kedua telapak tangannya terbuka, namun dia tidak boleh keluar ke pasar dan tempat banyak orang

dengan penampilan seperti itu (wajah dan telapak tangan terbuka). 136

Adapun ihtijaj (berhujjah) Fadlilatu Asy syaikh Al Albani dengan apa yang dituturkan oleh Asy Syarbini dalam kitab Al Iqna’maka itu tertolak dengan penjelasan yang lalu, yaitu bahwa ruang lingkup hijab itu bukan ruang lingkup aurat, bahkan tertolak oleh apa yang dituturkan Asy Syarbini sendiri dalam tafsirnya yang bernama As Siraj Al Munir tatkala menukil perkataan Ibnu ‘Adil : Dan mungkin dikatakan : Yang dimaksud adalah mereka (para wanita) dikenal bahwa mereka tidak berzina, karena orang yang menutupi wajahnya padahal bukan aurat yaitu di dalam shalat tidak ada harapan bahwa dia membuka auratnya. 137

Bahkan Asy Syarbini sendiri menjelaskan dengan gamblang akan keharaman memandang wajah dan kedua telapak tangannya 138 , anda bisa melihat beliau menukil

perkataan As Subki : Sesungguhnya yang mendekati pada pendapat para pengikut (madzhab Asy Syafii) adalah bahwa wajah dan kedua telapak tangannya adalah aurat dalam pandangan (laki-laki), tidak di dalam shalat. 139

Al Baidlawi berkata dalam tafsir firman-Nya : Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang biasa nampak darinya,” : Dan yang dikecualikan itu adalah wajah dan kedua telapak tangan karena keduanya bukan termasuk aurat, dan yang lebih jelas ini adalah di dalam shalat bukan dalam pandangan (laki-laki), karena seluruh tubuh wanita merdeka (dalam pandangan laki- laki) adalah aurat, tidak boleh selain suami dan mahramnya melihat sedikitpun dari tubuhnya kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk mengobati dan ketika

memberikan kesaksian. 140 Asy Syihab berkata dalam Syarahnya : dan madzhab Asy Syafii rahimahullah

sebagaimana dalam kitab Ar Raudlah dan yang lainnya adalah bahwa seluruh badan wanita adalah aurat secara muthlak termasuk wajah dan telapak tangannya, dan dikatakan (dalam pendapat yang lemah): boleh melihat wajah dan telapak tangan bila tidak hawatir fitnah. Dan berdasarkan pendapat yang pertama : Keduanya (wajah dan telapak tangan) adalah aurat kecuali di dalam shalat, maka shalat tidak batal dengan membukanya. 141

Al Amir Al Imam Muhammad Ibnu Ismail ash Shan’ani rahimahullah berkata : Dan boleh membuka wajahnya karena tidak ada dalil yang mengharuskan menutupinya, dan maksudnya adalah membukanya di dalam shalat di kala tidak ada laki-laki yang bukan mahram melihatnya, ini adalah auratnya di dalam shalat, adapun

136 Al Qiyas Fi Asy syar’i Al Islami 69. 137 As Siraj Al Munir 3/271. 138 Mughni Al Muntaj Ila Ma’rifati Al Fadz Al Minhaj 3/129. 139 Penjelasan dan nukilan-nukilan ini membuktikan bahwa apa yang dituturkan oleh pengarang kitab Kebebasan wanita (Yaitu Abdul Halim Abu Syuqqah) banyak tidak ilmiyyahnya dan justru banyak memotong perkataan para ulama dengan tujuan menyelaraskan dengan pendapat pengarang sendiri serta terlalu memaksakan kehendak yang tidak berlandaskan pada hujjah yang kuat, ini bisa dibuktikan jika pembaca sangat jeli dalam membacanya dan mau merujuk langsung kedalam kitab-kitab yang dijadikan rujukan pada umumnya, sunggu sangat disesalkan dan lebih menyayangkan adalah tindakan sebagian muqallidin terhadap kitab ini yang membabi buta seolah-olah kitab ini adalah satu-satunya dalam masalah ini, dan juga janganlah terkecoh dengan pujian terhadap kitab ini yang dilontarkan oleh pemberi komentarnya karena tidak ada artinya pujian orang yang banyak menolak hadits shahih karena bertentangan dengan akalnya (pent) 140 ‘Inayatul Qadli Wa Kifayatur Radli 6/373. 141 Ibid 136 Al Qiyas Fi Asy syar’i Al Islami 69. 137 As Siraj Al Munir 3/271. 138 Mughni Al Muntaj Ila Ma’rifati Al Fadz Al Minhaj 3/129. 139 Penjelasan dan nukilan-nukilan ini membuktikan bahwa apa yang dituturkan oleh pengarang kitab Kebebasan wanita (Yaitu Abdul Halim Abu Syuqqah) banyak tidak ilmiyyahnya dan justru banyak memotong perkataan para ulama dengan tujuan menyelaraskan dengan pendapat pengarang sendiri serta terlalu memaksakan kehendak yang tidak berlandaskan pada hujjah yang kuat, ini bisa dibuktikan jika pembaca sangat jeli dalam membacanya dan mau merujuk langsung kedalam kitab-kitab yang dijadikan rujukan pada umumnya, sunggu sangat disesalkan dan lebih menyayangkan adalah tindakan sebagian muqallidin terhadap kitab ini yang membabi buta seolah-olah kitab ini adalah satu-satunya dalam masalah ini, dan juga janganlah terkecoh dengan pujian terhadap kitab ini yang dilontarkan oleh pemberi komentarnya karena tidak ada artinya pujian orang yang banyak menolak hadits shahih karena bertentangan dengan akalnya (pent) 140 ‘Inayatul Qadli Wa Kifayatur Radli 6/373. 141 Ibid

Al Maududi rahimahullah berkata : Dan yang sangat mengherankan adalah bahwa mereka yang membolehkan perempuan membuka wajah dan kedua telapak tangannya kepada laki-laki yang bukan mahram berdalil untuk hal itu bahwa wajah dan kedua telapak tangan perempuan adalah bukan aurat, padahal sungguh jauh sekali perbedaan antara hijab dengan menutupi aurat, aurat adalah sesuatu yang tidak boleh dibuka di hadapan laki-laki mahramnya, adapun hijab adalah sesuatu di atas menutupi aurat yaitu penghalang yang menghalangi wanita dari laki-laki yang bukan mahramnya. 143

Syaikh Abu Hisyam Ibnu Abdillah Al Anshari berkata : Janganlah seseorang terkecoh dengan ijma’ ulama atau yang menyerupai ijma’nya terhadap pengeluaran wajah dan kedua telapak tangan dari aurat, karena ruang lingkup hijab bukanlah ruang lingkup aurat, namun hanya saja diperintahkan untuk berhijab karena hijab itu lebih bersih dan lebih suci bagi hati kaum mu’minin dan mu’minat, dan seandainya benar bahwa sikap dan perkataan mereka (para ulama yang berijma’) itu tidak selaras dan sejalan dengan perkataan wajibnya menutupi wajah dan kedua telapak tangan maka tidak diragukan lagi bahwa mereka atau banyak dari mereka kontra dengan diri mereka sendiri karena dengan terang mereka menyatakan wajibnya (menutupi wajah dan telapak tangan), dan seorang pun tidak mampu mengatakan bahwa mereka semua tidak mengetahui arti kontradiktif (tanaqudl). 144

Doktor Muhammad Mahmud Al Hijazi berkata : Aurat wanita di dalam shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, dan wanita itu seluruh tubuhnya adalah aurat dari sisi pandangan laki-laki yang bukan mahram, dan sebagian orang mengatakan : seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan selama tidak hawatir fitnah. 145

Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni berkata : Perintah untuk berhijab adalah hanyalah datang setelah tegaknya perintah syari’at akan wajibnya menutupi aurat, maka mesti penutupan yang diperintahkan itu melebihi terhadap batasan aurat yang wajib ditutupi, oleh sebab itu ungkapan para ahli tafsir sepakat - meskipun kata- katanya berbeda- bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah rida’ yang dipergunakan wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya di atas pakaian (yang sudah dipakai)….dan maksudnya bukan hanya sekedar menutupi aurat sebagaiman yang disangka / diklaim

oleh sebagian orang. 146 Penukilan-penukilan dari ahli ilmu ini cukup untuk menetapkan perbedaan antara

batasan-batasan aurat dengan batasan-batasan hijab, berdasarkan hal ini maka tidak benar apa yang dijadikan dalih oleh orang yang membolehkan sufur berupa ijma ulama atau seperti ijma mereka terhadap pengeluaran wajah dan kedua telapak tangan dari batasan aurat, maka hendaklah ini diperhatikan. Dan Allah yang menangani hidayah anda. 147

142 Subulus Salam 1/176. 143 Tafsir surah An Nur 158. 144 Majallatul Jami’ah As Salafiyyah, Dzul Qa’dah 1398 H hal : 69. 145 At Tafsir Al Wadlih 18/66. 146 Rawai’ul Bayan 2/378. 147 Dengan penjelasan ini anda mengetahui perbedaan pakaian budak dengan wanita merdeka, dan anda

juga mengetahui bahwa maksud ijma ulama akan bolehnya membuka wajah itu adalah di dalam shalat bukan dihadapan laki-laki yang bukan mahram, bahkan kalau ketika sedang shalat terus ada laki-laki yang bukan mahram memperhatikannya maka harus cepat menutup mukanya, dan justru ulama yang mengatakan wajah bukan aurat di dalam shalat mereka dengan gamblang menyatakan wajah harus ditutupi di kala ada laki-laki yang bukan mahram.