Penafsiran Ayat Penguluran (Al Ahzab : 59)

Penafsiran Ayat Penguluran (Al Ahzab : 59)

Beliau rahimahullah berkata : Tidak ada dilalah dalam ayat penguluran (idna’) bahwa wajah wanita itu aurat yang wajib ditutupi, namun ayat itu hanya memerintahkan untuk mengulurkan jilbab pada tubuhnya, dan hal semacam ini adalah muthlaq sebagaimana yang anda lihat, maka ada kemungkinan bahwa penguluran itu kepada perhiasan dan tempat-tempatnya yang tidak boleh ditampakan sesuai

penjelasan ayat pertama 120 , dan dengannya hilanglah dilalah yang disebutkan itu, dan ada kemungkinan lebih umum dari itu, sehingga dengannya mencakup wajah.

Dan masing-masing dari kedua penafsiran ini telah dianut oleh para ulama mutaqaddimun, dan perkataan mereka itu telah dipaparkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, juga As Suyuthi dalam Ad Durr Al Mantsur,,,,, dan kami menilai bahwa pendapat yang pertama adalah yang lebih mendekati kebenaran karena hal-hal berikut ini : Pertama : Bahwa Al Qur’an saling menafsirkan antara yang satu dengan

yang lainnya, dan telah jelas dalam ayat surat An Nur yang lalu bahwa wajah tidak wajib ditutup, oleh sebab itu wajib membatasi penguluran di sini dengan selain wajah demi keselarasan antara kedua ayat.

Kedua : Bahwa As Sunnah adalah menjelaskan Al Qur’an, dia mengkhususkan keumumannya, dan membatasi kemuthlakannya, sedangkan telah banyak teks-teks As Sunnah yang menunjukan bahwa wajah itu tidak wajib ditutup, oleh sebab itu wajib menafsirkan ayat tersebut sesuai tuntunan As Sunnah, dan wajib membatasinya dengan penjelasannya.

117 Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad 8/48-49, dan isnadnya dishahihkan oleh Al Albani sesuai syarat Muslim, lihat Al Hijab 62.

118 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, dan sanadnya dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Hijab 62.

119 Hijab Al Mar’ah Al Muslimah 61-62.

120 Maksudnya firman-Nya Ta’ala,” اه َ ْنمِ رَهََظ امَ َّلِإ نَّهَُتَنْيزِ نَْيدِْبُي َلوَ

Maka tetaplah bahwa wajah itu bukan aurat yang wajib ditutupi, dan ini adalah madzhab banyak para ulama sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rusydi dalam Al Bidayah 1/89, dan di antara mereka adalah Abu Hanifah, Malik, Asy Syafii, serta satu riwayat dari Imam Ahmad sebagaimana dalam Al Majmu’3/169, dan dihikayatkan oleh Ath Thahawi dalam Syarh Al Ma’ani 2/9 dari kedua sahabat Abu Hanifah juga, dan dipastikan dalam kitab Al Muhimmat yang merupakan kitab madzhab Asy Syafii bahwa itu yang benar, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Asy Syarbini dalam Al ‘Iqna’ 2/110.

Namun ini harus dibatasi bila diwajah itu juga di kedua telapak tangan tidak ada sedikit pun dari perhiasan berdasarkan keumuman firman-Nya ,” Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya,” namun jika ada perhiasan maka wajib menutupinya, apalagi pada zaman sekarang ini yang dimana kaum wanita berlomba- lomba menghiasi wajah dan tangannya dengan beraneka ragam hiasan dan polesan

yang tidak ada seorang muslim pun, bahkan orang yang berakal yang mempunyai rasa ghirah meragukan keharamannya. 121

Jawab : Anda bisa melihat dari perkataan Fadlilatu Asy Syaikh bahwa beliau secara terang menyatakan bahwa pendapat pertama yang beliau hikayatkan adalah yang lebih dekat pada kebenaran, dan beliau menyebutkan bahwa pentarjihan itu berdasarkan dua hal :

Pertama : Bahwa Al Qur’an satu sama lain saling menafsirkan, dan ini adalah betul, namun bila kita terapkan pada ayat-ayat hijab seluruhnya pasti kita mengetahui bahwa dua ayat dalam surat An Nur dan Al Ahzab keduanya menjurus pada penetapan penguluran jilbab kepada seluruh tubuh, karena ta’sis (penetapan makna baru) lebih utama daripada sekedar ta’kid (menguatkan) bila hal itu berlingkar pada dua hal ini. Dan seandainya kita

menerima bahwa ayat ن َّ هِِبوُْيجُ ىَلعَ ن َّ هِرِمُخُِب ن َ برْض ِْ َيْلوَ memberi indikasi bolehnya sufur (membuka wajah) namun sesungguhnya ayat idna’ (Al Ahzab 59) mendatangkan hukum baru yaitu perintah mengulurkan jilbab pada seluruh tubuh termasuk wajah.

Kedua : Hal yang disebutkan syaikh adalah anggapan/klaim (da’wa) bahwa teks-teks yang banyak dari As Sunnah menunjukan bahwa wajah tidak wajib ditutupi. Kita jawab bahwa teks-teks yang diisyaratkan itu adalah muhtamal (mengandung banyak kemungkinan) dan tidak sharih (jelas) dalam kebolehan sufur, sedangkan dalil bila dimasuki banyak kemungkinan tidak bisa dijadikan hujjah (gugur dalam berhujah dengannya), Insya Allah nanti jelasnya dalam pembahasan selanjutnya.

Dan berdasarkan dua hal ini syaikh mengambil kesimpulan bahwa wajah bukan aurat, beliau berkata : Maka tetaplah bahwa wajah itu bukan aurat yang wajib ditutupi,” terus beliau berkata : dan ini adalah madzhab banyak para ulama……..

Jawabnya : Ini adalah benar, dan tidak ada pertentangan -bihamdillah- antara pendapat kebanyakan ulama yang menyatakan bahwa wajah itu bukan aurat dengan fatwa dari mereka sendiri akan wajibnya menutup wajah di hadapan laki-laki bukan mahram, karena batasan aurat itu bukanlah batasan hijab, sehingga bila dikatakan wajah wanita itu bukan aurat maka madzhab ini (pernyataan ini) maksudnya adalah di dalam shalat jika tidak ada laki-laki bukan mahram di dekatnya, adapun hubungannya

121 hijab Al Mar’ah Al Muslimah 40-42, dan nanti ada tambahan penjelasan dalam dalam ayat yang diebutkan tadi Insya Allah.

dengan pandangan laki-laki bukan mahram maka seluruh tubuh wanita adalah aurat yang harus ditutupi sesuai sabda Rasulullah :

ٌةرَوْع َ ُةَأرْمَْلَا (Wanita itu adalah aurat) .

Oleh sebab itu umumnya anda dapatkan pernyataan jelas para ulama bahwa wajah dan kedua telapak itu bukan termasuk aurat adalah hanya dalam pembahasan syarat menutupi aurat dalam bab-bab syarat-syarat sah shalat.

Al Imam Asy Syafii rahimahullah berkata dalam bab bagaimana memakai pakaian di dalam shalat ( 123 ةلصلا يف بايثلا سبل فيك باب ) : Dan seluruh tubuh

wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.

Beliau berkata juga : Dan wajib atas wanita di dalam shalat menutupi seluruh tubuhnya selain kedua telapak tangan dan wajahnya.

Asy Syihab berkata : Dan apa yang disebutkan -oleh Al Baidlawi- tentang perbedaan antara aurat di dalam shalat dan di luar shalat adalah madzhab Asy Syafii rahimahullah. 124

Syaikh Muhammad ‘Ilyasy rahimahullah berkata : Dan aurat bagi wanita merdeka adalah seluruh tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan, ini buat di

dalam shalat…. 125 Al Imam Al Muwaffaq Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam bab shifat

shalat : Malik, Al Auza’i dan Asy Syafii berkata : Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, dan selain hal itu wajib ditutupi di dalam

shalat. 126 Syaikh Muhammad Zakaria Ibnu Yahya Al Kandahlawi menukil perkataan

darinya : Semua ijma bahwa wanita boleh membuka wajahnya di dalam shalat. 127

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah setelah menyatakan benarnya bahwa wanita tidak boleh menampakan wajah, kedua telapak tangan, dan telapak kakinya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, beliau berkata : Dan adapun menutupi itu semua di dalam shalat maka tidak wajib dengan kesepakatan kaum muslimin, bahkan dia boleh menampakan wajahnya dengan ijma. 128

Syaikh Mushthafa Ar Ruhaibani berkata : Tidak ada perbedaan di dalam madzhab (kami) bahwa wanita merdeka boleh menampakan wajahnya di dalam shalat-

hal itu disebutkan dalam Al Mughni dan yang lainnya. 129