Saya berkata : Isnadnya sangat shahih sekali (Fi Ghayatish Shihhah), dan atsar ini juga di tuturkan oleh Al Imam Ibnu katsir dalam tafsirnya 216 kemudian Al Imam Ibnu

Saya berkata : Isnadnya sangat shahih sekali (Fi Ghayatish Shihhah), dan atsar ini juga di tuturkan oleh Al Imam Ibnu katsir dalam tafsirnya 216 kemudian Al Imam Ibnu

Jarir Ath Thabari menuturkan isnad lain dengan perkataannya : Muhammad Ibnu Basyar telah mengabarkan kepada kami, dia berkata Abdul Rahman telah memberitahukan kepada kami dari Sufyan dari Abu Ishaq dari Abu Al Ahwash dari Abdullah seperti hal itu. 211 Mizan Al ‘Itidal 1/112-113.

212 Taqrib At Tahdzib 1/19. 213 Mizan Al ‘Itidal 2/503.

214 Taqrib At Tahdzib 1/450. 215 Tafsir At Tabari 18/119, dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan Al Hakim dari jalannya, dan beliau berkata : Ini hadits shahih sesuai syarat Muslim, dan ini tidak dikeluarkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dalam At Talkhish. 216 Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim 2/283.

Saya berkata : Isnadnya sangat shahih sekali (Fi Ghayatish Shihhah). Dan Al Imam As Sayuthi berkata : Ibnu Jarir Ath Thabari, Ibnu Al Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Al Baihaqi dalam Sunannya telah mengeluarkan (dengan sanadnnya) dari

Ibnu Abbas berkenaan dengan firman-Nya : ( رَهََظ امَ َّلِإ ن َّ هَُتَنْيزِ نَْيدِْبُي َلوَ

اه َ ْنمِ) (dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya) beliau berkata : Perhiasan yang biasa nampak adalah wajah,

kedua telapak tangan, dan celak mata,” terus Ibnu Abbas berkata : Maka yang ini (wajah, kedua telapak tangan, dan celak mata ) dia tampakan kepada orang yang masuk menemuinya, kemudian mereka (wanita) tidak boleh menampakan perhiasannya kecuali kepada suaminya, atau ayah-ayahnya, dan seterusnya (yang tercantum dalam ayat di atas). Kemudian beliau berkata : Dan perhiasan yang boleh ditampakan kepada mereka (mahram) adalah kedua antingnya, kalungnya, dan gelangnya, dan adapun gelang kakinya, tangannya, lehernya dan rambutnya maka hal itu tidak boleh ditampakan

kecuali kepada suaminya 217 . Saya berkata : Riwayat Ibnu Abbas ini –telah saya teliti sanadnya dalam tafsir Ibnu

Jarir Ath Thabari, dan perawinya seluruhnya tsiqat, namun munqathi’, karena di dalamnya ada Ali Ibnu Abi Thalhah yang meninggal tahun 143 H, dia meriwayatkan dari Ibnu Abbas sedangkan dia tidak pernah bertemu dengannya, dan perantara keduanya adalah Mujahid Ibnu Jabr Al Makkiy- dan beliau itu adalah imam besar tsiqat tsab (kuat) tidak diragukan lagi- dan telah berhujjah dengan riwayat ini yaitu riwayat Ali Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas Al Bukhari dalam Al Jami’ Ash Shahih 218 beliau menuturkan dalam banyak tempat dalam kitabut tafsir secara ta’liq meskipun tidak memenuhi syaratnya dalam Al Jami’ Ash Shahih-dikatakan oleh Al Hafidh dalam At Tahdzib 219 , Al Imam Al Muzzi di dalam Tahdzib Al kamal berkata seraya mengisyaratkan kepada riwayat tafsir ini < dalam biografi Ali Ibnu Abi Thalhah

: Dia ini mursal dari Ibnu Abbas dan di antara keduanya adalah Mujahid 220 >. Dan telah berpegang kepada riwayat ini ‘Allamatu Asy Syam Muhammad Jamaluddin Al

Qasimiy di dalam tafsirnya 222 , Al Imam Al Qurthubiy dalam tafsirnya , dan begitu juga Al Imam Ibnu Katsir dalam banyak tempat di tafsirnya, maka kuatlah riwayat ini

dan bisa dijadikan hujjah menurut kalangan ulama tafsir dan lainnya, dan sesungguhnya dhahir Al Qur’an dan As Sunnah serta atsar para sahabat dan para tabi’in menguatkannya, oleh sebab itu peganglah dia dan jadikanlah sebagai pendekatan… 223 (dinukil dari Risalatul Hijab karya As Sindiy).

Jawaban para ulama tentang perkataan Ibnu Abbas seandainya

benar penisbatannya kepada beliau

Pertama : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala berkata : Dan salaf berbeda pendapat tentang perhiasan yang biasa nampak (zinah dhahirah), ada dua pendapat, Ibnu Masud mengatakan : Ia adalah pakaian, dan Ibnu Abbas bersama orang

217 Ad Durr Al Mantsur 5/42. 218 Lihat contohnya fathul bari 8/207,228,265. 219 Tahdzib At Tahdzib 7/340. 220 Tahdzib Al Kamal 7/340. 221 Mahasin At Ta’wil 4/4909. 222 Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 14/243. 223 Risalatul Hijab Fil Kitab Was Sunnah 21-26.

yang sejalan dengannya berkata : Ia adalah apa yang ada di wajah dan di kedua telapak tangan seperti celak dan cincin. Beliau (Ibnu Taimiyyah) berkata : Dan sebenarnya bahwa Allah telah menjadikan perhiasan (zinah) itu dua macam, zinah dhahirah (perhiasan yang biasa nampak) dan zinah ghair dhahirah (perhiasan yang tidak biasa nampak), dan Dia membolehkan menampakan zinah dhahirah kepada selain suami dan mahram-mahramnya, dan adapun zinah bathinah (ghair dhahirah) maka tidak boleh dinampakan kecuali kepada suami dan mahram-mahramnya. Dan sebelum ayat hijab turun, para wanita keluar dengan tidak mengenakan jilbab, sehingga laki-laki bisa melihat wajah dan kedua tangannya, karena waktu itu wanita dibolehkan menampakan wajah dan kedua telapak tangannya, sehingga waktu itu dibolehkan melihatnya karena dibolehkan bagi wanita untuk menampakannya, kemudian tatkala Allah menurunkan ayat hijab dengan firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka", maka wanita menutupi diri dari laki-laki, dan itu terjadi di kala Nabi menikahi Zainab Bintu Zahsy radliyallahu ‘anha, maka Nabi mengulurkan tirai dan melarang Anas untuk melihatnya.

Dan tatkala Nabi memilih Shafiyyah Bintu Huyayy setelah itu pada tahun Khaibar para sahabat berkata : Bila beliau menghijabinya berarti dia adalah Ummahatul Mu’minin (maksudnya wanita merdeka, pent), dan kalau tidak menghijabinya berarti dia adalah budaknya, maka beliau pun mengihijabinya.

Maka tatkala Allah memerintahkan agar wanita tidak ditanya/dipinta kecuali dari belakang hijab, dan Dia memerintahkan isteri-isterinya, puteri-puterinya dan wanita kaum mu’minin supaya mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya, sedang jilbab adalah mula’ah, yaitu yang Ibnu Masud dan yang lainnya menamakannya rida, sedang orang umum menyebutnya izar, yaitu izar yang besar yang menutup kepala dan seluruh tubuhnya, Ubaidah dan yang lainnya telah menghikayatkan bahwa wanita mengulurkannya dari atas kepalanya sehingga tidak nampak kecuali matanya, dan diantara jenis pakainnya adalah niqab, adalah para wanita salaf mereka memakai niqab (cadar), dan dalam hadits shahih, “ sesungguhnya wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai niqab dan kaos tangan,” Maka bila mereka diperintahkan untuk memakai jilbab, dan ini adalah menutup wajah atau menutup wajah dengan niqab, maka berarti wajah dan tangan termasuk zinah (perhiasan) yang diperintahkan untuk tidak dinampakan kepada laki-laki yang bukan mahram, maka oleh sebab itu tidak tersisa bagi laki-laki yang bukan mahram kehalalan memandang kecuali kepada pakaian yang nampak. Berarti Ibnu Masud menyebutkan akhir dari dua hal sedangkan Ibnu Abbas menyebutkan hal yang awal dari dua hal itu. 224

224 Hijabul Mar’ah Wa Libasuha Fish Shalah 13-17. Majmu fatawa 22/110,dan dari uraian ini jelaslah bahwa Syaikhul Islam berpendapat adanya nasakh (penghapusan hukum) dalam periode-periode

pensyari’atan hijab, beliau rahimahullah berkata : Dan sebaliknya hal itu wajah, kedua kaki dan kedua telapak kaki maka wanita tidak boleh menampakannya kepada laki-laki lain menurut pendapat yang paling shahih, ini berbeda dengan keadaan sebelum terjadi nasakh, tetapi (sekarang setelah terjadi nasakh) dia tidak boleh menampakan kecuali pakaian saja,” Dan beliau rahimahullah berkata lagi : Dan adapun wajahnya, kedua tangannya dan kedua telapak kakinya maka dia hanya dilarang menampakannya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, dan dia tidak dilarang menampakannya kepada sesama wanita dan laki-laki mahramnya. Dari Majmu Fatawa 22/117-118.

Kedua : Al ‘Allamah Abdul Aziz Ibnu Abdillah Ibnu Baz rahimahullah berkata : (Dan adapun apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau menafsirkan,” kecuali yang biasa nampak darinya,” dengan wajah dan kedua telapak tangan, maka

itu ditinjau dari sisi keadaan wanita sebelum turun ayat hijab, dan adapun setelah itu maka Allah telah memerintahkan wanita agar menutupi seluruh tubuhnya, sebagaimana yang telah lalu dalam ayat-ayat yang mulia dalam surat Al Ahzab, dan yang menunjukan bahwa Ibnu Abbas menghendaki hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Ali Ibnu Abi Thalhah dari beliau, berkata : Allah telah memerintahkan wanita kaum mu’minin bila mereka keluar dari rumahnya untuk suatu

keperluan agar menutup wajahnya dari atas kepalanya dengan jilbab dan hanya menempakan satu mata saja. Dan hal ini telah diingatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ulama ahli tahqiq lainnya, dan inilah kebenaran (haq) yang tidak diragukan lagi, serta sudah pada ma’lum tentang fitnah dan kerusakan yang ditimbulkan akibat para wanita membuka wajahnya dan kedua telapak tangannya. Dan telah lalu Firman-Nya ,” Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir,” tidak ada pengecualian di sana, dan ini adalah ayat muhkamah, maka wajib berpegang kepadanya dan merujuk ke sana serta membawa hal lainnya kepadanya. Hukum dalam ayat ini umum buat isteri-isteri Nabi dan wanita kaum mu’minin, dan telah lalu dalam tafsir surat An Nur hal yang menunjukan kepada hal ini.) 225 dan penggabungan ini lebih utama, karena ada riwayat dari Ibnu Abbas sendiri, beliau mengatakan,”Hendaklah dia mengulurkan jilbab ke wajahnya wala tadlrib bih,” Rauh berkata dalam haditsnya : saya berkata :Apa artinya wala tadlrib bih ? Maka beliau memperlihatkan kepada saya sebagaimana wanita wanita mengenakan jilbab, terus memperlihatkan bagian jilbab yang ada di pipinya seraya berkata : Dia menyambungkan dan mengencangkannya pada wajahnya sebagaimana jilbab itu diuraikan kewajahnya,” Ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al Masa’il, beliau berkata : Telah memberitahukan kepada kami Ahmad-yaitu Ibnu Muhammad Ibnu Hambal-berkata : Telah memberitahukan kepada kami Yahya dan Rauh dari Ibnu Juraij beliau berkata : ‘Atha telah memberitahu kami beliau berkata : Abu Asy Sya’tsa telah memberitahu kami bahwa Ibnu Abbas berkata : Hadits tadi….,” Dan sanadnya Shahih sesuai Syarat Al Bukhari dan Muslim. Dan perkataan Ibnu Masud dan yang sejalan dengannya adalah pendapat yang benar dalam penafsiran ayat ini karena didukung dengan ayat dalam surat Al Ahzab, yaitu firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".

Al Imam Abu Al Faraj Jamaluddin Abdurrahman Ibnu Al Jauzi rahimahullah : Firman-Nya,” ن َّ هَُتَنْيزِ نَْيدِْبُي َلوَ,” maknanya : Janganlah mereka menampakannya kepada laki-laki yang bukan mahram, dan perhiasannya itu ada dua macam : Khafiyyah (tersembunyi) seperti gelang, anting, gelang lengan bagian atas (dumluj), kalung dan lain-lain, dan Dhahirah (perhiasan yang nampak) yang diisyaratkan oleh firman-Nya,”kecuali yang biasa nampak darinya,” dan dalam hal ini ada tujuh pendapat :

1. Itu adalah pakaian (tsiyab), ini diriwayatkan oleh Abu Al Ahwash dari Ibnu Masud, dan satu ungkapan beliau berkata : rida’ (jubah lebar)

2. Itu adalah telapak tangan, cincin, dan wajah.

225 Risalatul Hijab Was Sufur 19.

3. Celak dan cincin, keduanya diriwayatkan oleh Said Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas.

4. Qulban, yaitu dua gelang, cincin, dan celak, ini dikatakan oleh Al Miswar Ibnu Makhramah.

5. Celak, cincin, dan dan semir, ini dikatakan oleh Mujahid.

6. Cincin dan gelang, ini dikatakan oleh Al Hasan.

7. Wajah dan kedua telapak tangan, ini dikatakan oleh Adl Dlahhak. Al Qadli Abu Ya’la berkata : Dan pendapat yang pertama adalah yang paling

mendekati pada kebenaran, dan Al Imam Ahmad telah menetapkan hal ini, beliau berkata : Zinah dzahirah adalah pakaian, dan segala sesuatu dari badan wanita adalah aurat hingga kukunya juga, dan hal ini memberikan faidah atas haramnya memandang sesuatu dari (badan wanita lain) tanfa ada udzur (alasan syar’i), namun bila ada udzur seperti ingin menikahinya atas menegakan kesaksian atasnya, maka dalam kedua keadaan ini dia boleh melihat kepada wajahnya saja, adapun memandang kepadanya tanpa udzur maka itu tidak boleh baik disertai syahwat maupun tidak, dan sama saja apakah itu wajah, kedua telapak tangan, dan anggota badan yang lainnya. Kemudian bila dikatakan : Kenapa shalat tidak batal dengan membuka wajahnya ? maka jawabnya : Sesungguhnya menutupinya saat shalat ada masyaqqah maka dima’afkan dari hal itu. 226

Al Imam Ibnu ‘Athiyyah berkata : Dan sesuai lafadz ayat itu maka jelaslah bagi saya bahwa wanita diperintahkan agar tidak menampakan wajahnya, dan dia harus berusaha menyembunyikan segala sesuatu yang masuk dalam kategori zinah, dan pengecualian itu tejadi pada sesuatu yang mesti nampak karena dharuratnya bergerak dan lain-lain, maka sesuatu yang nampak dari wanita atas dasar hal ini karena situasi dharurat maka itu dimaafkan. 227

Al Imam Al Qurthubi rahimahullah mengomentarinya seraya berkata : Saya berkata : Ini adalah perkataan yang baik, hanyasannya tatkala wajah dan kedua telapak tangan biasanya nampak secara adat dan dalam ibadah, yaitu dalam shalat dan haji, maka pantas sekali pengecualian tadi kembali kepada keduanya 228 , ini ditunjukan oleh hadits

yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Aisyah radliyallahu anha-dan beliau menuturkan hadits Asma 229 sambil berdalil dengannya, sampai beliau rahimahullah

berkata : Dan Ulama dari madzhab kami Khuwaiz Ibnu Mindad berkata : Sesungguhnya wanita bila cantik dan dihawatirkan fitnah karena wajah dan kedua telapak tangannya maka dia harus menutupinya, namun bila wanita itu tua renta atau

jelek maka boleh baginya membuka wajah dan kedua telapak tangannya. 230 Al Baidlawi rahimahullah berkata dalam tafsirnya : ,”Dan janganlah mereka

menampakan perhiasannya,” seperti perhiasan emas/perak (huliyy), pakaian, dan 226 Zadul Masir 6/31.

227 Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 12/229. 228 Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 12/229. 229 Istidlal Al Imam Al Qurthubi ini dikomentari oleh Al Albani dengan perkatannya : saya berkata : Dan komentar ini perlu ditinjau juga, karena meskipun biasanya wajah dan kedua telapak tangan itu nampak dari sisi hukum kenyataan, maka sesungguhnya itu terjadi karena ada unsur kesengajaan dari mukallaf, sedangkan ayat sesuai apa yang kami pahami hanya memberikan faidah pengecualian sesuatu yang nampak tanpa ada unsur kesengajaan, maka mana mungkin menjadikannya sebagai dalil yang mencakup sesuatu yang nampak dengan unsur kesengajaan ? maka perhatikanlah dengan cermat…. Dari Kitab Hijab Al Mar’ah Al Muslimah 24. 230 Lihat jawabannya nanti pada pembahasan selanjutnya.

celupan pacar (semir) apalagi tempat-tempatnya kepada orang yang tidak halal menampakan kepadanya,” kecuali yang biasa nampak darinya,” ketika melakukan aktifitas-aktifitas seperti pakaian dan cincin, karena terdapat kesulitan dalam menutupinya. Dan dikatakan : Yang dimaksud dengan zinah itu adalah tempatnya dengan taqdir membuang mudlaf 231 , atau semua yang mencakup kecantikan yang sifatnya alami dan dibuat-buat, sedangkan yang dikecualikan adalah wajah dan telapak tangan karena keduanya bukan termasuk aurat, namun yang lebih jelas bahwa ini (perkataan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat) adalah di dalam shalat bukan pada pandangan (laki-laki yang bukan mahram), karena sesungguhnya seluruh badan wanita merdeka itu adalah aurat yang tidak halal sedikitpun dilihat oleh selain suaminya dan mahramnya kecuali karena dlarurat, seperi mengobati dan menunaikan persaksian….

Asy Syihab dalam syarhnya berkata : Dan madzhab Asy Syafiiy sebagaimana dalam

kitab Ar Raudlah dan yang lainnya bahwa seluruh badan wanita merdeka adalah

aurat termasuk wajah dan kedua telapak tangannya secara muthlaq, dan dikatakan (dalam perkataan yang lemah) : Boleh melihat wajah dan telapak tangan bila tidak takut fitnah, dan sesuai perkataan pertama : Keduanya aurat kecuali dalam shalat, maka tidak batal shalatnya dengan membukanya.

Beliau berkata lagi : Firman-Nya,” kecuali yang biasa nampak darinya,” yaitu tanpa sengaja menampakannya seperti terbuka oleh angin, dan pengecualian dari hukum yang sudah pasti itu adalah dengan jalur isyarat, yaitu dia (wanita) dikenakan sangsi dengan sebab (menampakannya secara sengaja) di hari pembalasan, dan termasuk dalam hukum pengecualian adalah sesuatu yang mesti dinampakannya dalam rangka melaksanakan persaksian dan pengobatan dokter.

Beliau berkata lagi : perkataannya : Dan dikatakan : yang dimaksud dengan zinah adalah mawadli’uha (tempat-tempatnya),,, dan dalam satu manuskrip : mawaqi’uha, yang maknanya sama, imilah yang disetujui oleh Az Zamakhsyari sedang beliau ini berada di atas madzhab Abu Hanifah rahimahullah, dan beliau menjadikannya sebagai kinayah dari apa yang telah disebutkan seperti naqal jaib, dan ini adalah majaz (kiasan) dari penyebutan sesuatu yang menempati dan yang dimaksud adalah tempatnya. Dan dikatakan : Ini adalah dengan taqdir (mengkira-kirakan) adanya mudlaf sebagaimana yang disebutkan oleh Mushannif rahimahullah, dan dalam kitab Al Intishaf : Fiman-Nya,” dan janganlah mereka memukulkan kaki-kaki mereka…… …..,” memastikan bahwa menampakan zinah itu adalah yang dimaksud dari pelarangan, dan seandainya dibawa pada kemungkinan yang telah disebutkan maka mesti adanya kehalalan bagi laki-laki lain untuk melihat apa yang nampak dari angota- angota badan tempat perhisan tersebut, dan ini adalah pendapat yang bathil karena seluruh badan wanita adalah aurat menurut Asy Syafiiy dan Malik, dan adapun menampakan perhiasan saja (maksudnya kalung, gelang, cincin, anting-anting dan sebagainya) maka tidak ada perbedaan atas kebolehannya, karena tidak haram

231 Ini sebanding dengan firman-Nya,” maka dalam rahmat Allah mereka kekal di dalamnya,” dan yang dimaksud dengan rahmat di sini adalah surga, karena dia adalah tempat rahmat, begitu juga firman-

Nya,” janganlah kalian mendekati shalat sedang kalian dalam keadaan mabuk,” dan yang dimaksud dengannya adalah tempat-tempat shalat, Az Zamakhsyari berkata : dan menyebutkan perhiasan tanpa menyebut tempatnya adalah untuk tujuan penekanan dalam perintah menutupi, karena sesungguhnya Dia tidak melarang menampakan zinah itu kecuali karena zinah tersebut ada pada tempat (anggota badan) itu, oleh sebab itu menampakan tempat itu sendirinya termasuk yang dilarang dan haram dinampakan lebih duluan.

memandang gelang wanita yang sedang dijual pada tangan laki-laki. Adapun (perkataan yang mengatakan sebab tidak bolehnya menampakan perhiasan itu) karena membuat hati orang-orang fakir bersedih maka ini adalah pernyataan yang sama sekali tidak berdasar, makanya Mushannif mengatakannya dengan uslub melemahkan (tamridl) karena berbeda dengan madzhabnya, dan ini perlu ditinjau. Sedang ziiniyyah adalah bentuk nisbat dari zinah, dan dalam satu manuskrif : tazyiniyyah,,,dan perkataan mushannif : dan yang dikecualikan,,,yaitu berdasarkan pendapat Abu Hanifah rahimahullah, dan kedua telapak kaki serta kedua lengan dalam satu riwayat. Perkataannya : Badan wanita merdeka adalah aurat,,, sebagaimana dalam hadits,” Wanita adalah aurat masturah,” diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdillah Ibnu Masud , namun tidak terdapat lafadh masturah, dan apa yang disebutkannya berupa perbedaan antara aurat di dalam shalat dan di luar shalat adalah madzhab Asy Syafiiy rahimahullah, dan di dalamnya ada perkataan Ibnu Al Hummam, coba sebaiknya

rujuk. 232