TEMUAN-TEMUAN DALAM TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN

LAMPIRAN 4 TEMUAN-TEMUAN DALAM TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN

Lampiran 4.1 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru A Lampiran 4.2 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru A Lampiran 4.3 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru A Lampiran 4.4 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Guru B Lampiran 4.5 Temuan-temuan dalam Transkrip Dua Wawancara Guru B Lampiran 4.6 Temuan-temuan dalam Transkrip Tiga Wawancara Guru B Lampiran 4.7 Temuan-temuan dalam Transkrip Empat Wawancara Guru B Lampiran 4.8 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Siswa Guru B Lampiran 4.9 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Kepala Sekolah Lampiran 4.10 Temuan-temuan dalam Transkrip Satu Wawancara Pengawas Akademik

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GA/18-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/GA Peneliti : “Dari mana Bapak dapat pengetahuan tentang konsep

/18-04-

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013?”

2015/T1

Guru A : “Oh, itu baca dari Permendikbudnya, kan. Setelah itu, ada

workshop , dan baca- baca aja.”

Peneliti : “Workshop itu dari sekolah apa Bapak sendiri mengikuti?” Guru A : “Yang dari sekolah ada. Kemudian ada workshop dari pusat.” ………… Peneliti : “Bapak punya teks panduan tentang pembelajaran berbasis

Kurikulum 2013?”

Guru A : “Lengkap sih enggak, ada pokoknya. Karena workshop yang di

pusat juga nggak ngasih buku, kan.”

Peneliti : “Darimana Bapak dapat panduan itu?” Guru A : “Download, lah.” Peneliti : “Terus berperan nggak panduan itu, Pak?” Guru A : “Itu yang memang acuan kita sekarang, kayak yang dari

Permendikbud 81A berubah jadi Permendikbud 103, yang gitu.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Pelatihan Bapak sudah berapa kali pernah ikut?”

/18-04-

Guru A : “Totalnya kalau yang di sekolah dua kali. Pusat sekali. Jadi tiga

2015/T2

kali.”

Peneliti : “Gimana peran workshop itu terhadap pengetahuan Bapak

tentang Kurikulum 2013?”

Guru A : “Workshop sih dominan ngasi bagaimana melakukan evaluasi, ya. Karena masalah utama guru, kalau guru IPA, sebenernya kan, ya pendekatan saintifik sudah biasa. Tapi yang masalah itu, bagaimana melakukan evaluasi, bagaimana menyusun rubriknya, bagaimana melaksanakannnya. Orang pusat enak ngomong, lakukan ini, lakukan itu, coba deh dengan alokasi waktu segitu, dengan jam mengajar segitu, bisa nggak ?”

Wan/D1/GA Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian, menurut Bapak, kenapa Kurikulum

/18-04-

2006 tu diganti dengan K13?”

2015/T3

Guru A : “Sebenernya hampir sama-sama menekankan pada kompetensi orang sih. Cuman di Kurikulum 2013 kan lebih menekankan pada proses pembentukan kepribadian, sebenarnya. Di Kurikulum 2006, kalau nggak salah di situ juga dibentuk kepribadian, tapi di situ tidak diminta secara eksplisit untuk menilai kepribadian orang. Kalau di K13, memang sudah jelas diminta.”

Peneliti : “Berarti itu perbedaannya?” Guru A : “Yang lain, kalau guru IPA pendekatan saintifik mungkin

nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi berbeda, kayak gitu. Tapi kita biasa saja, kan? Saya sering pakek problem based learning. Ya, yang paling sering sih, project based learning juga, yang biasa kita lakukan. Jadi, ada

Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, kan, problem based learning, inquiry, sama project. Ya udah, sudah biasa bagi guru IPA. Ya, walaupun tidak setiap pembelajaran mereka laksanakan.”

………... Peneliti : “Apa perbedaannya dengan yang Kurikulum 2006, Pak?’ Guru A : “Penilaian yang banyak berubah. Kalau proses

pembelajarannya, ya itu-itu aja. Di Kurikulum 2006 saya pakek problem based, ya di sini juga problem based. Cuman mungkin lebih detail dieksplisitkan dia ke gininya. Itu sih aja

sebenarnya.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Karakteristik pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum

/18-04-

2013 itu seperti apa?”

2015/T4

Guru A : “Itu lebih menekankan pada ini, proses mendapatkan pengetahuan secara saintifik, itu aja sebenernya. Kan semua proses pembelajaran kayak menanya, mengeksplor, yang kayak-kayak gitu, mengkomunikasikan, itu sebenernya udah pendekatan, apa ya namanya, sikap ilmiah itu kan sebenarnya. Lebih ditekankan disitu aja sih sebenernya.”

Peneliti : “Dalam pembelajaran Bapak kan pakek pendekatan saintifik, ya? Bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik itu, Pak?”

Guru A : “Sebenernya dimulai dari cara berpikir orang IPA kan. Mereka ada masalah, kemudian mereka menanya, kemudian merumuskan hipotesis, kemudian mengeksplor sumber- sumbernya, kemudian mereka mengelaborasi, setelah itu mereka mengkomunikasikan, kan. Eh, asosiasi, terus dia komunikasi. Kayak gitu aja sih sebenernya proses pembelajarannya. Jadi, lebih cenderung membentuk pola berpikir secara ilmiah. Kalau dilihat kan, secara filsafat kan ada. Sehingga, 5E pun tetep bisa diterapkan, kan. Kan sebenernya langkahnya itu. Itu apa, ya? Learning cycle, ya? Ya, di sit u.”

Peneliti : “Berarti di Kurikulum 2006 juga sebenarnya sudah ada?” Guru A : “Sudah ada, cuma tidak eksplisit diomongin kayak gitu, itu aja

sebenernya. Padahal kayak elaborasi, apa lagi? Konfirmasi, ya yang kayak itu sebenernya kan learning cycle, yang tercover di pendekatan- pendekatan orang IPA.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Menurut pemahaman Bapak, gimana sebenarnya perbedaan

/18-04-

perencanaan pembelajaran K13 dengan Kurikulum 2006?”

2015/T5

Guru A : “K13 lebih detail, dia.” Peneliti : “Apanya yang lebih detail, Pak?” Guru A : “Perencanaanya detail banget, memang sudah diarahkan

polanya. Misalnya, sudah direkomendasikan tiga model, seperti tadi, kan. Walaupun tidak dilarang model yang lain. Tapi, minimal model-model itu memunculkan langkah- langkah yang dimint a oleh pendekatan saintifik.”

Peneliti : “Kalau di Kurikulum 2006 itu tidak ada?”

Guru A : “Tidak merekomendasikan model, dia.” Wan/D1/GA Peneliti : “Teknis pembuat silabus sama RPP di K13?”

/18-04-

Guru A : “Silabus kita nggak bikin. Silabus sudah ada.”

2015/T6

Peneliti : “Sudah disiapkan dari pusat ya, Pak? RPP baru dibuat, ya?” Guru A : “Iya. RPP nya dibuat.” Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?” Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD,

gitu. Terus gitu, sudah kita dapat pemetaannya, baru kita tahu, oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ, baru kita bisa bikin indikator. Setelah itu, kita cek, kita lihat pengalaman belajar yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman belajarnya kayak apa, baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling kunci di situ di pemetaan KI- KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?” Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

………… Peneliti : “Itu bedanya sama Kurikulum 2006 napi, Pak?” Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga sih pementaan, apa namanya, SK-

KD ya. Kayaknya hanya beda istilah, sih. Mungkin ini perasaan saya, perasaan orang IPA kayak gitu. Karena tidak ada beda jauh, sih. Sekarang ada KI-KD, ya dulu ada SK-KD, kan. Cuma SK-KD tidak terlalu menekankan pada faktor ketuhanan sama faktor sikap. Sedangkan sekarang sudah

ditentukan.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Nah, dalam dalam membuat RPP K13 kan ada beberapa

/18-04-

prinsip tu, Pak. Itu sama apa beda dengan Kurikulum 2006?”

2015/T7

Guru A : “Waduh, yang kayak gitu saya nggak terlalu tahu, tu.” Peneliti : “Yang kayak gini tu, memperhatikan perbedaan individu siswa,

yang kayak gitu tu, Pak.”

Guru A : “Kurikulum 2006 ada juga kok, sehingga di level kepala sekolah, yang di rubrik supervisi selalu muncul itu.

Sebenernya ada semua sebenernya.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Dari segi komponen RPP, ada perbedaan, Pak, antara K13

/18-04-

dengan Kurikulum 2006?”

2015/T8

Guru A : “Adalah. Jelas. KI-KD itu yang pertama. Setelah itu, yang berdasarkan yang baru itu, kan ada prinsip, konsep, fakta, itu harus muncul dengan detail untuk yang Kurikulum 2013. Kalau Kurikulum 2006 kan materi aja. Kemudian apa lagi, ya? Tujuan sama persis. Kalau langkah pembelajaran tergantung model yang dipilih gurunya, kan. Penilaiannya yang berbeda jauh. Sangat jauh dan sangat berat.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Berdasarkan pemahan Bapak, secara ideal ini Pak, ya, gimana

/18-04-

sebenernya tindak guru dalam membuka pembelajaran yang

2015/T9

ideal s eperti tuntutan Kurikulum 2013 itu, Pak?”

Guru A : “Saya memandangnya Kurikulum 2013 itu harus bisa menggabungkan dunia nyatanya siswa sama level ilmunya. Sehingga, kadang guru tu harus berpikir, ini munculnya di mana, sih? Sehingga, nggak muncul pertanyaan kayak di jaman dulu. Jaman dulu, oh keweh-kweh melajahin fisika sing dadi anggon meli baas (sulit-sulit mempelajari fisika, tidak bisa digunakan untuk membeli beras). Sehingga, guru harus mikirin, ini cocoknya di mana, sih.”

Peneliti : “Berarti, dengan itu, di pembukaan disampaikan manfaat

pembelajarannya berarti, ya?”

Guru A : “Oh, nggak itu kan di awal. Kalau orang bilang kan apersepsi. Di apersepsi harus muncul tu. Itu yang akan membuat siswa tertarik sama pelajaran. Kalau apersepinya ada yang masih inget sama materi ini? Alah! Coba ditanya, kalau misalnya ngomongin fluida, kenapa sih kalau saya punya pesawat terbang bentuknya kayak gini, tapi kalau saya punya F1 bentuknya kayak gini? Kan jadinya mereka yang pertama, kenapa ni? Ya udah kenapa, pasti muncul tebakan, setelah muncul tebakan, mereka bakal ngeksplor, bener nggak tebakannya, setelah ngeksplor, mereka komunikasikan, konfrontasi lagi sama temen-temen. Setelah itu, ada asosiasinya, setelah itu komunikasiin lagi, jadi jalan prosesnya. Tapi kalau mereka nggak nyambung, oh Bernoulli, oh ya, ee, tekanan F/A udah, ngapain saya belajar ini gitu, nggak ada. Pasti prosesnya balik lagi, ya gurunya yang dominan, gitu.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Nah, di kegiatan inti bagaimana idealnya, Pak?”

/18-04-

Guru A : “Kalau dalam Kurikulum 2013, ya kayak tadi, ada proses

2015/T10

menanya, kemudian mengeksplorasi materinya, sesuai dengan pendekatan saintifik yang diminta tadi. Eksplorasi, asosiasi pengetahuan, selain itu ada komunikasinya. Jadi, yang dibangun itu bukan hanya kemampuan pengetahuan siswa, tapi juga kemampuan sosialisasinya, yang muncul lewat komunikasi. Terus, melakukan sesuatu juga muncul di situ pada saat mereka mengeksplor, kan. Mengeksplor kan nggak selamanya cuma membaca, kayak kemarin saya di kelas kan ada siswanya nanyak, boleh saya pakek internet? Boleh, saya bilang, kenapa nggak. Jadi, banyak hal yang bisa dimunculin di situ.”

Peneliti : “Terus model pembelajaran yang digunakan?” Guru A : “Yang recommended tiga dari pusat. Cuma saya juga kadang-

kadang makek STAD, cuma kadang-kadang nggak terlalu pas sama yang diminta. Itu kan masih peralihan antara teacher centered menjadi student centered, kan. Tergantung sama

karakter materi dan karakter kelas, sih.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik

/18-04-

yang ideal dalam pembelajaran?”

2015/T11

Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir

Wan/D1/GA Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan

/18-04-

dengan pendekatan saintifik, Pak?”

2015/T12

Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa, religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana

aja, gitu. Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.” Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?” Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai

pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius. Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan orang religius, gitu?”

Wan/D1/GA Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan

/18-04-

K13 itu bagaimana, Pak?”

2015/T13

Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan, sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru

Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik, oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi apapun okay, gitu. Nggak kayak gitu.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan

/18-04-

refleksi, kuis, gitu?”

2015/T14

Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi, terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan bagian dari penutup.”

Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di

K13?

Guru A : “Nggak ada, sih.” Wan/D1/GA Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian

/18-04-

pembelajaran yang ideal sesuai dengan K13?”

2015/T15

Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap, keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab dilakukan.”

………………… Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya, ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?” Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan

/18-04-

keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam

2015/T16

K13?’

Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian- sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

/18-04-

dengan Kurikulum 2006?”

2015/T17

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya, ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?” Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD- nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?” Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes. Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?” Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi remedi sebagai tes ulang.’

Wan/D1/GA Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

/18-04-

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

2015/T19

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini. Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?” Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

/18-04-

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

2015/T20

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling kunci di situ di pemetaan KI- KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?” Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran

Wan/D1/GA Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

/18-04-

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

2015/T21

saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

/18-04-

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

2015/T22

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda, pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu. Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah. Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang, nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama, pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang belakangan, gitu.”

Wan/D1/GA Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

/18-04-

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

2015/T23

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang wa ktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D1/GA Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

/18-04-

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

2015/T24

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D1/GA Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

/18-04-

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

2015/T25

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.” Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?” Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia

Wan/D1/GA Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

/18-04-

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

2015/T26

bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang berat bagi guru.”

Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

/18-04-

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

2015/T27

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu? Atau upaya dari pengawa s?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja, keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita cari dari luar.”

Wan/D1/GA Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

/18-04-

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

2015/T28

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu, kan tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan, evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat, potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GA/05-06-2015

Kode

Temuan

Wan/D2/GA Peneliti : “Pernah nggak Bapak ngajar tanpa RPP?”

/05-06-

Guru A : “Pernah. Di awal semester biasanya. Terutama di semester

2015/T1

ganjil. Bayangan kasar RPP-nya sudah ada, tapi detail kita belum punya. Disamping karena RPP-nya memang belum selesai di awal semester kan, saya juga masih meraba kelas ini karakternya kayak apa.”

Peneliti : “Nggak Bapak memperhitungkan minggu efektif?” Guru A : “Ya, saya perhitungkan. Tapi itu kadang-kadang belakangan

keluarnya daripada waktu mengajar. Karena keputusan libur itu datangnya belakangan daripada kita memasuki tahun ajaran baru. Sedangkan kita mulai kerjain RPP-nya itu biasanya di libur, kan. Biasanya kalender pendidikannya minggu pertama tahun ajaran baru dia baru keluar. Jadi, pas buat RPP, kita kira-kira aja, oh segini dia waktunya. Belum lagi kegiatan-kegiatan isidental itu yang ngerusak jadwal sebenarnya.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Nah, Bapak buat RPP itu biasanya per KD apa per

/05-06-

pertemuan, Pak.”

2015/T2

Guru A : “Saya sih lebih cenderung memilih per pertemuan karena ngerevisinya jauh lebih gampang. Kalau per KD, saya lebih susah memperhitungkan alokasi waktunya. Kalau per pertemuan lebih gampang. Dari segi aturan itu sudah bener sih karena di Permen 103 disebutkan bahwa RPP digunakan minimal satu pertemuan atau lebih.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Tahapan Bapak dalam membuat RPP itu bagaimana?”

/05-06-

Guru A : “Lihat dulu KD-nya bagaimana. Terus lihatin di silabusnya

2015/T3

pengalaman belajarnya kayak gimana. Setelah itu, kita yang nganalisis. Bisa nggak tercapai pengalaman belajar ini dengan kondisi kelas kayak gini, dengan alokasi waktu yang ada segitu. Dari situ baru ngomongin indikator. Indikatornya

jadinya lebih realistis.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Setelah saya lihat dokumen RPP Bapak, saya temukan tidak

/05-06-

berisi tujuan pembelajaran, mengapa begitu, Pak?”

2015/T4

Guru A : “Itu sebenarnya saya belum menyesuaikan RPP yang saya

punya dengan Permen 81A.”

Peneliti : “Terus indikatornya yang Bapak kembangkan hanya KI-3

aja.”

Guru A : “Ya, betul.” Wan/D2/GA Peneliti : “Terus langkah-langkah pembelajarannya tidak Bapak

/05-06-

kategorikan berdasarkan pendekatan saintifik, tapi masih

2015/T5

dalam kategori eksplorasi, elaborasi, dan konfirm asi.” Guru A : “Iya, tapi kegiatan 5M-nya muncul semua, kan. Namun tidak spesifik. Saya pas itu makai STAD. Itu sebenernya editing

RPP yang tahun lalu. Jadinya belum semua saya edit, memang benar. Tapi saya lihat disitu semua unsur 5M itu sudah muncul semua. Karena kalau saya lihat sebenarnya kan 5M itu mengakomodasi hampir semua model pembelajaran di IPA, kan. Tapi kalau di Permen 103 kan tidak meminta yang sespesifik itu, kan. Di situ pendekatan yang digunakan pun tidak diminta secara spesifik seperti apa. Yang jelas, model yang direkomendasikan memang cuman tiga.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kemudian dalam observasi pembelajaran, saya temukan pada

/05-06-

kegiatan awal Bapak tidak menyampaikan indikator dan

2015/T6

tujuan pembelajaran. Mengapa seperti itu, P ak?” Guru A : “Saya biasanya sering melupakan itu. Kenapa saya melakukan kayak gitu karena saya sudah memberikan preview materinya. Itu biasanya yang sering membuat saya melupakan itu. Jadi, saya berpikir mereka sudah diberikan preview materi tentu mereka sudah tau apa yang harus dicari, sehingga saya akan mengambil, ya udah yang akan saya jelaskan aja.”

Peneliti : “Menurut Bapak perlu nggak indikator dan tujuan

pembelajaran itu diketahui siswa?”

Guru A : “Sebenarnya sangat penting sih untuk memfokuskan siswa. Cuman masalahnya kadang-kadang ya untuk siswa di sini, pas mereka tahu indikator, terus kita ngomong sesuatu di luar indikator, mereka nggak peduli. Karena mereka akan berpikir, hari ini saya akan test oriented. Yang dites pasti hanya indikator-indikator tersebut. Sehingga mereka tidak mau mengembangkan pengetahuan yang lain. Saya sering mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari- hari. Kadang itu nggak muncul di indikator, tapi sebenarnya bermanfaat untuk pengetahuan mereka berikutnya. Karena sebagian besar siswa di Indonesia adalah nilai oriented, mereka nggak peduli, nggak ada hubungan dengan nilai saya. Juga terkesan mebosankan dan lumayan menghabiskan waktu. Sampai 5 menit kita menyampaikan itu. Dan juga kalau mereka belum dikasih preview-nya terus kita udah ngomongin indikator, mereka nggak mengerti, ini apaan.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Terus teknis membuat kesimpulan yang Bapak lakukan itu,

/05-06-

saya temukan seperti ini. Pertama, Bapak kan ngasi LKS ke

2015/T7

siswa. Nanti pas bahas LKS itu, Bapak kumpulkan satu-satu jawaban siswa. Dari sana baru Bapak buat kesimpulan berdasarkan jawaban siswa tersebut. Memang seperti itu teknis Bapak?”

Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan metode kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar kelompok. Kadang saya yang intervensi. Jadi, kita lihat kondisi juga. Itu sebabnya setiap mengajar saya berkeliling. Jadi, saya eksplor di situ siswanya level analisisnya sampai Guru A : “Tergantung. Saya kadang-kadang menyimpulkan dengan metode kayak gitu. Kadang juga konfrontasi antar kelompok. Kadang saya yang intervensi. Jadi, kita lihat kondisi juga. Itu sebabnya setiap mengajar saya berkeliling. Jadi, saya eksplor di situ siswanya level analisisnya sampai

kondisi di lapangan.”

Wan/D2/GA Guru A : “Saya termasuk orang yang percaya bahwa nggak semua anak

/05-06-

punya kemampuan yang sama. Ada orang yang memang

2015/T8

lemah dikasih tes, tapi ada orang yang kreativitasnya tinggi sekali. Ada orang yang kreativitasnya tinggi tetapi nggak mampu komunikasi. Ada yang mampu komunikasi, tetapi nggak kreatif. Sehingga, saya lebih cenderung memilih proyek. Mereka yang punya kemampuan presentasi bagus akan jadi presenter. Yang punya jiwa pemimpin akan jadi ketua kelompok. Itu maisng-masing punya skor sendiri. Seperti yang saya lakukan pas proyek maket itu. Ada yang presentasi di depan, ada yang prsesentasi di tempat, ada yang ngerjain. Jadi, semua potensi siswa muncul di situ.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kalau memotivasi siswa sendiri, itu yang biasanya Bapak

/05-06-

lakukan itu seperti apa?”

2015/T9

Guru A : “Yang kayak kemarin. Ada hubungan materi yang kita pelajari dengan kehidupan. Jadi, mereka merasa, oh materi ini berhubungan dengan kehidupan saya yang ini. Saya lebih cenderung itu, daripada mengulas kembali materi sebelumnya. Saya lebih cenderung memotivasi itu dengan memberikan masalah yang mereka temui di kehidupan sehari-hari. Terus saya bilang, hari ini yang sebenernya kita pelajari yang ini. Terus mereka berpikir, oh ternyata materi

ini dipakai loh di sini.”

Peneliti : “Berarti kontekstual, ya?” Guru A : “Iya, saya lebih cenderung memilih yang itu. Karena belajar

kan bukan untuk mendapatkan nilai. Belajar adalah untuk mendapatkan ilmu yang baru.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Pernah Bapak kuis mendadak?”

/05-06-

Guru A : “Jarang, sih. Kecuali kelas dalam kondisi benar-benar tidak

2015/T10

memperhatikan saya. Jadi, saya hanya ingin mengecek, apakah mereka tidak memperhatikan saya karena memang materinya tidak menarik atau memang meraka sedang mengerjakan hal lain. Karena pernah pas itu mereka sedang bersiap-siap mau ulangan matematika. Mereka nggak memperhatikan saya, nggak fokus. Saya langsung bilang, entar kita kuis ya.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Dari tiga kali saya observasi, saya temukan Bapak hanya

/05-06-

memberikan tugas sekali saja di akhir pertemuan karena

2015/T11

waktu itu Bapak tidak bisa mengajar. Kemudian, tugas yang Bapak berikan itu tidak dikumpul, hanya dijawab di LKS. Itu kenapa seperti itu, Pak?”

Guru A : “Saya menekankan bahwa mereka harus bertanggungjawab secara moral terhadap dirinya sendiri. Yang saya lakukan di pertemuan selanjutnya, tugas itu nggak saya kumpul. Saya tanya, yang kemarin mengerjakan ini siapa. Kemudian semua angkat tangan. Mari kita cek. Silahkan maju ke depan, jangan bawa jawabannya, bawa soalnya saja, coba tolong dijelaskan. Bukan dituliskan yang saya minta. Kalau mereka hanya menjadi sekretaris, nggak bakal bisa

menjelaskan dan mereka tidak akan mengerti.” Peneliti : “Berarti hal itu sekaligus sebagai upaya pengembangan sikap

ilmiah bertanggungjawab ya, Pak?”

Guru A : “Ya, silahkan tanya sendiri ke siswanya. Saya jarang sekali mengumpul tugas. Tapi biasanya mereka akan kerjakan. Karena setiap pertemuan, saya selalu bertanya, hari ini tanggal berapa, yang ketua kelas siapa, pokoknya pertanyaan yang unik, siswa yang itu yang harus maju menjelaskan jawaban tugasnya. Sehingga siswanya berpikir, nanti siapa tahu yang disuruh maju tu berdasarkan absen, siapa tahu berdasarkan tanggal, yang kayak itu biasanya saya lakukan. Jadinya mereka semua harus bersiap- siap.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Selama saya observasi, Bapak saya lihat tidak melakukan

/05-06-

observasi dengan instrument. Tapi, setelah saya tanya ke

2015/T12

siswanya, mereka bilang Bapak menilai lewat handphone. Benar nggak , Pak?”

Guru A : “Iya. Saya rajin sekali foto-foto siswa kan. Di rumah saya catat, oh ini siswanya rajin, ini siswanya bercanda. Sehingga saya sering memegang HP. Kadag saya catat perilakunya lewat HP, kadang saya langsung foto. Pokoknya kalau yang unik, saya langsung foto. Nanti di rumah saya re kap.”

Peneliti : “Mengapa meggunakan metode seperti itu?” Guru A : “Kalau saya langsung melakukan penilaian di tempat, saya

kehilangan momen pada saat saya sedang mencatat. Nanti pas saya lagi asyik mencatat, nanti saya melewati hal lain yang mucul. Mending saya foto aja pakai HP nanti tinggal rekap di rumah.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Penilaian sikap kan ada empat, observasi, penilaian diri,

/05-06-

penilaian teman, sama penilaian jurnal. Yang mana yang

2015/T13

Bapak paling terkendala?”

Guru A : “Jurnal yang nggak bisa saya jalanin. Terlalu banyak siswanya. Obervasi okelah saya yang lakuin. Penilaian diri dan penilaian teman, kadang bisa, tapi nggak selalu.”

…………. Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?” Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.

Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua. Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain. Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kalau penilaian diri dan penilaian antar teman itu kan

/05-06-

kecenderungan hasilnya subjektif Pak, ya. Karena siswa

2015/T14

punya kepentingan untuk dapat nilai bagus. Menurut Bapak itu masih perlu nggak dilanjutkan?”

Guru A : “Penilaian diri sebaiknya tidak untuk digunakan menentukan nilai akhirnya siswa. Tapi, penilaian diri digunakan sebagai evaluasi oleh guru untuk menegtahui seberapa jauh keberhasilan siswa mencapai indikator pembelajaran. Dari situ muridnya akan dengan jujur jawab. Karena tidak ada tekanan bahwa nilainya akan dipengaruhi oleh penilaian diri itu. Dengan menggunakan itu sebagai bahan evaluasi, kadang saya sendiri mikir, oh ternyata saya nggak pas ngajar dengan metode ini. Saya rubah. Sehingga, terkadang pembelajaran yang saya lakukan terkadang bebrbeda sekali dengan RPP. Karena RPP itu disusun di awal semester, LKS yang saya bagiin juga sudah berubah.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kenapa kemarin Bapak tidak melakukan praktikum Melde?”

/05-06-

Guru A : “Nggak sempat, waktunya memang nggak cukup. Karena

2015/T15

sudah menjelang SAT, siswanya minta latihan soal, jadi saya kasih latihan soal aja.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kalau pendekatan saintifik itu, yang paling sulit dilakukan

/05-06-

apa, Pak?”

2015/T16

Guru A : “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung. Sehingga, kita kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu, nggak cukup waktu 10 menit.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Ada nggak kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia,

/05-06-

sehingga perilakunya dia nggak alami?”

2015/T17

Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini Guru A : “Adalah, banyak. Itu sebabnya saya melakukan controlling dengan berkeliling kelas. Sehingga saya tahu, ini si tukang bicara, ini si tukang berpikir. Ya, yang si tukang bicara ini

berpikir di belakang layar kan tetap harus saya hargai. Jadi, nilainya nggak dimonopoli oleh si tukang bicara atau si tukang maju .”

Wan/D2/GA Peneliti : “Kalau jurnal baru Bapak mengalami kendala?”

/05-06-

Guru A : “Iya, nggak bisa saya. Pekerjaan sudah terlalu banyak.

2015/T18

Siswanya juga banyak dan saya nggak bisa menilai sebanyak itu. Bayangin satu siswa 36, itu kita harus bat catatan semua. Nggak bisa. Kemarin ada instruktur bilang, bisa kok, hari ini diamati kelompok ini, besok dilanjutkan kelompok lain. Menurut saya nggak bisa kayak gitu. Itu artinya saya ngasih standar yang berbeda karena materi pembelajaran dan kegiatannya berbeda. Kan bisa saja pas saya nggak nilai dia bagus, terus pas saya nilai dia kondisinya jelek. Kan nggak adil. Instruktur nasional juga nggak bisa jawab kok.”

Wan/D2/GA Peneliti : “Menilai aspek pengetahuan Bapak ada kendala?”

/05-06-

Guru A : “Waktu meriksanya saya agak kewalahan. Karena sekarang

2015/T19

kita tes, pertemuan slenjutnya kita sudah harus bagikan hasilnya, kan. Saya juga harus membuat analisis dimana letak kesalahan siswa untuk remedi. Sebelum remedi, saya harus membahas itu dulu. Remedi itu kan buka tes ulang. Remedi ittu proses memperbaiki kesalahan siswa, nanti kalau sudah benar, baru dites. Nanti, yang diremedikan beda-beda soal untuk setiap individu siswa, tergantung dia kurangnya dimana. Di situ kadang saya susahnya.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGA/04-05-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/SG Peneliti : “Kemudian, buku yang adik gunakan dalam belajar fisika itu

A/04-05-

apa aja?”

2015/T1

Siswa : “Buku paket, LKS Kreatif, sama Sagofindo.” Peneliti : “Darimana adik dapet buku-buku itu?” Siswa : “Buku paket yang ijo dari sekolah. LKS Kreatif sama

Sagofindo beli di luar.”

Peneliti : “Menurut adik buku paket yang dikasih sekolah itu bagus,

nggak ? Kalau dibaca bisa dimengerti?”

Siswa : “Iya sih bisa.” Peneliti : “Kalau LKS Kreatif itu biasanya buat apa?” Siswa : “Buat dijawab soal-soalnya itu, pakek PR.” Peneliti : “Kalau buku Sagofindo itu?” Siswa : “Pakek nyari cara jawab soal.” Peneliti : “Kalau bapaknya ngasi PR, soalnya darimana aja?” Siswa : “Dari LKS Kreatif itu.” Peneliti : “Buku paket itu biasanya bapaknya gunakan untuk apa?” Siswa : “Sebagai panduan aja. Kalau materinya sudah nggak ada di

LKS sama Sagofindo, baru cari di buku paket.” Peneliti : “Kalau Pak Mahardika sendiri pakek buku apa dia ngajarnya?” Siswa : “Sama bukunya kayak kita.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Pada saat membuka pembelajaran, bapaknya menyampikan

A/04-05-

nggak indikator, tujuan pembelajaran, sama manfaat

2015/T2

pembelajaran?”

Siswa : “Nggak.” Peneliti : “Yang kayak gini itu loh, setelah kalian belajar materi ini,

kalian akan tahu ini, manfaatnya dalam kehidupan ini. Itu disampaikan nggak ?”

Siswa : “Nggak.” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau membuka atau memulai proses pembelajaran itu,

A/04-05-

bagaimana cara Bapaknya?”

2015/T3

Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu. Jadi, pertamanya sih bapaknya masuk, kayak grogi gitu bapaknya, suka nunjuk, kalau misalnya bapaknya lagi badmood suka nunjuk gitu bapaknya. Jadi kan takut. Tapi bapaknya bisa buat kita tenang”

Peneliti : “Awalnya kan biasanya panganjali dulu, habis itu biasanya

bapaknya ngapain?”

Siswa : “Nanya kabar, habis itu kalau memang lagi gini, nunjuk-nunjuk

dah, ditanyain te ntang materi.”

Peneliti : “Materi saat itu apa materi sebelumnya?” Siswa : “Materi sebelumnya. Kadang materi saat itu juga kalau sudah

disuruh pelajarin dulu. Kayak misalnya bapaknya nggak sekolah waktu itu, materi yang itu ditanya, gitu.”

…………… Peneliti : “Kok siswanya tegang, kenapa?” Siswa : “Bapaknya kan suka nunjuk-nunjuk, gitu. Kita takut nggak bisa

jawab.”

Peneliti : “Kalau misalnya siswanya nggak bisa jawab pas ditunjuk,

gimana respon bapaknya?”

Siswa : “Diginiin, dibilang belum belajar, gitu. Tapi kan malu juga

sama temen- temen, gitu.” Peneliti : “Kalau misalkan siswanya bisa pas ditunjuk?” Siswa : “Kayak dikasih pujian, gitu.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau pas belajar berkelompok di kelas tu, anggota

A/04-05-

kelompoknya bapaknya ngatur?”

2015/T4

Siswa : “Bapaknya yang ngatur soalnya biar merata yang pinter-pinter

tu.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Selain pakek buku, adik belajar fisika itu ada nggak pakek

A/04-05-

sumber lain lagi? Kayak internet atau apa?”

2015/T5

Siswa : “Internet.” Peneliti : “Tadi buat maket itu, sumbernya dari mana aja?” Siswa : “Dari internet.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau di awal itu sering nggak Bapaknya ngasi pertanyaan

A/04-05-

yang menantang gitu tentang aplikasi materi itu di kehidupan

2015/T6

nyata?”

Siswa : “Sering sih menantang, ya. Orang pertanyaan bapaknya itu

menantang, pakek logika.”

Peneliti : “Pertanyaan seperti itu biasanya disampaikan di awal pelajaran

atau pas sudah jalan?”

Siswa : “Kadang di awal kadang di perjalanan.” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau senyum, sering bapaknya pas ngajar?”

A/04-05-

Siswa : “Dari baru datang sudah senyum. Kita dah yang tegang.”

2015/T7

………... Siswa : “Apa ya, Bapaknya itu selalu mengundang biar kita nggak

jenuh, gitu. Selalu buat ketawa, gitu…”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau urutan materi disampaikan? Hari ini kalian akan belajar

A/04-05-

ini, habis ini, ini.”

2015/T8

Siswa : “Iya, tapi secara garis besar. Biasanya baru awal masuk bab

bapaknya menyampaikan.”

Peneliti : “Kalau teknik penilaian, bapaknya bilang nggak di awal?” Siswa : “Iya, bapaknya selalu bilang kayak gitu.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau volume suara bapaknya bisa didenger seluruh siswa?”

A/04-05-

Siswa : “Bisa.”

2015/T9

Peneliti : “Kalau bahasa lisan, cara dia ngomong itu bisa dimengerti?” Siswa : “Bisa banget, soalnya bapaknya pakek bahasa sehari-hari, lebih

akrab jadinya.”

Peneliti : “Kalau tulisan bapaknya di papan itu, bisa dibaca?” Siswa : “Bisa.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Mana lebih banyak bapaknya bahas konsep atau ngitung-

A/04-05-

ngitung?”

2015/T10

Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan Siswa : “Ngitung, tapi pakek cara yang gampang, nggak berpatokan

Wan/D1/SG Peneliti : “Pas Pak mardika ngajar, semua siswa mau serius?”

A/04-05-

Siswa

: “Semua serius.”

2015/T11

Peneliti : “Kalau ada yang nggak serius, gimana?” Siswa

: “Bapaknya orang peka sekali, gini dikit aja ditauin. Nggak ada yang berani. Kalau sudah Pak Mahar yang masuk, semua langsung berubah, gitu. Nggak tau juga kenapa.”

Peneliti : “Kalau ada siswanya yang nggak serius, gimana bapaknya

nanggepin?”

Siswa : “Bapaknya orang nggak suka yang kayak gitu. Badmood dah langsung bapaknya. Bisa- bisa langsung kuis.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau misalnya bapaknya nggak ngajar, gimana?”

A/04-05-

Siswa

: “Dikasih tugas.”

2015/T12

Peneliti : “Tugas dalam bentuk apa?” Siswa

: “Buat soal di LKS. Nanti diperiksa pertemuan selanjutnya.” ………….. Peneliti : “Kalau ngasih PR sering bapaknya?” Siswa

: “Iya. Kalau misalnya dia nggak ngajar itu.” Peneliti : “PR-nya itu soalnya darimana?”

Siswa : “Dipilihin dari LKS soal yang susah-susah.” Peneliti : “Nanti PR-nya itu dibahas?” Siswa

: “Iya. Ditanya dah, kalau misalnya ada yang nggak jelas tentang PR- nya itu, baru bapaknya jelasin.” Peneliti : “PR-nya itu dinilai sama bapaknya?” Siswa

: “Nggak, soalnya jawabannya langsung di LKS, nggak disetor. Cuman disuruh jawab aja. Nggak dikumpul. Tapi, bapaknya suka keliling-keliling, lihat-lihat LKS-nya. Sudah dijawab apa belum, ini rajin apa nggak. Makanya kita takut, pasti

dijawab.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Oh pernah disuruh buat eskavator sama bapaknya?”

A/04-05-

Siswa

: “Iya. Kemarin pas materi fluida.”

2015/T13

Peneliti : “Bagaimana tu prosesnya?” Siswa

: “Pertama kita kan disuruh buat proposal. Habis itu, kita buat alatnya dengan disain beda-beda tiap kelompok. Terus di kelas kita kayak main gitu aja. Lomba siapa yang paling banyak nangkap kertas, kayak gitu. Habis itu buat laporan. ”

Peneliti : “Proposalnya itu langsung dikumpul gitu aja? Nggak direvisi dulu sama bapaknya? Ada yang kurang ditambahin.”

Siswa : “Nggak. Bapaknya cuman bilang rancangan di proposal itu jangan terlalu berbeda dengan alatnya. Harus konsisten.” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau ada siswa yang nilainya di bawah KKM, digimanain

A/04-05-

sama bapaknya?”

2015/T114

Siswa : “Dikasih tugas diakhir-akhir mendekati SAT gitu.” Peneliti : “Tugasnya itu dibawa pulang apa dikerjakan di sekolah?” Siswa

: “Dibawa pulang.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Pak mahardika punya masalah nggak ngajar fisika di kelas

A/04-05-

kalian? Misalnya sulit ngontrol siswa, kekurangan waktu buat

2015/T15

ngabisin materi, dan sebagainya.”

Siswa : “Semester satu kekurangan waktu. Cepet-cepetan. Bab terakhir

cuman satu pertemuan aja dihabisin.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau bapaknya menilai keaktifan siswa, itu kayak gimana?

A/04-05-

Pernah dia bawa lembar penilaian kayak gitu?”

2015/T16

Siswa : “Dicatet di hapenya. Semua dicatet dihapenya. Orang yang

nyontek itupun dicatet dihapenya.”

Peneliti : “Siswanya tahu bahwa bapaknya nyatet di hapenya?” Siswa : “Dapet bapaknya bilang. Bapaknya bilang, kalau mau nilai

kalian berubah curi aja hape saya, semua nilai ada di hape saya, gitu. ”

Peneliti : “Sering bapaknya berarti nyatet di hape itu ya?” Siswa : “Iya. Yang bisa jawab, kayak gitu tu dicatet dah di sana. Saru-

saru tapi bapaknya ngeluarin hapenya”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/GB/25-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/GB Peneliti : “Sejak kapan Ibu menerapkan pembelajaran fisika berbasis

/25-04-

Standar Proses Kurikulum 2013?”

2015/T1

Guru B : “Kalau di SMA 1 Singaraja, Kurikulum 2013 sudah diterapkan

sejak Tahun Ajaran 2013/2014.”

Peneliti : “Kalau pengetahuan tentang konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013, Ibu dapat nya darimana?” Guru B : “Kalau tentang Kurikulum 2013, itu kita dapatnya dari workshop kurikulum yang diadakan oleh sekolah. Itu memang ada beberapa guru yang sudah mendapatkan workshop langsung dari pemerintah, khususnya dalam hal ini yang menyelenggarakan itu beda-beda ya, ada yang langsung dari pusat, kemudian ada yang laksanakan di daerah. Tetapi, itu penyelenggaraannya bertahap dia, dan kebetulan untuk saat ini, fisika baru kemarin dapat pelatihan. Itu dua orang guru kita saja dan satu orang dikirim sebagai instruktur nasional. Tapi, sisanya guru yang lain itu belum mendapatkan. Jadi, kita hanya mendapatkan imbas.”

………… Peneliti : “Kalau workshop berapa kali Ibu pernah ikut?” Guru B : “Kalau workshop itu kita rutin di sekolah itu diadakan setiap

tahun. Setiap mau menjelang tahun ajaran baru pasti ada workshop kurikulum. Nah, kalau kemarin workshop Kurikulum 2013 itu kemarin guru-guru yang diadakan di Denpasar, kalau nggak salah. Nah, ketika workshop di sekolah, guru-guru yang telah ikut workshop itu dikasih waktu untuk mengimbaskan ke guru- guru yang ada di sekolah sini.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Terus, bagaimana peran workshop dan pelatihan itu terhadap

/25-04-

pemahaman Ibu tentang pembelajaran berbasis Kurikulum

2015/T2

2013?” Guru B : “Iya, kalau awalnya sih, ketika pelatihan, mungkin kita dibuat bingung, ya. Tapi, karena tuntutan dari pihak sekolah yang mewajibkan kita harus sudah punya RPP, harus punya segala macam yang akan digunakan untuk mengajar, jadi kita secara tidak langsung dipacu untuk membuat adminsitrasinya itu. Jadi, kita saling membantu jadinya antar temen sesa ma guru, gitu.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Terus kalau teks atau panduan tentang kurikulum, Ibu punya?”

/25-04-

Guru B : “Oh, kalau dari segi panduannya itu, kita dikasi sama Wakil

2015/T3

Kepala Sekolah Bidang Kurikulumnya.” Peneliti : “Berupa napi nika, Buk?” Guru B : “Itu ada berupa silabus, kemudian ada juga contoh RPP dari

temen-temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang pelatihan pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita mengadopsi, kita kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita mengadopsi dari RPP guru matematika pada waktu itu. Jadi, temen-temen yang udah pelatihan, walaupun waktu itu yang pelatihan pertama kali adalah pelajaran matematika, jadi kita mengadopsi, kita kan karena MIPA itu mirip ya, jadi kita mengadopsi dari RPP guru matematika pada waktu itu. Jadi,

Wan/D1/GB Peneliti : “Kalau dari segi perencanaan pembelajaran berbasis

/25-04-

Kurikulum 2013 kalau menurut pemahaman Ibu itu

2015/T4

bagaimana idealnya?”

Guru B : “Yang namanya perencanaan, pasti dibuat sebelum mengajar, ya. Tapi nanti ketika ketemu siswa belum tentu juga dapat dilaksanakan seperti itu. Jadi, nanti kalau di pembelajaran tidak terlaksana, kita harus bisa mengalihkan, tapi tidak mengurangi esensi yang kita berikan ke siswa, gitu.”

Peneliti : “Apa aja yang disiapkan sebagai perencanaan, Buk?” Guru B : “Kalau dari segi perencanaan, mungkin yang kita siapkan itu

LKS. Karena kita Kurikulum 2013, LKS yang ada itu tidak terlalu menunjang, karena yang nulis buku itu kan kadang- kadang masih nyampur dengan Kurikulum 2006, ya. Jadi, di sana apa yang diharapkan, misalnya, ingin memunculkan kegiatan mengamati di sana, nggak muncul. Jadi, kita harus memodifikasi atau membuat LKS baru. Jadi, itu pertama, persiapan LKSnya. Kemudian mempersiapkan, ya tentunya RPP ya, itu sudah pasti. Kemudian mempersiapkan gini juga, media pembelajaran. Jadi, kalau kita memiliki media pembelajaran yang mendukung, itu akan lebih bagus untuk siswa.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak

/25-04-

upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala sekolah,

2015/T5

atau dari pengawas?’

Guru B : “Kalau upaya untuk mengatasi, dalam hal ini misalnya untuk pembelajaran-pembelajaran yang abstrak, kita gunakan pembelajaran kelompok untuk mencari materi-materinya melalui internet.

Wan/D1/GB Peneliti : “Ya. Nika dari segi perencanaan pembelajaran Kurikulum

/25-04-

2013 ada nggak perbedaanya dengan Kurikulum 2006,

2015/T6

Buk?”

Guru B : “Kalau kita nggak terlalu berbeda, semuanya hampir sama, ya. Cuman di penyusunan RPP-nya saja yang ada, misalnya ditulis, mengamati, gurunya ngapain, siswanya ngapain, jadi khusus untuk mengamati saja, nggak boleh dimasukkan kegiatan lain di dalam situ. Misalnya, kegiatan menanya, khusus guru yang mengajukan pertanyaan, atau siswa yang mengajukan pertanyaan. Jadi, khusus menanya aja. Kemudian mengeksplorasi, artinya dia harus mencoba sendiri, mencari data sendiri, baik itu dari internet, kalau memang soalnya teori, kemudian mencoba sendiri, kalau soalnya berupa praktikum, gitu.”

Peneliti : “Ya. Berarti, dulu di Kurikulum 2006 nggak ada kayak gitu

ya, dicampur?”

Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi kan, tidak, menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi, Guru B : “Ada. Tapi namanya eksplorasi, elaborasi, seperti itu. Tapi kan, tidak, menanya, titik dua, ini ceritanya, apa aja sih. Jadi,

Wan/D1/GB Peneliti : “Ya. Itu dari segi perencanaan, sekarang ke pelaksanaan.

/25-04-

Yang pertama, kalau teknis membuka pembelajaran yang

2015/T7

ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 itu bagaimana, Buk?”

Guru B : “Kalau di Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006, itu yang pertama pasti menyapa siswa, kemudian mengabsen, itupun satu persatu yang menyatakan bahwa guru itu perhatian sama siswa. Tapi kalau saya, ngabsen itu nggak satu-satu, kecuali pertama kali saya masuk. Itu karena untuk sekalian mengingat kemudian menghapal namanya. Tapi, kalau sudah sekian kali berjalan, toh saya sudah tau namanya, saya bisa lihat ada yang nggak hadir, paling saya cuman nanya alasan dia nggak hadir kenapa. Kemudian, idealnya lagi kan menyampaikan KI-KD yang akan dibahas dan indikatornya. Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan, silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat .”

Wan/D1/GB Peneliti : “Kalau karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013

/25-04-

itu, yang Ibu ketahui itu apa?”

2015/T8

Guru B : “Karakteristik pembelajaran itu kan menekankan pada pendekatan saintifik. Di sana kan dituntut penggunaan 5M, mengamati, menanya, kemudian mengkomunikasikan, nah

itu yang lima itu, ya.”

……………… Peneliti : “Kalau bentuk realisasi pendekatan saintifik yang ideal seperti

tuntutan Kurikulum 2013 itu, bagaimana Buk?” Guru B : “Kalau tuntutan K13 kan menggunakan pendekatan saintifik. Jadi, pendekatan saintifik itu kan tidak mesti harus eksperimen. Jadi, kan bisa melalui pengamatan saja, kan bisa. Tidak mesti harus berkelompok. Kemudian karena materi pelajaran semester ini kan sedikit abstrak dia. Kalau kayak pemanasan global, kalau mereka harus berkelompok mengerjakan praktikum, kan nggak mungkin kita bikin miniatur bumi, gitu kan. Jadi, mereka mengamati fenomena- fenomena yang memang mereka udah lihat di sekitar

mereka, gitu.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Menurut Ibu, apa keunggulan dari pembelajaran berbasis

/25-04-

pendekatan saintifik? ”

2015/T9

Guru B : “Kalau keunggulannya, ya ini, mereka lebih banyak mengeksplorasi diri mereka sendiri, tidak hanya menerima dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka Guru B : “Kalau keunggulannya, ya ini, mereka lebih banyak mengeksplorasi diri mereka sendiri, tidak hanya menerima dari gurunya atau tidak langsung menerima yang mereka

Peneliti : “Men, kalau kelemahannya?” Guru B : “Kelemahnya paling memerlukan waktu yang cukup panjang,

sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas .” Wan/D1/GB Guru B : “Jadi, di sana dia lebih detail dia dibahas, kalau misalnya yang

/25-04-

kemarin-kemarin, itu kan mencakup kayak eksplorasi,

2015/T10

elaborasi, itu jadi satu. Nah, kalau di sini lebih detail lagi, mengamatinya bagian apa yang diamati, kemudian menanyanya lagi ditekankan, gitu. Cuman dipilah-pilah aja, sih. Lebih dipersempit lagi.”

…………… Peneliti : “Ada nggak perbedaan pembelajaran berbasis pendekatan

saintifik dengan pembelajaran yang Ibu lakukan pada Kurikulum 2006?”

Guru B : “Kalau kegiatan secara umumnya sih nggak terlalu berbeda menurut saya, ya, karena yang namanya kegiatan menanya, mengamati, itu include di bagian elaborasi, mengeksplorasi. Kemudian ada, kegiatan mengelaborasi itu ada analisis data, kalau di Kurikulum 2013. Kalau konfirmasi, di Kurikulum 2013, namanya mengkomunikasikan. Ini kan sama aja, gitu.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Nah, bagaimana proses pembelajaran dengan pendekatan

/25-04-

saintifik itu, Buk?”

2015/T11

Guru B : “Ya, pendekatan saintifik itu kan melakukan, ya misalnya seperti yang 5M tadi. Ya karena anak-anak di sini, untuk belajar seperti itu, tidak terlalu mengalami kesulitan, karena mungkin mereka sudah terbiasa, cara berpikirnya juga sudah dibawa ke arah sana, jadinya mereka tidak terlalu susah kalau mengikuti pembelajaran seperti itu.”

Peneliti : “Iya. Sudah biasa ya, Buk. Seperti yang dibilang sama Pak Mahardika kemarin pas wawancara, bagi guru-guru IPA pendekatan saintifik ini sudah biasa.”

Guru B : “Ya. Karena mungkin yang dari guru-guru IPS yang mungkin agak kerepotan menerapkan kurikulum ini, gitu. Karena segala sesuatunya di sini seolah-olah mengarah ke pembelajaran IPA. Seperti misalnya meminta untuk pembelajaran berbasis proyek, kalau portofolio kan masih bisa diterapkan sama guru-guru lain. Kalau yang proyek itu, kadang untuk guru geografi itu, saya mesti bikin apa, gitu. Itu yang menjadi pertanyaan bagi mereka, padahal dalam penilaian, kolom itu harus terisi, gitu. Jadi, mereka mungkin susahnya di sana, tapi kalau kita di MIPA khususnya, itu nggak sampai kesusahan seperti itu.”

………… Guru B : “…. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode

pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu

Wan/D1/GB Peneliti : “Kalau menurut pemahaman Ibu sendiri, kenapa Kurikulum

/25-04-

2006 itu diganti dengan Kurikulum 2013? Ada nggak

2015/T12

perbedaan pembelajaran dengan Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006?”

Guru B : “…. Nah, dalam hal ini yang menjadi perbedaan yang esensial dari Kurikulum 2013 itu adalah di sistem penilaian. Kemudian, kalau misalnya di pendekatan ataupun metode pembelajaran yang kami lakukan, kami rasa di fisika, itu sudah hampir tidak berubah ya, karena kita sudah selalu menerapkan model pembelajaran terbaru, kemudian kita sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan segala macamnya. Jadi, tidak terlalu berubah. Cuman yang dituntut itu adalah bagian penilaian yang khusus menilai, kalau kita biasanya di fisika penilain proyek, portofolio, dan segala macamnya, itu mungkin sudah biasa kita lakukan, cuman untuk penilaian yang lebih rinci itu adalah seperti di penilaian sikap. Kita biasanya kalau menilai sikap siswa itu mungkin tidak serta merta bisa menilai secara keseluruhan, tapi kalau di sini, itu observasi lain, kemudian penilaian jurnal lain, kemudian observasi antar teman lain, penilaian diri sendiri lain. Jadi, itu semua harus dicakup…”

Wan/D1/GB Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan

/25-04-

Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”

2015/T13

Guru B : “Kalau evaluasi, output-nya nanti kan berupa hasil dari pembelajaran itu, kan. Hasilnya itu yang diminta kan berupa aspek dari sikap, KI-3 itu berupa pengetahuan, dan KI-4 itu berupa keterampilan. Jadi, untuk KI-1 dan KI-2 itu mencakup sikap, itu kita amati melalui observasi, kemudian ada jurnal, ada penilaian diri, ada penilaian antar siswa. Kalau penilaian diri dan penilaian antar siswa, kan bisa saja mereka bohong, kan. Karena mereka saling berteman, eh nanti kasih aku nilai gede, ya. Jadi, di sini yang paling berperan itu kan penilaian jurnal dari guru. Misalnya kalau

ada murid yang, ya terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun terburuk, pasti medapat catatan, tapi yang ditengah-tengah, mungkin kita akan tidak terlalu. Dipukul rata jadinya, kan seolah-olah. Ya, karena lumayanlah muridnya banyak, jadi yang kita amati itu adalah yang terbaik dan terburuk. Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita mengambil nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya ada murid yang, ya terkatagori “ter”, baik itu terbaik maupun terburuk, pasti medapat catatan, tapi yang ditengah-tengah, mungkin kita akan tidak terlalu. Dipukul rata jadinya, kan seolah-olah. Ya, karena lumayanlah muridnya banyak, jadi yang kita amati itu adalah yang terbaik dan terburuk. Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita mengambil nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya

termasuk portofolio, yang mana termasuk proyek.” Wan/D1/GB Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

/25-04-

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

2015/T114

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih tugas.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Ibu buat RPP nya untuk sekali pertemuan apa gimana?”

/25-04-

Guru B : “Itu satu KD, sehingga dia digunakan untuk beberapa kali

2015/T15

pertemuan .”

Peneliti : “Berarti di RPP nya, kegiatannya itu per pertemuan?” Guru B : “Iya. Pertemuan pertama, dibuat dah skenarionya itu seperti

apa. Kemudian, pertemuan kedua, dan seterusnya.” Wan/D1/GB Guru B : “Kemudian, kalau ngasih kuis kadang kalau pas pelajaran itu

/25-04-

nggak tentu juga, tergantung waktunya, kalau misalnya udah

2015/T16

mepet banget, bisa saja minggu depan sebelum pembelajaran kita ngasi kuis atau setelah materinya habis dikasih kuis, gitu, tergantung situasional sih.”

Wan/D1/GB Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada

/25-04-

nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang

2015/T17

Ibu belum pahami?”

Guru B : “Penilaian keterampilan yang menggunakan nilai tertinggi. Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus punya nilai dalam hal itu, kan.

Wan/D1/GB Peneliti : “Nah, dari sekian banyak tuntutan Kurikulum 2013 itu, ada

/25-04-

nggak konsep pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang

2015/T18

Ibu belum pahami?”

Guru B : “Yang tadi seperti saya bilang tidak habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus. Kemudian untuk yang di keterampilan dia menggunakan nilai tertinggi. Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus punya nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau siswa tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi, kan toh juga tidak akan berpengaruh pada nilai afekttif atau Guru B : “Yang tadi seperti saya bilang tidak habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus. Kemudian untuk yang di keterampilan dia menggunakan nilai tertinggi. Jadi, kalau misalnya dia salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak bermasalah. Ya sebenernya, dia kan tetep harus punya nilai dalam hal itu, kan. Dalam hal ini, siswa kan nggak tahu dia kalau penilaian dilakukan dengan sistem modus. Kalau siswa tahu, apa yang akan dilakukannya, oh ya udah, nggak usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Jadi, kan toh juga tidak akan berpengaruh pada nilai afekttif atau

Wan/D1/GB Guru B : “…termasuk saya juga pernah, kalau RPP-nya itu belum siap,

/25-04-

ternyata RPP nya itu belum clear bener, ya udah kita ngajar

2015/T19

dulu, abis itu kita balik ke RPP lagi. Jadinya, kadang siklusnya maju mundur. Yang namanya RPP kan seharusnya di depan harus udah selesai bikin, tapi kan karena kepepet ni, jadi ngajar dulu, abis tu baru buat RPP.”

Wan/D1/GB Guru B : “….Untuk saya, itu tidak saya lakukan, karena kepepet waktu

/25-04-

pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi

2015/T20

yang seperti itu, saya kasih aja mereka silabusnya, kemudian silahkan dibaca-baca, materi apa yang akan kalian perlukan, silahkan dicari lebih awal. Jadinya, mereka udah tau materi yang disampaiin itu apa, mereka udah dapat ….”

Wan/D1/GB Peneliti : “Terhadap pemasalahan yang Ibu sebutkan tadi itu, ada nggak

/25-04-

upaya untuk mengatasi itu, baik dari Ibu, dari kepala

2015/T21

sekolah, atau dari pengawas?’

Guru B : “Kalau misalnya alatnya terbatas, tapi kita dituntut untuk melakukan, seperti kan ada beberapa KD yang menuntut percobaan tertentu, yang eksplisit disebutkan. Berarti kita kan harus melakukan itu idealnya. Kalau misalkan alatnya nggak ada, kita terpaksa menggunakan demonstrasi. Seperti misalnya di KD gelombang itu ada khusus untuk percobaan tangki riak. Tangki riak kita rusak, kita punya satu. Solusinya gimana? Kita carikan video tentang tangki riak, setidaknya mereka tahu bentuk-bentuk gelombang seperti apa. Kemudian, misalnya kita ingin mengamati karakteristik gelombang longitudinal, pakek slinki, tapi slinki cuman punya dua. Nggak mungkin kita jadikan satu kelas itu 6 kelompok, di mana nyariin slinki lagi empat, kan nggak mungkin, jadinya disiasati pakek kelompok besar, nanti ketika dia menganalisis data mungkin kembali ke kelompoknya yang kecil-kecil. Seperti itu. Kepala sekolah mungkin mendukungnya dengan menganggarkan Dana BOS untuk membeli alat. Jadinya, kalau ada alat yang rusak, kita

laporin ke kepala sekolah.”

Wan/D1/GB Guru B : “Kalau penilaian diri sama penilaian antar siswa, jangan dah

/25-04-

diharapkan nilainya banyak. Karena dia menilai temennya

2015/T22

sendiri pasti dah ada kerjasama. Tidak objektif.” ………… Guru B : “Tapi, yang diminta dikurikulum itu cuman satu nilai.

Semuanya satu, observasi, antar siswa, semuanya satu. Tapi, sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan. Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang Semuanya satu, observasi, antar siswa, semuanya satu. Tapi, sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan. Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang

Wan/D1/GB Peneliti : “Kalau ada masalah, gimana dia pengawasnya?”

/25-04-

Guru B : “Kalau ada masalah, misalnya kita kan konsultasi, Pak

2015/T23

mungkin bagian ini saya nggak ngerti, nanti pengawasnya jelasin juga. Terkadang, pengawas juga nggak tau info, ya nanti saya tanya dulu sama pengawas lain. Terus kadang berantai- rantai dia…”

Wan/D1/GB Peneliti : “Kemudian, kalau dari segi evaluasi pembelajaran tuntutan

/25-04-

Kurikulum 2013 itu seperti apa, Buk?”

2015/T24

Guru B : “… Kemudian, untuk yang bagian pengetahuan, udah otomatis kita mengadakan ulangan harian, kemudian ada kuis, dan nanti ada UTS, dan ulangan akhir semester. Nah, itu memiliki bobot tersendiri dari pihak kurikulum. Ada standar nilai yang diterapkan oleh MGMP. Untuk fisika, kita mengambil nilainya minimal B. Jadi, bagaimana caranya agar kita minimal dapat nilai B. Ya, entah itu siswanya diremidi terus

menerus, yah tergantung nilainya nanti…”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D2/GB/27-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D2/GB Peneliti : “Bagaimana persiapan Ibu dalam perencanaan pembelajaran?”

/27-04-

Guru B : “Kalau persiapan, kita siapkan LKS yang pertama. Kemudian,

2015/T1

nyiapin medianya. Kalau emang ada praktikum, kita siapin bahan praktikum, kita pesen lab dulu. Kita pesen lab, karena kan banyak guru yang makek, ya. Kita pesen jadwal. Kemudian, kita kasih tau Laborannya, rancangan praktikumnya seperti apa, kalau itu memang praktikum. Kemudian, menyiapkan powerpoint yang sederhana untuk memetakan konsep-konsepnya itu. Mungkin nyiapin itu dulu sebelumnya. Kemudian, kita lihat dulu kira-kira cukup nggak waktunya, kalau nggak sesuai dengan gininya, ya kita bawa ke pertemuan berikutnya. RPP juga pastinya. Kemarinnya sudah disiapin, maksudnya nanti mau dikasih penilaian apa mereka di sana.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Terus teknis buat RPP, Ibu buatnya kapan?”

/27-04-

Guru B : “Kemarin, kalau di workshop itu kan kita memang harus bikin

2015/T2

RPP dulu, tapi cuman untuk beberapa materi sebagai sampel. Waktu pertama kita nerapin Kurikulum 2013 itu kan dapat contoh sistematika RPP-nya dari temen yang sudah pelatihan. Dari contoh RPP itu, kita masukkan dulu materi mana yang menurut kita paling gampang, pengukuran misalnya kan agak gampang gitu bikinnya. Itu kita masukin kesana dulu materinya. Setelah itu, baru kita buat yang lain, untuk materi yang lebih abstrak. Nanti kan mirip-mirip dia, tinggal kita ganti- ganti aja, gitu.”

Peneliti : “Berarti Ibu buatnya itu di awal semester, ya?” Guru B : “Iya, di awal semester. Tapi, kalau nanti misalnya menurut kita

nggak cocok, ya kan sebelum mengajar bisa kita ganti-ganti dulu. Tapi, biasanya sih itu akan berlanjut. Maksudnya, kalau tahun depan kita masih ngajar di tingkat kelas yang sama, itu bisa lagi dipakai.”

Peneliti : “Nah, yang Ibu gunakan sebagai panduan dalam membuat RPP

itu, apa?”

Guru B : “Sampai saat ini sih Permendikbud 81A yang kita pakek, karena kan belum direvisi. Untuk tahun ajaran depan baru kita pakek Permendikbud yang baru.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Berarti berbeda RPP antara guru yang ngajar di tingkatan kelas

/27-04-

yang sama ya?”

2015/T3

Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya hasil pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah katakanlah tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa ngubah beberapa pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa dijawab, tapi kalau bagi kelas yang pararel itu tidak bisa dijawab, ya kita masukin lagi itu di sana, pertanyaan- Guru B : “Iya, kita kan pertama bikin RPP ideal. Terus abis itu, misalnya hasil pembagian kelasnya kita dapet kelas yang pararel, yah katakanlah tidak terlalu pintar, yang sedang-sedang, kita bisa ngubah beberapa pertanyaan, kalau yang murid pinter itu bisa dijawab, tapi kalau bagi kelas yang pararel itu tidak bisa dijawab, ya kita masukin lagi itu di sana, pertanyaan-

Wan/D2/GB Peneliti : “Nah, untuk buat RPP-nya, Ibu buat secara individu atau

/27-04-

berkelompok di MGMP?”

2015/T4

Guru B : “Kalau RPP bikinnya sendiri. Cuman di MGMP itu diskusiin kegiatannya mau ngapain aja. Kayak kemarin, saya sama Buk Suarti itu diskusiin masalah tangki riak yang kita nggak punya itu, kita diskusikan. Ibunya bilang, oh ya sudah kita pakai video aja. Nanti kita cari videonya sama-sama. Kemudian, Buk ini ada video bagus, bisa nggak dipakek di kelas Ibu juga. Oh iya bagus, Ibunya minta video yang saya kasih. Jadi, kita tuker-tukeran kayak gitu. Tapi, kalau RPP murni kita bikin sendiri.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Nah, tahapan-tahapan Ibu dalam membuat RPP itu dari awal,

Guru B : “Kalau dari awal, ya kita lihat dulu karakteristik materinya seperti apa, apakah dia bisa praktikum atau tidak. Kemudian, kita lihat juga, kalau materi itu dipraktikumkan, apakah kita punya bahannya atau tidak. Kalau tidak, berarti kita cari alternatif kegiatan yang lain, misalnya dengan demonstrasi atau menayangkan video. Kemudian nyiapin LKS-nya. Kalau misalnya praktikum dasar, kayak percobaan Melde, mengamati gelombang berjalan, stasioner, kayak gitu, biasanya Laboran sudah punya dia settingan praktikum yang terstandar. Kita kan dulu pernah ikut ISO, ya. Jadi, sudah terstandar. LKS, segala macem, kita ngambil di sana. Tapi kalau untuk praktikum yang baru, kita buat lagi. Kalau kemarin Kurikulum 2006, kita kan banyak punya stok. Tapi, kalau sekarang, kita buat lagi. Dulu saya ngajar di kelas X, kan sudah buat LKS. Jadi, kalau ada temen yang nanya, dulu kamu praktikum makek apa, saya kasih LKS itu. Jadi, bisa dipakek lagi, beberapa harus direvisi. Tapi, kalau sekarang saya ngajar kelas XI, saya mesti buat lagi, karena kelas XI ini kan angkatan pertama yang makek Kurikulum 2013. Jadi, lagi saya ngumpulin, gitu. Kalau yang udah tahun lalu, ya bisa lagi

dipakek.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Kemudian di RPP-nya kan biasanya ada indikator ketercapaian

/27-04-

hasil belajar, ya. Itu bagaimana Ibu merumuskan indikator

2015/T6

itu?”

Guru B : “Kalau indikator kan biasanya kita lihat materinya dulu, terus apa sih sebenernya pengen kita cari, apa tujuan akhir dari anak-anak itu belajar. Dari sana rumuskan indikatornya. Nanti indikator ini kita diskusikan sama MGMP. Apa aja nanti yang kita giniin, oh iya cari ininya, gitu. Kita kan biasanya ada pertemuan gitu. Saling diskusi. Oh, materinya sudah sampai di mana. Oh, untuk materi karakteristik gelombangnya, kita fokuskan di permukaan aja, karena nanti kelas XII dapet lagi. Kemudian, masalah pemantulan di SMP kan udah dapet, jadi jangan terlalu ditekankan. Jadi, satu kali pertemuan cukup, cukup, gitu. Jadi, kita sepakatin 1 kali pertemuan aja. Setelah itu kan masuk ke Melde. Percobaan itu kan cukup memerlukan waktu juga. Jadi, di sana kita pakek 1 kali pertemuan, 2 jam pelajaran, khusus untuk percobaan saja, gitu.”

Peneliti : “Untuk indikatornya itu, sama untuk semua guru di tingkatan

kelas yang sama, Buk?”

Guru B : “Kadang beda. Jadi, kita kan juga mengambil dari soal-soal yang menjurus ke UN, ya berdasarkan SKL UN. Oh, soal-soal ini yang biasanya akan diminta di UN. Jadi, kita munculkan indikatornya di RPP. Dari beberapa buku juga, referensi yang kita punya, biasanya dia di sana kan ada indikator. Jadi, ya kita mengadaptasi, cocok nggak sama kelas kita.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Ya. Kalau deskripsi materi di RPP tu, gimana Ibu buatnya?”

/27-04-

Guru B : “Kalau di Permendikbud 81A, itu harus ada fakta, titik dua,

2015/T7

konsep, titik dua, prosedur, titik dua. Nanti materinya nggak ada terlalu banyak di sana. Kalau Kurikulum 2006 kan semua

materi dimasukkan.”

Peneliti : “Berarti yang saat ini Ibu gunakan, yang fakta, konsep, kayak

gitu tu?”

Guru B : “Iya, kita masih pakek Permendikbud 81A. Nanti semester depan baru RPP yang kita buat itu semua direvisi.”

Peneliti : “Deskripsi materi RPP yang sekarang itu, bagi Ibu membantu, nggak ? Apa sih sebenernya tujuannya itu, Buk?” Guru B : “Kalau fakta, titik dua, konsep, titik dua, kalau menurut saya itu nggak membantu. Mendinglah apa, judul-judulnya mungkin, kan agak bisa membantu. Tapi, terkadang saya sendiri mengalami kesusahan, gimana sih caranya bedain fakta sama konsep sama prosedur, gitu. Terkadang saya harus buka buku lagi. Apa yang dimaksud dengan fakta, gitu. Jadi, saya nyari- nyari, lumayan berpikir juga itu. Nyari-nyari yang mana sih dari materi ini yang dikategorikan sebagai fakta, yang mana dikategorikan sebagai prosedur. Saya juga nggak terlalu paham tentang itu. Jadi, ya udah kalau menurut saya, fakta adalah sesuatu yang bener-bener terjadi. Jadi, apa ya di gelombang yang bener-bener terjadi. Oh, gelombang adalah getaran yang merambat. Jadi, saya bawa itu ke fakta, gitu. Karena kita lihat, getaran oh merambat dia, jadi, oh fakta.

Kemudian kalau prosedur, prosedur itu kan terkait dengan, abis ini, ini, abis ini, ini, gitu kan. Kayak susunan atau sistematika. Berarti mengarah ke praktikum. Saya bawa Melde ke sana. Jadi, saya berpikir juga. Kalau misalnya materinya gebogan (dipaparkan sistematis seperti pada buku), jebleg , ini loh materinya, jadi lebih gampang berpikir kita, copy aja langsung dari buku digital. Kita copy yang penting- penting, nggak sih semuanya. Kalau semua kan panjang banget . Misalnya definisi gelombang apa, itu aja dicopy, karakteristik gelombang apa, pemantulan, pembiasan, itu aja dimasukin. Kalau yang fakta konsep itu, memang kita harus berpikir ini punyanya yang mana, gitu.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Pas kegiatan pembelajaran di kelas, itu berfungsi nggak

/27-04-

deskripsi materi di RPP tu, Buk?”

2015/T8

Guru B : “Yang namanya materi kan memang harus sudah diingat, ya. Jadi, nggak mungkinlah kita ngeliat, apa ya sekarang materinya, harus sesuaiin dengan kata-katanya itu, nggak mungkin. Jadi, point-point nya kita sudah harus ingat. Habis ini, apa, gitu. Kerangka berpikirnya, apa aja yang harus diginiin. Pertama harus ngasi tentang, mendiskusikan tentang karakteristik gelombang, misalnya. Ya udah disampein. Kalau memang udah, ya kita lanjut ke materi berikutnya. Nggak mesti terstruktur sama persis seperti yang di RPP. Cuman sebagai gambaran umum aja.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Kemudian, alat, bahan, media, dan sumber belajar di RPP itu,

/27-04-

gimana Ibu menentukan?”

2015/T9

Guru B : “Kalau misalkan media, kan saya udah bilang tadi, powerpoint. Kalau alatnya, paling yang sering saya tulis itu adalah spidol, entah itu termasuk alat atau bukan, saya juga tidak tahu. Spidol, papan tulis, LCD, itu biasanya yang kita tulis di RPP. Kalau bahan-bahan itu, paling bahan-bahan praktikum dan tidak mungkin juga saya masukkan semua. Misalnya percobaan Melde, nggak mungkin saya masukkan vibrator di sana, benang, kayak gitu kan nggak mungkin, gitu. Karena itu sudah terlampir di belakangnya. Paling saya buat itu nanti, bahan praktikum, set praktikum, kemudian LKS gitu kan bisa. Tapi kan nggak mungkin nyebutin satu per satu.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Deskripsi kegiatan pembelajaran atau skenario pembelajaran

/27-04-

gimana Ibu buatnya?”

2015/T10

Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak siswa untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu. Gambar, video, apa gitu. Kemudian menanya. Guru menarik minat siswa dengan memberikan pertanyaan apa, gitu. Kemudian, siswa boleh juga mengajukan pertanyaan di sana. Nggak mesti harus guru. Kita kan nggak bisa memprediksi di RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan. Jadinya, saya tulis aja, siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau guru kan bisa kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis. Kalau Guru B : “Misalnya kegiatan mengamati, gitu. Berarti guru mengajak siswa untuk mengamati fenomena apa melalui apa, gitu. Gambar, video, apa gitu. Kemudian menanya. Guru menarik minat siswa dengan memberikan pertanyaan apa, gitu. Kemudian, siswa boleh juga mengajukan pertanyaan di sana. Nggak mesti harus guru. Kita kan nggak bisa memprediksi di RPP itu, siswa bakal nanya apa, kan. Jadinya, saya tulis aja, siswa dapat mengajukan pertanyaan. Kalau guru kan bisa kayak gini, oh nanti saya mau nanyain ini, saya tulis. Kalau

Peneliti : “Kalau model pembelajarannya berbeda?” Guru B : “Ya, kalau model pembelajarannya berbeda, ya disesuaikan.

Kan yang boleh itu discovery, problem based, project. Tapi, apapun model pembelajarannya, 5M itu harus muncul. Misalnya kalau saya pakek discovery. Misalnya analisis data itu bagian mana dia punya, nanti ada disisipi dia di sana. Jadinya, 5M-nya tetap kelihatan. Fase-fase dari model pembelajarannya juga tetap kelihatan. Jadi, kita sisipi, gitu. Di sininya 5M-nya, di sampingnya fase-fase dari model itu. Fase

1 itu ngapain. Kalau dia menanya, berarti taruh dia di bagian menanya. Kalau fase 1 sama fase 2 cocoknya di menanya, berarti di menanya itu ada 2 fase. Jadi, kita bikinnya kayak gitu.”

Peneliti : “Jadi, tetep pendekatan saintifiknya sebagai acuan?” Guru B : “Tetep. Jadinya, di sana pendekatan saintifiknya kelihatan,

fasenya juga kelihatan.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Di RPP itu kan ada alokasi waktu, ya Buk. Bagaimana Ibu

/27-04-

menentukan itu?”

2015/T11

Guru B : “Berdasarkan pengalaman aja sih, ya. Namanya aja pembukaan, kan nggak mungkin nyampaiin salam aja itu 2 jam, ya. Ya, itu paling 5 menit, 10 menit. Karena kita kan nggak berisi ngabsen, si A hadir, si B hadir, kan nggak mungkin kayak gitu. Kita lihat saja bangkunya, ini kemana, gitu, karena kita sudah hafal nama-namnya. Kecuali, waktu awal mungkin. Tapi, tetep sih dialokasikan waktu sebagai cadangan. Karena biasanya bel sudah berbunyi, kadang siswa masih di luar. Maaf, Buk, tadi ngantre kamar mandi, yang kayak gitu. Kadang mereka nanyak, Buk gimana hasil ulangan kemarin. Jadinya, itu dialokasikan waktunya di bagian pendahuluan. Bagian intinya nanti kita atur, berapa waktu yang diperlukan untuk diskusi, satu jam pelajaran aja, 45 menit, kita hitung, setting waktunya. Setelah itu, kegiatan penutup, mengkonfirmasi, kemudian mereka mengkomunikasikan hasilnya, kemudian nanyak mungkin ada yang nggak bisa, itu sekitar 20 menit. Lebih disesuaikan dengan materinya, sih.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Kalau perencanaan penilaian di RPP itu, bagaimana Ibu

Guru B : “Kalau perencanaan penilaian, yang saya bikin itu paling soal untuk kuis, misalnya. Kalau ulangan harian nanti kan emang udah lain dia. Kalu penilaian observasi, yang kayak gitu, saya sih membuat lampiran dari penilaian itu lain. Jadi, itu bisa dipakek untuk setiap pertemuan, karena kan gininya sama dia.”

Peneliti : “Berarti nggak dijepret dijadikan satu?” Guru B : “Nggak. Kecuali itu penilaian aspek pengetahuannya aja.” Peneliti : “LKS itu masuk di sana, Buk?”

Guru B : “Kalau LKS, dia dilampirkan aja. LKS dan instrumen penilaian

observasi, segala macem, terlampir dia.”

Peneliti : “Berarti terlepas dengan RPP, ya?” Guru B : “Ya. Yang ada di sana tu paling soal kuis. Kan kalau kuis tu

kan s ituasional dia.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Kemudian, untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan RPP,

/27-04-

yang kayak membedakan karakteristik individu siswa, yang

2015/T13

kayak gitu itu, bagaimana Ibu melakukannya?” Guru B : “Kalau membedakan siswa untuk dikelompokkan, ya kita nggak melakukan perbedaan. Maksudnya, ya ini yang bodoh dikumpulin dengan yang bodoh, ini yang pinter kumpulin yang pinter-pinter aja, kita nggak melakukan itu. Kita campur di sana. Karakteristik siswa sebenernya kita bisa lihat dari sehari-hari, ya. Karena kita sudah sering ngajar, saya tahu, oh ini anaknya agak pendiam, oh ini anaknya agak ngerecak, suka ngomong gitu. Kalau mereka dikumpulin yang pada suka ngomong, terus dikumpulin yang pendiem, mereka nggak akan bisa efektif belajar kan. Di sini ngomong aja kerjaannya, jadi harus dipisah dia sama temen-temennya. Kayak kemarin saya bilang, kamu nggak boleh sama-sama di sini, pisah! Saya nggak mau, Buk. Pasti ada protes kan dari mereka. Terus saya bilang, nggak boleh protes. Ini saya pisahin, yang ini diem kasih yang ngomong berapa. Yang diem, kasih ke tempatnya yang ngomong-ngomong biar mau ngomong dia. Terus yang pinter sebagai manajemennya nanti. Kamu bikin ini, kamu bikin ini, gitu. Jadi, dia bisa memanajemen teman-temannya. Kalau misalnya pemalu ya, tidak mempunyai jiwa pemimpin, dia aja yang bikin semuanya, kan yang lain enak, gitu. Jadi, dia dikelompokkan berdasarkan itu dulu, baru nanti kita bisa mengkondisikan kelasnya seperti apa, gitu. Kemudian, cewek- cowoknya itu harus digabung. Soalnya, kalau kita ajak mereka praktikum, kayak dulu praktikum tentang cahaya. Mereka pakek lilin, sekarang rel optiknya mau kita cabut, yang cewek- ceweknya, ah takut. Jadi, harus ada cowok juga untuk mengerjakan yang ka yak gitu. Itu semua sudah saya rancang.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

/27-04-

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

2015/T114

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih tugas.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian bagaimana bentuk pendekatan saintifik

/27-04-

yang ideal dalam pembelajaran?”

2015/T15

Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah, sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah Guru A : “Saya melihat idealnya pendekatan saintifik mengakomodir proses berpikir dulu, yang memungkin dia membentuk sikapnya melalui kegiatan ilmiah. Dari kegiatan ilmiah, sikapnya juga berubah, membentuk skill komunikasi. Setelah

sesuatu, itu harus dikembangkan.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Religius itu bagaimana caranya, Pak? Bisa dikembangkan

/27-04-

dengan pendekatan saintifik, Pak?”

2015/T16

Guru A : “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat melihatnya, religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum belajar, saya nggak, gitu. Saya berpikir berbeda. Karakter religius manusia itu nggak hanya berdoa, religius antara manusia dengan Tuhan, nggak. Saya ngeliatnya, religius yang dibangun, kayak apa ya, misalnya kita belajar cahaya, kalau kita ngomongin pemantulan, ada dua jenis pemantulan, pemantulan teratur, dan pemantulan hamburan, kan. Itu saya giniin, misalnya banyangin kalau nggak ada pemantulan tipe hamburan, semua pemantulan teratur, terus ada lubang satu di situ, terangnya ada di mana aja, gitu . Ya, di situ aja, kan. Saya ngeliatnya kayak gitu.”

Peneliti : “Sehingga siswanya bersyukur dia, Pak?” Guru A : “Iya. Bukan dengan, mari kita berdoa sebelum memulai

pelajaran biar selamat, ah itu urusan pelajaran agama lah bagi saya. Tapi, hal yang lebih riil yang bisa dilakukan manusia dalam wujudnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bukan hanya hubungan manusia sama Tuhan, manusia sama manusia juga religius, kan. Berbuat baik sama orang lain, juga religius. Kalau saya lihat, sebagian besar mahasiswa SM3T juga kayak gitu, mari kita berdoa. Level religiusnya orang Indonesia sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan orang religius, gitu?”

Wan/D2/GB Peneliti : “Nah, untuk penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan

/27-04-

K13 itu bagaimana, Pak?”

2015/T17

Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan, sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik, oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi Guru A : “Itu, guru harus ngerangkum materi. Eh, bukan ngerangkum materi sih sebenernya. Kesimpulan sudah ada duluan kan, sebelum mereka evaluasi. Cuman kita juga harus mengingatkan kembali, me-refresh kembali, tadi kita belajar apa aja. Terus, berikutnya guru juga harus memberikan preview materi berikutnya, sehingga pada saat siswa datang ke kelas pada pertemuan berikutnya, sudah tau, oh hari ini Guru Bakal ngomongin ini. Minimal mereka kalau merasa tertarik, oh ini lo yang bakal dipelajarin, nggak bener-bener blank ke kelas. Kaya bawa gelas kosong, tunggu dituangin aja nih, diisi

Wan/D2/GB Peneliti : “Terus selain itu, ada nggak Pak, yang kayak memberikan

/27-04-

refleksi, kuis, gitu?”

2015/T18

Guru A : “Refleksi masih bagian inti, kan. Inti dia masuk, ya. Penutup itu hanya menutup pembelajaran. Refleksi itu, bisa diberikan, ya kayak ngasi PR gitu. Cuman kalau kuis sih menurut saya bagian inti, bagian inti pada evaluasi. Kan bikin simpulan dulu, hari ini materinya ini, kayak gimana konsepnya, setelah itu tes. Kan harus ada kesepakatan dulu, harus ada kesamaan persepsi di kepala siswa, baru dievaluasi. Setelah dievaluasi, terus kita tutup, gitu. Jadi, menurut saya evaluasi bukan bagian dari penutup.”

Peneliti : “Nika ada perbedaannya dengan Kurikulum 2006 penutupan di

K13?

Guru A : “Nggak ada, sih.” Wan/D2/GB Peneliti : “Sekarang dari segi penilaian, Pak. Bagaimana penilaian

/27-04-

pembela jaran yang ideal sesuai dengan K13?”

2015/T19

Guru A : “Ya, mencakup evaluasi kemampuan pengetahuan, sikap, keterampilan, ya itu dicover semua. Cuman metodenya yang ada penilaian rubrik, ada yang penilaian jurnal, penilaian antar siswa, diri sendiri, itu sih idealnya kayak gitu. Kemudian ada penilaian project, ada penilaian portofolio. Itu ter-cover dalam satu semester, karena di kolom format daftar nilainya kayak gitu. Nanti itu yang dikonversi jadi raport. Jadi, harus tetap ada. Tapi, kan nggak mungkin semua bab d ilakukan.”

………………… Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

dengan Kurikulum 2006?”

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya, ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?” Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Apakah semua aspek religius, sikap, pengetahuan, dan

/27-04-

keterampilan itu harus dinilai setiap pertemuan, Pak, dalam

2015/T20

K13?’

Guru A : “Pertanyaan saya di workshop, jawabannya, Bapak Ibu tidak akan bisa nilai itu per pertemuan, jadi harus diambil sebagian- sebagian. Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

/27-04-

dengan Kurikulum 2006?”

2015/T21

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?” Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD- nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?” Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes. Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru adalah membahas itu. Itu sebenernya proses remedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?” Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi remedi sebagai tes ulang.’

Wan/D2/GB Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

/27-04-

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

2015/T23

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini. Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?” Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

/27-04-

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

2015/T24

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin indikator. Setelah itu kita cek, kita lihat pengalaman belajar yang bisa diperoleh kayak apa. Udah tau pengalaman belajarnya kayak apa baru bisa bikin tujuan. Tau tujuan baru bisa bikin langkah-langkah berikutnya. Itu sih, yang paling kunci di situ di pemetaan KI- KD.”

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?” Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh sa mpai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

/27-04-

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

2015/T25

saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

/27-04-

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

2015/T26

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda, pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu. Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah. Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang, nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama, pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang

belakangan, gitu.”

Wan/D2/GB Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

/27-04-

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

2015/T27

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D2/GB Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

/27-04-

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

2015/T28

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D2/GB Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

/27-04-

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

2015/T29

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.” Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?” Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, dengan mengacu pada halaman ini pada buku guru. Siswa mengerjakan halaman ini dari buku siswa. Praktikum dilakukan dengan langkah seperti ini, LKS terlampir di buku guru. Sekarang kita ada buku guru dan buku siswa, tetep ada RPP sedetail itu. Harus ada materi yang dikuasai, diketik sebanyak itu. Mubasir jadinya buku guru, padahal buku guru sudah disebutkan pembelajaran ini dilaksanakan, dimulai dari ini. Tapi, kita bikin lagi. Nggak ada gunanya. Tapi, Indonesia kan emang kayak gitu. Kalau semakin tipis laporannya, semakin tidak bagus katanya.”

Wan/D2/GB Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

/27-04-

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

2015/T30

bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang berat bagi guru.”

…………… Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian

ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

/27-04-

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

2015/T31

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?

Atau upaya dari pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja, keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita cari dari luar.”

Wan/D2/GB Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

/27-04-

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

2015/T32

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

……………. Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan,

evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat,

potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D3/GB/30-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D3/GB Peneliti : “Nah, untuk kelas XI sendiri, mata pelajaran fisika itu di MIA

/30-04-

aja, Buk?”

2015/T1

Guru B : “Kelas XI, peminatannya di sini, untuk kelas lain itu diambil kimia sama biologi. Karena, ya mengantisipasi kekurangan jam sih sebenernya. Anak-anak dalam hal ini juga dianggap berminat dalam kimia dan biologi. Karena untuk fisika, sementara jamnya sudah pas.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau buat RPP per KD itu, Ibu berapa lama biasanya?”

/30-04-

Guru B : “Tergantung materinya juga, ya. Kalau materinya agak abstrak,

2015/T2

kan kita nyari di internet, ya lama. Kalau materinya gampang, ya cepet buatnya. Apalagi kalau misalnya kita sudah pernah ngajar materi itu, ya RPP-nya tinggal direvisi-revisi aja. Kalau misalnya dikejar pengawas, hari ini harus selesai, kalau dikebut, bisa selesai.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Di RPP Ibu itu kan ada indikator sama tujuan, ya. Itu bedanya

/30-04-

apa, Bu?”

2015/T3

Guru B : “Sebenernya di Permendikbud 103 sama 104, tujuan sudah nggak ada. Kalau di Permendikbud 81A, tujuan itu masih ada. Tujuan itu ya mengacu ke indikator. Untuk mencapai indikator itu, tujuannya apa, gitu. Misalnya dengan melakukan praktikum, siswa dapat melakukan apa, kayak gitu tujuannya. Cuman ditambahkan kegiatan belajarnya apa. Misalnya,

dengan diskusi, siswa dapat apa.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Nah, RPP yang Ibu gunakan dengan RPP yang Buk Suarti

/30-04-

sama Pak Mahardika gunakan, kan indikatornya Ibu bilang

2015/T4

bisa beda. Nah, itu nggak jadi masalah, Buk?” Guru B : “Sebenernya sih nggak jadi masalah. Yang materi pokok yang diminta itu sama. Tapi otomatis, kita juga pakai indikator- indikator yang ada di buku, kan. Nanti pas pertemuan MGMP, kita akan bahas nanti materinya sampai di sini, indikatornya nanti ada praktikum, Ibu Suarti juga nanti praktikum, kalau saya tangki riaknya pakai video, ibunya juga nanti pakai video. Jadi, ada persamaan-persamaan, mungkin redaksi kata- katanya aja yang beda.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku

/30-04-

yang diberikan sekolah itu?”

2015/T5

Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek. Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh

MGMP untuk beli buku- buku itu. ”

Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?” Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu

ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau sumber belajar, apa aja yang sering Ibu gunakan?”

/30-04-

Guru B : “Yang pertama, internet. Kemudian, dari buku yang emang

2015/T6

sudah dikasih sama sekolah, ya kayak buku paket, gitu, tapi bukan BSE. Jadi, SMA1, SMA3, SMA4, bukunya sama. Untuk dapat buku itu, guru sama siswa harus minjem di perpustakaan. Jadi , statusnya minjem.”

Peneliti : “Kalau sumber dari buku, Ibu makek buku apa saja, selain buku

yang diberikan sekolah itu?”

Guru B : “Sebenernya kalau sekolah menyarankan menggunakan satu buku, tidak boleh. Tapi, siswa juga mencari LKS di luar. Saya juga nggak tau siapa yang menginformasikan ada LKS Kreatif, gitu. Jadi, secara tidak langsung, karena kita kasian siswanya sudah beli, kita beli juga. Tapi, kita gunakan untuk referensi saja. Kalau ada materinya cocok, kita pakek. Kemudian ada buku Sagofindo yang juga bagus itu menurut saya. Siswanya itu beli di depan. Jadi, kita difasilitasi oleh MGMP untuk beli buku- buku itu. ”

Peneliti : “Buku Sagofindo itu kayak LKS ya, Buk?” Guru B : “Nggak. Kalau Sagofindo itu kayak buku diktat dia. Isinya itu

ada materinya, ada latihan soalnya, kemudian ada latihan soal yang berisi kunci, ada latihan soal tanpa kunci.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Nah, dalam memilih sumber belajar dan media belajar itu, apa

/30-04-

pertimbangan yang Ibu gunakan?”

2015/T7

Guru B : “Pertama, mudah dipahami. Kan ada beberapa buku terjemahan yang kata-katanya sulit dimengerti siswa. Kalau anak kuliahan, mungkin bisa mengerti. Kalau anak-anak seukuran SMA susah mengerti. Kemudian dari aplikasinya dalam kehidupan. Misalkan ada nggak contoh-contoh yang membuat siswa tertarik. Kemudian, dari segi modul praktikumnya ada nggak di sana. Maksudnya, yang bisa mencakup semua materi yang kita ajarkan. Tapi, biasanya sih nggak ada satu buku yang full berisi semua itu. Jadinya, kita ngambil dari buku lain. Jadi, digabung- gabung, gitu.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Sebelum mengajar itu biasanya persiapan apa yang ibu

Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak kemarin, pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya nggak tahu, ya. Jadinya harus dibaca dulu lewat internet. Misalnya tentang perjanjian-perjanjian itu, lumayan, saya juga tidak mengerti sebenernya. Jadi, harus dibaca lebih banyak. Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar menginga-ngingat aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis pikirannya bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan Guru B : “Iya, biasanya sih kita buka-buka buku lagi. Misalnya kayak kemarin, pemanasan global kan ada hal-hal baru yang saya nggak tahu, ya. Jadinya harus dibaca dulu lewat internet. Misalnya tentang perjanjian-perjanjian itu, lumayan, saya juga tidak mengerti sebenernya. Jadi, harus dibaca lebih banyak. Kalau yang lain-lain, paling kita sekedar menginga-ngingat aja. Soalnya ngajar beberapa tingkat kan otomatis pikirannya bercabang. Kalau misalnya ngajar satu tingkat aja, kan

XII ngajar kelas XI lagi, semuanya berantakan jadinya.” Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau metode belajar yang biasanya Ibu gunakan, itu apa aja?”

/30-04-

Guru B : “Biasanya sih diskusi. Tapi ada juga ceramah untuk beberapa

2015/T9

materi yang memang bagi mereka sulit untuk didiskusikan. Kalau penurunan rumus, kan bisa mereka diskusikan sama- sama. Nanti kalau sudah selesai, kita lanjutkan dengan ceramah, terus nanti dari hasil diskusinya, mereka kerjain di depan. Ya, dicampur-campur lah metodenya.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Nah, untuk indikator sama tujuan pembelajaran itu, apakah Ibu

Guru B : “Nggak tentu, sih. Kayak kemarin kan saya berikan lewat powerpoint , tapi kan males ya, ya sudah lewatin saja biar cepet. Toh mereka juga tau dari silabus yang saya kasih.”

Peneliti : “Kalau menurut Ibu sendiri, siswanya perlu tahu itu?” Guru B : “Sebenernya sih penting untuk disampaikan, ya. Cuman kalau

waktunya mendesak, itu menjadi tidak usah disampaikan. Karena pas pembelajaran itu, siswanya kan bisa ngerangkum materi-materi apa yang dikasih, pasti seputaran itu aja, kan. Masalah indikator itu kan masalah kata-kata saja. Jadi, oh, waktu ini ibunya jelasin tentang ini, pasti ini yang akan keluar nanti pas ulangan. Seperti itu sih sebenernya.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek

/30-04-

mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”

2015/T11

Guru B : “Kita ajak mereka untuk mengingat kejadian-kejadian yang mereka pernah alami. Misalnya kayak kemarin, global warming , kemarin hujan, dua hari yang lalu panas, kenapa itu bisa kayak gitu? Kalian bisa mengamati cuacanya kayak gitu. Kita bisalah mengimajinasi, kejadian kemarin itu kayak gimana. Mengamati juga namanya, kan. ”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau mengajak siswa untuk menanya, gimana Ibu

Guru B : “Aspek menanya biasanya kita munculkan dari diri kita dulu, ya. Pernah nggak gini, mereka jawab pernah. Misalnya, pernah nggak kalian mengalami kejadian aneh. Mereka nanyak, kenapa Buk kayak gini? Aspek menanya itu muncul ketika mereka diskusi sama temen-temennya. Kenapa kok bisa kayak gini. Dicari terus jawabannya.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kemudian aspek menalar gimana Ibu melakukannya?”

/30-04-

Guru B : “Mereka mengaplikasikan, teorinya seperti ini, kenyataannya

2015/T13

seperti ini. Misalnya kayak kemarin, kita dibilang nggak boleh makan daging, ini sapinya menghasilkan gas metana, apa hubungannya? Oh, ternyata gas metana menimbulkan efek rumah kaca, membuat ozon menjadi menipis dan berlubang, gitu. Oh, jadi kita nggak boleh banyak konsumsi daging, biar nggak banyak ada sapi, sapinya biar nggak banyak ada

kotoran, otomatis gas metananya semakin berkurang.” Wan/D3/GB Peneliti : “Bagaimana Ibu mengembangkan aspek mengkomunikasikan

Guru B : “…. Tapi, kalau aspek komunikasi yang secara langsung, itu kan bisa pas mereka tanya jawab. Itu sudah melatih komunikasi... .”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau menutup pembelajaran, yang Ibu lakukan biasanya

Guru B : “Ada yang bertanya, gitu dulu sebelumnya. Kalau nggak ada pertanyaan, minggu depan kita akan belajar tentang ini, tolong dipelajari. Biar nggak saya aja nanti aktif di depan kelas. Nanti mereka pelajarin di rumah. Nanti kalau saya ke kelas, mereka sudah siap untuk, misalnya, ada yang mau bantu saya

untuk menjelaskan di depan, saya bilang begitu.” Wan/D3/GB Peneliti : “Untuk memenuhi permintaan pendekatan saintifik pada aspek

/30-04-

mengamati, bagaimana Ibu melakukannya?”

2015/T16

Guru B : “…. Misalnya kayak tadi saya ngajar di XI MIA8, materi tentang gelombang, saya suruh siswanya nyemplungin batu ke dalam kolam tunjung, masukin batunya yang kecil aja, biar terlihat bentuk airnya, siswanya mengamati dia. Oh Buk, bentuknya ada lingkaran-lingkaran. Seperti itu sih cara mengamati. Bawa dia ke alam sekitar atau ajak dia mengingat kejadian sebelumnya atau langsung melihat kejadian-kejadian pada hari itu. Kadang, kayak kemarin saya kasih lihat gambar fenomena.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Bagaimana Ibu memfasilitasi siswa untuk berkomunikasi?”

/30-04-

Guru B : “Kalau mengkomunikasikan, kayak kemarin itu mereka

2015/T17

presentasi. Mereka bikin dulu makalah, kemudian bikin powerpoint nya. Mereka mencatat dulu apa point-point penting kerangka berpikirnya, kemudian mereka tampil di depan. Kemudian ada beberapa teman mengamati, memberikan penilaian terhadap penampilannya dulu yang pertama, kemudian komentar terhadap tampilan powerpointnya sendiri, apakah bisa dilihat atau gimana, komunikatif atau tidak. Kemudian, baru mereka nanyak, setelah itu guru juga memberikan masukan, menengahi kalau misalnya ada silang pendapat. Mungkin si penyaji tidak mengerti maksud si penanya, begitu juga si penanya juga nggak ngerti maksud si penyaji. Jadinya, kita tengahi di sana. Itu aspek komunikasi. Kemudian, kalau komunikasi yang formal kan pada saat mereka presentasi. Kayak kemarin, mereka presentasi kan ada yang ngomong, aku tu nggak ngerti maksudnya kao, kao tu nggak gini. Kan bahasanya nggak formal, nggak bagus untuk orang yang presentasi itu. Jadi, kita sampaikan, kalau presentasi nggak boleh ngomong kao aku, gitu. Nggak boleh seperti itu, ya. Pakek anda, saya. Kemudian, menurut pendapat kami, kalau memang kalian berkelompok. Kalau sendiri, menurut pendapat saya. Kalau sudah dikasih masukan, bilang terimakasih. Seperti itulah. Etika berkomunikasi juga kita ajarin di sana .”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau cara Ibu untuk memotivasi siswa agar berpartisipasi

/30-04-

aktif dalam pembelajaran, itu bagaimana?”

2015/T18

Guru B : “Kalau memotivasi, saya paling ngasih point. Jadi, siapa yang bisa jawab, nanti saya kasih point. Kalau jawabannya benar, saya kasih tambahan nilai 0,1. Mereka jawabnya, Buk kok dikit kali, tambahin dong. Iya, kalau sering jawab, kan tambah banyak dia. Nanti kalau saya kasih poitnya 1, nanti cepet naik nilainya. Nanti bisa-bisa ada nilainya sampai 105, kan nggak mungkin, saya bilang gitu. Mereka dengan seperti itu, biasanya tambah antusias. Misalnya, dia penurunan rumus itu kan agak susah, saya kasih nilai plusnya 1. Itu beda dia. Dengan seperti itu, mereka termotivasi untuk menambah nilai. Misalnya, saya kasih soal mereka, terus 10 pengumpul pertama bawa ke depan, saya kasih poin plus. Mereka buat di meja masing-masing, nanti temannya nanyak, nggak mau dikasih tau. Pokoknya dia harus nomor satu, kayak gitu. Habis itu, mereka lari-larian dah ke depan. Nanti saya cek, kalau memang benar jawabannya, saya kasih nilai plus, kalau salah, say a kembalikan.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau praktikum sendiri, gimana prosesnya, Buk?”

/30-04-

Guru B : “Pas mereka datang itu, mereka langsung duduk sesuai dengan

2015/T19

kelompok yang dibentuk sebelumnya. Nanti kita sampaikan tujuan praktikumnya apa. Sebelumnya juga kita sampein, jadi mereka bisa baca-baca di rumah. Kemudian, kadang LKS yang kita kasih itu LKS terbuka. Maksudnya tanpa ada tuntunan. Tapi, untuk praktikum yang agak sulit, itu bisa kita tuntun. Beda-beda nanti LKS-nya. Kan sudah ada LKS terstandar di lab. Kalau misalnya kalor, agak gampang, kita LKS-nya terbuka. Kalau misalnya Melde, dia agak susah, kemudian alatnya rentan rusak, kita kasih tuntunan. Habis itu mereka baca dulu LKS-nya, data apa yang diperlukan, kalau kelompoknya ada yang nggak ngerti, bisa ditanyakan ke Laboran atau sama gurunya. Karena kan Laboran juga di sana

mendampingi.”

Peneliti : “Nah, setelah mereka dapat data, tindak lanjutnya itu, apa?” Guru B : “Yang pertama, mereka diskusiin dulu. Kalau misalnya

waktunya cukup, kita langsung analisis. Sampein di depan, kelompok ini dapat datanya berapa, kita sajiin, berapa persen kesalahan relatifnya, kalau ada kendala atau kesulitan, itu kita bahas.”

Peneliti : “Berarti buat laporan mereka, Buk?” Guru B : “Laporan singkat aja pas itu. Nanti analisis lanjutannya

dilakukan di rumah. Laporan singkatnya itu aja dikumpul, misalnya datanya dapet berapa. Biar mereka nggak manipulasi nanti. Data yang sudah mereka dapet itu mereka bawa pulang, dianalisis di rumah, dibuatkan laporan, nanti laporannya dikomunikasikan pertemuan selanjutnya.”

Peneliti : “Itu laporannya dibuat per individu atau kelompok, Buk?”

Guru B : “Kelompok. Tapi mereka analisisnya itu paling bareng-bareng. Ngatur kegiatan kelompoknya tu, mereka bisa.” Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau ulangan umum soalnya gimana, Buk?”

/30-04-

Guru B : “Kalau ulangan umum soalnya sama. Kalau ulangan kita

2015/T20

gantian bikin, kita ber-team, biasanya berdua. Semester satu guru ini, semester dua guru lain lagi. Kadang kita bikin setengah-setengah. Kadang kayak kemarin, karena anaknya Buk Suarti kelas XI, soalnya saya yang bikin .”

Wan/D3/GB Peneliti : “Itu penilaian pembelajaran dengan K13 itu ada bedanya

/30-04-

dengan Kurikulum 2006?”

2015/T21

Guru A : “Ada. Beda. Metode pelaksanaannya yang beda. Kalau di Kurikulum 2006 kan cuman ada tugas terstruktur, tugas tidak terstruktur, sama tes pengayaan, kalau pengetahuan. Sisanya, ya kalau keterampilan, tergantung kita. Tapi nggak ada penilaian diri, penilaian antar siswa, nggak ada.”

Peneliti : “Kalau pengetahuannya?” Guru A : “Pengetahuan ya itu aja, tes tulis. Tes lisan nggak ada.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Kalau teknis remedial dan pengayaan di K13 itu gimana,

Guru A : “Sama saja sih sama Kurikulum 2006, ya. Kalau siswanya level pengetahuannya sudah di atas standar yang diminta oleh KD- nya, kita perkaya dengan pengetahuan yang level-nya lebih

tinggi sampai analisis, sintesis, gitu.”

Peneliti : “Kalau di bawah KKM?” Guru A : “Kalau di bawah KKM, kita harus remedi. Tapi remedi kan

bukan berarti tes ulang, kan? Remedi kan kita juga harus perbaiki dulu apa yang salah di sini, abis itu baru tes. Sehingga, setelah ulangan, apa yang harus dilakukan guru adalah membahas itu. Itu sebenernya proses r emedial.”

Peneliti : “Semuanya dibahas atau gimana, Pak?” Guru A : “Yang umum dominan salah. Salah umumnya seperti ini,

sehingga ada beberapa orang, oh kemarin saya salahnya sampai di sini. Bukan tes ulang. Saya menentang definisi remedi sebagai tes ulang. ’

Wan/D3/GB Peneliti : “Gimana proses MGMP itu, Pak?”

/30-04-

Guru A : “Kita biasanya awal tahun kumpul sambil makan siang. Sambil

2015/T23

makan-makan di situ dikasi tau, tahun ini kita kayak gini, kita pengen arahin praktikum ke hal ini, ini, ini aja. Sama laboran juga ngomong. Praktikum yang nanti muncul kayak gini. Kemudian, kalau ada proyek, proyek apa ni, satu angkatan kadang gurunya beda. Bapak Ibu mau bikin apa, saya mau bikin apa, gitu. Itu didiskusikan.

Peneliti : “Proses komunikasi itu di awal aja, apa sambil jalan ada, Pak?” Guru A : “Sambil jalan ada.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Itu teknisnya gimana buat RPP, Pak?”

/30-04-

Guru A : “Biasanya awalnya ada workshop, kan. Ada pemetaan KI-KD

2015/T24

gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin gitu, terus gitu udah kita dapat pemetaanya baru kita tahu, oh ini level-nya sampai C1, C2, C3. Dari situ baru kita bisa bikin

Peneliti : “KI-KD itu dipetakan seperti apa, Pak?” Guru A : “Misalnya kayak gini, KD, dia misalnya menganalisis, kayak

gitu bahasanya, oh udah, berarti sampai C4, berarti entaran indikatornya harus mulai dari C1 sampai C4, lah. Nggak boleh

sampai C3 aja, gitu kan. Indikator kan kita yang kembangin.” Wan/D3/GB Peneliti : “Jenis tesnya yang sering digunakan?”

/30-04-

Guru A : “Saya dominan menggunakan tes esay. Kalau dengan objektif

2015/T25

saya nggak tau orang ini salahnya sampai mana, kalau objektif cenderung tebak-tebakan menggunakan rumus tepis, oh ini nggak ada nol, ini ada nol koma, koma satu dah bener. Ada kan metode kayak gitu dikembangin sama GO.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Terus, lisan pernah, Pak?’

/30-04-

Guru A : “Lisan sangat jarang. Kalau lisan paling untuk mengecek

2015/T26

pemahaman dia di pelajaran kemarin kayak apa. Untuk mendapatkan nilai yang khusus dari tes lisan paling hanya sekali, dan itu pun nggak bisa selesai dalam sekali pembelajaran. Pelajaran pertama panggil orang yang berbeda, pelajaran kedua panggil orang yang berbeda, kayak gitu. Nggak bisa melakukan tes lisan untuk 36 orang siswa dalam dua jam pembelajaran. Milih pertanyaannya pun susah. Bayangin, materinya segini, ni saya harus kasi tes 36 orang, nggak mungkin saya ngetes dengan pertanyaan yang sama, pasti entar keluar, apa yang ditanyain tadi, enak yang

belakangan, gitu.”

Wan/D3/GB Guru A : “Proyeknya mereka eskavator pas materi fluida. Membuat

/30-04-

sejenis prototype.Yang umum kan biasanya bikin prototype

2015/T27

aja selesai, saya nggak mau, itu harus kontes, dalam rentang waktu tertentu, dia harus menyelesaikan tantangan.”

Wan/D3/GB Guru A : “Dalam satu semester pasti ada proyek, dalam satu semester

/30-04-

mereka pasti bikin protofolio. Biasanya saya jadiin satu untuk

2015/T28

proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak cukup.”

Wan/D3/GB Guru A : “Perencanaan juga berat. Karena kalau saya liatin, dari yang

/30-04-

saya pernah ngajar di Singapur, pengalaman sempat ngajar di

2015/T29

situ, mereka perencanaan nggak detail kayak kita lah.” Peneliti : “Bagaimana di sana, Pak?” Guru A : “Di situ ada buku guru, ada buku siswa, kan. Jadi, mereka bikin

RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini, RPP ngacunya kayak gini, pembelajaran dimulai dari sini,

semakin tidak bagus katanya.”

Wan/D3/GB Guru A : “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana

/30-04-

membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kan kita

2015/T30

bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kan kita harus tau dulu indikator-indikator untuk aspek, misalnya keterampilan merangkai alat, gitu. Ya, harus detail dong indikator-indikatornya kayak apa, gitu. Itu yang berat bagi guru.”

…………… Guru A : “Hari ini ngambil penilaian ini aja, besoknya ngambil penilaian

ini aja. Sendiri soalnya, kalau team teaching mungkin bisa. Kalau kita fokus ke penilaian, nanti proses pembelajarannya nggak berjalan dengan baik.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Di aspek religius itu, nggak ada, Pak?”

/30-04-

Guru A : “Sangat. Gimana tu ngelaksanain, orang pandangannya beda-

2015/T31

beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius, gitu. Saya setiap hari sembahyang besok

ngebom, apakah saya religius?”

Peneliti : “Nah, terhadap permasalahan-permasalahan yang Bapak hadapi itu, ada nggak selama ini upaya Bapak untuk mengatasi itu?

Atau upaya dari pengawas?”

Guru A : “Kalau itu, saya cenderung belajar mandiri sih, nyari-nyari sumber. Menilai ini kayak gimana, sih. Yang paling susah kan itu bener-bener di religius. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ. Kalau aspek yang lain kan bisa kita cari dari sumber-sumber luar, kan. Kayak keterampilan kerja, keterampilan presentasi, itu banyak banget rubriknya bisa kita cari dari luar.”

Wan/D3/GB Peneliti : “Sulit juga berarti Pak, ya?”

/30-04-

Guru A : “Itu yang membuat guru tidak maksimum ngajar. Karena kita

2015/T32

nyiapin administrasi nggak diperhitungkan, kan? Karena yang nggak wajib itu, kan. Tatap mukanya yang harus 24 jam. Jadi,

perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung

pekerjaannya.”

Guru A : “Banyak. Pekerjaanya guru sebanyak itu, perencanaan, evaluasi, itu nggak bisa selesai dalam jam waktu kerja. Enam hari kerja, itu ngajarnya empat jam sehari, potong hari Jumat, potong upacara bendera, di situ masalahnya.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D4/GB/09-05-2015

Kode

Temuan

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau aspek religius, gimana cara Ibu mengembangkannya?”

/09-05-

Guru B : “Ngucapin Panganjali Umat, nanti kalau kelasnya berakhir, kan

2015/T1

jam 7-8, sembahyang Tri Sandya .”

Peneliti : “Kalau dalam pembelajaran sendiri?” Guru B : “Kalau dalam pembelajaran, ya kemarin pas pemanasan global

yang kelihatan, kan. Oh, Tuhan sudah memberikan kita lingkungan yang bagus, tapi malah manusia yang merusak. Kan bisa mengarah ke sana religiusnya.”

Peneliti : “Membuat rasa bersyukur, gitu ya?” Guru B : “Tapi nggak sampai gini, misalnya bersama siswa

mengucapkan syukur, ya nggak sampai kayak gitu. Paling cuman tersirat. Kayak kemarin, kan kita aplikasikan ke hari raya Nyepi konsep global warming itu. Konferensi Perubahan Iklim yang PBB itu kan membahas tentang nyepi dia, jadi secara tidak langsung agama lain pun, oh ini lho hari raya Nyepi, kan kita umat hindu punya hari rayanya. Ada Catur Berata Penyepian yang dianggap dunia bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.”

Wan/D4/GB Guru B : “Kalau yang disiplin, ya itu, misalnya datang tepat waktu.

/09-05-

Kalau fisika yang saya ajar itu kan ada jam ke nol, jam 6.15.

2015/T2

Kalau ada yang datang jam setengah 7, nggak saya kasih masuk, sudah saya tutupin pintu dia. Terus, kalau misalnya makan sama minum, nggak boleh di dalam kelas. Kalau misalnya mereka nanti haus atau punya sakit maag, harus minum, ya harus keluar. Mereka bilang, Buk saya permisi mau minum ke luar. Nggak boleh minum di dalam kelas. ”

Peneliti : “Kalau misalnya saat belajar itu ada siswa yang tidak serius,

gimana Ibu menanggapi ?”

Guru B : “Kalau dia nggak serius, pasti saya tanyain dia. Kayak misalnya waktu ini, Kris, apa yang dimaksud dengan ini? Apa, Buk? Itu dah, dari tadi kamu bengong aja. Saya tegur-tegur sih biasanya. Misalnya bengong, nglamunin pacarnya, ya? Nglamunin Buk Dayu aja lebih bagus. Nggak berani dah dia, gitu. Kadang ada siswa yang ngobrol saya tanyain gitu, dia bisa jawab. Mungkin setengah kupingnya dengerin saya. Tapi, saya bilang, tolong yang di belakang jangan ngobrol aja. Saya kasih peringatan seperti itu. ”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau sikap jujur?”

/09-05-

Guru B : “Jujur, kalau ulangan. Yang kerja sama saya kasih nilai nol.

2015/T3

Waktu ini di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek pekerjaannya. Ada yang nanyak dia. Ini soal objektif yang saya kasih, tapi soal objektifnya itu ada caranya. Terus, dia bikin objektifnya aja dengan nanya ke temennya, gitu. Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya peringatkan, Waktu ini di kelas MIA7 ada kerjasama, saya robek pekerjaannya. Ada yang nanyak dia. Ini soal objektif yang saya kasih, tapi soal objektifnya itu ada caranya. Terus, dia bikin objektifnya aja dengan nanya ke temennya, gitu. Langsung saya suruh, kamu sudah dua kali saya peringatkan,

Wan/D4/GB Peneliti : “Proses Ibu melakukan penilaian observasi itu kayak gimana,

Guru B : “Kita bawa daftar nama siswa yang sudah diisi kolom-kolom kecil. Jadi, nanti kalau misalnya ada siswa aktif menjawab, saya nilai plus. Nanti terakhir pas ngerekap nilai, saya hitung dah berapa kali dia dapat plus, nanti saya tambahkan sekian nilainya. Biasanya kalau plusnya satu itu, saya tambahin nilainya 0,1. Misalkan nilainya dia 87, terus dia dapat point plus berapa, saya tambahin.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

/09-05-

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A

2015/T5

nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.”

Peneliti : “Kalau misalkan di penilaian jurnal itu ada siswa yang nyontek,

bagaimana Ibu merumuskan nilainya?”

Guru B : “Nggak dinilai kayak gitu. Paling buat catatan kita aja. Kalau dia sering nyontek, misalnya yang lain dapat 4, dia 3 kasih, gitu.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian diri sama teman sejawat itu sudah Ibu

Guru B : “Iya, sudah. Satu semester sekali. Karena itu instrumennya banyak, tebal, satu orang itu bisa sampai 10 lembar. Jadi, saya suruh siswanya fotocopy sendiri, habis itu mereka isi bawa pulang, hasilnya dikumpul.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kenapa dalam penilaian antar peserta didik Ibu hanya

/09-05-

menilai sikap jujur dan disiplin ?”

2015/T7

Guru B : “Oh, instrument itu sudah saya sesuaikan dengan contoh instrument yang diberikan oleh kurikulum .” Wan/D4/GB Peneliti : “Untuk setiap metode dia pakek modus, Buk?”

/09-05-

Guru B : “Idealnya kan per KD bikin itu, kan. Tapi, yang diminta

2015/T8

dikurikulum itu cuman satu nilai. Semuanya satu, observasi, teman sejawat, semuanya satu. Tapi, sebenernya kita ngobservasi itu kan nggak sekali aja, kan. Jadi, kalau misalkan ada siswa yang nilai observasinya 4,4,4,4 akan sama dengan siswa yang nilainya 4,2,1,4. Karena yang diminta di kurikulum itu pakek modus dan cuman satu nilai. Kalau menurut saya itu kurang bagus. Karena, misalnya di jurnal dia sudah punya catatan jelek, terus di penilaian dirinya, karena sudah sama dengan temannya, saya kasih 4, di jurnal saya kasih 2, di observasi saya kasih 2. Tapi, sekarang di spritualnya dia dapat 4, karena dia jemet maturan (rajin sembahyang), misalnya pas Tri Sandya, dia jemet (rajin) Tri

Sandya, dia sering mengucapkan salam ke guru, kan sudah gede tu nilainya. Jadi, kan otomatis yang nilai 2 tadi itu tertutupi. Sebenernya nggak bagus, sih. Tapi, kalau saya, misalnya tertutupi kayak gitu, ya udah salah satu nilai itu saya turunin biar nilainya dia lebih kecil. Nanti pasti di penilaian dirinya saya potong. Walaupun dia bilang, saya tidak pernah menyontek. Biar pun dia tulis 4, untuk siswa yang ketahuan mencontek, saya kasih 3 untuk penilaian diri sama penilaian temannya, biar nggak sama hasilnya, gitu.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau kuis itu bagaimana penilaiannya?”

/09-05-

Guru B : “Kalau kuis sama dengan ulangan dia. Cuman jumlahnya

2015/T9

sedikit, satu soal, dua soal, gitu.”

……………….. Guru B : “Kan kalau kuis tu kan situasional dia. Kalau kayak sekarang

bulan Mei sudah dekat ulangan umum, kan kita kejar-kejaran materi, jadi kita nggak bisa ngasi kuis. Habis waktunya, gitu. Kalau kuis kan sifatnya mendadak.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Penilaiannya itu gimana?”

/09-05-

Guru B : “Kalau misalkan untuk tugas-tugas yang, misalnya pas saya

2015/T10

nggak sekolah, itu saya periksa detailnya gimana. Soal yang dibuat di sekolah, saya sengaja banyakin, biar peluang mereka untuk bekerjasama itu kecil. Jadi, waktu terbatas, soal banyak, kan nggak mungkin mereka kerjasama. Pasti mereka bikin yang mana mereka bisa.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau tindak lanjut berupa PR?”

/09-05-

Guru B : “PR sering. Apalagi kalau pas menjelang ulangan, pasti banyak

2015/T11

PR-nya. Men, biar mau dia latihan soal. Kalau nggak digituin, orang males dia.”

Peneliti : “Itu PR-nya Ibu tindak lanjuti, periksa?” Guru B : “Kalau PR itu, paling yang saya lihat, ketepatan waktu dia

ngumpul dulu, pertama. Itu saya yakin mereka tidak mungkin tidak kerjasama. Kadang saya lihat dulu yang paling pinter, pasti dia yang ngerjain. Saya bandingin dah beberapa. Anak yang pinter, sedang-sedang, sama yang kurang. Saya cocokin, kalau sudah sama, saya malas dah meriksa. Yang penting ngumpul aja, dan tepat waktu, saya kasih dah nilai.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu

/09-05-

bagikan hasilnya?”

2015/T12

Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu. Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk ini dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini. Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu. Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk ini dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini. Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau menilai aspek kognitif siswa itu, jenis penilaian apa saja

/09-05-

yang Ibu gunakan? Metodenya?”

2015/T13

Guru B : “Ulangan harian, kemudian ada kuis. Kemudian, saya pernah ngadain ulangan yang sistemnya kayak gini. Saya taruh meja

4 di depan, terus saya undi nomor absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang akan dia kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya sendiri- sendiri itu. Kumpul, gitu. Ada yang gitu saya buat, kalau waktunya cukup. Kalau misalnya sudah mepet-mepet, seperti sekarang sudah menjelang ulangan umum, kita kebut-kebut dulu, nanti ulangan sekalian.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau misalnya ulangan harian, kuis, kayak gitu itu Ibu

/09-05-

bagikan hasilnya?”

2015/T14

Guru B : “Iya. Kadang mereka saya suruh meriksa. Biar cepet, gitu. Kalau saya yang meriksa, saya periksa dulu, nanti saya bagikan hasilnya. Kalau saya salah meriksa, ya namanya manusia, mereka rela bawa punya temennya yan bener, Buk ini dia dikasih segini, saya kok nggak. Saya, lihat, kalau bener, saya kasih benerin. Kalau mereka yang meriksa, saya kasih mereka rubriknya. Kalau jawab segini, nilainya segini. Baru nanti ada nanyak, Buk kalau dia segini dapat berapa? Saya balik nanyak, tu lihat rubriknya, kalau dia jawab segitu harusnya dapat berapa? Saya ajarin cara meriksa, gitu. Nanti dikembalikan sama temannya. Yang punya, periksa lagi, bener nggak temennya meriksa. Habis itu, baru saya kasih nilai langsung. Nanti mereka langsung dah tau nilainya berapa.”

Wan/D4/GB Guru B : “Kemudian, saya pernah ngadain ulangan yang sistemnya

/09-05-

kayak gini. Saya taruh meja 4 di depan, terus saya undi nomor

2015/T15

absen berapa yang harus maju. Kemudian, soal yang akan dia kerjakan juga diundi. Jadi, mereka bikin. Saya kasih waktu berapa, misalnya 5 menit. Mereka langsung bikin di sana. Di mejanya sendiri- sendiri itu. Kumpul, gitu.”

Peneliti : “Itu masuk tes lisan, ya?” Guru B : “Iya, karena dikerjakan langsung kumpul. Terus pernah juga

saya bagi papannya, bagi empat. Saya kasih soal, langsung mereka kerjain di sana. Mereka nggak tau soalnya yang mau saya kasih. Sudah sampai di depan, baru tau. Kalau nggak bisa, tetep diem di depan, sampai bisa. Atau nggak, kalau misalnya nyerah, ganti soalnya lagi. Jadi, yang suka lihat di sana kan ekspresi wajahnya mereka yang beda- beda.”

Peneliti : “Kalau tes kayak gitu, instrumen penilaiannya kayak gimana,

Buk?”

Guru B : “Skornya itu istilahnya mencongak, terserah mereka caranya kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya benar. Karena kita kan langsung melihat dia ngerjain soalnya. Jadi, nggak mungkin kerjasama, kan. Jadi, kita nggak menilai struktur kerjanya kayak gimana, yang penting jawaban akhirnya dapat dia. Kalau salah, nol nilainya. Nanti, kalau dia nggak punya skor, saya kasih tugas. Kalau dia ngumpul tugasnya aja, saya

kasih satu.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian aspek psikomotor itu metodenya kayak

/09-05-

gimana aja, Buk?”

2015/T16

Guru B : “Dengan praktikum. Kadang-kadang presentasi. Portofolio, seperti yang saya minta waktu kelas X, misalnya. Coba kumpulkan fenomena- fenomena cahaya. Proyek juga.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian kinerja pada saat praktikum itu, apa aja yang

/09-05-

Ibu nilai?”

2015/T17

Guru B : “Kerjasama antar anggota kelompok. Terus, saya tanyak dia, kalau alat ini fungsinya untuk apa, mereka tau nggak. Dari sana sih saya ambil. Ya, paling pakek rentangan, di rubrik penilaiannya itu pakai 5, 4, 3, 2, 1. Misalnya, di suruh nyebutin alat, tapi nggak mesti harus semua, ini apa namanya. Kalau dia bisa jawab, saya kasih dah berapa. Terus habis itu, coba ceritain gimana cara kerjanya, mereka jelaskan.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian proyek yang sudah Ibu lakukan itu apa?”

/09-05-

Guru B : “Kalau semester 1, bikin alat. Kalau semester 2, bikin makalah

2015/T18

aja.”

Peneliti : “Yang kemarin waktu presentasi itu apa, Buk?” Guru B : “Oh, itu. Penilainnya ada dari segi makalah, powerpoint, dan

presentasinya.”

Peneliti : “Kalau di kelasnya Pak Mahardika kan ada buat Maket gitu. Ibu

juga buat?”

Guru B : “Oh, nggak. Saya cuman lewat makalah aja. Kalau menurut saya, itu dipajang dimana nanti, taruh dimana, toh dia juga bikin sampah jadinya, gitu. Kalau menilai kreativitas siswa, kan ada majalah Mekar, nanti biar ke sana aja dibawa kreativitasnya dia. Kalau saya cuman buat powerpoint-nya aja. Nanti, kalau mau diunggah, silahkan diunggah, sertakan nama kelompoknya. Tapi, tetep kumpul ke saya dalam bentuk softcopy presentasinya, kemudian makalahnya jug a.”

Peneliti : “Saya kira itu kesepakatan MGMP, Buk.” Guru B : “Nggak. Kalau itu kreativitas gurunya aja. Kalau saya soalnya

gini, satu, siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan barang bekas, lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka punya kreativitas tinggi bikin desainnya, toh nanti dipasangnya di kelas, bikin sampah aja. Jadi, kalau misalnya bikin makalah dan powerpoint, bisa di sharing ke teman- gini, satu, siswa terganggu. Walaupun dia bisa menggunakan barang bekas, lumayan menyita waktu. Dan walaupun mereka punya kreativitas tinggi bikin desainnya, toh nanti dipasangnya di kelas, bikin sampah aja. Jadi, kalau misalnya bikin makalah dan powerpoint, bisa di sharing ke teman-

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau kelas XI, Ibu sudah mengadakan penilaian portofolio?”

/09-05-

Guru B : “Kalau kelas XI, portofolionya tentang fluida. Saya suruh

2015/T19

mereka buat makalah tentang pemanfaatan hukum Bernouli. Portofolio itu kan mengumpulkan beberapa tugas jadi satu.”

……………. Guru B : “Terus nanti portofolionya itu beberapa tugas yang dikumpulin,

tugas berjangka, tugas satu, dua, tiga, nanti dikumpul pada akhir semester. Atau LKS yang saya periksa pada akhir semester, kan portofolio namanya. Jadi, tinggal direkap aja.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Setelah dapat nilai dari tes itu, ada nggak tindak lanjutnya?”

/09-05-

Guru B : “Kalau dia nilainya nggak cukup, ya remedi. Kalau sudah

2015/T20

cukup, ya pengayaan. Kalau pengayaan, paling dikasih soal yang lebih tinggi levelnya. Tapi, biasanya yang saya tindak lanjuti itu, yang remedi. Saya kasih remedi di kelas. Kalau misalnya dua kali sudah remedi nggak gini, baru saya kasih tugas.”

Peneliti : “Sistem remedi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?” Guru B : “Remedinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya

juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal itu saya pakai lagi.”

Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?” Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak

sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remedi, pasti saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru

perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Nah, semua nilai-nilai itu Ibu laporkan kemana?”

/09-05-

Guru B : “Ke wali lewat kurikulum.”

2015/T21

Peneliti : “Kepala sekolah tau itu, Buk?” Guru B : “Iya, karena dia neken (menandatangani) kan.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Berarti untuk remidinya, aspek kognitif sama psikomotor, ya?”

/09-05-

Guru B : “Iya. Kalau memang hasilnya jelek, ya saya remidi lagi.”

2015/T22

Peneliti : “Sistem remidi aspek pengetahuan itu gimana, Buk?” Guru B : “Remidinya saya ambil hari lain. Biasanya hari Jumat. Soalnya

juga lain. Tapi, kalau mepet, nggak sempet bikin soal, ya soal itu saya pakai lagi.”

Peneliti : “Nilai siswanya gimana dengan soal yang sama?” Guru B : “Kalau misalnya soal yang sama saya kasih, karena nggak

sempat bikin, ada peningkatan. Tapi kan untuk remidi, pasti saya kasih 80. Biar nggak bukannya perbaikan malah justru perburukan. Rugi saya ngasih remedi.”

Wan/D4/GB Peneliti : “Kalau penilaian jurnal kayak gimana Ibu melakukannya?”

/09-05-

Guru B : “Kalau jurnal itu ditulis dia. Hari ini, tanggal berapa, si A

2015/T23

nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja. Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya kasih 3. Karena walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip seperti itu. Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan nyontek. Tapi itu, kadang buatnya agak lama, sih. Jadi, mending pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja. Misalnya si A saya kasih 3, si B juga saya kasih 3. Karena walau diperiksa pun, hasilnya akan mirip-mirip seperti itu. Dikasih kuesioner aja mereka kerjasama. Jadi, saya ratakan

…………. Guru B : “Nilai sikap. Jadi, penilaian sikap itu kan ada penilaian

observasi, penilaian, diri, jurnal, dan sebagainya itu. Nilai maksimumnya itu 4, misalkan ada siswa suka nyontek, saya kasih 2 di nilai jurnalnya. Jurnal itu kan pada hari tertentu itu, dia melakukan apa, gitu. Kalau misalkan dia nggak ada catatan penting, biasa-biasa aja, saya kasih 3. Kalau misalnya dia jemet (tekun) sekali, 4 saya kasih.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/SGB/23-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/SG Peneliti : “Pada saat Ibunya ngajar, pernah nggak Ibunya nyuruh adik

B/23-04-

mengamati sesuatu?”

2015/T1

Siswa : “Paling mengamati gambar di powerpoint aja. Kita lebih ke membayangkan daripada mengamati secara langsung. Kalau dalam pelajaran fisika, mengamati fenomena itu sulit. Fisika palingan mengamati dalam hal praktikum saja. Belum pernah fenomena.”

Peneliti : “Berati kalau mengamati fenomena hanya baru sekadar gambar

saja, ya? Seperti kemarin itu, ya ?”

Siswa : “Iya, seperti kemarin. Baru kemarin rasanya dapat seperti itu, mungkin karena kemarin baru nyampe meterinya .” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau menutup pelajaran gimana cara Ibunya?”

B/23-04-

Siswa : “Materinya kita cukupkan sampai disini, Paramasantih. Itu aja,

2015/T2

sih?”

Peneliti : “Nggak nyimpulin materi Ibunya?” Siswa : “Nggak, sih. Kadang materinya itu selesainya nggak pas di

subnya itu selesai, sehingga harus dilanjutkan minggu depan.” Peneliti : “Nggak gini dia, hari ini kita udah belajar apa? Nggak gitu dia

ke siswanya?”

Siswa : “Nggak.” Peneliti : “Ibunya sendiri nggak nyimpulkan?” Siswa : “Nggak.” Peneliti : “Ibunya menyampaikan materi yang akan dipelajari pertemuan

selanjutnya?”

Siswa : “Iya.” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau di kelas ada siswanya nanyak, Ibunya langsung jawab

B/23-04-

atau gimana?”

2015/T3

Siswa : “Pasti dilemparkan ke siswa lain dulu. Ditanya siswa yang lain, ada yang bisa jawab. Kalau misalnya jawaban siswa itu kurang tepat , diluruskan sama Ibunya.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau menyuruh siswa untuk bertanya pada saat

B/23-04-

pembelajaran?”

2015/T4

Siswa : “Pasti.” Peneliti : “Gimana dia melakukannya?” Siswa : “Ada yang belum dipahami. Biasanya ditanyakan langsung,

kayak gitu. ”

Peneliti : “Terus gimana respon siswanya?” Siswa : “Kalau memang nggak ngerti, ya ditanyakan. Dijelaskan lagi

sama Ibunya. Kalau bagian awal nggak ngerti, diulang lagi sama Ibunya.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau menyuruh siswanya untuk berkomunikasi, biasanya

B/23-04-

gimana Ibunya?”

2015/T5

Siswa : “Paling presentasi sama belajar kelompok pada saat

pembelajaran.”

Peneliti : “Kalau menyampaikan pendapat sama bertanya Ibunya selalu

nyuruh?”

Siswa : “Iya. Selalu. Sering.” Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau memotivasi siswa biar aktif itu, gimana Ibunya?”

B/23-04-

Siswa : “Kayak tadi saya bilang itu. Kita dikasih soal, siapa yang bisa

2015/T6

maju, dikasih nilai plus. Orang pas semester satu, kita nggak kayak gitu. Karena semester satu kan nilai kita jelek, turun nilai fisikanya. Kemudian semester dua Ibunya ngerubah sistem. Pas pertama masuk itu kan semua pada nggak semangat siswanya. Terus Ibunya bilang, kerjakan satu soal yang saya dalam waktu beberapa menit, nanti saya batasi berapa orang yang maju ke depan. Kalau kalian pengen nambah nilai kalian, silahkan maju ke depan, kalau nggak, diem aja. Terpacu jadinya siswanya.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Pas siswanya maju, terus macet ditengah jalan, gimana

B/23-04-

Ibunya?”

2015/T7

Siswa : “Siswanya di suruh diem di depan. Paling Ibunya nyuruh tunjuk salah satu temen buat bantu kamu di depan. Kalau semua nggak bisa baru Ibunya jelasin.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Terus ngasi PR nggak Ibunya?”

B/23-04-

Siswa : “Nggak. Paling PR baca aja. Baca materi aja.”

2015/T8

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau misalnya ada siswa yang nggak serius, gimana Ibunya?”

B/23-04-

Siswa : “Ditunjuk untuk mengerjakan soal. Kalau pas Ibunya jelasin,

2015/T9

siswanya itu nggak memperhatikan dia, ditanya dia sama Ibunya, apa yang saya jelaskan tadi, coba kamu jelaskan.”

Peneliti : “Gimana siswanya?” Siswa : “Kalau memang dia nggak mendengarkan, nggak bisa jawab.

Terus diperingatkan sama Ibunya, lain kali jangan seperti itu.” Wan/D1/SG Peneliti : “Proses ngambil datanya gimana?”

B/23-04-

Siswa : “Ibunya nyuruh, kalau praktikum itu jangan cuman satu aja

yang kerja. Bergilir, gitu. Biar kita sama- sama aktif.” Wan/D1/SG Peneliti : “Pernah nggak Ibunya nyuruh siswanya melakukan penilaian

2015/T10

B/23-04-

diri?”

2015/T11

Siswa : “Pernah waktu itu, kan dikasih angket.” Peneliti : “Gimana bentuk angketnya? Apa yang ditanyakan di angket

itu?”

Siswa : “Kita nilai temen kita. Kemudian kita nilai diri kita sendiri.” Peneliti : “Nilai dalam hal apa?” Siswa : “Kejujuran, kedisiplinan kita.” Peneliti : “Kalau yang terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi

yang sudah dipelajari ada nggak di sana di angketnya? Kayak, saya sudah memahami materi pada BAB ini?”

Siswa : “Nggak ada.” Peneliti : “Itu seberapa sering Ibunya ngasih penilaian gitu?” Siswa : “Pas semester satu aja.” Peneliti : “Teknisnya gimana?” Siswa : “Pas pembelajaran sudah berakhir, kita dikasih angketnya.

Terus dikumpul besoknya.”

Peneliti : “Siswanya jawab angketnya itu serius sesuai kondisi atau

dibagus- bagusin aja temennya?”

Siswa : “Serius. Soalnya Ibunya bilang, temen yang dinilai itu nggak

boleh tau nilai yang kita kasih.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Apakah pembelajaran dalam seminggu itu selalu terisi? Apa

B/23-04-

pernah kosong?”

2015/T12

Siswa : “Pernah, karena Ibunya kan jadi wakil kepala sekolah, ya. Jadi agak sibuk. Kalau Ibunya nggak bisa ngajar, biasanya dikasih tugas aja.”

Peneliti : “Tugasnya itu diambil hari itu apa boleh dibawa pulang?” Siswa : “Biasanya sih diambil hari itu.” Peneliti : “Bisa selesai tugasnya hari itu?” Siswa : “Bisa. Tugasnya itu nggak terlalu banyak sih. Biasanya 5 soal.

Paling jawab LKS.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau ulangan itu waktunya kapan?”

B/23-04-

Siswa : “Biasanya sih di akhir BAB.”

2015/T13

Siswa : “Kalau ulangan, apa materi yang dikasih Ibunya, itu pasti yang keluar. Jadi, yang rajin nyatet, pasti nilainya gede- gede.” Peneliti : “Bentuk tesnya gimana?” Siswa : “Biasanya sih esay. Kadang objektif sih, tapi pakek cara.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?”

B/23-04-

Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS kreatif yang

2015/T14

udah dijawab.”

Wan/D1/SG Peneliti : “Kalau siswanya udah memenuhi KKM, digimanain sama

B/23-04-

Ibunya?”

2015/T15

Siswa : “Nggak diapain, sih. Lanjut aja materinya.” Wan/D1/SG Peneliti : “Buku yang Adik gunakan itu, buku apa?”

B/23-04-

Siswa : “LKS Kreatif, Sagofindo, sama ada buku paket dikasih sama

2015/T16

sekolahnya.”

Peneliti : “Kalau buku yang kayak LKS Kreatif ini, gimana itu? Ibunya

yang nyuruh beli atau gimana?”

Siswa : “Nggak. Nggak dipaksain. Kalau kalian membutuhkannya, silahkan beli di luar. Soalnya sekolah nggak melayani jual- beli buku itu.”

Peneliti : “Sagofindo itu buku apa?” Siswa : “Buku warna ijo, kayak buku paket, tapi untuk latihan soal aja.” Peneliti : “Kalau buku paket yang dikasih sekolah itu, biasanya

digunakan apa nggak ?”

Siswa : “Biasanya untuk latihan soal. Terus, di buku paket tu, penjabaran rumusnya kan ada. Sedangkan di LKS itu, kan rumus jadinya aja.”

Peneliti : “Ibunya itu ngasih PR biasanya dari buku yang mana?” Siswa : “Akhir semester biasanya disuruh ngumpul LKS Kreatif yang

udah dijawab.” Peneliti : “Adik tahu buku apa yang digunakan Ibunya?” Siswa : “Sama kayak siswanya.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/KS/11-06-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/KS/ Peneliti :“Iya.Kemudian untuk gambaran umum pembelajarannya,

11-06-

jumlah guru fisika saat ini ada berapa?”

2015/T1

Guru A : “Enam orang.” Peneliti : “Terus yang sertifikasi?” Guru A : “Sertifikasi 5, yang tidak 1.” Peneliti : “Terus dari semua guru itu, yang S1?” Guru A : “Satu orang aja yang tersisa. Yang lainnya sudah S2.” Peneliti : “Jumlah kelas MIA-nya di sini?” Guru A : “Kelas X, XI, XII?” Peneliti : “Iya, Pak.” Guru A : “X, 9 kelas. Kelas XI-nya, 8. Kelas XII-nya, 8.” Peneliti : “Itu dengan jumlah kelas MIA segitu, teknis pembagian jam

mengajar untuk guru fisika itu bagaimana, Pak?” Guru A : “Sementara ini kan kita jadwalnya aman karena ada kepala

sekolah sama wakasek. Kalau nggak ada itu, kekurangan jam pasti. Tapi untuk sekarang, kita bagi, rata-rata guru memegang dua angkatan kita kesepakatannya. Misalnya saya kelas XII dan kelas XI. Ada yang kelas XI sama kelas X. Kecuali bapak kepala sekolah yang hanya satu angkatan.”

Wan/D1/KS/ Peneliti : “Rombongan belajar per kelas itu berapa, Pak? Berapa jumlah

Guru A : “Rata-rata 32. Tapi, di kelas XI ada yang 36.” Peneliti : “Itu sudah memenuhi standar?” Guru A : “SNP itu 32. Ya, kalau rata-rata sih memenuhi, tapi untuk

beberapa kasus kayak kelas yang saya ajar 36 gitu, itu karena MIA1 sama MIA2 emang dibatasin jumlahnya. 28 maksimum, sehingga yang lebih-lebih dioper ke kelas saya.

Kalau kelas XII antara 30 sampai 32. Kelas X juga.” Wan/D1/KS/ Peneliti : “Untuk jumlah jam pelajaran fisika per minggu, itu berbeda

11-06-

antara kelas X, kelas XI, dan kelas XII?”

2015/T3

Guru A : “Kelas X sama kelas XI sekarang 4 jam, sesuai dengan Kurikulum 2013. Kalau kelas XII itu 5 jam.”

Peneliti : “Kelas XII-nya itu masih Kurikulum 2006, ya?” Guru A : “Kurikulum 2006. Makanya setelah mereka bubar, tahun depan

mati fisikanya, hilang jamnya 8 jam.”

Wan/D1/KS/ Peneliti : “Kalau tempat pembelajaran fisika biasanya di mana?”

11-06-

Guru A : “Di kelas sama di lab.”

2015/T4

Peneliti : “Nggak ada lagi di luar itu?” Guru A : “Di lab komputer kadang. Kan kadang kayak Buk Rusmila

sering makek. Dia sering ngajarnya dengan pembelajaran online kan, sehingga tesnya harus online juga, sehingga siswanya dibawa ke lab kompute r.”

Wan/D1/KS/ Peneliti : “Kalau kepala sekolah sendiri supervisinya kayak gimana,

11-06-

Pak?”

2015/T5

Guru A : “Supervisi diserahkan ke tim. Ada tim supervisi. Untuk fisika,

saya yang supervisi.”

Peneliti : “Bagaimana supervisinya, Pak?” Guru A : “Supervisi sih saya lebih cenderung melihat bagaimana guru

mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja. Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita lihatin apa ada yang kurang. Api, dalam satu semester cuman sekali saya supervisi. Kadang saya lihatin sekilas aja. Karena kadang ada guru yang akan resisten kalau diliatin ke kelas. Buk Dewi contohnya, agak resisten kalau diliatin ke kelas. Sama guru kayak gitu, saya lebih menggunakan pendekatan personal.”

Peneliti : “Kalau ada masalah gimana itu bahasnya, Pak?” Guru A : “Biasanya kita bahas di MGMP.”

Wan/D1/KS/ Peneliti : “Bagaimana penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 yang

11-06-

dilakukan guru fisika, Pak?”

2015/T6

Kepsek : “Sebagian besar sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, tapi ada beberapa bagian yang tidak berjalan dengan maksimal, seperti pada penilaian. Kita tahu kalau di Kurikulum 2013 itu penilainnya banyak sekali. Nah, biasanya guru tidak dapat melakukan semua penilaian itu dengan maksimal. Penyebabnya yak arena keterbatasan w aktu.”

Wan/D1/KS/ Peneliti : “Bagaimana upaya Bapak peningkatkan pemahaman guru

11-06-

tentang Standar Proses Kurikulum 2013?”

2015/T7

Kepsek : “Kita rutin mengadakan workshop kurikulum setiap awal semester. Kemudian untuk workshop pusat, kita juga telah

be berapa kali mengirim guru untuk mengikutinya.” Wan/D1/KS/ Peneliti : “Kemudian fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah sudah

11-06-

memadai, Pak?”

2015/T8

Kepsek : “Sebagian besar sudah memadai. Tapi, ada beberapa alat di laboratorium fisika yang rusak, seperti tangki riak.”

TEMUAN-TEMUAN DALAM Wan/D1/PGW/23-04-2015

Kode

Temuan

Wan/D1/PG Peneliti : “Niki tiang mau nanya. Teknis pengawasan Kurikulum 2013

W/23-04-

itu bagaimana, Pak?”

2015/T1

Pengawas : “Eee begini. Jadi, kalau kami di SMA 1, yang pertama, istilahnya kita mengadakan pemantauan atau observasi dulu. Pada saat observasi tersebut, yang kami observasi pertama- tama itu adalah dokumen. Kemudian yang kami minta itu adalah perangkat pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Jadi, dari perangkat pembelajaran yang kami minta itu, apakah itu yang namanya silabus, apakah itu yang namanya RPP, nah itulah yang kita nilai. Nah, setelah kita mengadakan observasi dokumen, baru kita mengadakan diskusi. Jadi, diskusinya di sana memecahkan permasalahan, kira-kira apa yang belum dipahami dalam penerapannya itu sendiri. Nah, karena kebetulan di SMA 1 itu kan gurunya orang-rang pilihan, kan, sehingga pada umumnya kita tidak perlu menggurui, sehingga sifatnya kita itu berkolaborasi. Itu rasa-rasanya yang kami lakukan. Nah, setelah itu, baru dia terapkan sesuai yang ada, dia menerapkan di kelasnya. Nah, karena kami telah mempercayai guru-guru di sana, kami belum sempat melakukan observasi kelas.

Wan/D1/PG Peneliti : “Mangkin (sekarang) terakhir, Pak. Kalau menurut pandangan

W/23-04-

Bapak sendiri sebagai seorang pengawas, kira-kira apa

2015/T2

bagian dari Kurikulum 2013 yang kayaknya sulit sekali diterapkan sama guru, sehingga sampai saat ini belum bisa diterapkan?”

Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait pembelajaran dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya permintaan dari pusat. Padahal awalnya, dijanjikan bahwa guru tinggal action. Awalnya didengang-dengungkan oleh pemerintahan pusat bahwa guru jangan lagi dibebankan dengan administrasi tetek bengek (segala macam), tinggal action . Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan yang dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang KI-KI nya itu sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya silabus juga sudah, yang belum itu kan RPP nya, yang harus dibuat oleh guru dengan mengacu ke permen-permen itu. Sebagai contoh dalam materi vektor, itu aturannya harus menerapkan model pembelajaran ini, namun kalau kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan model itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP, Pengawas : “Yang menjadi permasalahan umum guru-guru terkait pembelajaran dengan Kurikulum 2013 itu adalah banyaknya permintaan dari pusat. Padahal awalnya, dijanjikan bahwa guru tinggal action. Awalnya didengang-dengungkan oleh pemerintahan pusat bahwa guru jangan lagi dibebankan dengan administrasi tetek bengek (segala macam), tinggal action . Setelah itu, kenyataannya, dengan adanya aturan yang dibuat, inovasi guru tertekan. Karena apa? Memang KI-KI nya itu sudah disiapkan sama pemerintah, selanjutnya silabus juga sudah, yang belum itu kan RPP nya, yang harus dibuat oleh guru dengan mengacu ke permen-permen itu. Sebagai contoh dalam materi vektor, itu aturannya harus menerapkan model pembelajaran ini, namun kalau kenyataannya kondisi siswanya tidak cocok dengan model itu, kan gurunya memaksakan membuat perangkat pembelajaran RPP kayak gitu. Kalau kemarin pas KTSP,

Wan/D1/PG Peneliti : “Nggih, Pak. Kemudian dari hasil pengawasan selama ini,

W/23-04-