Standar Proses Kurikulum 2013

A. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP

Dalam penyusunan RPP, guru harus memperhatikan perannya dalam proses pembelajaran, yaitu tidak hanya sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi guru juga harus mampu bertindak sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah dan nafsu belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memerlukan umpan balik dan tindak lanjut terhadap hasil belajar mereka, di samping juga memerlukan penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi (ICT) dalam proses pembelajaran (Stefani, 2008). Berdasarkah hal tersebut, penyusunan RPP hendaknya memperhatikan karakteristik siswa karena siswa tidak secara otomatis mampu terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Kemendikbud (2014d) memaparkan bahwa prinsip-prinsip penyusunan RPP dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4). (2) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. (3) Penyususnan RPP harus memperhatikan perbedaan individu siswa. Perbedaan yang dimaksud adalah kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan atau lingkungan siswa. (4) Kegiatan pembelajaran yang direncanakan harus berpusat pada siswa. Proses pembelajaran dirancang untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik

yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. (5) Berbasis konteks, yaitu proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. (6) Berorientasi kekinian, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. (7) Mengembangkan kemandirian belajar. (8) Memberikan umpan balik positif, penguatan, dan tindak lanjut pembelajaran berupa pengayaan, dan remedi. (9) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antar kompetensi dan atau antar muatan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. (10) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

B. Komponen-Komponen RPP

Kemendikbud (2014a) menyatakan bahwa komponen RPP yang dituntut dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (1) Data sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. (2) Materi pokok. (3) Alokasi waktu. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar, dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai. (4) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam

bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap, yang gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur. (5) Tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, serta mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. (6) Deskripsi materi pembelajaran. Materi pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, dan konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar, yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial. (7) Kegiatan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang memuat pendekatan saintifik (5M), dan kegiatan penutup. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan saintifik (5M) tidak harus muncul seluruhnya dalam satu pertemuan, tetapi dapat dilanjutkan pada pertemuan berikutnya, tergantung pada cakupan muatan pembelajaran. Pada setiap langkah pembelajaran, dapat digunakan berbagai metode dan teknik pembelajaran. (8) Penilaian, yang terdiri dari teknik penilaian, instrumen penilaian, serta remedial dan pengayaan. (9) Media, alat, bahan, dan sumber belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran.

2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 merupakan penerapan RPP yang telah dibuat oleh guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru diwajibkan menggunakan pendekatan saintifik yang diperkuat dengan model pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery and inquiry Pelaksanaan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 merupakan penerapan RPP yang telah dibuat oleh guru. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru diwajibkan menggunakan pendekatan saintifik yang diperkuat dengan model pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery and inquiry

A. Kegiatan Pendahuluan

Berdasarkan Kemendikbud (2013a), dalam kegiatan pendahuluan, guru dituntut untuk melaksanakan kegiatan berikut. (1) Mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan. (2) Mendiskusikan kompetensi yang sudah dipelajari dan dikembangkan sebelumnya, kaitannya dengan kompetensi yang akan dipelajari dan dikembangkan. (3) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. (4) Menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan dilakukan. (5) Menyampaikan lingkup dan teknik penilaian yang akan digunakan.

B. Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran, kegiatan belajar, dan kompetensi yang dikembangkan secara umum dalam pembelajaran berbasis pendekatan saintifik.

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Santifik

Hasil Belajar

Hasil Belajar

Langkah Tidak No

Kegiatan Belajar

Langsung

Pembelajaran Langsung (KI 3 & KI 4) (KI 1 & KI 2)

1 Mengamati

Mengamati

Catatan yang

Bersyukur,

dengan indra

dibuat tentang

mengagumi

(membaca,

yang diamati, data Tuhan, rasa

mendengar,

yang

ingin tahu,

menyimak,

dikumpulkan dari kritis, teliti,

melihat,

hasil pengamatan. tekun, berpikir

menonton, dan

terbuka

sebagainya) dengan atau tanpa alat.

2 Menanya

Membuat dan

Jenis, kualitas,

Rasa ingin

mengajukan

tahu, kritis, pertanyaan, tanya pertanyaan yang

dan jumlah

kreatif

jawab, berdiskusi diajukan siswa tentang informasi (pertanyaan yang belum

prosedural, dan

tambahan yang

hipotetik).

ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

Rasa ingin kan Informasi

3 Mengumpul-

Mengeksplorasi,

Jumlah dan

mencoba,

kualitas sumber

tahu, kritis,

berdiskusi,

jujur, objektif, mendemonstrasik dikaji/digunakan, menghargai an, meniru

yang

kelengkapan

data, tekun,

bentuk/gerak,

informasi,

teliti, kreatif,

bertanggung membaca sumber dikumpulkan, dan jawab, disiplin lain selain buku

informasi yang

instrumen/alat

teks,

yang digunakan

mengumpulkan

untuk

data dari nara

mengumpulkan

sumber melalui

data.

angket dan wawancara.

4 Mengasosiasi

Mengolah

Mengembangkan Rasa ingin

informasi yang

interpretasi,

tahu, kritis,

sudah

struktur baru,

jujur, objektif,

dikumpulkan,

argumentasi, dan menghargai

menganalisis data kesimpulan

data, tekun,

dalam bentuk

mengenai

teliti, kreatif,

informasi dari dua bertanggung

fenomena/inform atau berbagai

jawab, disiplin,

asi yang terkait

jenis

menghargai

dalam rangka

fakta/konsep/teori pendapat

menemukan suatu /pendapat; dari

teman

pola, dan

dua sumber atau

menyimpulkan.

lebih yang tidak bertentangan; dan dari berbagai jenis sumber.

5 Mengkomunik Menyajikan Menyajikan hasil Rasa ingin asikan

laporan dalam

kajian (dari

tahu, kritis,

bentuk bagan,

mengamati

jujur, kreatif,

diagram, atau

sampai menalar) bekerjasama,

grafik; menyusun dalambentuk

bertanggung

laporan tertulis;

tulisan, grafis,

jawab, disiplin,

dan menyajikan

media elektronik, menghargai

laporan meliputi

multi media dan

pendapat

proses, hasil, dan lain-lain

teman

kesimpulan secara lisan

Dimodifikasi dari Kemendikbud (2014a)

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa alur pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu benda atau objek. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru

membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri oleh siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik. Dalam setiap kegiatan, guru harus memperhatikan perkembangan sikap siswa pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2, antara lain membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri oleh siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik. Dalam setiap kegiatan, guru harus memperhatikan perkembangan sikap siswa pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2, antara lain

C. Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup terdiri atas (1) kegiatan guru bersama siswa, yaitu (a) membuat rangkuman atau simpulan pelajaran; (b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; dan (c) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; dan (2) kegiatan guru, yaitu (a) melakukan penilaian; (b) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan atau memberikan tugas, baik tugas individual maupun kelompok, sesuai dengan hasil belajar siswa; dan (c) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

2.2.3 Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran merupakan proses membuat keputusan tentang hasil belajar siswa. Tindakan evaluatif dapat dilakukan oleh guru melalui proses asesmen. Asesmen atau penilaian adalah proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional (Arends, 2008). Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik dalam Kurikulum 2013 mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup Evaluasi pembelajaran merupakan proses membuat keputusan tentang hasil belajar siswa. Tindakan evaluatif dapat dilakukan oleh guru melalui proses asesmen. Asesmen atau penilaian adalah proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional (Arends, 2008). Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik dalam Kurikulum 2013 mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup

Standar Penilaian Kurikulum 2013 mengacu pada ketuntasan belajar (Kemendikbud, 2013a). Jika peserta didik dapat mencapai KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4 dengan nilai lebih dari atau sama dengan 2,66, maka peserta didik tersebut dinyatakan sudah tuntas. Jika di bawah nilai tersebut, maka peserta didik dinyatakan belum tuntas dan segera dilakukan program remedial. Penilaian kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2) dilakukan dengan melihat profil sikap peserta didik secara umum pada semua mata pelajaran, jika nilainya berkategori baik (B), maka dinyatakan lulus, tetapi jika nilai siswa di bawah B, yakni C dan K, maka harus dilakukan pembinaan secara holistik oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK), guru mata pelajaran, dan orang tua.

Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa penilaian pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment ) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya belajar, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect ) dari pembelajaran. Melalui pendekatan penilaian otentik ini, penilaian dilakukan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian dari kumpulan hasil karya siswa (portofolio), dan penilaian diri. Cara-cara penilaian tersebut kemudian dibagi menjadi tiga kelompok kompetensi yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Dalam menilai kompetensi pengetahuan, guru menggunakan tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. Bentuk instrumen tes tulis pada pembelajaran SMA lebih diarahkan pada pilihan ganda dan uraian. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan atau proyek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui teknik observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh siswa, dan penilaian jurnal yang dilakukan oleh guru. Pemaparan masing-masing teknik penilaian sikap tersebut adalah sebagai berikut. (1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. (2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. (3) Penilaian teman sejawat merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. (4) Penilaian jurnal merupakan catatan guru di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian teman sejawat adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal, instrument yang digunakan berupa catatan pendidik.

Dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 dijelaskan bahwa guru menilai kompetensi keterampilan siswa melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, tugas proyek, dan penilaian portofolio. (1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku tertentu sesuai dengan tuntutan kompetensi. (2) Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks), yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. (3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif- integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai. (2) Terpadu, penilaian dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan. (3) Ekonomis, penilaian bersifat efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya. (4) Transparan, yaitu prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak. (5) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya. (6) Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

2.2.4 Pengawasan Proses Pembelajaran (Supervisi Akademik)

Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan. Glickman et al (dalam Kemendikbud, 2014d) menyatakan bahwa supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya melaksanakan pembelajaran. Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (dalam Kemendikbud, 2014d) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? (2) Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas? (3) Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas tersebut yang bermakna bagi guru dan siswa? (4) Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? (5) Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya? Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

Supervisi akademik dilakukan dengan tujuan membantu guru mengembangkan kompetensinya, mengembangkan kurikulum, mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (Glickman dalam Kemendikbud, 2014d). Selain itu, supervisi akademik memiliki fungsi mendasar karena hasil supervisi akademik dapat berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru. Tujuan supervisi akademik digambarkan seperti berikut.

Pengembangan Profesionalisme

Penumbuhan Pengendalian Motivasi

Mutu

Gambar 2.1 Segitiga Tujuan Supervisi (Kemendikbud, 2014d)

Kemendikbud (2014f) menjelaskan bahwa teknik supervisi akademik dalam Kurikulum 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan supervisi yang mengkhusus terhadap satu orang guru. Teknik supervisi individual terdiri dari lima jenis kegiatan, yaitu kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antar kelas, dan penilaian diri sendiri. Teknik supervisi kelompok adalah cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang guru atau lebih. Guru-guru yang sesuai dengan analisis kebutuhan diduga memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama, dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu. Kemudian, mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut Gwynn (dalam Kemendikbud, 2014d), terdapat tiga belas teknik supervisi kelompok, yaitu kepanitiaan-kepanitiaan, kerja kelompok, laboratorium dan kurikulum, membaca terpimpin, demonstrasi pembelajaran, darmawisata, kuliah/studi, diskusi panel, perpustakaan,organisasi profesional, buletin supervisi, pertemuan guru, lokakarya atau konferensi kelompok.

Dalam Kurikulum 2013, supervisi akademik dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas akademik dari dinas pendidikan (Kemendikbud, 2013d). Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu menyusun program supervisi yang dimulai dari merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil supervisi akademik. Agar dapat melaksanakan kegiatan supervisi dengan baik, kepala sekolah harus memiliki kompetensi membuat program supervisi akademik. Program supervisi diatur dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, di mana pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan.

Tindak lanjut hasil supervisi dilakukan segera setelah supervisor selesai melakukan observasi. Pelaksanaan tindak lanjut diawali dengan melakukan analisis kelemahan dan kekuatan guru. Hasil analisis dan catatan supervisor dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Kemendikbud (2013e) menyatakan bahwa tindak lanjut hasil supervise, yaitu (1) penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi atau melampaui standar dan (2) pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.

2.3 Karakteristik Pembelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013

Menurut Kemendikbud (2014a), ilmu fisika merupakan (1) proses memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang kemudian ditata secara logis dan sistematis, dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat Menurut Kemendikbud (2014a), ilmu fisika merupakan (1) proses memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang kemudian ditata secara logis dan sistematis, dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat

cara berpikir, melainkan ‘science as a way of knowing’. Artinya, selain sebagai proses, fisika juga meliputi kecenderungan sikap atau tindakan, keingintahuan,

kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur. Nilai-nilai fisika berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat fisika dalam kehidupan manusia, sikap dan tindakan seseorang dalam belajar atau mengembangkan fisika, serta terbentuknya sikap ilmiah, misalnya keingintahuan, keseimbangan antara keterbukaan dan skeptis, kejujuran, ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, dan hemat. Dengan demikian, fisika dapat dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, cara untuk melakukan penyelidikan, serta sebagai kumpulan pengetahuan.

Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diprogramkan dengan beberapa pertimbangan berikut (Kemendikbud, 2014a). Pertama, selain untuk memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali siswa pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diprogramkan dengan beberapa pertimbangan berikut (Kemendikbud, 2014a). Pertama, selain untuk memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu membekali siswa pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri

Tujuan pembelajaran fisika menurut Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2014 adalah sebagai berikut. (1) Menambah keimanan siswa dengan menyadari hubungan keteraturan, keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. (2) Menunjukkan perilaku ilmiah (rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, ulet, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. (3) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan. (4) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. (5) Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. (6) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (7) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan mata pelajaran peminatan MIPA dengan ruang lingkup materi pembelajaran sebagai berikut (Kemendikbud, 2014a). (1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik. (2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika. (3) Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, dan radioaktivitas.

2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tindak guru dalam pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pertama, Kustijono dan Wiwin (2014), dalam penelitiannya tentang pandangan guru SMK di kota Surabaya terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika, berhasil mengungkap bahwa (1) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami prinsip pembelajaran, terutama yang terkait dengan perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan ilmiah, perbedaan pembelajaran parsial dengan pembelaran terpadu, perbedaan pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal dengan pembelajaran yang membutuhkan jawaban multi dimensi, perbedaan pembelajaran verbalisme dengan pembelajaran yang aplikatif, dan pembelajaran yang berprinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di

mana saja adalah kelas; (2) guru berpandangan belum sepenuhnya memahami prinsip penilaian, yaitu cara menilai kompetensi sikap, cara menilai keterampilan, dan cara menyusun instrumen penilaian yang sesuai kaidah; (3) guru berpandangan penyusunan RPP masih terkendala terutama pada sumber belajar (buku teks, internet, lingkungan alam, dan sosial), media pembelajaran yang bervariasi, media yang sesuai dengan materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran saintifik, penilaian autentik, penilaian yang sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi, dan pedoman penskoran; (4) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses meliputi: belum terbiasa menyampaikan kompetensi yang akan dicapai kepada siswa, belum melaksanakan pembelajaran kontekstual dan saintifik, belum memfasilitasi kegiatan mengolah atau menganalisis informasi untuk membuat kesimpulan, belum menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, media yang digunakan belum menghasilkan pesan yang menarik; dan (5) guru berpandangan masih belum dapat melaksanakan penilaian sesuai standar penilaian, terutama yang berhubungan dengan cara mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah, serta cara mengembangkan rubrik penilaian dari instrumen yang dikembangkan tersebut.

Kedua, hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Kemendikbud (2013b) menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru SMA pada Tahun Pelajaran 2013/2014 sudah sesuai (89%) dengan pembelajaran Kurikulum 2013 menurut siswa. Siswa menyatakan diberi kesempatan untuk mengamati, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi, mengolah data dan mengkomunikasikan hasil temuan (pendekatan pembelajaran saintifik). Selain Kedua, hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Kemendikbud (2013b) menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru SMA pada Tahun Pelajaran 2013/2014 sudah sesuai (89%) dengan pembelajaran Kurikulum 2013 menurut siswa. Siswa menyatakan diberi kesempatan untuk mengamati, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi, mengolah data dan mengkomunikasikan hasil temuan (pendekatan pembelajaran saintifik). Selain

Ketiga, Wardani et al (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis kesesuaian kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dengan tujuan pembelajaran di SMAN Mojokerto” menemukan bahwa dari 22 RPP guru biologi yang dianalisis, terdapat 3 RPP yang tidak mengembangkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Analisis lanjutan terhadap sisa 19 RPP tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut.

Tabel 2.4 Hasil Analisis Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran Pendekatan

Saintifik dengan Tujuan Pembelajaran di SMAN Mojokerto Aspek

Kegiatan yang Pendekatan

Penyebab KTP Santifik

Tercantun di

NKTP

RPP

Mengamati Mengamati

Objek yang diamati tidak sesuai lingkungan

(sesuai) dengan tujuan pembelajaran sekitar, charta,

kognitif dan psikomotor, serta video/film, serta

guru tidak mengembangkan artikel atau teks

kegiatan mengamati, dan hanya bacaan.

copy paste kegiatan mengamati pada silabus.

Menanya Kegiatan menanya 57,85 (1) Sebagian besar kegiatan dilaksanakan

(kurang menanya dilaksanakan oleh berdasarkan hasil

sesuai) guru. Kegiatan menanya yang dari kegiatan

demikian adalah tidak tepat mengamati.

karena berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 kegiatan 5M adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu, rumusan kegiatan menanya pada RPP memposisikan siswa sebagai subyek yang mengajukan pertanyaan. (2) Pertanyaan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. (3) Pertanyaan kurang sesuai dengan tujuan karena berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 kegiatan 5M adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu, rumusan kegiatan menanya pada RPP memposisikan siswa sebagai subyek yang mengajukan pertanyaan. (2) Pertanyaan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. (3) Pertanyaan kurang sesuai dengan tujuan

(1) Guru tidak melaksanakan data

lingkungan (kurang praktikum untuk mencapai sekolah, diskusi,

sesuai) tujuan pembelajaran kognitif dan studi literatur,

psikomotor. (2) Kegiatan yang percobaan atau

direncanakan belum sepenuhnya eksperimen, serta

sesuai dengan tujuan mengamati

pembelajaran kognitif yang gambar/charta.

dirumuskan.

Mengasosiasi Berdiskusi dan

(1) Aspek yang didiskusikan menyimpulkan

(kurang kurang memenuhi seluruh tujuan data hasil

sesuai) pembelajaran kognitif, karena pengamatan,

kegiatan mengumpulkan data praktikum dan

juga kurang memenuhi tujuan studi literatur yang

pembelajaran kognitif. (2) diperoleh dari

Kegiatan mengasosiasi data kegiatan

yang direncanakan memang mengumpulkan

tidak sesuai dengan tujuan data.

pembelajaran pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Mengkomuni Mempresentasikan 68,18 (1) Guru tidak mengembangkan Kasikan

hasil pengamatan, (kurang kegiatan mengkomunikasikan. praktikum dan

sesuai) (2) Aspek yang dipresentasikan studi literatur

tidak memenuhi seluruh tujuan secara lisan dan

pembelajaran kognitif yang tertulis.

dirumuskan. (3) Kegiatan mengkomunikasi tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran kognitif dan psikomotor serta tidak sesuai dengan materi yang dipelajari.

Keterangan: NKTP = Nilai Kesesuaian dengan Tujuan Pembelajaran

Sumber: Wardani et al (2014)

Keempat, penelitian mengenai profil authentic assessment guru yang dilakukan oleh Pangastuti (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa sebanyak 36.18% tujuan pembelajaran tidak sesuai dengan task dan rubrik. Penelitian lain mengenai profil paper and pencil test guru biologi yang dilakukan oleh Retnosari (dalam Dewi et al, 2014) menunjukkan bahwa terdapat 39.59% soal tes yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran dan 17.59% soal tidak dikembangkan dari tujuan pembelajaran.

2.5 Kerangka Berpikir

Kurikulum 2013 merupakan salah satu langkah sentral dan strategis dalam rangka penguatan karakter menuju bangsa Indonesia yang madani. Kurikulum 2013 dikembangkan secara komprehensif, integratif, dinamis, akomodatif, dan antisipatif terhadap berbagai tantangan masa depan. Kemunculan Kurikulum 2013 menghasilkan dua suara, yaitu pihak yang setuju dan mendukung implementasi Kurikulum 2013 serta pihak yang menolak implementasi Kurikulum 2013. Kehadiran Kurikulum 2013 yang seakan mendadak membuat guru ataupun pelaku dunia pendidikan mengalami adaptasi tiba-tiba. Banyak pernyataan pesimis yang mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 sulit untuk diterapkan jika dibandingkan dengan Kurikulum 2006.

Implementasi Kurikulum 2013 masih berada dalam taraf uji coba, sehingga belum semua pelaksanaannya berjalan dengan lancar. Namun demikian, pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan implementasi Kurikulum 2013 melalui pelatihan guru dan pengawasan implementasi Kurikulum 2013 oleh kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Penelitian ini bermaksud mengungkapkan implementasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh guru fisika, serta problematika yang dihadapi guru dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah dalam mengembangkan model-model pelatihan Standar Proses Kurikulum 2013 yang tepat.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Alasan Menggunakan Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan memberikan analisis deskriptif terhadap fokus penelitian yang telah dirumuskan, berdasarkan fakta tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan suatu bentuk interaksi sosial dengan gejala yang tidak mudah dipahami dan data yang sulit dipastikan kebenarannya. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diuraikan dengan melakukan penelitian kualitatif untuk menemukan pola-pola hubungan yang jelas.

Karakteristik penelitian ini sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2010), yaitu sebagai berikut. (1) Penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alami, yaitu dengan langsung datang ke SMA Negeri

1 Singaraja. (2) Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu lebih menekankan pada data-data tindak guru dalam bentuk kata-kata atau gambar. (3) Penelitian ini lebih menekankan pada proses daripada produk, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. (4) Analisis data dilakukan secara induktif karena dinilai lebih mampu menguraikan 1 Singaraja. (2) Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu lebih menekankan pada data-data tindak guru dalam bentuk kata-kata atau gambar. (3) Penelitian ini lebih menekankan pada proses daripada produk, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. (4) Analisis data dilakukan secara induktif karena dinilai lebih mampu menguraikan

Jenis penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Creswell (1998) mengemukakan bahwa studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu individu, lembaga, atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit, sehingga hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber, namun terbatas dalam kasus yang akan diteliti (Danim, 2002).

Studi kasus merupakan kajian mengenai unit sosial tertentu, sehingga hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial yang diteliti. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002). Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya jika hanya dipusatkan pada salah satu aspek tertentu, tanpa memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya, studi kasus akan kehilangan artinya jika hanya ditujukan sekadar untuk memperoleh gambaran umum, tanpa menemukan aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam (Creswell, 1998). Berdasarkan paparan Studi kasus merupakan kajian mengenai unit sosial tertentu, sehingga hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial yang diteliti. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002). Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya jika hanya dipusatkan pada salah satu aspek tertentu, tanpa memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya, studi kasus akan kehilangan artinya jika hanya ditujukan sekadar untuk memperoleh gambaran umum, tanpa menemukan aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam (Creswell, 1998). Berdasarkan paparan

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap pra lapangan, (2) tahap lapangan, dan (3) tahap pasca lapangan. Tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

3.2.1 Tahap Pra-Lapangan

Tahap pra-lapangan merupakan tahap penyusunan, perencanaan, dan penyiapan segala bentuk materi yang dibutuhkan pada tahap berikutnya. Pada tahap ini dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.

1. Menyusun rancangan penelitian yang di dalamnya terdapat latar belakang masalah, kajian pustaka, penentuan instrumen, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan tekinik pemeriksaan keabsahan data. Rancangan penelitian disusun selama peneliti mengikuti perkuliahan seminar fisika. Peneliti melakukan bimbingan dengan dosen pengampu mata kuliah seminar, serta melakukan kajian terhadap artikel penelitian, skripsi, dan tesis yang relevan dengan fokus penelitian ini.

2. Memilih tempat penelitian. Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Singaraja. Hubungan positif yang telah dijalin peneliti dengan subjek 2. Memilih tempat penelitian. Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Singaraja. Hubungan positif yang telah dijalin peneliti dengan subjek

3. Penyiapan sarana dan penentuan waktu pelaksanaan penelitian. Sarana yang dimaksud adalah alat tulis, perekam suara, kamera, dan handycam.

4. Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. Peneliti mempersiapan surat ijin pelaksanaan penelitian sebagai kelengkapan administrasi sebelum terjun langsung ke lapangan.

5. Melakukan penjajakan awal dan menilai keadaan lapangan. Maksud dan tujuannya adalah untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam (Moleong, 2007).

6. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang-orang yang berada dalam latar penelitian. Informan dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan.

7. Menentukan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian di koordinasikan oleh peneliti dan informan.

3.2.2 Tahap Lapangan

Tahap lapangan merupakan tahap pengumpulan informasi secara holistik-kontekstual, sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, kegiatan lapangan dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Memahami latar penelitian. Sebelum memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti secara fisik dan mental, mempersiapkan diri untuk terjun ke lapangan. Dari segi fisik, penampilan peneliti akan disesuaikan dengan kebiasaan serta norma yang berlaku di SMA Negeri 1 Singaraja.

2. Pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data, peneliti menggunakan alat-alat penelitian yang sudah dipersiapkan sebelumnya, yaitu perekam suara, handycam, kamera, alat tulis, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu empat bulan sampai data yang diperoleh jenuh.

3. Analisis data di lapangan. Analisis data yang dilakukan peneliti pada tahap ini berupa pengaturan urutan data dan pengkategorian data ke dalam beberapa kategori sesuai dengan fokus penelitian. Analisis terhadap data tersebut dilakukan secara lebih intensif setelah peneliti meninggalkan tempat penelitian.

3.2.3 Tahap Pasca Lapangan

Kegiatan pada tahap pasca lapangan adalah analisis data lanjutan, pengambilan simpulan akhir, konfirmasi, dan penyusunan laporan. Kegiatan analisis data lanjutan dilakukan setelah keseluruhan data terkumpul dan setelah kegiatan pengumpulan data di lapangan berakhir. Kegiatan analisis data lanjutan dilakukan sampai diperoleh simpulan akhir. Pada kegiatan ini, dilakukan pula konfirmasi tentang temuan penelitian kepada informan dan dosen pembimbing. Tahap ini diakhiri dengan penulisan laporan.

3.3 Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif, dikenal istilah situasi sosial yang meliputi tempat dan waktu penelitian, serta pelaku penelitian yang saling berinteraksi secara sinergis. Berikut penjelasan dari masing-masing komponen tersebut.

3.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI Matematika dan Ilmu Alam (MIA) SMA Negeri 1 Singaraja pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, dengan dasar pertimbangan sebagai berikut. (1) SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu sekolah pengembangan Kurikulum 2013. (2) Peneliti pernah melakukan PPL- Awal di sekolah ini, sehingga peneliti memiliki gambaran lebih tentang lingkungan fisik sekolah serta hubungan baik dengan guru fisika dan kepala SMA Negeri 1 Singaraja. (3) Materi pembelajaran fisika kelas XI semester genap relatif abstrak, sehingga berpotensi ditemukannya kendala guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013. (4) Lokasi SMA Negeri 1 Singaraja dekat dengan tempat tinggal peneliti dan kampus UNDIKSHA, sehingga penggunaan waktu, tenaga, dan biaya dapat diminimalisir.

3.3.2 Pelaku Penelitian

Pelaku penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan objek penelitian. Subjek yang diteliti adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Sedangkan objek penelitian ini adalah tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013, yang ditinjau dari pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pelaku penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dan objek penelitian. Subjek yang diteliti adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja. Sedangkan objek penelitian ini adalah tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013, yang ditinjau dari pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

3.4 Data dan Sumber Data Penelitian

3.4.1 Data Penelitian

Data penelitian mengacu pada materi mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dari “dunia” yang sedang diteliti, yaitu berupa fakta-fakta lapangan yang

berhubungan dengan fokus penelitian. Data penelitian merupakan materi yang akan diolah untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Materi yang akan diolah dalam penelitian ini, yaitu (1) checklist kesesuaian perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dengan Standar Proses Kurikulum 2013, (2) transkrip observasi pembelajaran yang dilakukan guru, (3) transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan, serta (4) catatan lapangan yang dibuat peneliti.

3.4.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan (Sugiyono, 2010). Penentuan sumber data penelitian ini juga berdasarkan pada kriteria sumber data penelitian menurut Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), yaitu sebagai berikut. (1) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan hanya sekadar diketahui, namun juga dihayati. (2) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. (3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk Sumber data penelitian ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi yang dibutuhkan (Sugiyono, 2010). Penentuan sumber data penelitian ini juga berdasarkan pada kriteria sumber data penelitian menurut Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), yaitu sebagai berikut. (1) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan hanya sekadar diketahui, namun juga dihayati. (2) Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. (3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk

Guru yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Pemilihan guru model dilakukan berdasarkan pertimbangan senioritas dan pengalaman penerapan Standar Proses Kurikulum 2013. Sumber data siswa diperoleh dari dua orang siswa yang diajar oleh masing-masing guru bersangkutan. Pemilihan siswa tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan prestasi akademik dan jenis kelamin. Hubungan fokus penelitian dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Matriks Hubungan Fokus Penelitian dan Sumber Data

No Fokus Penelitian Sumber Data

1 Pemahaman guru fisika SMA Negeri 1 Guru, kepala sekolah, dan Singaraja tentang Standar Proses

pengawas akademik dari Dinas Kurikulum 2013.

Pendidikan

2 Tindak guru dalam perencanaan Guru, kepala sekolah, pembelajaran fisika berbasis Standar

pengawas akademik, serta Proses Kurikulum 2013

silabus dan RPP guru

3 Tindak guru dalam pelaksanaan Guru, siswa, kepala sekolah, pembelajaran fisika berbasis Standar

pengawas akademik, dan RPP Proses Kurikulum 2013

guru

4 Tindak guru dalam evaluasi Guru, siswa, kepala sekolah, pembelajaran fisika berbasis Standar

pengawas akademik, RPP guru, Proses Kurikulum 2013

instrumen penilaian

5 Problematika yang dihadapi guru dalam Guru, siswa, kepala sekolah, pembelajaran fisika berbasis Standar

pengawas akademik, RPP guru, Proses Kurikulum 2013

instrumen penilaian

6 Upaya untuk mengatasi problematika Guru, siswa, kepala sekolah, guru dalam pembelajaran fisika berbasis dan pengawas akademik Dinas Standar Proses Kurikulum 2013

Pendidikan

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data untuk semua jenis penelitian (Moleong, 2007). Ketepatan penggunaan metode pengumpulan data bergantung pada keperluan, yakni jenis data yang dikumpulkan dan situasi yang dijumpai dalam pengumpulan data. Oleh karena jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa deskripsi tindak pembelajaran guru fisika dalam implementasi Standar Proses Kurikulum 2013, dengan demikian teknik yang digunakan adalah observasi partisipatif, wawancara semiterstruktur, dan studi dokumen. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil data adalah perekam suara, kamera, handycam, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan alat tulis. Penjelasan masing-masing teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut.

3.5.1 Observasi Partisipatif

Dalam observasi partisipatif, peneliti terlibat secara langsung dengan kegiatan subjek penelitian. Sambil melakukan observasi, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh subjek penelitian dan ikut merasakan suka dukanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Patton (dalam Nasution, 2003), bahwa agar bisa menjadi partisipan dan sekaligus observer, peneliti hendaknya turut serta dalam berbagai peristiwa dan kegiatan dari subjek penelitian.

Jenis observasi partisipatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif moderat, di mana dalam mengumpulkan data, peneliti tidak melakukan observasi pada semua aktivitas subjek penelitian, namun hanya terbatas pada beberapa kegiatan yang terkait dengan fokus penelitian. Melalui metode ini, data dikumpulkan dengan cara merekam keseluruhan proses Jenis observasi partisipatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif moderat, di mana dalam mengumpulkan data, peneliti tidak melakukan observasi pada semua aktivitas subjek penelitian, namun hanya terbatas pada beberapa kegiatan yang terkait dengan fokus penelitian. Melalui metode ini, data dikumpulkan dengan cara merekam keseluruhan proses

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi ( Checklist)

Nomor No.

1-5 pembelajaran b. Memuat KI yang sesuai dengan silabus B berbasis

1 Perencanaan a. Identitas RPP

6-9 Standar

c. Kompetensi Dasar (KD)

10-14 Proses

d. Indikator

15-18 Kurikulum

e. Tujuan Pembelajaran

19-26 2013

f. Materi Pembelajaran

27-30 (Analisis

g. Media/sumber pembelajaran

31-34 RPP )

h. Metode Pembelajaran

i. Kegiatan Pembelajaran

35-43

j. Penilaian

44-49

2 Pelaksanaan

a. Kegiatan pendahuluan

50-54

64-70 berbasis

pembelajaran b. Penerapan pendekatan saintifik

c. Penguasaan materi dan pengelolaan 55-61, 75- Standar

81 Proses

pembelajaran

71-74 Kurikulum

d. Penggunaan sumber dan media

pembelajaran

e. Pengembangan aspek religius, sikap, 62-63 pengetahuan, dan keterampilan siswa

f. Kegiatan penutup

82-86

3 Evaluasi

a. Penilaian aspek sikap

87-94

96-99 berbasis

pembelajaran b. Penilaian aspek pengetahuan

100-105 Standar

c. Penilaian aspek keterampilan

106 Proses

d. Remedi

107 Kurikulum

e. Pengayaan

Keterangan

 : Indikator yang dimaksud telah dilakukan - : Indikator yang dimaksud tidak dilakukan

3.5.2 Wawancara Semiterstruktur

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam (Sugiyono, 2010). Dalam wawancara, biasanya terjadi tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berpijak pada fokus penelitian. Dengan kata lain, wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan narasumber untuk memperoleh informasi tertentu.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara semiterstruktur yang mendalam, di mana peneliti menyiapkan pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis, namun dalam pelaksanaannya, pertanyaan wawancara dapat berkembang di luar pedoman tersebut. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancarai dimintai penjelasan mengenai hal-hal yang melatar belakangi perilakunya.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap beberapa sumber data penelitian, yaitu guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng. Wawancara dengan guru bertujuan untuk memperoleh data primer, yaitu pemahaman guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013; tindak guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 pada perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran; problematika guru dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013; upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika tersebut; serta alasan-alasan yang melatarbelakangi aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru, yang terekam dalam transkrip observasi dan studi dokumen.

Sedangkan wawancara dengan siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik bertujuan untuk memperoleh data triangulasi hasil wawancara dengan guru. Kisi- kisi pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Nomor

No. Aspek

Indikator

Pertanyaan

1 Pehaman tentang

1, 5, 25-28 konsep

a. Penerapan Standar Proses

Kurikulum 2013 secara umum pembelajaran

di SMAN 1 Singaraja

2-4, 29 Proses Kurikulum

berbasis Standar

b. Sumber pengetahuan tentang

Standar Proses Kurikulum 2013 2013

c. Pemahaman guru tentang

7-10

perencanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

d. Pemahaman guru tentang

6, 11-14

pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

15- 20 evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

e. Pemahaman guru tentang

f. Supervisi akademik pemahaman 30-32, 35-38 guru tentang konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

41-42 pembelajaran

2 Perencanaan

a. Persiapan perencanaan

pembelajaran

berbasis Standar

43- 55 Proses Kurikulum

b. Penyusunan RPP

58- 70 2013

c. Supervisi akademik

perencanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

3 Pelaksanaan

111-117 pembelajaran

a. Kondisi fisik pembelajaran

74-78, 118-124 berbasis Standar

b. Kegiatan pendahuluan

79-81 Proses Kurikulum

c. Penerapan metode dan model

pembelajaran

d. Penerapan pendekatan saintifik 82-87, 136-141

e. Penguasaan materi dan

148-159

pengelolaan pembelajaran

f. Penggunaan sumber dan media

88- 92, 125-135

pembelajaran pembelajaran

93-98, 142- 147

h. Pengembangan aspek religius,

99- 104

sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa

i. Kegiatan penutup

105-107, 160-164 j. Supervisi akademik pelaksanaan 168-170, 175-176

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

4 Evaluasi

180-186, 217-219 pembelajaran

a. Penilaian aspek pengetahuan

187-195, 220-223 berbasis Standar

b. Penilaian aspek sikap

196-203, 224-226 Proses Kurikulum

c. Penilaian aspek keterampilan

204-211, 227-230 2013

d. Remedi dan pengayaan

e. Supervisi akademik evaluasi

234-239, 243-244

pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

5 Problematika

21- 24, 33-34, 39- penerapan Standar

a. Problematika pehaman konsep

40 Proses Kurikulum

pembelajaran berbasis Standar

Proses Kurikulum 2013 dan

2013 dan upaya

upaya penyelesaiannya

penyelesaiannya

b. Problematika perencanaan

56, 57, 65, 66-68,

pembelajaran dan upaya

71-73

penyelesaiannya

c. Problematika pelaksanaan

108-110, 165, 167,

pembelajaran dan upaya

171-174, 177, 179

penyelesaiannya

d. Problematika evaluasi

212-216, 231-233,

pembelajaran dan upaya

240-242, 245-247

penyelesaiannya

3.5.3 Studi Dokumen

Studi dokumen digunakan sebagai pelengkap dari data yang diperoleh pada metode observasi partisipatif dan wawancara semiterstruktur. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa data penelitian dari hasil observasi dan wawancara akan lebih dipercaya jika didukung oleh suatu dokumen tentang data tersebut. Dokumen yang dikaji dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran, foto-foto dan video proses pembelajaran, serta dokumen instrumen dan hasil evaluasi pembelajaran yang dibuat guru. Matriks rencana pengumpulan data secara umum disajikan pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Matriks Pengumpulan Data Teknik

Sumber

No Aspek

Pengumpulan

Alat Pengumpul

Data Data

1 Pemahaman guru Guru, kepala Wawancara Pedoman terhadap Standar

wawancara, catatan Proses Kurikulum pengawas

sekolah, dan semiterstruktur

lapangan, dan 2013.

perekam suara

2 Perencanaan

Pedoman pembelajaran

Guru, kepala Wawancara

semiterstruktur, wawancara, berbasis Standar

sekolah,

perekam suara, Proses Kurikulum silabus, dan

pengawas,

observasi

partisipatif, dan pedoman observasi, 2013

RPP guru

studi dokumen

dan catatan lapangan

3 Pelaksanaan

Pedoman pembelajaran

Guru, siswa, Wawancara

semiterstruktur, wawancara, berbasis Standar

kepala

perekam suara, Proses Kurikulum pengawas,

sekolah,

observasi

partisipatif, dan pedoman observasi, 2013

dan RPP guru studi dokumen

catatan lapangan, dan handycam.

Pedoman pembelajaran

4 Evaluasi

Guru, siswa, Wawancara

semiterstruktur, wawancara, berbasis Standar

kepala

perekam suara, Proses Kurikulum pengawas,

sekolah,

observasi

partisipatif, dan pedoman observasi, 2013

RPP guru,

studi dokumen

catatan lapangan,

dan

dan handycam.

instrumen penilaian

Pedoman penerapan

5 Problematika

Guru, siswa, Wawancara

semiterstruktur, wawancara, Standar Proses

kepala

perekam suara, Kurikulum 2013

sekolah,

observasi

partisipatif, dan pedoman observasi, dan upaya

pengawas,

dan catatan lapangan penyelesaiannya. dan dokumen

RPP guru,

studi dokumen

penilaian pembelajaran

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Nasution (2003) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya adalah bahwa segala sesuatu yang akan diteliti belum memiliki bentuk yang pasti.

Keadaan yang serba tidak pasti tersebut menyebabkan hanya peneliti itu sendiri satu-satunya alat yang dapat menghadapinya.

Peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Nasution, 2003). (1) Peneliti sebagai alat, peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan. (2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan beranekaragam data sekaligus. (3) Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan informasi, kecuali peneliti itu sendiri. (4) Situasi yang melibatkan interaksi manusia, dipahami oleh peneliti dengan sering merasakannya dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. (5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. (6) Hanya peneliti sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakannya segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan atau perubahan. (7) Setiap situasi merupakan bagian dari keseluruhan. Menurut Sugiyono (2010), peneliti kualitatif sebagai instrumen kunci berfungsi menetapkan fokus, memilih narasumber, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas temuannya.

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah melakukan analisis data secara kolektif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah melakukan analisis data secara kolektif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah penelitian yang telah ditentukan. Oleh karena itu, analisis data dilakukan sepanjang penelitian secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian melalui proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip- transkrip wawancara, catatan lapangan, dan sumber data lain. Analisis data melibatkan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data, pencarian pola-pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dengan demikian, dalam penelitian ini, analisis data merupakan proses mencari, menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengatur secara sistematis data yang diperoleh dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja, menemukan makna yang terjadi dalam latar penelitian, kemudian mengangkatnya menjadi sebuah teori sebagai hasil temuan penelitian.

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif, yaitu dengan menemukan simpulan akhir berdasarkan data yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dari lokasi penelitian (Sugiyono, 2010). Dalam menganalisis data penelitian, peneliti menggunakan kerangka berpikir analisis data yang diadaptasi dari model interaktif Miles dan Huberman. Terdapat tiga tahapan analisis data yang dilakukan, yaitu (1) reduksi data (data reduction), (2) paparan data (data display), serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi data (conclusion drawing and verification). Alur aktivitas peneliti pada ketiga tahap analisis data tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut.

Data Collection Data Display

Data Reduction Conclusions

Drawing/Verification

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)

(Sugiyono, 2010)

3.6.1 Reduksi Data ( Data Reduction)

Reduksi data adalah proses memilih dan menyarikan data kasar yang diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya diberikan kode. Reduksi data dan penyajian hasilnya dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data berlangsung. Berdasarkan hasil reduksi tersebut, kemudian ditarik kesimpulan sementara. Jika pada sajian dirasakan masih terdapat kejanggalan-kejanggalan, maka segera diadakan reduksi melalui verifikasi data dengan data yang lain untuk mencari data baru (Sugiyono, 2010).

Langkah kerja yang dilakukan pada tahap reduksi data adalah sebagai berikut. Data pada catatan lapangan disusun kembali dan dicocokan dengan data yang termuat pada transkrip observasi dan trasnkrip wawancara, sehingga menggambarkan kegiatan pembelajaran secara utuh dan menyeluruh. Gambaran data tersebut dipilih dan disarikan, diberi kode atau tanda, dan diberi catatan kecil menurut relevansinya dengan fokus penelitian. Pengkodean ini bertujuan agar data yang diperoleh tidak tercampur dengan data lainnya, di samping juga akan mempermudah peneliti saat menarasikan hasil penelitian. Teknik pengkodean dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Teknik Pengkodean Data Klasifikasi Kode

Kode

Arti Kode

Teknik pengumpulan data

Studi Dokumen Urutan pengumpulan data

Dok

D1 Data pertama D2 Data kedua

dan seterusnya.

Informan

GA Guru A GB Guru B

SGA

Siswa guru A

SGB

Siswa guru B

KS

Kepala sekolah

PGW

Pengawas

Waktu pengambilan data

Contoh:

11 Januari 2015

11-01-15

Temuan

T1

Temuan pertama

T2

Temuan kedua

dan seterusnya.

Berdasarkan teknik pengkodean tersebut, jika ditemukan kode Wan/D1/GA/11-04-15/T3, maka kode tersebut berarti temuan ketiga dalam wawancara pertama dengan Guru A yang dilaksanakan pada 11 April 2015. Setelah data dikodekan, selanjutnya data dikelompokkan sesuai dengan fokus penelitian yang telah dirumuskan.

3.6.2 Paparan Data ( Data Display)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah tahap pemaparan atau penyajian data. Data penelitian kualitatif dapat disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kata-kata yang bersifat naratif. Pemaparan data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, serta memudahkan untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3.6.3 Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan sebelumnya masih bersifat sementara dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat, yang mendukung kesimpulan tersebut pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2010). Jika kesimpulan yang dibuat dirasakan masih memuat kejanggalan-kejanggalan, maka peneliti harus melakukan verifikasi dengan sumber data. Namun, jika pada tahap pengumpulan data berikutnya telah ditemukan bukti pendukung kesimpulan awal, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan akhir. Alur pengumpulan data sampai analisis data dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.2 Alur Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data Penelitian

3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif sering hanya ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan obyektif. Validitas merupakan derajat ketepatan antar data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Nasution, 2003). Agar data benar- benar akurat, sahih, representatif, dan layak untuk dianalisis, maka dalam penelitian ini digunakan empat teknik pemeriksaan data menurut Moleong (2007), yaitu sebagai berikut.

3.7.1 Kredibilitas ( Credibility)

Kredibilitas merupakan validitas internal, yang berhubungan dengan nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara berkesinambungan, menggunakan referensi pembanding, triangulasi sumber dan teknik pengumpulan data, dan diskusi dengan teman sejawat yang melakukan penelitian sejenis.

3.7.2 Tranferabilitas ( Transferability)

Transferabilitas merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif, yang menyatakan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil (Sugiyono, 2010). Pengujian transferabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat laporan yang uraiannya rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Pengujian ini bertujuan Transferabilitas merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif, yang menyatakan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil (Sugiyono, 2010). Pengujian transferabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat laporan yang uraiannya rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Pengujian ini bertujuan

3.7.3 Dependabilitas ( Dependendability)

Dependabilitas merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai mutu dari proses penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2010). Pengujian dependabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Proses penelitian yang dimaksud adalah penentuan fokus masalah, proses memasuki SMA Negeri 1 Singaraja, penentuan sumber data, analisis data, pengujian keabsahan data, dan pembuatan kesimpulan hasil penenlitian. Menurut Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2010), jika peneliti tidak mampu menunjukkan jejak aktivitas lapangan, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.

3.7.4 Konfirmabilitas ( Confirmability)

Pengujian konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji objektivitas penelitian (Sugiyono, 2010). Penelitian dikatakan objektif, jika hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa penelitian dinyatakan memenuhi standar konfirmabilitas, jika hasil penelitian tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, pengujian konfirmabilitas dapat dilakukan secara bersamaan dengan pengujian dependabilitas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini meliputi tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut. (1) Gambaran umum tempat penelitian. (2) Gambaran umum pembelajaran fisika di SMA yang diteliti. (3) Temuan penelitian, yang meliputi (a) pemahaman guru fisika tentang Standar Proses Kurikulum 2013, (b) tindak guru dalam perencanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (c) tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (d) tindak guru dalam evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (e) problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, dan (f) upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu dari lima sekolah pengembangan Kurikulum 2013 di Kabupaten Buleleng, Bali. SMA Negeri 1 Singaraja beralamat di Jalan Pramuka, Nomor 4, Singaraja. Kurikulum 2013 di sekolah ini telah diterapkan sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Dengan demikian, pada Tahun Pelajaran 2014/2015, pembelajaran berbasis Standar Proses

Kurikulum 2013 hanya diterapkan di kelas X dan kelas XI, sedangkan untuk kelas

XII masih menggunakan Standar Proses Kurikulum 2006. SMA Negeri 1 Singaraja secara resmi berdiri pada 1 Nopember 1950

(Litbang, 2015). Ini berarti bahwa sekolah ini sudah cukup tua dan telah memiliki pengalaman selama 65 tahun. Hal ini terlihat juga dari bangunan gedung utama sekolah ini yang masih berdisain arsitektur Belanda. Gedung utama tersebut masih berdiri kokoh sampai saat ini, meskipun bangunan tersebut telah direnovasi pada beberapa bagian. Namun demikian, renovasi yang dilakukan tidak merubah estestika arsitektur bangunan tersebut.

Observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan bahwa fasilitas pendukung pembelajaran di SMA Negeri 1 Singaraja adalah ruang kelas, ruang perpustakaan, bank mini, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biologi, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan ruang multimedia. Setiap ruangan telah dilengkapi dengan sarana teknologi informasi, seperti LCD proyektor dan intercom. Ruang laboratorium komputer, laboratorium bahasa, dan ruang multimedia telah dilengkapi dengan fasilitas komputer, tape, dan televisi. Jumlah ruang kelas di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 31 kelas, dengan rincian 11 ruang kelas X, 10 ruang kelas XI, dan 10 ruang kelas XII. Kelas X terbagi menjadi 9 jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam), 1 jurusan Babud (Bahasa dan Budaya, dan 1 jurusan IIS (Ilmu Sosial). Sedangkan kelas XI dan XII terbagi menjadi 8 jurusan MIA, 1 jurusan Babud, dan 1 jurusan IIS. Fasilitas internet di SMA Negeri 1 Singaraja telah dikembangkan melalui jaringan kabel maupun wireless yang dapat diakses dari seluruh lingkungan sekolah.

Penyelenggaraan SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan oleh kepala sekolah yang dibantu oleh lima wakil kepala sekolah. Wakil kepala sekolah memiliki beberapa asisten yang membidangi tugas tertentu. Selain itu, penyelenggaraan sekolah juga dibantu oleh guru-guru, staf pegawai, dan tim ICT. Semua komponen tersebut bersinergi melaksanakan penyelenggaraan sekolah berdasarkan sistem struktural organisasi yang terdapat di SMA Negeri 1 Singaraja. Jumlah siswa SMA Negeri 1 Singaraja pada Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah 860 orang, dengan rincian siswa kelas X berjumlah 306 orang, siswa kelas XI berjumlah 303 orang, dan siswa kelas XII berjumlah 251 orang (Data Siswa SMA Negeri 1 Singaraja menurut Jenis Kelamin Per Rombel, 2015). Sedangkan jumlah PNS di SMA Negeri 1 Singaraja adalah 63 orang, dengan rincian 55 orang guru dan 8 orang staf (DUK PNS SMA Negeri 1 Singaraja, 2015).

4.1.2 Gambaran Umum Pembelajaran Fisika di SMA yang Diteliti

Mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja diampu oleh enam orang guru fisika, dengan rincian lima orang guru telah tersertifikasi dan telah memiliki gelar magister, serta satu orang guru bergelar sarjana dan belum tersertifikasi. Pembagian jam mengajar dilakukan dengan kesepakatan bahwa setiap guru mengampu mata pelajaran fisika dari dua angkatan yang berbeda. Pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan di 25 kelas, dengan rincian 9 kelas untuk angkatan kelas X, 8 kelas untuk angkatan kelas XI, dan 8 kelas untuk angkatan kelas XII (Wan/D1/KS/11-06-2015/T1). Berdasarkan data absensi siswa SMA Negeri 1 Singaraja semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015, jumlah total siswa yang mengikuti pembelajaran fisika adalah 797 orang, dengan rincian rerata rombongan belajar 32 orang untuk angkatan kelas X, 36 orang untuk angkatan Mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja diampu oleh enam orang guru fisika, dengan rincian lima orang guru telah tersertifikasi dan telah memiliki gelar magister, serta satu orang guru bergelar sarjana dan belum tersertifikasi. Pembagian jam mengajar dilakukan dengan kesepakatan bahwa setiap guru mengampu mata pelajaran fisika dari dua angkatan yang berbeda. Pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan di 25 kelas, dengan rincian 9 kelas untuk angkatan kelas X, 8 kelas untuk angkatan kelas XI, dan 8 kelas untuk angkatan kelas XII (Wan/D1/KS/11-06-2015/T1). Berdasarkan data absensi siswa SMA Negeri 1 Singaraja semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015, jumlah total siswa yang mengikuti pembelajaran fisika adalah 797 orang, dengan rincian rerata rombongan belajar 32 orang untuk angkatan kelas X, 36 orang untuk angkatan

Pada Tahun Pelajaran 2014/2015, mata pelajaran peminatan fisika untuk kelas XI tidak diprogramkan. Dengan demikian, siswa kelas XI yang memperoleh pembelajaran fisika hanya siswa yang berasal dari jurusan MIA. Mata pelajaran peminatan kelompok IPA untuk kelas XI yang diprogramkan hanya kimia dan biologi. Hal ini dikarenakan jam mengajar untuk guru-guru fisika sudah terpenuhi, sedangkan jam mengajar untuk guru-guru kimia dan biologi masih kurang (Wan/D3/GB/30-04-2015/T1).

Jumlah jam pelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika adalah sebagai berikut. Angkatan kelas X dan XI yang pada Tahun Pelajaran 2014/2015 menggunakan Kurikulum 2013, adalah 4 jam pelajaran untuk 2 kali pertemuan setiap minggu. Dengan demikian, setiap pertemuan siswa kelas X dan XI memperoleh 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran fisika. Sedangkan kelas XII yang masih menggunakan Kurikulum 2006, jumlah jam pelajarannya adalah 5 jam untuk 2 kali pertemuan per minggu, sehingga siswa angkatan kelas XII memperoleh 2,5 jam pelajaran untuk setiap pertemuan (Wan/D1/KS/11-06-

2015/T3)

Pembelajaran tatap muka untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dilaksanakan di tiga tempat, yaitu di kelas, di laboratorium fisika, dan di lab komputer. Kepala SMA Negeri 1 Singaraja menjelaskan bahwa terdapat guru fisika yang melaksanakan pembelajaran online, sehingga pembelajaran harus dilakukan di lab komputer (Wan/D1/KS/11-06-2015/T4). Observasi awal yang dilakukan peneliti pada 8 April 2015 menemukan bahwa salah satu fasilitas pendukung pembelajaran fisika adalah LCD yang terpasang di setiap kelas. Peneliti juga menemukan bahwa selain menggunakan buku, siswa juga menggunakan internet sebagai sumber belajar.

4.1.3 Temuan Penelitian

Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama penelitian, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan pada bab satu. Temuan-temuan pada penelitian ini mendeskripsikan tindak guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singaraja, yang meliputi pemahaman guru terhadap konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 yang dilakukan, problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi problematika tersebut. Data yang dipaparkan merupakan deskripsi riil temuan peneliti terhadap tindak pembelajaran guru fisika yang mengajar di SMA Negeri 1 Singaraja. Guru yang diteliti berjumlah dua orang. Data diperoleh dari hasil observasi partisipatif, wawancara semi terstruktur, dan kajian dokumen- dokumen yang terkait dengan fokus penelitian.

4.1.3.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013

Pemahaman guru terhadap Standar Proses Kurikulum 2013 dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan dokumen Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pembelajaran di SMA, keikutsertaan guru dalam kegiatan pelatihan Kurikulum 2013, pemahaman guru terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, serta perbedaannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006.

A. Pemahaman Guru A

Guru A memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum sekolah dan workshop kurikulum pusat, serta membaca langsung teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 yang didownload secara mandiri melalui internet. Guru A mengungkapkan bahwa pemerintah pusat tidak memberikan panduan berupa buku khusus yang memuat konsep pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T1). Guru A mengaku telah mengikuti workshop kurikulum sebanyak tiga kali, dengan rincian workshop yang diadakan sekolah sebanyak dua kali dan workshop yang diadakan pusat sebanyak satu kali. Guru A mengungkapkan bahwa hal yang dibahas ketika mengikuti workshop adalah teknis evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru mengalami permasalahan dalam melakukan evaluasi, seperti permasalahan dalam menyusun rubrik penilaian dan teknis pelaksanaannya

(Wan/D1/GA/18-04-2015/T2).

Guru A memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian siswa. Pada Kurikulum 2006, pengembangan aspek kepribadian siswa dituntut secara implisit

dan sederhana, sedangkan pada Kurikulum 2013, pengembangannya dituntut secara eksplisit dan terperinci. Namun demikian, tuntutan penerapan pendekatan saintifik dan model pembelajaran discovery learning, problem based learning, dan project based learning pada Kurikulum 2013 dinilai bukan merupakan hal yang baru dalam pembelajaran fisika. Guru A percaya bahwa tuntutan penerapan pendekatan saintifik tidak akan menjadi permasalahan bagi guru mata pelajaran IPA karena sebagian besar guru IPA sudah terbiasa menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Kalau untuk guru IPA, pendekatan saintifik mungkin nggak terasa. Tapi bagi orang IPS, proses belajarnya jadi berbeda. Saya sering pakek problem based learning dan project based learning. Jadi, ada Kurikulum 2013 yang merekomendasikan tiga model, problem based learning, inquiry, sama project. Ya udah, sudah biasa bagi guru IPA ” (Wan/D1/GA/18-04- 2015/T26).

Guru A menilai proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 2006. Guru A memahami karakteristik pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 sebagai suatu proses bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pendekatan saintifik. Menurut Guru A, pendekatan saintifik adalah sebuah proses pembelajaran yang mengadaptasi langkah-langkah ilmuan dalam melakukan penelitian, yaitu menemukan masalah, menanya, merumuskan hipotesis, mengeksplorasi sumber, mengelaborasi, dan mengkomunikasikan. Guru

A memahami bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru dalam Kurikulum 2013 karena langkah-langkah A memahami bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru dalam Kurikulum 2013 karena langkah-langkah

Guru A memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 lebih terperinci dibandingkan dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013, guru diwajibkan menggunakan pendekatan saintifik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, dengan didukung oleh model-model pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat. Dengan demikian, perencanaan kegiatan pembelajaran pada RPP yang dibuat oleh guru harus memunculkan langkah-langkah pendekatan saintifik tersebut. Berbeda dengan Kurikulum 2006, di mana model pembelajaran tidak ditentukan oleh pusat, sehingga guru bebas memilih model pembelajaran yang akan diterapkan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T5).

Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 tidak jauh berbeda. Menurut Guru A, yang membedakan teknis pengembangan RPP Kurikulum 2013 dan RPP Kurikulum 2006 adalah sistem penyusunan silabus serta istilah KI dan SK yang termuat pada silabus. Pada Kurikulum 2013, silabus sudah disediakan oleh pusat, sehingga guru tidak perlu membuat silabus, sedangkan pada Kurikulum 2006, guru harus mengembangkan silabus secara mandiri atau berkelompok. Pada silabus Kurikulum 2013, istilah yang digunakan adalah Kompetensi Inti, sedangkan pada Kurikulum 2006, istilah yang digunakan adalah Standar Kompetensi. Perbedaannya adalah KI pada Kurikulum 2013 menekankan aspek ketuhanan, sedangkan SK pada Kurikulum 2006 tidak. Namun demikian, dari segi langkah- Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 tidak jauh berbeda. Menurut Guru A, yang membedakan teknis pengembangan RPP Kurikulum 2013 dan RPP Kurikulum 2006 adalah sistem penyusunan silabus serta istilah KI dan SK yang termuat pada silabus. Pada Kurikulum 2013, silabus sudah disediakan oleh pusat, sehingga guru tidak perlu membuat silabus, sedangkan pada Kurikulum 2006, guru harus mengembangkan silabus secara mandiri atau berkelompok. Pada silabus Kurikulum 2013, istilah yang digunakan adalah Kompetensi Inti, sedangkan pada Kurikulum 2006, istilah yang digunakan adalah Standar Kompetensi. Perbedaannya adalah KI pada Kurikulum 2013 menekankan aspek ketuhanan, sedangkan SK pada Kurikulum 2006 tidak. Namun demikian, dari segi langkah-

Ditinjau dari segi komponen RPP, Guru A mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006. Perbedaan yang dimaksud terletak pada komponen KI-KD, komponen materi, dan komponen penilaian. KI-KD dalam Kurikulum 2013 memuat aspek ketuhanan, sedangkan SK-KD dalam Kurikulum 2006 tidak. Komponen materi dalam Kurikulum 2013 dikategorikan ke dalam fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan dalam Kurikulum 2006, komponen materi dijabarkan sesuai dengan urutan materi yang akan disampaikan di kelas. Guru A menyatakan bahwa komponen penilaian dalam Kurikulum 2013 jauh berbeda dengan Kurikulum 2006. Disamping itu, Guru A juga menilai bahwa penilaian dalam Kurikulum 2013 lebih berat dibandingkan dengan penilaian dalam Kurikulum 2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T8).

Pemahaman Guru A tentang pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan pandangan Guru A terhadap standar proses kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup pembelajaran yang ideal sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013, serta perbandingannya dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Pemahaman Guru A terhadap standar proses kegiatan pendahuluan adalah sebagai berikut. Menurut Guru A, hal terpenting yang harus dilakukan pada saat membuka pembelajaran adalah memberikan apersepsi. Guru A menyatakan bahwa kegiatan apersepsi dilakukan dengan menyampaikan fenomena atau aplikasi kontekstual yang terkait

dengan materi yang akan dipelajari siswa. Guru A tidak setuju bahwa apersepsi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengulas materi pembelajaran sebelumnya. Guru A memandang apersepsi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengarahkan siswa agar mengetahui manfaat materi yang akan dipelajari, sehingga siswa akan tertarik untuk mempelajarinya. Jika siswa tertarik dengan materi pembelajaran tersebut, maka siswa akan bertanya dan mengajukan hipotesis, sehingga akan merangsang siswa untuk mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Dengan demikian, semua aspek pendekatan saintifik yang dituntut dalam Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik. Namun, jika kegiatan apersepsi yang disampaikan guru merupakan ulasan dari materi pembelajaran sebelumnya, maka menurut Guru A, siswa tidak akan tertarik karena tidak menangkap manfaat materi pembelajaran dalam kehidupan nyata. Akibatnya, aspek-aspek pendekatan saintifik tidak akan berjalan dengan baik dan pembelajaran akan didominasi oleh guru (Wan/D1/GA/18-04-2015/T9).

Pada kegiatan inti, Guru A memahami bahwa kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan sesuai dengan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Guru A berpandangan bahwa kegiatan mengumpulkan informasi tidak hanya dilakukan dengan membaca buku, namun juga dapat dilakukan dengan praktikum dan mencari informasi dari internet. Guru A memahami bahwa model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan inti harus sesuai dengan model pembelajaran yang direkomendasikan oleh pusat. Pemilihan model pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik materi dan kondisi kelas (Wan/D1/GA/18-04-2015/T10).

Guru A memahami bahwa penerapan pendekatan saintifik tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan aspek pengetahuan, namun juga bertujuan untuk mengembangkan aspek sosial dan keterampilan siswa. Guru A memahami bahwa proses pengembangan kompetensi siswa melalui pendekatan saintifik berawal dari pengembangan aspek pengetahuan. Pengembangan aspek pengetahuan tersebut akan berdampak pada pengembangan aspek sosial dan keterampilan siswa. Kompetensi sosial dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran berkelompok, sedangkan kompetensi keterampilan dikembangkan melalui kegiatan komunikasi dan mengerjakan sesuatu, seperti praktikum dan proyek (Wan/D1/GA/18-04- 2015/T11).

Guru A percaya bahwa aspek religius tidak hanya dilihat dari hubungan siswa dengan Tuhan, melainkan juga hubungan siswa dengan orang lain, dan hubungan siswa dengan lingkungannya (Tri Hita Karana). Berdasarkan pemahaman tersebut, Guru A menilai bahwa aspek religius tidak dapat dikembangkan hanya dengan mengajak siswa berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran. Guru A meyakini bahwa pengembangan aspek religius dapat dilakukan dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa, sehingga siswa dapat menyadari kebesaran Tuhan dan bersyukur dengan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Secara detail, saya masih kurang paham dengan religius, karena pusat melihatnya religius siswa dikembangkan dengan berdoa sebelum belajar, saya nggak. Level religiusnya orang Indonesia sampai berdoa, gitu. Jadi, rajin berdoa sudah religius. Kalau orang sering membantu, tapi nggak pernah berdoa, bukan

orang religius, gitu?” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T12).

Guru A memahami bahwa kegiatan penutup pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013 tidak berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006 (Wan/D1/GA/18-04-2015/T14). Menurut Guru A, yang harus dilakukan pada kegiatan penutup adalah mengulas kembali konsep-konsep yang telah dipelajari dan memberikan gambaran materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya agar siswa dapat mempersiapkan materi tersebut di rumah. Guru A tidak setuju bahwa kegiatan merangkum materi pembelajaran merupakan bagian dari kegiatan penutup. Menurut Guru A, kegiatan merangkum materi pembelajaran seharusnya dilakukan di akhir fase kegiatan inti, sebelum guru melakukan evaluasi. Guru A juga memahami bahwa pemberian kuis dan PR merupakan bagian akhir dari kegiatan inti. Menurut Guru A, yang dilakukan pada kegiatan penutup hanya menyampaikan gambaran kegiatan dan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya, serta menyampaikan salam penutup (Wan/D1/GA/18-04-2015/T13).

Guru A memahami bahwa penilaian pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013 mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian sikap dilakukan dengan metode observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan dengan tes tulis dan tes lisan, sedangkan penilaian aspek keterampilan dilakukan dengan penilaian proyek dan penilaian portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T15). Guru A mengungkapkan bahwa penilaian pembelajaran sebaiknya dilakukan secara bertahap bukan serentak. Menurut Guru A, jika guru melakukan penilaian secara serentak untuk semua jenis penilaian setiap pertemuan, maka guru hanya akan terfokus pada proses penilaian tersebut. Akibatnya, proses pembelajaran akan Guru A memahami bahwa penilaian pembelajaran dalam Standar Proses Kurikulum 2013 mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian sikap dilakukan dengan metode observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan dengan tes tulis dan tes lisan, sedangkan penilaian aspek keterampilan dilakukan dengan penilaian proyek dan penilaian portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T15). Guru A mengungkapkan bahwa penilaian pembelajaran sebaiknya dilakukan secara bertahap bukan serentak. Menurut Guru A, jika guru melakukan penilaian secara serentak untuk semua jenis penilaian setiap pertemuan, maka guru hanya akan terfokus pada proses penilaian tersebut. Akibatnya, proses pembelajaran akan

Guru A menyatakan bahwa Standar Penilaian Kurikulum 2013 berbeda dengan Kurikulum 2006. Ditinjau dari segi penilaian aspek pengetahuan, Kurikulum 2013 memuat penilaian lisan, sedangkan Kurikulum 2006 tidak memuat hal tersebut. Dari segi penilaian sikap, Kurikulum 2006 tidak memuat penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa, hanya penilaian observasi. Sedangkan dalam Kurikulum 2013, semua jenis penilaian sikap tersebut wajib dilaksanakan oleh guru. Terakhir, dari segi penilaian aspek keterampilan, dalam Kurikulum 2006, guru diberikan kebebasan untuk menentukan jenis penilaian aspek keterampilan yang akan digunakan. Sedangkan dalam Kurikulum 2013, jenis penilaian aspek keterampilan sudah ditentukan oleh pusat, yaitu penilaian proyek dan portofolio (Wan/D1/GA/18-04-2015/T17).

Guru A memahami bahwa teknis remedial dalam Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 tidak berbeda. Guru A menjelaskan bahwa remedial adalah sebuah upaya perbaikan terhadap materi yang belum dipahami siswa. Dengan demikian, sebelum memberikan ujian remedi, guru seharusnya membahas materi yang belum dipahami siswa tersebut, bukan langsung mengadakan ujian ulang. Sedangkan untuk pengayaan, Guru A memahaminya sebagai upaya memperkaya pengetahuan siswa dengan materi yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pengayaan diberikan kepada siswa yang nilai ulangannya telah memenuhi KKM (Wan/D1/GA/18-04-2015/T18).

B. Pemahaman Guru B

Guru B telah menerapkan Standar Proses Kurikulum 2013 selama dua tahun, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Guru B memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum sekolah yang rutin dilaksanakan setiap awal tahun ajaran baru. Guru B tidak pernah mengikuti workshop kurikulum pusat. Workshop pusat hanya diikuti oleh beberapa guru sebagai perwakilan sekolah. Setelah mengikuti workshop pusat, guru tersebut diberikan tugas untuk menyampaikan pengetahuan yang diperolehnya kepada guru-guru lain pada workshop sekolah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T1). Guru B mengaku bahwa workshop yang diadakan oleh pihak sekolah membantunya memahami teknis penyusunan administrasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Guru B juga mengaku memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari teks panduan yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Teks panduan yang dimaksud yaitu Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, silabus, dan contoh RPP dari guru yang sudah mengikuti workshop kurikulum pusat. Guru B mengungkapkan bahwa contoh RPP tersebut adalah RPP mata pelajaran matematika. Namun demikian, Guru B mengaku mampu mengadaptasi contoh RPP tersebut karena mata pelajaran matematika relatif sama dengan mata pelajaran fisika (Wan/D1/GB/25-04-2015/T3).

Guru B memahami perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung. Menurut Guru B, yang harus disiapkan guru dalam kegiatan perencanaan adalah LKS, RPP, dan media pembelajaran. LKS perlu disiapkan karena LKS yang termuat dalam buku guru masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario Guru B memahami perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung. Menurut Guru B, yang harus disiapkan guru dalam kegiatan perencanaan adalah LKS, RPP, dan media pembelajaran. LKS perlu disiapkan karena LKS yang termuat dalam buku guru masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario

Guru B menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara standar perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006. Perbedaan yang dimaksud terletak pada pemaparan kegiatan pembelajaran dalam RPP. Dalam Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran dipaparkan sesuai dengan aspek-aspek pendekatan saintifik, sedangkan dalam Kurikulum 2006, kegiatan pembelajaran dipaparkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun demikian, Guru B menilai bahwa pada dasarnya kedua hal tersebut sama dan berhubungan. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci dalam RPP, sedangkan pada Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T6).

Pemahaman Guru B terhadap pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan berdasarkan pemahamannya tentang teknis membuka pembelajaran, teknis melaksanakan kegiatan inti pembelajaran, dan teknis menutup pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013. Menurut Guru B, yang harus dilakukan ketika membuka pembelajaran adalah menyapa siswa, melakukan absensi, menyampaikan KI-KD, dan menyampaikan indikator pembelajaran. Guru

B memahami bahwa kegiatan absensi menunjukkan bahwa guru memberikan perhatian terhadap siswa. Namun demikian, Guru B menilai bahwa guru tidak harus menanyakan kehadiran siswa satu per satu pada setiap pertemuan. Absensi terperenci hanya perlu dilakukan jika guru belum hafal semua nama siswa. Jika guru sudah mengenal semua siswa, maka kegiatan absensi dapat dilakukan hanya dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya. Menurut Guru B, KI, KD, dan indikator pembelajaran tidak perlu disampaikan oleh guru karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Kemudian, idealnya kan menyampaikan KI-KD dan indikatornya. Untuk saya, itu tidak saya lakukan karena kepepet waktu pertama, kemudian yang kedua terkesan membosankan, jadi yang seperti itu, saya kasih

aja mereka silabusnya.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T7) Guru B memahami bahwa kegiatan inti pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan penerapan dari aspek-aspek pendekatan saintifik. Guru B menjelaskan bahwa pendekatan saintifik terdiri dari aspek 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Guru B menilai kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik tidak mutlak harus dilakukan dengan praktikum, namun dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa. Penerapan pendekatan saintifik juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran (Wan/D1/GB/25-04-2015/T8). Menurut Guru B, keunggulan aja mereka silabusnya.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T7) Guru B memahami bahwa kegiatan inti pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan penerapan dari aspek-aspek pendekatan saintifik. Guru B menjelaskan bahwa pendekatan saintifik terdiri dari aspek 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Guru B menilai kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik tidak mutlak harus dilakukan dengan praktikum, namun dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa. Penerapan pendekatan saintifik juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran (Wan/D1/GB/25-04-2015/T8). Menurut Guru B, keunggulan

yang cukup panjang, sedangkan kita di sekolah kan waktunya terbatas.”

(Wan/D1/GB/25-04-2015/T9)

Guru B menilai bahwa pada dasarnya, aspek-aspek pendekatan saintifik memiliki kesamaan dengan kegiatan pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dalam Kurikulum 2006. Kegiatan mengamati dan menanya dalam pendekatan saintifik sama dengan kegiatan eksplorasi, kegiatan mengasosiasi sama dengan kegiatan elaborasi, dan kegiatan mengkomunikasikan sama dengan kegiatan konfirmasi. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci, sedangkan dalam Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T10). Guru B meyakini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat mungkin menjadi kendala bagi guru-guru mata pelajaran IPS. Namun, model pembelajaran tersebut bukan merupakan hal yang baru bagi guru-guru mata pelajaran MIPA. Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran 5M telah sering dilakukannya dalam Kurikulum 2006 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif, Guru B menilai bahwa pada dasarnya, aspek-aspek pendekatan saintifik memiliki kesamaan dengan kegiatan pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dalam Kurikulum 2006. Kegiatan mengamati dan menanya dalam pendekatan saintifik sama dengan kegiatan eksplorasi, kegiatan mengasosiasi sama dengan kegiatan elaborasi, dan kegiatan mengkomunikasikan sama dengan kegiatan konfirmasi. Perbedaannya adalah dalam Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik dipaparkan secara lebih terperinci, sedangkan dalam Kurikulum 2006 tidak terperinci (Wan/D1/GB/25-04-2015/T10). Guru B meyakini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat mungkin menjadi kendala bagi guru-guru mata pelajaran IPS. Namun, model pembelajaran tersebut bukan merupakan hal yang baru bagi guru-guru mata pelajaran MIPA. Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran 5M telah sering dilakukannya dalam Kurikulum 2006 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif,

Sama seperti Guru A, Guru B juga menilai bahwa perbedaan yang paling signifikan antara Standar Proses Kurikulum 2013 dengan Kurikulum 2006 terletak pada penilaian hasil pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam Kurikulum 2013, penilaian hasil pembelajaran lebih spesifik dibandingakan penilaian hasil belajar pada Kurikulum 2006. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dalam Kurikulum 2013 tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 2006. Menurut Guru B, yang jauh berbeda adalah penilaian aspek sikap. Dalam Kurikulum 2006, penilaian sikap dilakukan secara umum oleh guru, sedangkan dalam Kurikulum 2013, terdapat berbagai jenis penilaian sikap yang harus dilakukan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T12). Guru B memahami bahwa penilaian aspek sikap dalam Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-1 dan KI-2. Menurut Guru B, pengukuran ketercapaian aspek sikap dilakukan melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Guru B menjelaskan bahwa dari keempat jenis penilaian sikap tersebut, penilaian jurnal merupakan penilaian yang paling efektif. Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat siswa dengan sikap yang terbaik dan terburuk. Siswa dengan sikap yang normal tidak perlu dicatat dan diberikan nilai yang sama secara merata. Hal ini dilakukan karena jumlah siswa banyak, sehingga akan memerlukan waktu lama untuk menilai semua siswa. Menurut Guru B, penilaian diri dan penilaian antar siswa kurang efektif karena sebagian besar respon siswa tidak objektif.

Guru B memahami bahwa penilaian aspek pengetahuan dalam Kurikulum 2013 merupakan upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-3. Penilaian aspek pengetahuan dapat dilakukan melalui ulangan harian, kuis, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Guru B mengungkapkan bahwa bobot untuk setiap jenis penilaian tersebut sudah ditentukan oleh pusat, sehingga guru hanya perlu menginput nilai-nilai yang diperlukan. Guru B memahami penilaian aspek keterampilan dalam Standar Proses Kurikulum 2013 sebagai upaya pengukuran ketercapaian indikator dari KI-4. Guru B mengungkapkan bahwa penilaian aspek keterampilan dapat dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian kinerja diskusi, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Menurut Guru B, karakteristik materi merupakan salah satu pertimbangan dalam memilih metode penilaian aspek keterampilan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T13).

Guru B memahami proses remedial sebagai upaya perbaikan nilai siswa yang tidak memenuhi KKM. Proses remedial dilakukan sampai siswa memahami materi yang belum dipahaminya, yang terlihat dari nilai ujian ulang yang diikutinya. Sedangkan pengayaan, menurut Guru B dapat dilakukan dengan memberikan soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi (Wan/D1/GB/25-04- 2015/T114).

Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop, teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Guru model memahami bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 sebagai penyiapan RPP dan media pembelajaran. Guru model

menilai bahwa perencanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami sebagai pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui penerapan pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning , problem based learning, dan project based learning. Guru model menilai bahwa pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru karena pada Kurikulum 2006, guru model telah sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan pembelajaran 5M. Evaluasi pembelajaran dipahami sebagai pengukuran ketercapain pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui berbagai metode penilaian. Guru model menilai bahwa evaluasi pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 lebih kompleks dan terperinci. Selain itu, metode penilaian hasil pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 juga sudah ditentukan oleh pusat. Terakhir, guru model memahami bahwa tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran adalah remedial dan pengayaan. Remedial diberikan untuk siswa yang nilainya belum memenuhi KKM, sedangkan pengayaan diberikan untuk siswa yang nilainya telah memenuhi KKM.

4.1.3.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Tindak perencanaan pembelajaran guru dipaparkan berdasarkan transkrip wawancara dengan guru dan pengawas akademik, serta hasil studi dokumen RPP guru. Guru A mengungkapkan bahwa rencana kegiatan pembelajaran secara umum didiskusikan dengan MGMP fisika dan laboran di awal semester. Dalam Tindak perencanaan pembelajaran guru dipaparkan berdasarkan transkrip wawancara dengan guru dan pengawas akademik, serta hasil studi dokumen RPP guru. Guru A mengungkapkan bahwa rencana kegiatan pembelajaran secara umum didiskusikan dengan MGMP fisika dan laboran di awal semester. Dalam

A. Tindak Guru A

Pada perencanaan pembelajaran, Guru A ditemukan menyiapkan RPP, LKS, serta instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. RPP dibuat oleh Guru A pada awal semester sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru A mengaku mengalami kendala dalam menyusun RPP di awal semester karena kalender pendidikan belum diterbitkan, sehingga Guru A tidak dapat memastikan alokasi waktu berdasarkan minggu efektif. Guru A juga mengungkapkan bahwa kelemahan membuat RPP di awal semester adalah guru belum memahami karakteristik siswa yang akan diajar, sehingga kebanyakan RPP yang dibuat tidak sesuai dengan karakteristik siswa dan harus direvisi pada saat pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T1). Guru A mengaku membuat RPP untuk setiap pertemuan. Guru A menilai akan lebih mudah menentukan alokasi waktu RPP per pertemuan dibandingkan dengan RPP per KD. Guru A juga mengungkapkan bahwa akan lebih mudah merevisi RPP per pertemuan jika dalam pelaksanaannya mengalami ketidaksesuaian. Guru A menyatakan bahwa teknis penyusunan RPP yang dilakukannya telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, di mana RPP digunakan minimal per pertemuan. (Wan/D2/GA/05-06-2015/T2).

Teknis Guru A dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut. Pada workshop sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester, Guru A memetakan KI-KD yang termuat dalam silabus untuk menentukan tingkatan kesulitan materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru A mengungkapkan bahwa Teknis Guru A dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut. Pada workshop sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester, Guru A memetakan KI-KD yang termuat dalam silabus untuk menentukan tingkatan kesulitan materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru A mengungkapkan bahwa

Studi terhadap dokumen RPP Guru A menunjukkan bahwa RPP disusun untuk satu kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Komponen yang ditemukan dalam dokumen RPP Guru A, yaitu identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, materi pembelajaran, pendekatan dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan alat/media/sumber belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru A adalah nama sekolah, kelas, semester, mata pelajaran, pokok bahasan, sub pokok bahasan, jumlah pertemuan, dan alokasi waktu. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru A sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru A hanya memuat indikator yang berasal dari KD pada KI-3, yaitu aspek pengetahuan. Guru A tidak memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Berdasarkan hasil verifikasi, Guru A membenarkan bahwa dalam RPP yang dibuatnya belum dicantumkan indikator Studi terhadap dokumen RPP Guru A menunjukkan bahwa RPP disusun untuk satu kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Komponen yang ditemukan dalam dokumen RPP Guru A, yaitu identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, materi pembelajaran, pendekatan dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan alat/media/sumber belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru A adalah nama sekolah, kelas, semester, mata pelajaran, pokok bahasan, sub pokok bahasan, jumlah pertemuan, dan alokasi waktu. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru A sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru A hanya memuat indikator yang berasal dari KD pada KI-3, yaitu aspek pengetahuan. Guru A tidak memaparkan indikator dan tujuan pembelajaran yang berasal dari KD pada KI-1, KI-2, dan KI-4. Berdasarkan hasil verifikasi, Guru A membenarkan bahwa dalam RPP yang dibuatnya belum dicantumkan indikator

Komponen materi pembelajaran dalam RPP Guru A tidak dipaparkan berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Materi pembelajaran tersebut dipaparkan secara sistematis sesuai dengan urutan materi yang akan disampaikan pada saat pembelajaran. Pemaparan tersebut sama dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Guru A tidak merencanakan kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, namun kegiatan pembelajaran direncanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode pembelajaran yang direncanakan oleh Guru A adalah diskusi, presentasi, dan tanya jawab. Komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP Guru A dipaparkan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom, yaitu kegiatan pembelajaran, standar proses dan alokasi waktu, serta kegiatan guru-siswa. Kegiatan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan dan kegiatan penutup masing-masing dialokasikan selama 10 menit, sedangkan kegiatan inti dialokasikan selama 70 menit. Kegiatan pendahuluan memuat kegiatan guru menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan SK, KD, dan indikator, serta memberikan apersepsi. Pada kegiatan inti, Guru A tidak mengkategorikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik dan model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu inquiry learning, discovery learning , problem based learning, dan project based learning. Kegiatan inti justru dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses Kurikulum

2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Deskripsi kegiatan inti dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai dengan fase-fase model pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini adalah model pembelajaran STAD. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa RPP yang dibuat oleh Guru A merupakan RPP Kurikulum 2006 yang belum selesai diedit, sehingga kegiatan inti pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek Standar Proses Kurikulum 2006, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Namun demikian, Guru A mengklaim bahwa semua aspek pendekatan saintifik telah terpenuhi dalam RPP tersebut. Guru A juga mengungkapkan bahwa dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tidak ditegaskan bahwa pembelajaran wajib dilaksanakan dengan pendekatan saintifik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T5). Pada kegiatan penutup, Guru A merencanakan latihan soal, menuntun siswa menyimpulkan materi, memberikan tugas, menyampaikan materi pada pertemuan selanjutnya, dan memberikan salam penutup.

Komponen penilaian hasil belajar dalam RPP Guru A terdiri atas dua bagian, yaitu teknik penilaian dan instrumen penilaian. Teknik dan instrumen penilaian yang dicantumkan adalah untuk aspek pengetahuan dan sikap, padahal Guru A tidak merumuskan indikator untuk aspek sikap. Guru A tidak merencanakan penilaian aspek keterampilan. Soal kuis dan pembahasan, rubrik penilaian sikap dan rubrik penilaian aspek pengetahuan terlampir pada RPP Guru

A. Pada komponen alat/bahan dan sumber pembelajaran, Guru A ditemukan menggunakan tiga sumber belajar buku paket dan media pembelajaran berupa powerpoint , papan tulis, dan spidol. Hal ini berbeda dengan pernyataan Siswa Guru A bahwa terdapat tiga jenis buku yang digunakan sebagai sumber belajar, A. Pada komponen alat/bahan dan sumber pembelajaran, Guru A ditemukan menggunakan tiga sumber belajar buku paket dan media pembelajaran berupa powerpoint , papan tulis, dan spidol. Hal ini berbeda dengan pernyataan Siswa Guru A bahwa terdapat tiga jenis buku yang digunakan sebagai sumber belajar,

B. Tindak Guru B

Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B adalah penyiapan RPP, LKS, dan media pembelajaran berupa powerpoint. Selain itu, sebelum praktikum, Guru B juga selalu memesan jadwal penggunaan lab dan berdiskusi dengan Laboran tentang rancangan praktikum yang akan dilakukan, sehingga Laboran dapat menyiapkan alat dan bahan praktikum yang diperlukan (Wan/D2/GB/27-04-2015/T1). Guru B membuat RPP untuk setiap KD pembelajaran. Setiap KD pembelajaran diselesaikan oleh Guru B lebih dari satu kali pertemuan, sehingga dalam satu RPP, Guru B memaparkan skenario pembelajaran untuk masing-masing pertemuan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T15).

Guru B menyusun RPP pada workshop kurikulum sekolah yang diselenggarakan setiap awal semester. Dalam workshop tersebut, Guru B membuat RPP sampel untuk beberapa materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang dipilih merupakan materi yang menurut Guru B paling mudah. Sedangkan untuk RPP materi pembelajaran yang lain, Guru B mengembangkannya secara mandiri di rumah dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat. Guru B menyatakan bahwa RPP yang telah dibuatnya pada awal semester tidak langsung digunakan. RPP tersebut direvisi kembali jika tidak sesuai dengan kondisi kelas pada saat mengajar. Guru B memahami bahwa RPP untuk kelas dengan karakteristik siswa yang pintar tidak dapat digunakan pada kelas dengan karakteristik siswa yang kurang pintar. Beberapa bagian pada RPP harus direvisi, sehingga sesuai dengan karakteristik siswa yang akan diajar. Namun demikian,

Guru B mengaku tidak menggunakan RPP yang berbeda untuk dua kelas yang diajarnya karena karakteristik siswa pada kedua kelas tersebut dinilai hampir sama (Wan/D2/GB/27-04-2015/T3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam menyusun RPP, Guru B mempertimbangkan karakteristik siswa yang akan diajar. Guru B menyatakan bahwa panduan yang digunakannya dalam membuat RPP adalah Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Selain itu, Guru B juga menggunakan contoh RPP yang diberikan oleh guru yang telah mengikuti workshop pusat sebagai panduan dalam membuat RPP (Wan/D2/GB/27-04- 2015/T2).

Guru B menyusun RPP secara mandiri, bukan secara berkelompok dalam MGMP. Yang didiskusikan dalam MGMP adalah jenis kegiatan praktikum yang akan diberikan kepada siswa dan kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran, seperti tidak tersedianya alat atau bahan praktikum (Wan/D2/GB/27-04- 2015/T4). Langkah-langkah Guru B dalam menyusun RPP ditemukan sebagai berikut. Pertama, Guru B melihat karakteristik materi yang akan diajarkan, apakah materi tersebut dapat dipraktikumkan atau tidak. Jika materi tersebut dapat dipraktikumkan, maka selanjutnya Guru B memeriksa ketersediaan alat dan bahan praktikumnya. Jika alat atau bahan praktikumnya tidak tersedia, maka pembelajaran akan direncanakan dengan alternatif kegiatan lain, seperti demonstrasi atau penanyangan video. Selanjutnya Guru B menyiapkan LKS. Penyusunan LKS dilakukan karena LKS yang termuat dalam buku guru dan buku siswa masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04- 2015/T4). Guru B menyatakan bahwa Laboran telah memiliki LKS terstandar Guru B menyusun RPP secara mandiri, bukan secara berkelompok dalam MGMP. Yang didiskusikan dalam MGMP adalah jenis kegiatan praktikum yang akan diberikan kepada siswa dan kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran, seperti tidak tersedianya alat atau bahan praktikum (Wan/D2/GB/27-04- 2015/T4). Langkah-langkah Guru B dalam menyusun RPP ditemukan sebagai berikut. Pertama, Guru B melihat karakteristik materi yang akan diajarkan, apakah materi tersebut dapat dipraktikumkan atau tidak. Jika materi tersebut dapat dipraktikumkan, maka selanjutnya Guru B memeriksa ketersediaan alat dan bahan praktikumnya. Jika alat atau bahan praktikumnya tidak tersedia, maka pembelajaran akan direncanakan dengan alternatif kegiatan lain, seperti demonstrasi atau penanyangan video. Selanjutnya Guru B menyiapkan LKS. Penyusunan LKS dilakukan karena LKS yang termuat dalam buku guru dan buku siswa masih mengacu pada Kurikulum 2006, sehingga tidak sesuai dengan skenario pembelajaran yang direncanakan oleh Guru B (Wan/D1/GB/25-04- 2015/T4). Guru B menyatakan bahwa Laboran telah memiliki LKS terstandar

Waktu yang diperlukan oleh Guru B dalam menyusun RPP tergantung pada karakteristik materi yang akan diajarkan. Untuk materi yang dinilai mudah dan sudah pernah diajarkan, Guru B mengaku tidak memerlukan waktu lama dalam menyusun RPP. Hal ini dikarenakan Guru B hanya perlu merevisi RPP yang pernah dibuatnya. Namun, untuk materi yang abstrak dan tidak terdapat dalam buku pegangan guru, Guru B mengaku memerlukan waktu yang relatif lama dalam menyusun RPP karena Guru B harus mengumpulkan informasi terkait materi tersebut melalui internet (Wan/D3/GB/30-04-2015/T2). Studi terhadap dokumen RPP Guru B menunjukkan bahwa RPP disusun untuk setiap KD yang digunakan untuk beberapa kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun terdiri dari identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru B adalah nama sekolah, satuan pendidikan, kelompok, mata pelajaran, kelas, tahun ajaran, semester, materi pembelajaran, alokasi waktu, dan jumlah pertemuan. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru B sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru B hanya memuat indikator dan tujuan Waktu yang diperlukan oleh Guru B dalam menyusun RPP tergantung pada karakteristik materi yang akan diajarkan. Untuk materi yang dinilai mudah dan sudah pernah diajarkan, Guru B mengaku tidak memerlukan waktu lama dalam menyusun RPP. Hal ini dikarenakan Guru B hanya perlu merevisi RPP yang pernah dibuatnya. Namun, untuk materi yang abstrak dan tidak terdapat dalam buku pegangan guru, Guru B mengaku memerlukan waktu yang relatif lama dalam menyusun RPP karena Guru B harus mengumpulkan informasi terkait materi tersebut melalui internet (Wan/D3/GB/30-04-2015/T2). Studi terhadap dokumen RPP Guru B menunjukkan bahwa RPP disusun untuk setiap KD yang digunakan untuk beberapa kali pertemuan. Komponen RPP yang disusun terdiri dari identitas mata pelajaran, KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Identitas yang tercantum dalam RPP Guru B adalah nama sekolah, satuan pendidikan, kelompok, mata pelajaran, kelas, tahun ajaran, semester, materi pembelajaran, alokasi waktu, dan jumlah pertemuan. KI dan KD yang tercantum dalam RPP Guru B sama dengan KI dan KD yang termuat dalam silabus. RPP Guru B hanya memuat indikator dan tujuan

Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran memiliki pengertian yang berbeda. Tujuan pembelajaran memuat kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai indikator yang telah dirumuskan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T3). Guru B menyatakan bahwa komponen indikator dalam RPP dikembangkan berdasarkan analisis tujuan akhir dari penguasaan materi pembelajaran yang diharapkan pada siswa. Tingkat kesulitan indikator tersebut didiskusikan dalam MGMP. Disamping itu, Guru B juga mengadaptasi indikator SKL UN dan indikator pembelajaran yang termuat pada beberapa buku pelajaran fisika. Hal tersebut dilakukan untuk membiasakan siswa terhadap tingkat kesulitan soal UN (Wan/D2/GB/27-04-2015/T6). Indikator pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru fisika yang mengajar di kelas

XI MIA berbeda. Namun demikian, materi pokok pembelajaran yang diajar oleh guru-guru tersebut sama. Kedalaman materi serta jenis kegiatan praktikum yang akan diberikan juga telah didiskusikan dalam MGMP, sehingga semua siswa kelas

XI MIA memperoleh materi pembelajaran dan kegiatan praktikum fisika yang sama, walaupun guru yang mengajar berbeda. Soal ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester yang diujikan untuk semua siswa kelas XI MIA juga merupakan gabungan dari soal-soal yang dibuat oleh masing-masing guru. Berdasarkan hal tersebut, Guru B menilai bahwa perbedaan indikator pembelajaran yang termuat dalam RPP guru-guru yang mengajar pada tingkatan kelas yang sama bukan sebagai masalah (Wan/D3/GB/30-04-2015/T4).

Komponen materi pembelajaran dipaparkan berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Guru B mengklaim bahwa pengkategorian tersebut telah sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Guru B mengaku kurang memahami pengelompokan materi berdasarkan kategori tersebut, sehingga setiap membuat RPP, Guru B harus membuka panduan untuk membaca kembali definisi dari setiap kategori tersebut. Dengan demikian, Guru B mengaku memerlukan waktu relatif lama dalam melakukan pengkategorian materi pembelajaran tersebut. Guru B memahami kategori fakta sebagai kelompok materi pembelajaran yang konkrit, dapat diidentifikasi dengan panca indera. Kategori prosedur dipahami sebagai langkah- langkah dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti kegiatan praktikum (Wan/D2/GB/27-04-2015/T7). Menurut Guru B, pemaparan materi berdasarkan kategori tersebut tidak membantu guru pada saat mengajar. Pemaparan materi berupa konsep-konsep yang akan diajarkan seperti pada Kurikulum 2006 dinilai lebih membantu guru dalam menyusun dan menerapkan RPP. Namun demikian, Guru B mengaku telah memahami gambaran umum materi dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sehingga pada saat pembelajaran, Guru B tidak hanya terpaku pada RPP (Wan/D2/GB/27-04-2015/T8).

Komponen metode pembelajaran dalam RPP Guru B terdiri dari tiga bagian, yaitu model pembelajaran, pendekatan, dan metode. Guru B merencanakan kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran discovery learning dan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan penugasan. Komponen alat/media/sumber belajar dipaparkan sebagai berikut. Guru B menggunakan media pembelajaran berupa Komponen metode pembelajaran dalam RPP Guru B terdiri dari tiga bagian, yaitu model pembelajaran, pendekatan, dan metode. Guru B merencanakan kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran discovery learning dan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan penugasan. Komponen alat/media/sumber belajar dipaparkan sebagai berikut. Guru B menggunakan media pembelajaran berupa

Sumber belajar yang digunakan oleh Guru B adalah buku dan internet. Guru B menggunakan tiga jenis sumber belajar buku yang sama dengan siswa, yaitu buku paket yang dipinjam dari perpustakaan sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli di luar sekolah. Buku LKS Kreatif dan buku Sagifindo digunakan sebagai sumber latihan soal, soal PR, dan tugas (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T16). Guru B menggunakan buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo karena kebanyakan siswa membeli buku tersebut. Guru B mengaku kasihan kepada siswa jika buku tersebut tidak dimanfaatkan. Buku Sagofindo merupakan buku diktat yang memuat konten berupa materi, contoh soal yang berisi kunci jawaban, dan soal latihan tanpa kunci jawaban. Guru B menggunakan kas MGMP untuk membeli kedua buku tersebut (Wan/D3/GB/30- 04-2015/T6). Pertimbangan Guru B dalam memilih sumber belajar buku adalah sebagai berikut. Pertama, buku memuat konten yang mudah dipahami oleh siswa. Kedua, buku memuat konten yang kontekstual, yaitu memuat contoh penerapan materi pembelajaran dalam kehidupan keseharian siswa. Terakhir, buku memuat modul praktikum. Guru B mengaku tidak menemukan buku yang memuat modul Sumber belajar yang digunakan oleh Guru B adalah buku dan internet. Guru B menggunakan tiga jenis sumber belajar buku yang sama dengan siswa, yaitu buku paket yang dipinjam dari perpustakaan sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli di luar sekolah. Buku LKS Kreatif dan buku Sagifindo digunakan sebagai sumber latihan soal, soal PR, dan tugas (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T16). Guru B menggunakan buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo karena kebanyakan siswa membeli buku tersebut. Guru B mengaku kasihan kepada siswa jika buku tersebut tidak dimanfaatkan. Buku Sagofindo merupakan buku diktat yang memuat konten berupa materi, contoh soal yang berisi kunci jawaban, dan soal latihan tanpa kunci jawaban. Guru B menggunakan kas MGMP untuk membeli kedua buku tersebut (Wan/D3/GB/30- 04-2015/T6). Pertimbangan Guru B dalam memilih sumber belajar buku adalah sebagai berikut. Pertama, buku memuat konten yang mudah dipahami oleh siswa. Kedua, buku memuat konten yang kontekstual, yaitu memuat contoh penerapan materi pembelajaran dalam kehidupan keseharian siswa. Terakhir, buku memuat modul praktikum. Guru B mengaku tidak menemukan buku yang memuat modul

Komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran dipaparkan dalam bentuk tabel untuk setiap pertemuan. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom, yaitu kegiatan, deskripsi kegiatan, dan alokasi waktu. Kegiatan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan memuat kegiatan guru menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan materi pembelajaran, dan membagi siswa ke dalam kelompok. Kegiatan inti dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Deskripsi kegiatan inti dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai dengan fase-fase model pembelajaran yang digunakan. Meskipun pemaparan kegiatan inti dilakukannya dengan mengacu pada aspek-aspek pendekatan saintifik, Guru B menyatakan bahwa fase-fase dari model pembelajaran yang digunakan juga ditampilkan dalam RPP. Fase-fase tersebut disesuaikan dengan aspek pendekatan saintifik. Guru B mencontohkan jika terdapat dua fase yang memuat kegiatan menanya, maka kedua fase tersebut dikelompokkan ke dalam kolom aspek menanya. Dengan demikian, setiap aspek pendekatan saintifik dapat memuat beberapa fase model pembelajaran (Wan/D2/GB/27-04-2015/T10). Kegiatan penutup memuat paparan kegiatan tanya jawab, tes tulis, tugas atau PR, penyampaian materi pada pembelajaran selanjutnya, dan salam penutup. Alokasi waktu total pembelajaran yang direncanakan adalah 90 menit. Alokasi waktu tersebut dipilah menjadi alokasi waktu untuk kegiatan pendahuluan selama 20 Komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran dipaparkan dalam bentuk tabel untuk setiap pertemuan. Tabel tersebut terdiri atas tiga judul kolom, yaitu kegiatan, deskripsi kegiatan, dan alokasi waktu. Kegiatan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan memuat kegiatan guru menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan materi pembelajaran, dan membagi siswa ke dalam kelompok. Kegiatan inti dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Deskripsi kegiatan inti dipaparkan berdasarkan kegiatan guru dan kegiatan siswa sesuai dengan fase-fase model pembelajaran yang digunakan. Meskipun pemaparan kegiatan inti dilakukannya dengan mengacu pada aspek-aspek pendekatan saintifik, Guru B menyatakan bahwa fase-fase dari model pembelajaran yang digunakan juga ditampilkan dalam RPP. Fase-fase tersebut disesuaikan dengan aspek pendekatan saintifik. Guru B mencontohkan jika terdapat dua fase yang memuat kegiatan menanya, maka kedua fase tersebut dikelompokkan ke dalam kolom aspek menanya. Dengan demikian, setiap aspek pendekatan saintifik dapat memuat beberapa fase model pembelajaran (Wan/D2/GB/27-04-2015/T10). Kegiatan penutup memuat paparan kegiatan tanya jawab, tes tulis, tugas atau PR, penyampaian materi pada pembelajaran selanjutnya, dan salam penutup. Alokasi waktu total pembelajaran yang direncanakan adalah 90 menit. Alokasi waktu tersebut dipilah menjadi alokasi waktu untuk kegiatan pendahuluan selama 20

Komponen penilaian hasil belajar terdiri atas dua bagian, yaitu teknik dan instrumen penilaian serta prosedur penilaian. Teknik dan instrumen penilaian memuat teknik untuk menilai aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Instrumen untuk masing-masing teknik penilaian tersebut dilampirkan dalam RPP. Pada bagian prosedur penilaian, ditampilkan tabel yang memuat indikator penilaian pada masing-masing aspek, teknik penilaian, dan waktu penilaian. Guru

B menjelaskan bahwa lampiran yang menyatu dengan RPP hanya soal dan kunci jawaban kuis yang akan diberikan secara situasional. Instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta LKS dilampirkan secara terpisah (Wan/D2/GB/27-04-2015/T12).

Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen berupa silabus dan RPP, ditemukan bahwa pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP dan media pembelajaran. RPP dibuat per KD pada awal semester dan dikembangkan pada saat pembelajaran dengan menyesuaikan terhadap karakteristik siswa dan ketersediaan alokasi waktu pembelajaran. RPP yang dibuat memuat lampiran LKS dan instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Komponen RPP yang dibuat oleh salah satu guru model ditemukan sebagian besar tidak sesuai dengan sistematika RPP dalam Permendikbud Nomor

81 A Tahun 2013. Guru model tersebut masih menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya menyesuaikan KI dan KD Kurikulum 2013. Komponen RPP yang 81 A Tahun 2013. Guru model tersebut masih menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya menyesuaikan KI dan KD Kurikulum 2013. Komponen RPP yang

4.1.3.3 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Tindak guru dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi pembelajaran, transkrip wawancara guru, dan transkrip wawancara siswa. Guru A mengajar di kelas XI MIA 6. Peneliti telah melakukan observasi pembelajaran fisika di kelas Guru A sebanyak tiga kali. Berikut paparan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru A.

A. Tindak Guru A

1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi pertama dilakukan pada 8 April 2015. Guru A melakukan pembelajaran dengan materi pokok tekanan pada gas ideal. Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka, melakukan absensi, penyampaian garis besar materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan, serta memeriksa pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi dalam gas ideal. Guru

A tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A memang tidak pernah menyampaikan hal tersebut pada saat pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T2). Hasil verifikasi menunjukkan bahwa Guru A sering melupakan kegiatan tersebut. Guru A menilai penyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran tidak diperlukan karena guru telah menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari. Guru A memprediksi

bahwa penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran dapat menyebabkan siswa tidak tertarik dengan materi pembelajaran lain di luar indikator. Hal ini dikarenakan siswa telah terfokus pada indikator dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sehingga siswa menggap hal lain di luar indikator tersebut tidak penting untuk dipelajari. Guru A juga menilai bahwa kegiatan tersebut terkesan membosankan dan tidak efektif, sehingga hanya akan membuang waktu. Menurut Guru A, penyampaian indikator dan tujuan pembelajaran tanpa penyampaian garis besar materi pembelajaran, justru akan menyebabkan siswa tidak memahami materi yang akan dipelajari (Wan/D2/GA/05-06-2015/T6). Guru A juga ditemukan tidak mengabsen kehadiran setiap siswa secara spesifik per individu. Kegiatan absensi dilakukan dengan menanyakan siswa yang tidak hadir. Guru A menyampaikan bahwa kegiatan pembelajaran akan dilakukan dengan metode diskusi kelompok. Guru A juga menyampaikan materi yang akan dipelajari dalam diskusi tersebut. Pada akhir kegiatan pendahuluan, Guru A memeriksa pemahaman siswa tentang asumsi-asumsi yang digunakan dalam mempelajari materi gas ideal. Siswa menyampaikan asumsi-asumsi tersebut dan Guru A menuliskannya di papan tulis. Asumsi tersebut dijadikan acuan oleh Guru A dalam menjelaskan materi pembelajaran selanjutnya.

Siswa Guru A menyatakan bahwa pada kegiatan pendahuluan, Guru A sering menunjuk siswa secara langsung dan memberikan pertanyaan terkait materi pembelajran sebelumnya dan materi yang akan dipelajari. Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa apakah siswa sudah belajar atau belum, karena pada pertemuan sebelumnya, Guru A telah memberikan PR beruapa tugas baca. Namun demikian, Siswa Guru A mengaku takut tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.

Guru A memberikan respon yang berbeda antara siswa yang bisa dengan siswa yang tidak bisa menjawab soal ketika ditunjuk. Siswa yang bisa menjawab soal akan diberikan pujian, sedangkan siswa yang tidak bisa menjawab akan diberikan teguran karena tidak belajar (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T3).

Kegiatan inti diawali dengan menugaskan siswa untuk duduk berdasarkan kelompok yang telah disusun pada pertemuan sebelumnya. Anggota kelompok ditentukan langsung oleh Guru A agar siswa yang pintar dapat terdistribusi secara merata ke semua kelompok (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T4). Setelah siswa duduk dalam kelompok, Guru A membagikan LKS. Selanjutnya, Guru A menyampaikan teknis kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa diberikan waktu 20 menit untuk mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Guru A meminta siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan soal tersebut dengan cara merobek soal-soal pada LKS dan membagikannya kepada seluruh anggota kelompok. Siswa aktif mengumpulkan informasi dari beberapa buku dan internet. Terdapat tiga jenis buku yang digunakan, yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah. Buku paket dan buku Sagofindo digunakan siswa untuk belajar materi dan contoh penyelesaian soal, sedangkan LKS Kreatif digunakan sebagai sumber PR, tugas, dan latihan soal (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1). Siswa Guru A mengungkapkan bahwa materi pembelajaran yang diberikan oleh Guru A sesuai dengan buku sumber belajar yang mereka miliki. Selain menggunakan sumber buku, Siswa Guru A juga mencari informasi dari internet. Hal ini dilakukan jika Guru A menugaskan mereka untuk membuat makalah atau proyek, di mana materi yang Kegiatan inti diawali dengan menugaskan siswa untuk duduk berdasarkan kelompok yang telah disusun pada pertemuan sebelumnya. Anggota kelompok ditentukan langsung oleh Guru A agar siswa yang pintar dapat terdistribusi secara merata ke semua kelompok (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T4). Setelah siswa duduk dalam kelompok, Guru A membagikan LKS. Selanjutnya, Guru A menyampaikan teknis kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa diberikan waktu 20 menit untuk mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Guru A meminta siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan soal tersebut dengan cara merobek soal-soal pada LKS dan membagikannya kepada seluruh anggota kelompok. Siswa aktif mengumpulkan informasi dari beberapa buku dan internet. Terdapat tiga jenis buku yang digunakan, yaitu buku paket yang diberikan oleh sekolah, serta buku LKS Kreatif dan buku Sagofindo yang dibeli siswa di luar sekolah. Buku paket dan buku Sagofindo digunakan siswa untuk belajar materi dan contoh penyelesaian soal, sedangkan LKS Kreatif digunakan sebagai sumber PR, tugas, dan latihan soal (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T1). Siswa Guru A mengungkapkan bahwa materi pembelajaran yang diberikan oleh Guru A sesuai dengan buku sumber belajar yang mereka miliki. Selain menggunakan sumber buku, Siswa Guru A juga mencari informasi dari internet. Hal ini dilakukan jika Guru A menugaskan mereka untuk membuat makalah atau proyek, di mana materi yang

2015/T5).

Pada saat siswa berdiskusi, Guru A aktif berkeliling menuntun siswa mengerjakan soal-soal yang termuat pada LKS. Ketika menuntun siswa menyelesaikan permasalahan pada LKS, Guru A tidak langsung memberikan jawaban permasalahan tersebut, namun tuntunan tersebut dilakukan dengan memberikan clue berupa contoh konkrit fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa. Tuntunan tersebut juga dilakukan dengan memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siswa Guru A bahwa Guru A sering memberikan pertanyaan menantang pada saat pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T6). Guru A ditemukan sering menghubungkan konsep-konsep fisis pada pembelajaran sebelumnya dengan materi yang sedang dipelajari. Penekanan konsep-konsep fisis tersebut dilakukan dengan bahasa tubuh dan mimik wajah yang ekspresif. Guru A terlihat sering tersenyun dan terkadang menyampaikan pernyataan humor, sehingga siswa tertawa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A memang sering tersenyum dan membuat siswa tertawa agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T7).

Setelah kegiatan diskusi berakhir, Guru A bersama siswa membahas semua permasalahan yang termuat dalam LKS. Guru A meminta perwakilan masing- masing kelompok untuk menyampaikan jawaban dari soal yang sedang dibahas. Guru A mencatat semua jawaban tersebut di papan tulis dan melakukan perbandingan. Guru A menanyakan kepada semua siswa apakah jawaban masing- masing kelompok tersebut benar atau salah. Siswa diminta menyampaikan alasan Setelah kegiatan diskusi berakhir, Guru A bersama siswa membahas semua permasalahan yang termuat dalam LKS. Guru A meminta perwakilan masing- masing kelompok untuk menyampaikan jawaban dari soal yang sedang dibahas. Guru A mencatat semua jawaban tersebut di papan tulis dan melakukan perbandingan. Guru A menanyakan kepada semua siswa apakah jawaban masing- masing kelompok tersebut benar atau salah. Siswa diminta menyampaikan alasan

Guru A menyampaikan materi pembelajaran secara sistematis dari mudah ke sulit dan dari konkrit ke abstrak. Penurunan rumus gas ideal dilakukan berdasarkan jawaban siswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan suatu gas. Guru A sering memberikan contoh konkrit untuk menjelaskan konsep fisis yang abstrak. Sebagai contoh, dalam menjelaskan hubungan suhu, jarak antar partikel, dan tekanan gas, Guru A memberikan analogi perbandingan gerakan sekelompok siswa yang berada dalam ruangan kelas pada suhu kamar dan ruangan kelas yang bersuhu tinggi. Guru A juga menjelaskan makna fisis dari rumus yang diturunkan. Pada saat siswa bertanya, Guru A tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut, namun Guru A melemparkan pertanyaan tersebut kepada siswa lain. Jika tidak ada siswa yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka Guru A yang akan menjelaskan. Guru A juga sering meminta siswa menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas. Guru A selalu mengajak siswa lain memberikan penghargaan berupa tepuk tangan bagi siswa yang telah menjelaskan jawaban kelompoknya di depan kelas.

Pada kegiatan penutup, Guru A ditemukan tidak membuat kesimpulan. Kesimpulan dibuat secara periodik di akhir pembahasan setiap konsep dan penurunan rumus pada kegiatan inti. Menurut Guru A, jika kesimpulan dibuat sekaligus di akhir pembelajaran, maka terdapat peluang siswa melupakan konsep pembelajaran yang telah dibahas di awal pembelajaran. Siswa cenderung lebih mengingat materi pembelajaran yang dibahas paling akhir. Guru A menilai proses membuat kesimpulan di akhir pembahasan setiap konsep sebagai upaya untuk

menciptakan ingatan jangka pendek siswa. Terdapat dua metode penyimpulan materi yang diterapkan oleh Guru A, yaitu metode konfrontasi dan metode intervensi. Metode konfrontasi dilakukan melalui adu argumen antar kelompok yang dimoderatori langsung oleh Guru A. Metode ini dilakukan jika pada saat diskusi kelompok, siswa mengajukan solusi penyelesaian soal berbeda. Metode intervensi dilakukan jika siswa tidak memahami konsep yang diajarkan. Guru A menyimpulkan suatu konsep tanpa melibatkan argumen siswa (Wan/D2/GA/05- 06-2015/T7). Guru A ditemukan tidak menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. Guru A juga tidak memberikan tugas dan PR. Di akhir kegiatan penutup, Guru A bersama siswa hanya menyampaikan salam penutup.

2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi kedua dilakukan pada 4 Mei 2015. Guru A melakukan pembelajaran dengan materi pokok pemanasan global. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan merupakan pelaporan produk dari tugas proyek yang diberikan. Produk yang dimaksud adalah solusi siswa terhadap pemasalahan pemanasan global yang dibuat dalam bentuk maket. Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan penyampaian garis besar kegiatan dan teknik penilaian yang akan dilakukan. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A selalu menyampaikan garis besar materi pembelajaran, kegiatan yang akan dilakukan, serta teknik penilaian yang akan digunakan (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T8).

Kegiatan inti dilakukan dalam dua sesi, yaitu sesi penilaian produk dan sesi penilaian presentasi. Pada awal kegiatan inti, Guru A meminta siswa untuk duduk berdasarkan urutan nomor kelompok. Setelah itu, Guru A melakukan Kegiatan inti dilakukan dalam dua sesi, yaitu sesi penilaian produk dan sesi penilaian presentasi. Pada awal kegiatan inti, Guru A meminta siswa untuk duduk berdasarkan urutan nomor kelompok. Setelah itu, Guru A melakukan

A memberikan pertanyaan mengapa siswa membuat proyek tersebut, komponen apa saja yang diperlukan untuk menciptakan proyek tersebut, dan bagaimana proyek tersebut dapat mengatasi permasalahan pemanasan global. Penilaian pada sesi ini bertujuan untuk memperoleh nilai proyek siswa per individu. Setiap siswa bergiliran menjawab pertanyaan Guru A. Pada sesi kedua, perwakilan masing- masing kelompok diberikan waktu 10 menit untuk mempresentasikan proyek yang dibuat. Presentasi dilakukan dengan menggunakan media powerpoint. Setelah presentasi berakhir, Guru A dan siswa dari kelompok lain bertanya terkait proyek yang dipresentasikan. Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa diskusi hanya berlangsung satu arah. Setelah pertanyaan kelompok lain dijawab oleh kelompok presenter, kegiatan diskusi berakhir. Hal ini dikarenakan alokasi waktu presentasi yang terbatas. Penilaian presentasi dilakukan berdasarkan indikator visualisasi powerpoint dan teknis penyampaian materi presentasi. Pada akhir kegiatan inti, Guru A mengevaluasi proyek dan presentasi yang telah dilakukan siswa. Guru A menyampaikan kelompok dengan ide proyek terbaik dan kelompok presenter terbaik. Guru A juga menyampaikan tips membuat powerpoint yang baik dan tips melakukan presentasi yang baik dalam waktu yang terbatas.

Guru A mengaku lebih suka melakukan penilaian proyek dibandingkankan dengan tes tulis. Guru A percaya bahwa setiap siswa memiliki bakat yang berbeda, sehingga untuk memunculkan bakat tersebut, tidak dapat dilakukan hanya dengan tes tulis. Menurut Guru A, dalam penilaian proyek, siswa dengan bakat dan karakteristik yang berbeda dapat belajar dan menunjukkan potensi masing- masing. Guru A menilai bahwa tugas proyek dapat mengakomodasi Guru A mengaku lebih suka melakukan penilaian proyek dibandingkankan dengan tes tulis. Guru A percaya bahwa setiap siswa memiliki bakat yang berbeda, sehingga untuk memunculkan bakat tersebut, tidak dapat dilakukan hanya dengan tes tulis. Menurut Guru A, dalam penilaian proyek, siswa dengan bakat dan karakteristik yang berbeda dapat belajar dan menunjukkan potensi masing- masing. Guru A menilai bahwa tugas proyek dapat mengakomodasi

A mengkonfirmasi apakah terdapat pertanyaan dari siswa. Terakhir, Guru A menyampaiakan salam penutup bersama siswa. Guru A tidak memberikan tindak lanjut berupa PR.

3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru A

Observasi ketiga dilakukan pada 13 Mei 2015. Guru A melakukan pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Guru A tidak mengajar secara penuh sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia karena Guru A harus mengikuti diklat di SMA Negeri 3 Singaraja. Pada kegiatan pendahuluan, Guru A bersama siswa menyampaikan salam pembuka, dilanjutkan dengan absensi, penyampaian maaf karena tidak bisa mengajar penuh, penyampaian garis besar materi yang akan dipelajari, dan pemberian apersepsi. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan memberikan contoh proses bergetarnya sebuah titik pada jarak tertentu dari ujung tali yang terikat. Guru A tidak menampilkan gambar, animasi, atau video tentang fenomena tersebut. Guru A hanya menyuruh siswa membayangkannya. Guru A menjelaskan perbedaan materi pembelajaran sebelumnya, yaitu getaran dengan materi yang akan dipelajari, yaitu gelombang. Perbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Ketika membahas materi getaran, yang menjadi fokus pembahasan adalah sumber getarnya, sedangkan dalam materi gelombang, fokus pembahasan adalah medium gelombang tersebut, di mana medium tersebut tidak langsung ikut bergetar pada saat sumber mulai bergetar.

Kegiatan inti dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab berbantuan media powerpoint. Media powerpoint tersebut memuat gambar dan animasi gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Siswa duduk secara individu. Guru A memaparkan materi secara kontekstual dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang semi-formal. Siswa Guru A mengaku lebih nyaman belajar ketika guru menyampaikan materi dengan bahasa sehari-hari. Menurut Siswa Guru A, hal tersebut dapat menimbulkan hubungan yang akrab antara guru dan siswa. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa volume suara Guru A dapat di dengar dengan jelas oleh seluruh siswa. Siswa juga mengungkapkan bahwa mereka dapat memahami dengan baik bahasa lisan dan bahasa tulis Guru A (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T9).

Pada awal kegiatan inti, Guru A mengulang kembali contoh proses terjadinya gelombang pada tali terikat yang telah diberikan pada kegiatan apersepsi. Bertolak dari contoh tersebut, Guru A menurunkan persamaan simpangan sebuah titik pada medium gelombang berjalan yang berjarak x dari sumber getar, pada waktu t. Penurunan rumus dilakukan secara konseptual dengan menekankan pada makna fisis dari setiap besaran pada rumus. Guru A

menjelaskan makna fisis dari tanda ( ) pada persamaan . Guru A terlihat aktif melibatkan siswa dalam penurunan rumus tersebut dengan memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Guru A menekankan konsep-konsep penting dengan gesture tubuh dan mimik wajah yang ekspresif. Guru A juga menuliskan konsep-konsep penting di papan tulis dan menggunakannya sebagai acuan dalam menjelaskan materi pembelajaran selanjutnya.

Pemaparan materi pembelajaran yang dilakukan oleh Guru A bersifat kontekstual. Pembelajaran kontestual tersebut dilakukan secara simultan dari kegiatan apersepsi sampai kegiatan inti. Pada kegiatan inti, Guru A menggunakan contoh proses bergetarnya senar gitar untuk menjelaskan konsep gelombang stasioner. Guru mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dilakukan sebagai upaya memotivasi siswa agar aktif mengeksplorasi materi yang disampaikan. Hal tersebut terjadi karena siswa mengetahui manfaat praktis dari materi yang diajarkan (Wan/D2/GA/05-06-2015/T9).

Setelah pemaparan materi pembelajaran, Guru A menjelaskan tips penyelesaian soal gelombang berjalan. Tips tersebut, yaitu (1) jangan biarkan ayam berada di luar kurungan, (2) si omega berteman dengan t, dan (3) si konstanta gelombang berteman dengan x. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A sering memberikan tips penyelesaian soal yang mudah tanpa berpatokan pada rumus (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T10). Guru A juga mentolerir siswa yang menjawab soal dengan cara yang berbeda. Siswa ditemukan serius mencatat tips yang ditayangkan pada slide powerpoint. Setelah siswa selesai mencatat, Guru A memberikan soal latihan. Soal latihan tersebut ditulis langsung oleh Guru A di papan tulis. Semua siswa terlihat serius mengerjakan soal latihan tersebut. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa tidak ada siswa yang berani bercanda selama mengikuti pembelajaran. Guru A akan badmood dan langsung memberikan kuis jika menemukan siswa yang tidak serius dalam pembelajaran (Wan/D1/SGA/04- 05-2015/T11). Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa penyebab ketidakfokusan siswa. Guru A menyatakan bahwa ternyata penyebab ketidakfokusan siswa adalah karena siswa sedang mempersiapkan diri untuk mengahadapi ulangan harian mata Setelah pemaparan materi pembelajaran, Guru A menjelaskan tips penyelesaian soal gelombang berjalan. Tips tersebut, yaitu (1) jangan biarkan ayam berada di luar kurungan, (2) si omega berteman dengan t, dan (3) si konstanta gelombang berteman dengan x. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa Guru A sering memberikan tips penyelesaian soal yang mudah tanpa berpatokan pada rumus (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T10). Guru A juga mentolerir siswa yang menjawab soal dengan cara yang berbeda. Siswa ditemukan serius mencatat tips yang ditayangkan pada slide powerpoint. Setelah siswa selesai mencatat, Guru A memberikan soal latihan. Soal latihan tersebut ditulis langsung oleh Guru A di papan tulis. Semua siswa terlihat serius mengerjakan soal latihan tersebut. Siswa Guru A mengungkapkan bahwa tidak ada siswa yang berani bercanda selama mengikuti pembelajaran. Guru A akan badmood dan langsung memberikan kuis jika menemukan siswa yang tidak serius dalam pembelajaran (Wan/D1/SGA/04- 05-2015/T11). Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa penyebab ketidakfokusan siswa. Guru A menyatakan bahwa ternyata penyebab ketidakfokusan siswa adalah karena siswa sedang mempersiapkan diri untuk mengahadapi ulangan harian mata

Selama siswa mengerjakan soal latihan, Guru A aktif berkeliling menghampiri siswa. Terdapat beberapa siswa yang bertanya dan Guru A merespon positif dengan memberikan petunjuk penyelesaian soal. Guru A sering mengingatkan siswa untuk menerapkan tips yang diberikan. Pembahasan soal latihan dilakukan dengan menunjuk siswa yang angkat tangan untuk menuliskan jawabannya di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas. Guru A juga terkadang menunjuk secara langsung siswa yang tidak angkat tangan. Guru A selalu menunjuk siswa dengan menyebutkan nama siswa tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa Guru A hafal semua nama siswa. Ketika menemukan siswa kebingungan pada saat menuliskan dan menjelaskan jawabannya di depan kelas, Guru A menuntun siswa tersebut dengan memberikan clue. Guru A selalu menyampaikan ucapan terimakasih dan mengajak siswa yang lain bertepuk tangan setelah seorang siswa menjelaskan jawabannya di depan kelas. Guru A juga selalu mengkonfirmasi pemahaman siswa sebelum melanjutkan materi. Konfirmasi tersebut dilakukan dengan mengajukan pertanya an “Sudah? Bisa saya lanjutkan?”

Lima menit sebelum kegiatan penutup, Guru A menjelaskan konsep gelombang stasioner dengan memberikan contoh konkrit terjadinya gelombang pada dawai gitar yang dipetik. Pemaparan materi tersebut didukung dengan penayangan animasi gelombang stasioner pada slide powerpoint. Guru A menyampaikan perbedaan gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Guru A juga memberikan tips untuk menentukan simpul dan perut ke-n dengan menggunakan gambar dan penentuan pola kemunculan simpul atau perut tersebut.

Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa tips tersebut diperlukan agar siswa tidak kebingungan jika lupa dengan rumus yang diberikan.

Pada kegiatan penutup, Guru A memberikan tugas kepada siswa berupa lima buah soal essay yang termuat pada buku LKS Kreatif. Guru A mengungkapkan tugas tersebut tidak perlu dikumpul. Jawaban soal tersebut cukup ditulis langsung pada buku LKS Kreatif. Guru A menyampaikan kepada siswa bahwa mengerjakan atau tidak tugas tersebut merupakan tanggungjawab moral bagi siswa. Selanjutnya, Guru A menyampaikan garis besar materi dan kegiatan pembelajaran pada pertemuan berikutnya dan mengucapkan salam penutup bersama siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Siswa Guru A, dapat dijelaskan bahwa yang biasanya dilakukan A pada pada kegiatan penutup adalah penyampaian garis besar materi dan kegiatan pada pertemuan selanjutnya dan pemberian PR jika Guru A tidak dapat mengajar pada pertemuan berikutnya. Siswa Guru A menyatakan bahwa Guru A selalu memberikan tugas jika tidak bisa mengajar secara penuh. Soal tugas dan PR yang diberikan selalu diambil pada buku LKS Kreatif. Jawaban dari tugas dan PR tersebut tidak dikumpul dalam lampiran kertas, melainkan hanya dibuat di buku LKS tersebut. Namun demikian, Siswa Guru A mengaku selalu membuat tugas dan PR tersebut karena Guru A selalu menghampiri siswa pada saat diskusi kelompok dan sering memeriksa LKS siswa. Tugas dan PR tersebut dibahas pada pertemuan selanjutnya hanya jika siswa mengaku belum memahami solusi dari soal yang diberikan (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T12). Guru A membenarkan bahwa PR atau tugas yang diberikan tidak pernah dikumpul. Melalui metode tersebut, Guru A mengaku Berdasarkan hasil wawancara dengan Siswa Guru A, dapat dijelaskan bahwa yang biasanya dilakukan A pada pada kegiatan penutup adalah penyampaian garis besar materi dan kegiatan pada pertemuan selanjutnya dan pemberian PR jika Guru A tidak dapat mengajar pada pertemuan berikutnya. Siswa Guru A menyatakan bahwa Guru A selalu memberikan tugas jika tidak bisa mengajar secara penuh. Soal tugas dan PR yang diberikan selalu diambil pada buku LKS Kreatif. Jawaban dari tugas dan PR tersebut tidak dikumpul dalam lampiran kertas, melainkan hanya dibuat di buku LKS tersebut. Namun demikian, Siswa Guru A mengaku selalu membuat tugas dan PR tersebut karena Guru A selalu menghampiri siswa pada saat diskusi kelompok dan sering memeriksa LKS siswa. Tugas dan PR tersebut dibahas pada pertemuan selanjutnya hanya jika siswa mengaku belum memahami solusi dari soal yang diberikan (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T12). Guru A membenarkan bahwa PR atau tugas yang diberikan tidak pernah dikumpul. Melalui metode tersebut, Guru A mengaku

Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru A menugaskan siswa untuk mengumpulkan data praktikum yang diperoleh. Data tersebut kemudian digunakan sebagai pembanding hasil analisis data pada laporan praktikum siswa. Melalui metode ini, Guru A mendidik siswa untuk tidak memanipulasi data praktikum. Guru A juga mengaku sering menekankan kepada siswa bahwa hasil praktikum yang tidak persis sama dengan teori merupakan hal yang wajar karena data hasil praktikum dipengaruhi berbagai kesalahan. Sikap jujur juga dikembangkan pada saat ulangan. Guru A mengaku tidak mentolerir sama sekali siswa yang ditemukan mencontek. Guru A mengaku pernah merobek jawaban siswa yang ditemukan mencontek. Menurut Guru A, metode tersebut efektif untuk membuat siswa jera. Proses jera tersebut didukung oleh karakteristik siswa yang sering mem-bully temannya yang ketahuan mencontek. Terhadap siswa yang ditemukan tidak serius dalam mengikuti pembelajaran, Guru A mengaku sering menegur secara halus dengan menanyakan apa yang sedang siswa tersebut lakukan. Namun, jika sebagian besar siswa tidak serius, Guru A mengaku langsung memberikan kuis secara mendadak. Melalui metode tersebut, Guru A mengklaim mampu membuat siswa kembali fokus mengikuti pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10).

B. Tindak Guru B

Sebelum melaksanakan pembelajaran, Guru B terlebih dahulu mempelajari materi yang akan disampaikan ke siswa. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa materi pembelajaran yang belum dipahami oleh Guru B, seperti perjanjian- perjanjian internasional penanggulangan pemanasan global. Guru B mengaku perlu mengakses internet karena materi tersebut tidak termuat dalam buku pegangan guru. Disamping itu, Guru B juga menilai perlu untuk mengingat materi-materi yang pernah diajarkan sebelumnya. Secara umum, Guru B telah menerapkan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut gambaran pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru B.

1) Observasi Pertama Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi pertama dilakukan pada 23 April 2015. Guru B melakukan pembelajaran dengan materi pokok gelombang berjalan. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode diskusi kelompok, tanya jawab, dan ceramah. Metode ceramah diterapkan untuk menjelaskan materi yang abstrak dan materi yang sulit untuk didiskusikan oleh siswa. Guru B mengungkapkan bahwa metode pembelajaran yang sering diterapkan merupakan gabungan dari metode diskusi, ceramah, presentasi, dan tanya jawab. Penerapan metode tersebut disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T9).

Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan menyampaikan salam pembuka, menyampaikan materi yang akan dipelajari, memberikan apersepsi, dan menyampaikan garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan mendiskusikan secara singkat contoh fenomena dan kasus pemanasan global yang terkait dengan kehidupan keseharian siswa. Guru B

tidak melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Guru B mengungkapkan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran tidak terlalu penting untuk disampaikan karena siswa telah mendengarkan dan mencatat materi pembelajaran yang disampaikan. Guru B menyatakan dengan mencatat materi pembelajaran tersebut, siswa telah mengetahui materi yang akan dimunculkan ketika ulangan. Guru B juga beralasan bahwa alokasi waktu pembelajaran yang terbatas menyebabkan guru tidak sempat untuk menyampaikan hal tersebut. Permasalahan ini disiasati dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat membaca sendiri materi yang akan dipelajari (Wan/D3/GB/30-04-2015/T10).

Kegiatan inti dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran discovery learning. Guru B menugaskan siswa menyelesaiakan permasalahan yang termuat dalam LKS melalui diskusi kelompok. Setelah diskusi kelompok berakhir, permasalahan pada LKS dibahas secara bersama-sama oleh guru dan siswa melalui sesi tanya jawab. Berdasarkan hal tersebut, penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan sebagai berikut. Siswa mengamati gambar fenomena dampak pemanasan global yang terdapat pada LKS dan gambar yang ditayangkan oleh guru pada slide powerpoint . Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati tidak harus dilakukan secara langsung. Guru B menilai apersepsi yang diberikan pada kegiatan pendahuluan juga termasuk ke dalam penerapan aspek mengamati. Hal ini dikarenakan kegiatan apersepsi dapat menuntun siswa membayangkan fenomena yang terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T11). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Siswa Guru B bahwa kegiatan mengamati yang difasilitasi Kegiatan inti dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran discovery learning. Guru B menugaskan siswa menyelesaiakan permasalahan yang termuat dalam LKS melalui diskusi kelompok. Setelah diskusi kelompok berakhir, permasalahan pada LKS dibahas secara bersama-sama oleh guru dan siswa melalui sesi tanya jawab. Berdasarkan hal tersebut, penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan sebagai berikut. Siswa mengamati gambar fenomena dampak pemanasan global yang terdapat pada LKS dan gambar yang ditayangkan oleh guru pada slide powerpoint . Guru B mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati tidak harus dilakukan secara langsung. Guru B menilai apersepsi yang diberikan pada kegiatan pendahuluan juga termasuk ke dalam penerapan aspek mengamati. Hal ini dikarenakan kegiatan apersepsi dapat menuntun siswa membayangkan fenomena yang terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T11). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Siswa Guru B bahwa kegiatan mengamati yang difasilitasi

Aspek menanya tidak berjalan dengan maksimal. Siswa bertanya hanya jika tidak memahami maksud permasalahan yang termuat dalam LKS. Siswa tidak terlihat skeptis terhadap materi yang disampaikan oleh Guru B. Guru B menyatakan bahwa kegiatan menanya biasanya terjadi ketika guru menyampaikan fenomena fisis yang menarik. Siswa akan bertanya mengapa fenomena tersebut dapat terjadi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T12). Selama diskusi berlangsung, Guru

B aktif menghampiri setiap kelompok. Catatan lapangan yang dibuat peneliti menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, Guru B terlihat selalu merespon positif jika ada siswa yang bertanya. Guru B juga sesekali menyampaikan pernyataan humor yang membuat siswa tertawa. Siswa mengumpulkan informasi terkait permasalahan yang termuat pada LKS melalui buku dan internet. Guru memfasilitasi kegiatan mengasosiasi dengan menugaskan siswa menjawab permasalahan yang termuat pada LKS berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana kepada siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru B mengungkapkan bahwa pemberian pertanyaan tersebut dapat melatih siswa untuk menalar (Wan/D3/GB/30-04-2015/T13). Kegiatan berkomunikasi antar siswa terjadi ketika siswa melakukan diskusi kelompok. Kegiatan B aktif menghampiri setiap kelompok. Catatan lapangan yang dibuat peneliti menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, Guru B terlihat selalu merespon positif jika ada siswa yang bertanya. Guru B juga sesekali menyampaikan pernyataan humor yang membuat siswa tertawa. Siswa mengumpulkan informasi terkait permasalahan yang termuat pada LKS melalui buku dan internet. Guru memfasilitasi kegiatan mengasosiasi dengan menugaskan siswa menjawab permasalahan yang termuat pada LKS berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana kepada siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru B mengungkapkan bahwa pemberian pertanyaan tersebut dapat melatih siswa untuk menalar (Wan/D3/GB/30-04-2015/T13). Kegiatan berkomunikasi antar siswa terjadi ketika siswa melakukan diskusi kelompok. Kegiatan

Guru B memaparkan materi secara sistematis dari mudah ke sulit dan dari konkrit ke abstrak. Materi yang disampaikan bersifat konseptual dan kontekstual. Hal tersebut terlihat ketika Guru B menggunakan analogi fenomena terperangkapnya panas dalam mobil yang diparkir di bawah terik matahari untuk menjelaskan proses terjadinya efek rumah kaca. Guru B bersama siswa mendiskusikan bagaimana kebiasaan hidup vegetarian mampu mendukung upaya penanggulangan pemanasan global. Guru B juga mengaitkan materi pembelajaran dengan nilai-nilai kebudayaan lokal, yaitu Hari Raya Nyepi. Guru B menjelaskan bagaimana Hari Raya Nyepi dapat diakui dunia sebagai salah satu kebudayaan yang mendukung upaya penanggulangan pemanasan global. Namun demikian, selama pembelajaran, Guru B tidak terlihat melakukan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Pada kegiatan penutup, Guru B mengkonfirmasi apakah ada siswa yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian tugas rumah, sembahyang, dan salam penutup. Guru B tidak menyimpulkan materi pembelajaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Siswa Guru B bahwa Guru B memang jarang menyimpulkan materi pembelajaran pada kegiatan penutup. Menurut Siswa Guru

B, yang dilakukan B pada kegiatan penutup hanya menyampaikan salam penutup. Namun demikian, Siswa Guru B membenarkan bahwa Guru B selalu menyampaikan materi pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T2).

2) Observasi Kedua Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi kedua dilakukan pada 30 April 2015. Guru B melakukan pembelajaran dengan materi karakteristik gelombang. Guru B memulai pembelajaran dengan menyampaikan salam pembuka bersama siswa, dilanjutkan dengan menyampaikan materi yang akan dipelajari, serta menyampaikan garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru B tidak terlihat melakukan absensi. Guru B juga tidak menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian yang akan dilakukan.

Kegiatan inti dilakukan dengan menugaskan siswa untuk melakukan demonstrasi karakteristik gelombang transversal pada tali dan air, serta karakteristik gelombang longitudinal pada slinki. Demonstrasi karakteristik gelombang transversal pada tali dan karakteristik gelombang longitudinal pada slinki dilakukan di dalam kelas, sedangkan demonstrasi karakteristik gelombang transversal pada air dilakukan di luar kelas. Siswa diberikan waktu selama satu jam pelajaran untuk melakukan demonstrasi tersebut. Setelah demonstrasi berakhir, siswa ditugaskan merapikan alat dan bahan demonstrasi, kemudian siswa mendiskusikan LKS yang memuat permasalahan yang terkait dengan demonstrasi yang dilakukan. Pembelajaran dilanjutkan dengan metode ceramah dan tanya jawab. Guru B memaparkan materi dengan bantuan media powerpoint. Media powerpoint tersebut memuat paparan konsep, bagan, gambar, dan video. Video yang ditayangkan memuat teknis praktikum karakteristik gelombang dengan menggunakan tangki riak. Hal ini dilakukan karena fasilitas tangki riak yang dimiliki oleh sekolah rusak dan tidak dapat digunakan. Dengan demikian, tuntutan praktikum tangki riak dalam silabus tidak dapat dipenuhi oleh Guru B.

Penayangan video merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini (Wan/D1/GB/25-0402015). Jawaban soal LKS yang telah dibuat oleh siswa tidak dibahas oleh Guru B. Jawaban LKS tersebut dikumpulkan di akhir pembelajaran.

Penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan B dapat dipaparkan sebagai berikut. Guru B memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mendemonstrasikan proses terjadinya gelombang longitudinal pada slinki, gelombang transversal pada tali dan air, serta menayangkan animasi, gambar, dan video pada slide powerpoint. Guru B menyatakan bahwa kegiatan mengamati juga dilakukan dengan mengajak siswa membayangkan fenomena alam yang pernah dialaminya (Wan/D3/GB/30-04-2015/T16). Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami prosedur demonstrasi yang akan dilakukan. Guru B merespon positif siswa yang bertanya. Siswa Guru B menyatakan bahwa jika ada siswa yang bertanya, maka Guru B akan melempar pertanyaan tersebut kepada siswa lain (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T3). Selama siswa melakukan demonstrasi, Guru B aktif menuntun setiap kelompok yang mengalami permasalahan. Kegiatan menanya juga terjadi antar siswa ketika mendiskusikan permasalahan yang termuat pada LKS. Menurut Siswa Guru B, upaya yang dilakukan B agar siswa aktif bertanya adalah dengan mengkonfirmasi apakah semua siswa sudah mengerti atau belum (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T4). Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B sering melontarkan pertanyaan “sudah?”. Selain dapat merangsang siswa untuk bertanya, hal tersebut juga menunjukkan bahwa Guru B memberikan kesempatan kepada siswa untuk mamahami materi pembelajaran yang diberikan, sebelum dilanjutkan dengan materi pembelajaran yang baru.

Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan percobaan gelombang slinki, gelombang tali, dan gelombang air seperti yang disampaikan sebelumnya. Kegiatan menalar dilakukan dengan memberikan siswa permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari demonstrasi yang telah dilakukan. Disamping itu, Guru B juga sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Sebagai contoh, ketika siswa melakukan demonstrasi gelombang longitudinal pada slinki, Guru B memberikan pertanyaan “mengapa tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak berpindah posisi secara horizontal ?”

Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan melalui diskusi kelompok, tanya jawab antara guru dan siswa, serta presentasi (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T5). Guru B juga sering menunjuk siswa secara langsung untuk menyampaikan pendapat. Pada saat presentasi, siswa dibagi ke dalam kelompok presenter dan kelompok penilai. Kelompok presenter bertugas mempresentasikan makalah yang telah dibuat, sedangkan kelompok penilai bertugas memberikan penilain terhadap teknis presentasi dan tampilan powerpoint kelompok presenter. Kelompok penilai juga dapat memberikan pertanyaan kepada kelompok presenter. Dalam kegiatan tersebut, Guru B bertindak sebagai moderator yang memberikan masukan serta menengahi jika terdapat silang pendapat antara kelompok presenter dan kelompok penilai. Dalam kegiatan tersebut, Guru B mengaku juga mengajarkan siswa etika berkomunikasi yang formal pada saat presentasi (Wan/D3/GB/30-04-2015/T17).

Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B memberikan nilai tambahan ketika siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya. Siswa Guru

B mengungkapkan bahwa Guru B melakukan hal tersebut untuk memotivasi siswa

agar aktif menyampaikan pendapat dan sekaligus untuk membantu meningkatkan nilai siswa. Hal ini dikarenakan pada semester satu, nilai fisika siswa tidak bagus, sehingga Guru B menggunakan metode tersebut untuk membantu meningkatkan nilai siswa (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T6). Guru B menjelaskan bahwa tujuan pemberian nilai tambahan adalah untuk memotivasi siswa agar aktif berpendapat dalam pembelajaran. Tambahan nilai yang diberikan bervariasi tergantung kesulitan soal yang dapat dijawab oleh siswa. Guru B mengklaim bahwa teknik tersebut mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa semangat berlarian ke depan kelas untuk mengumpulkan jawabannya dan menjadi 10 orang pertama yang mendapatkan nilai tambahan (Wan/D3/GB/30-04-2015/T18). Siswa Guru B mengungkapkan jika terdapat siswa yang tidak pernah mendapatkan nilai plus, maka Guru B akan menunjuk siswa tersebut secara langsung untuk mengerjakan soal di papan tulis. Selain untuk melatih siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, hal tersebut juga dilakukan untuk membantu siswa tersebut memperbaiki nilainya yang kurang. Jika siswa tersebut tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan, maka Guru B akan menyuruhnya untuk menunjuk teman yang mampu membantunya menyelesaikan soal tersebut. Namun, jika tidak ada siswa yang mampu menjawab, maka Guru B yang akan menjelaskan cara menjawab soal tersebut (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T7).

Pada kegiatan penutup, Guru B meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan persembahyangan, dan salam penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak menyimpulkan materi pembelajaran, tidak memberikan kuis dan PR, dan tidak Pada kegiatan penutup, Guru B meminta siswa mengumpulkan jawaban LKS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan persembahyangan, dan salam penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak menyimpulkan materi pembelajaran, tidak memberikan kuis dan PR, dan tidak

3) Observasi Ketiga Pembelajaran di Kelas Guru B

Observasi ketiga dilakukan pada 11 Mei 2015. Guru B dan siswa melakukan praktikum Melde di laboratorium fisika. Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan membagi siswa ke dalam lima kelompok, di mana setiap kelompok terdiri dari tujuh orang siswa, penyampaian teknis dan rambu-rambu praktikum, penyampaian teknik penilaian yang akan dilakukan, dan instruksi kepada perwakilan kelompok untuk mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B mengungkapkan bahwa pembagian kelompok praktikum dilakukan secara heterogen dan disesuaikan dengan karakteristik siswa. Setiap kelompok memuat siswa dengan karakteristik suka bicara, siswa pendiam, siswa yang berjiwa pemimpin, siswa laki-laki, dan siswa perempuan. Siswa pendiam dikelompokkan dengan siswa yang suka berbicara agar siswa tersebut termotivasi untuk aktif. Siswa yang berjiwa pemimpin bertugas untuk mengatur tugas masing-masing anggota kelompoknya. Guru B mengungkapkan bahwa jika pemimpin kelompok adalah siswa dengan karakteristik pendiam, maka semua tugas kelompok cenderung dikerjakan sendiri oleh siswa tersebut. Siswa laki-laki pada setiap kelompok bertugas melakukan kegiatan-kegitan yang relatif berbahaya, di mana siswa perempuan tidak berani melakukannya (Wan/D2/GB/27-04-2015/T13).

Kegiatan inti dilakukan dengan pengambilan alat, bahan, dan LKS praktikum, kemudian dilanjutkan dengan merangkai alat dan bahan praktikum. Kelompok yang telah selesai merangkai alat dan bahan praktikum, tidak diijinkan

untuk langsung mengambil data praktikum, melainkan harus melapor dulu ke Guru B. Hal ini dikarenakan Guru B harus memeriksa kebenaran rangkaian praktikum terlebih dahulu. Setelah kelompok melapor bahwa rangkaian praktikum telah siap, Guru B mendatangi kelompok tersebut dan melakukan tes unjuk kerja praktikum untuk masing-masing siswa. Secara umum, pertanyaan yang diberikan oleh Guru B adalah sebagai berikut. (1) Sebutkan nama alat dan bahan praktikum yang digunakan! (2) Mengapa jenis arus yang digunakan adalah AC? (3) Bolehkah kabel penghubung catu daya dan vibrator dibolak-balik dan tidak sesuai dengan warna soket pada catu daya? (4) Berapa tegangan yang digunakan? Mengapa? (5) Berapa masa beban yang digunakan? Mengapa? (6) Manakah yang dimaksud satu gelombang? Tunjukkan! (7) Bagaimana cara menentukan panjang gelombang? (8) Apa yang akan kalian lakukan dalam praktikum ini?

Setelah tes unjuk kerja selesai, siswa mengumpulkan dan menganalisis data sesuai dengan LKS yang diberikan. Guru B yang dibantu oleh Laboran terlihat aktif menuntun siswa selama praktikum. Pada saat praktikum berlangsung, terdapat beberapa vibrator yang tidak berfungsi. Guru B meminta bantuan Laboran untuk menangani masalah tersebut. Pada akhir kegiatan inti, siswa mengumpul jawaban LKS. Guru B membahas permasalahan yang termuat dalam LKS, mengevaluasi pelaksanaan praktikum, dan menyimpulkan hasil praktikum. Terdapat beberapa kelompok yang salah dalam menganalisis data. Guru B menugaskan kelompok tersebut untuk melakukan analisis data ulang.

Kegiatan penutup dilakukan dengan mengkonfirmasi apakah terdapat pertanyaan dari siswa dan dilanjutkan dengan salam penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak memberikan kuis dan PR, serta tidak Kegiatan penutup dilakukan dengan mengkonfirmasi apakah terdapat pertanyaan dari siswa dan dilanjutkan dengan salam penutup. Catatan lapangan peneliti menunjukkan bahwa Guru B tidak memberikan kuis dan PR, serta tidak

Pada semester kedua ini, Guru B telah melakukan praktikum sebanyak dua kali, yaitu praktikum titik berat dan praktikum Melde. Menurut Guru B, pada semester kedua, sebagaian besar materi pembelajaran bersifat abstrak, sehingga sulit untuk dipraktikumkan. Terhadap materi pembelajaran tersebut, Guru B menggunakan alternatif metode belajar kelompok atau menugaskan siswa membuat makalah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T5). Proses praktikum yang biasanya dilakukan oleh Guru B adalah sebagai berikut. Kegiatan praktikum diawali dengan siswa duduk berdasarkan kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, Guru B menyampaikan tujuan praktikum yang akan dilakukan. Tujuan praktikum tersebut juga telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, sehingga siswa dapat mempelajari kajian teorinya secara mandiri di rumah. Kemudian, siswa mengambil alat, bahan, dan LKS praktikum. Guru B menjelaskan bahwa terdapat dua jenis LKS praktikum yang biasa digunakan, yaitu LKS terbuka dan LKS tertutup. LKS terbuka adalah LKS yang tidak memuat rancangan dan prosedur praktikum. LKS terbuka diberikan untuk praktikum dengan tingkat kesulitan dan peluang kesalahan rendah, seperti praktikum kalor. LKS tertutup adalah LKS yang memuat rancangan dan prosedur praktikum yang akan dilakukan. LKS jenis ini diberikan untuk praktikum yang sulit dan riskan terjadi kesalahan siswa dalam menggunakan alat, seperti praktikum Melde. Jika siswa tidak memahami tujuan dan prosedur praktikum

yang termuat dalam LKS, maka siswa dapat bertanya kepada Guru B atau Laboran. Setelah itu, siswa mengumpulkan dan menganalisis data praktikum. Analisis data praktikum tersebut kemudian dikumpulkan dalam bentuk laporan singkat. Hal ini bertujuan agar siswa tidak memanipulasi data praktikum. Analisis data lanjutan dilakukan oleh siswa secara berkelompok di rumah. Laporan praktikum dipresentasikan dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. Jika terdapat kelompok yang salah dalam melakukan praktikum, maka kelompok tersebut wajib melakukan praktikum ulang. Guru B tidak mengijinkan kelompok tersebut melakukan praktikum ulang pada jam pembelajaran fisika berikutnya. Guru B menyatakan bahwa waktu pelaksanaan praktikum ulang didiskusikan secara mandiri oleh siswa dan Laboran (Wan/D3/GB/30-04-2015/T19).

Hasil observasi peneliti selama tiga kali di kelas Guru B menunjukkan bahwa Guru B selalu memberikan salam penutup dan persembahyangan bersama siswa di akhir pembelajaran. Guru B menyatakan bahwa hal tersebut merupakan upaya pengembangan aspek religius siswa. Upaya pengembangan aspek religius siswa juga dilakukan melalui pemaparan materi secara kontekstual, seperti penjelasan mengapa hari raya Nyepi agama Hindu di Bali dapat diakui dunia sebagai salah satu kebudayaan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (Wan/D4/GB/09-05-2015/T1).

Pengembangan sikap ilmiah siswa yang dilakukan oleh Guru B adalah sebagai berikut. Sikap disiplin dikembangkan melalui kehadiran siswa yang tepat waktu. Jika terdapat siswa yang tidak hadir tepat waktu, maka siswa tersebut tidak dijinkan mengikuti pembelajaran. Guru B juga tidak mengijinkan siswa makan dan minum di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Bagi siswa yang Pengembangan sikap ilmiah siswa yang dilakukan oleh Guru B adalah sebagai berikut. Sikap disiplin dikembangkan melalui kehadiran siswa yang tepat waktu. Jika terdapat siswa yang tidak hadir tepat waktu, maka siswa tersebut tidak dijinkan mengikuti pembelajaran. Guru B juga tidak mengijinkan siswa makan dan minum di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Bagi siswa yang

2015/T2; Wan/D1/SGB/23-04-2015/T9)

Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru B menugaskan siswa mengumpulkan laporan singkat yang memuat data praktikum yang diperoleh siswa. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak memanipulasi data praktikum. Upaya pengembangan sikap jujur juga dilakukan pada saat ulangan. Guru B menerapkan beberapa upaya untuk meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama pada saat ulangan. Pertama, ulangan dilakukan dengan sistem soal yang dipaketkan. Siswa yang duduk dengan nomor absen genap mendapat soal paket A dan siswa yang bernomor absen ganjil mendapat soal paket B. Guru B mengaku aktif mengawasi siswa pada saat ulangan dengan sistem seperti ini. Kedua, ulangan dilakukan dengan sistem gelombang, di mana setengah dari jumlah siswa bergantian mengerjakan soal ulangan di dalam kelas. Guru B mengaku sistem ini lebih efektif dalam meminimalisir upaya siswa untuk bekerjasama. Upaya meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama juga dilakukan dengan membalik meja siswa pada saat ulangan, sehingga siswa tidak dapat menyembunyikan contekan di kolong meja. Guru B mengaku memberikan nilai nol dan merobek lembar jawaban siswa yang ditemukan menyontek. Guru B menyuruh siswa mencoret jawaban hasil menyontek tersebut (Wan/D4/GB/09- 05-2015/T3). Sikap kerjasama dikembangkan melalui kegiatan diskusi kelompok pada saat pembelajaran di kelas dan praktikum di laboratorium. Catatan lapangan Pengembangan sikap jujur dilakukan pada saat praktikum. Guru B menugaskan siswa mengumpulkan laporan singkat yang memuat data praktikum yang diperoleh siswa. Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak memanipulasi data praktikum. Upaya pengembangan sikap jujur juga dilakukan pada saat ulangan. Guru B menerapkan beberapa upaya untuk meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama pada saat ulangan. Pertama, ulangan dilakukan dengan sistem soal yang dipaketkan. Siswa yang duduk dengan nomor absen genap mendapat soal paket A dan siswa yang bernomor absen ganjil mendapat soal paket B. Guru B mengaku aktif mengawasi siswa pada saat ulangan dengan sistem seperti ini. Kedua, ulangan dilakukan dengan sistem gelombang, di mana setengah dari jumlah siswa bergantian mengerjakan soal ulangan di dalam kelas. Guru B mengaku sistem ini lebih efektif dalam meminimalisir upaya siswa untuk bekerjasama. Upaya meminimalisir kesempatan siswa bekerjasama juga dilakukan dengan membalik meja siswa pada saat ulangan, sehingga siswa tidak dapat menyembunyikan contekan di kolong meja. Guru B mengaku memberikan nilai nol dan merobek lembar jawaban siswa yang ditemukan menyontek. Guru B menyuruh siswa mencoret jawaban hasil menyontek tersebut (Wan/D4/GB/09- 05-2015/T3). Sikap kerjasama dikembangkan melalui kegiatan diskusi kelompok pada saat pembelajaran di kelas dan praktikum di laboratorium. Catatan lapangan

Bertolak dari hasil observasi pembelajaran dan wawancara yang telah dilakukan, ditemukan bahwa sebagian besar pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Pada kegiatan pendahuluan, guru model menyampaikan salam pembuka, melakukan absensi, memberikan apersepsi, dan menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan inti, kelima aspek pendekatan saintifik telah diupayakan dengan baik. Kegiatan mengamati dilakukan dengan menayangkan gambar, animasi, dan video melalui media powerpoint, serta mengarahkan siswa untuk mengamati karakteristik gelombang melalui demonstrasi dan praktikum. Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami soal pada LKS dan penurunan rumus yang dibuat guru, serta pada saat diskusi kelompok. Kegiatan mengumpulkan informasi dilakukan siswa melalui buku, internet, demonstrasi, dan praktikum. Kegiatan mengasosiasi dilakukan siswa dengan menganalisis soal yang diberikan guru pada LKS berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. Guru model juga sering mengajukan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana selama pembelajaran. Kegiatan mengkomunikasikan terjadi pada saat siswa melakukan diskusi kelompok, tanya jawab, dan presentasi di depan kelas. Pada kegiatan penutup, guru model menyampaikan rencana kegiatan pertemuan selanjutnya dan salam penutup. Guru model ditemukan tidak menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak selalu memberikan PR.

4.1.3.4 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Tindak guru dalam evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dipaparkan berdasarkan transkrip observasi, serta transkrip wawancara guru dan siswa.

A. Tindak Guru A

Guru A melakukan penilaian pembelajaran pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti selama tiga kali, Guru A ditemukan tidak melakukan penilaian observasi pada saat pembelajaran. Berdasarkan hasil konfirmasi, dapat dijelaskan bahwa Guru A memang tidak melakukan penilaian observasi secara langsung dengan menggunakan instrumen tertulis. Penilaian observasi dilakukan dengan memfoto perilaku siswa melalui smart phone. Foto-foto yang telah diambil selanjutnya direkap oleh Guru A di rumah. Hal tersebut dilakukan agar penilaian observasi tidak mengganggu proses pembelajaran. Selain itu, metode tersebut juga dinilai dapat meminimalisir peluang terlewatkannya perilaku unik siswa akibat guru fokus melakukan penilaian observasi pada saat pembelajaran (Wan/D2/GA/05- 06-2015/T12).

Guru A mengaku mengalami kendala dalam melakukan penilaian jurnal. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang banyak dan alokasi waktu yang terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat catatan perilaku untuk semua siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam pelatihan yang diikuti Guru A

adalah penilaian jurnal dapat dilakukan secara bertahap pada setiap pertemuan. Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena guru berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06-2015/T13). Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali dalam satu semester. Guru A mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa tidak objektif dalam melakukan penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa memiliki kepentingan untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut Guru A, penilaian sikap dan penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian nilai akhir aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya digunakan oleh guru sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga dapat memperoleh gambaran kondisi siswa yang sebenarnya (Wan/D2/GA/05-06- 2015/T14).

Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes tulis dilakukan dengan memberikan kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Semua jenis penilaian tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom akumulasi nilai akhir semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kuis diberikan secara terencana di akhir pertemuan. Namun demikian, Guru A mengaku tidak selalu memberikan kuis di akhir setiap pertemuan. Guru A mengaku selalu menyampaikan kepada siswa jadwal pelaksanaan kuis. Kuis secara mendadak kadang dilakukan jika sebagian siswa ditemukan tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10). Ulangan harian dilakukan di akhir setiap bab. Soal ulangan harian selalu dibuat dalam bentuk Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes tulis dilakukan dengan memberikan kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Semua jenis penilaian tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom akumulasi nilai akhir semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kuis diberikan secara terencana di akhir pertemuan. Namun demikian, Guru A mengaku tidak selalu memberikan kuis di akhir setiap pertemuan. Guru A mengaku selalu menyampaikan kepada siswa jadwal pelaksanaan kuis. Kuis secara mendadak kadang dilakukan jika sebagian siswa ditemukan tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran (Wan/D2/GA/05-06-2015/T10). Ulangan harian dilakukan di akhir setiap bab. Soal ulangan harian selalu dibuat dalam bentuk

Guru A mengaku jarang melakukan tes lisan. Tes lisan hanya dilakukan sekali dalam satu semester. Tes lisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa kali pertemuan. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia tidak cukup untuk memberikan tes lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Selain itu, Guru A juga mengaku mengalami kedala dalam membuat soal dan rubrik penilaian tes lisan karena soal yang dibuat harus mencakup semua materi yang telah diajarkan. Guru A juga harus membuat soal yang berbeda sebanyak jumlah siswa untuk menghindari peluang siswa membocorkan atau memperoleh soal yang sama (Wan/D1/GA/18-04-2015/T22).

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Pada semester kedua ini, Guru A hanya melakukan penilaian praktikum sebanyak satu kali, yaitu praktikum titik berat pada materi kesetimbangan benda tegar. Guru A ditemukan tidak melakukan praktikum Melde, padahal studi terhadap dokumen silabus menunjukkan bahwa praktikum tersebut merupakan pengalaman belajar minimal yang harus diberikan kepada siswa. Guru A mengkonfirmasi bahwa praktikum Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Guru A juga mengungkapkan bahwa hal tersebut Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Pada semester kedua ini, Guru A hanya melakukan penilaian praktikum sebanyak satu kali, yaitu praktikum titik berat pada materi kesetimbangan benda tegar. Guru A ditemukan tidak melakukan praktikum Melde, padahal studi terhadap dokumen silabus menunjukkan bahwa praktikum tersebut merupakan pengalaman belajar minimal yang harus diberikan kepada siswa. Guru A mengkonfirmasi bahwa praktikum Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Guru A juga mengungkapkan bahwa hal tersebut

Siswa Guru A mengungkapkan bahwa pada semester dua, Guru A telah memberikan tugas proyek sebanyak dua kali, yaitu proyek membuat eskavator pada materi fluida dinamis dan proyek membuat maket pada materi pemanasan global (Wan/D1/SGA/04-05-2015/T13). Teknis pelaksanaan tugas proyek tersebut adalah sebagai berikut. Sebelum melaksanakan tugas proyek, siswa terlebih dahulu membuat proposal rancangan produk, dalam hal ini adalah rancangan eskavator. Rancangan produk yang dibuat tidak boleh sama antar kelompok. Setelah proposal selesai dibimbingkan, selanjutnya siswa membuat eskavator sesuai dengan rancangan pada proposal. Siswa diberikan rentangan waktu tertentu untuk menyelesaikan eskavator tersebut. Eskavator yang telah dibuat kemudian dikonteskan pada saat pembelajaran. Kontes yang dimaksud adalah perlombaan menangkap kertas dengan menggunakan eskavator. Terakhir, siswa ditugaskan membuat laporan (Wan/D1/GA/18-04-2015/T23). Guru A mengungkapkan bahwa selain sebagai penilaian proyek, tugas membuat eskavator juga sekaligus dijadikan sebagai penilaian portofolio. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Guru A berikut. “Biasanya saya jadiin satu untuk proyek dan portofolio, karena kan proyek itu pasti ada proses bimbingan, ada perbaikan disain. Tak kumpulin ni laporan mereka satu-satu, baru nanti saya jadiin portofolio. Jadi, proyeknya saya nilai produknya sama presentasinya, kumpulan disain, latar belakang pengembangan, dan semuanya itu, sampai laporan akhir, itu portofolio. Karena kalau dilaksanakan khusus nggak bisa, waktu nggak

cukup.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa nilai proyek cukup.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa nilai proyek

B. Tindak Guru B

Guru B ditemukan telah melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Proses penilaian observasi yang dilakukan B adalah sebagai berikut. Pertama, Guru B menyiapkan daftar nama siswa dengan kolom-kolom tanggal. Daftar tersebut selalu dibawa setiap pembelajaran. Siswa yang aktif menjawab akan diberikan point plus. Satu point plus dapat menambah nilai sikap sebesar 0,1. Pada akhir semester, point plus tersebut direkap dan dijumlahkan dengan nilai murni yang diperoleh siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T4). Namun demikian, selama observasi di kelas Guru B, peneliti menemukan Guru B melakukan metode tersebut hanya satu kali, yaitu pada materi pokok karakteristik gelombang. Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat perilaku unik siswa pada tanggal tertentu. Perilaku unik yang dimaksud adalah sikap yang terbaik dan terburuk dari keseluruhan siswa. Catatan yang termuat dalam penilaian jurnal digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan nilai akhir aspek sikap siswa. Guru B mengaku perlu waktu yang relatif lama dalam melakukan penilaian jurnal, sehingga Guru B lebih memprioritaskan penilaian observasi. Hal ini sesuai Guru B ditemukan telah melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Proses penilaian observasi yang dilakukan B adalah sebagai berikut. Pertama, Guru B menyiapkan daftar nama siswa dengan kolom-kolom tanggal. Daftar tersebut selalu dibawa setiap pembelajaran. Siswa yang aktif menjawab akan diberikan point plus. Satu point plus dapat menambah nilai sikap sebesar 0,1. Pada akhir semester, point plus tersebut direkap dan dijumlahkan dengan nilai murni yang diperoleh siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T4). Namun demikian, selama observasi di kelas Guru B, peneliti menemukan Guru B melakukan metode tersebut hanya satu kali, yaitu pada materi pokok karakteristik gelombang. Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat perilaku unik siswa pada tanggal tertentu. Perilaku unik yang dimaksud adalah sikap yang terbaik dan terburuk dari keseluruhan siswa. Catatan yang termuat dalam penilaian jurnal digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan nilai akhir aspek sikap siswa. Guru B mengaku perlu waktu yang relatif lama dalam melakukan penilaian jurnal, sehingga Guru B lebih memprioritaskan penilaian observasi. Hal ini sesuai

pakek observasi, biar cepet, pakek tanda aja.” (Wan/D4/GB/09-05-2015/T5). Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan sekali setiap semester.

Guru B menugaskan siswa untuk mem-fotocopy instrumen penilaian dan melakukan penilaian secara mandiri di rumah. Hal ini dikarenakan jumlah intrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa tersebut mencapai sepuluh halaman, sehingga memerlukan biaya yang banyak jika Guru B mencetak instrumen tersebut untuk semua siswa (Wan/D4/GB/09-05-2015/T6). Walaupun demikian, Siswa Guru B mengaku objektif dalam melakukan penilaian diri dan penilaian antar peserta siswa. Hal ini dikarenakan Guru B memberikan himbauan bahwa siswa tidak boleh memberitahu nilai yang diberikan kepada temannya (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T11).

Studi terhadap sampel instrumen penilaian diri yang dibuat oleh Guru B menunjukkan bahwa dalam instrumen tersebut, siswa dituntut untuk melakukan penilaian terhadap sikap spiritual, sikap jujur, sikap tanggung jawab, sikap disiplin, sikap gotong royong, sikap toleransi, sikap percaya diri, dan sikap santun. Sedangkan studi terhadap sampel instrumen penilaian antar siswa menunjukkan bahwa indikator yang dinilai hanya sikap jujur dan displin. Guru B tidak meminta siswa menilai pemahamannya terhadap materi pembelajaran yang telah diberikan. Guru B mengungkapkan bahwa instrumen penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dibuatnya telah disesuaikan dengan contoh instrumen yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T7).

Nilai akhir semester untuk aspek sikap merupakan akumulasi nilai religius dan nilai sikap. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan sistem modus. Terdapat satu nilai yang diperlukan untuk setiap jenis penilaian sikap. Nilai maksimal adalah 4 dan nilai minimal adalah 1. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka nilai akhir semester siswa tersebut untuk jenis penilaian observasi adalah 4. Dengan demikian, siswa tersebut akan memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D4/GB/09-05-2015/T8).

Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tulis dan tes lisan. Tes tulis dilakukan melalui kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester (Wan/D1/GB/25-04-2015/T24). Semua jenis penilaian tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan jenis nilai pada kolom akumulasi nilai akhir semester yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kuis diberikan secara mendadak dan situasional. Jika alokasi waktu pembelajaran tidak memenuhi, maka kuis diberikan di awal atau di akhir pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Jenis soal dan teknis penilaian kuis sama dengan ulangan harian. Perbedaannya adalah jumlah soal kuis lebih sedikit, yaitu satu sampai dengan dua soal. Guru B mengaku tidak sempat memberikan kuis untuk materi pembelajaran menjelang akhir semester karena Guru B harus mengejar ketercapaian materi pembelajaran sebelum ulangan akhir semester dilaksanakan (Wan/D1/GB/25-04-2015/T16; Wan/D4/GB/09-05-2015/T9).

Guru B mengungkapkan bahwa dalam Standar Proses Kurikulum 2013, nilai tugas digabung dengan nilai PR. Siswa Guru B menyatakan tugas diberikan jika Guru B tidak dapat mengajar karena kesibukannya menjadi wakil kepala

sekolah. Tugas yang diberikan harus diselesaikan di sekolah dan dikumpul diakhir jam pembelajaran. Siswa Guru B mengaku dapat mengerjakan tugas tersebut karena soal tugas yang diberikan tidak banyak dan diambil dari buku LKS Kreatif (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T12). Berbeda dengan pernyataan siswa, Guru B mengaku memberikan banyak soal pada tugas yang diberikan di sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk memperkecil peluang siswa dalam bekerjasama. Guru B mengaku memeriksa secara detail jawaban tugas siswa tersebut (Wan/D4/GB/09- 05-2015/T10). Namun demikian, selama tiga kali melakukan observasi di kelas Guru B, peneliti tidak menemukan Guru B memberikan PR ataupun tugas kepada siswa. Menurut Guru B, PR sering diberikan menjelang ulangan harian dengan tujuan memotivasi siswa untuk latihan soal. Teknis penilaian PR yang dilakukan

B tidak mendetail berdasarkan pedoman penilaian. Guru B meyakini bahwa siswa pasti bekerjasama dalam mengerjakan PR, sehingga jawaban semua siswa akan relatif sama. Berdasarkan keyakinan tersebut, teknis penilaian PR yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, Guru B membadingkan jawaban siswa dengan kategori pintar, sedang, dan kurang. Selanjutnya, jika ditemukan sebagian besar jawaban siswa sama, maka Guru B hanya akan menilai ketepatan waktu siswa dalam mengumpul PR tersebut. Siswa yang mengumpulkan PR tepat waktu otomatis akan diberikan nilai B (Wan/D4/GB/09-05-2015/T11).

Ulangan harian dilaksanakan secara sistematis dan terencana di akhir materi pokok pembelajaran. Namun, berdasarkan catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti, ditemukan Guru B tidak memberikan ulangan harian setelah menyelesaiakan materi pemanasan global. Guru B langsung melanjutkan ke materi karakteristik gelombang. Setelah dikonfirmasi, Guru B mengungkapkan

bahwa ulangan harian akan dilakukan sekalian setelah semua materi diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan Guru B harus menuntaskan tuntutan materi pembelajaran sebelum ulangan akhir semester (Wan/D4/GB/09-05-2015/T13). Siswa Guru B menjelaskan bahwa terdapat dua jenis bentuk soal ulangan yang diberikan oleh Guru B, yaitu soal esay dan soal objektif diperluas. Kedua jenis soal ulangan tersebut sesuai dengan materi yang diberikan pada saat pembelajaran (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T13). Guru B menyatakan bahwa soal yang diberikan terkadang sama persis dengan soal latihan pada saat pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah siswa mengingat solusi dari soal latihan tersebut. Selain itu, ada juga soal yang jenisnya sama namun angkanya berbeda, serta soal yang jenisnya sangat berbeda dengan soal latihan (Wan/D4/GB/09-05-2015/T22). Guru B menilai dan menyampaikan hasil ulangan harian siswa dengan dua cara. Pertama, Guru B memeriksa dan menilai sendiri jawaban ulangan siswa sesuai dengan rubrik penilaian yang telah dibuat, kemudian hasil ulangan tersebut dibagikan kepada siswa. Kedua, Guru B mengajak siswa untuk menilai hasil ulangan harian tersebut, sehingga siswa secara langsung dapat mengetahui nilai ulangan yang diperoleh (Wan/D4/GB/09-05-2015/T14).

Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh sekolah. Pada saat ulangan semester, pengaturan tempat duduk siswa diselang-seling antara kelas X dan kelas XI untuk memperkecil peluang siswa bekerjasama. Jenis soal yang diberikan adalah objektif. Soal tersebut dibuat secara berkelompok oleh guru yang mengajar ditingkatan kelas yang sama (Wan/D3/GB/30-04-2015/T20). Tes lisan dilakukan dengan teknis sebagai berikut. Guru B meletakkan empat buah meja di depan

kelas, kemudian dipanggil empat orang siswa sesuai dengan hasil undian. Masing- masing dari siswa tersebut ditugaskan menjawab satu buah soal yang juga merupakan hasil undian. Soal tersebut harus diselesaikan secara langsung di atas meja sesuai dengan alokasi waktu yang telah disampaikan. Sistem tes lisan yang lain adalah sebagai berikut. Guru B membagi papan tulis menjadi empat bagian. Empat orang siswa dipanggil secara acak dan diberikan soal untuk langsung diselesaikan di papan. Guru B mengaku tidak memeriksa proses siswa dalam menyelesaikan soal. Kebenaran jawaban siswa hanya dilihat berdasarkan jawaban akhir yang diperoleh. Sistem tersebut dilakukan karena Guru B meyakini siswa tidak mungkin mencontek atau bekerjasama pada saat ujian lisan. Selain itu, hal ini juga dikarenakan alokasi waktu yang tersedia tidak mencukupi. Jika siswa salah dalam menjawab soal tes lisan tersebut, maka siswa akan mendapatkan nilai nol. Terhadap siswa tersebut, Guru B memberikan tugas dan memberikan nilai satu hanya dengan mengumpul tugasnya saja (Wan/D4/GB/09-05-2015/T15).

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio (Wan/D4/GB/09-05- 2015/T16). Berdasarkan transkrip observasi tiga di kelas Guru B, penilaian kinerja praktikum dilakukan dengan menilai pemahaman siswa terhadap fungsi alat dan bahan praktikum serta prosedur dan tujuan praktikum yang dilakukan. Guru B juga mengaku menilai kerjasama kelompok pada saat melakukan praktikum (Wan/D4/GB/09-05-2015/T17). Penilaian proyek pada semester kedua telah dilakukan sebanyak dua kali. Proyek pertama dilakukan pada materi pokok fluida dinamis. Siswa ditugaskan membuat eskavator dari bahan suntikan bekas. Proyek kedua dilakukan pada materi pokok pemanasan global. Siswa ditugaskan

membuat makalah dan powerpoint tentang fenomena pemanasan global. Guru B menjelaskan bahwa yang menjadi pertimbangan dalam memberikan tugas proyek adalah karakteristik materi pembelajaran. Guru B tidak dapat memberikan tugas proyek pada semua materi pembelajaran. Untuk materi pembelajaran yang abstrak seperti teori kinetik gas, Guru B mengaku tidak memberikan tugas proyek. Dalam mengerjakan tugas proyek, siswa diberikan interval waktu selama dua minggu. Makalah dan powerpoint yang telah dibuat, selanjutnya dipresentasikan oleh beberapa kelompok. Kelompok yang lain bertugas sebagai penilai. Setelah presentasi, siswa mengumpulkan softcopy makalah dan powerpoint. Guru B juga menugaskan siswa untuk mengunggah softcopy tersebut ke internet (Wan/D4/GB/09-05-2015/T18).

Penilaian portofolio dilakukan dengan memberikan tugas penyusunan makalah aplikasi hukum Bernoulli, tugas berjangka, dan menugaskan siswa menjawab soal-soal pada buku LKS Kreatif (Wan/D4/GB/09-05-2015/T19). Siswa Guru B membenarkan bahwa LKS Kreatif yang telah dijawab dikumpulkan di akhir semester (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T14). Rekapitulasi nilai akhir semester untuk setiap jenis penilaian aspek keterampilan dilakukan berdasarkan sitem nilai tertinggi. Guru B memberikan contoh jika dalam satu semester guru mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka berdasarkan sistem penilaian tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T17).

Siswa Guru B mengungkapkan bahwa nilai KKM mata pelajaran fisika adalah 80. Jika terdapat siswa yang tidak memenuhi nilai tersebut, maka Guru B akan mengadakan remedi. Pelaksanaan remedi dilakukan di luar jam

pembelajaran fisika, yaitu hari Jumat pada saat kegiatan bebas. Siswa Guru B mengungkapkan bahwa soal tes remedi yang diberikan berbeda dengan soal ulangan harian. Namun demikian, Guru B mengaku memberikan soal yang sama jika tidak sempat membuat soal yang baru. Guru B mengungkapkan bahwa siswa yang mengikuti remedi pasti akan mendapatkan nilai KKM, yaitu 80. Guru B mengaku memberikan pengayaan bagi siswa yang nilainya telah memenuhi KKM. Pengayaan dilakukan dengan memberikan soal yang tingkat kesulitannya lebih tinggi (Wan/D4/GB/09-05-2015/T20). Namun demikian, Siswa Guru B mengungkapkan bahwa Guru B tidak pernah memberikan pengayaan. Guru B langsung melanjutkan materi jika semua nilai siswa telah memenuhi KKM (Wan/D1/SGB/23-04-2015/T15).

Guru B menjelaskan bahwa rekapitulasi nilai semester siswa untuk aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan berdasarkan form rekapitulasi penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Studi dokumen menunjukkan bahwa form tersebut merupakan file jenis Microsoft Excel dan memuat satu kolom nilai untuk setiap jenis penilaian pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Form tersebut telah memuat rumus nilai akhir siswa untuk semua aspek penilaian. Setelah semua nilai diakumulasi, nilai tersebut diserahkan kepada wali kelas. Wali kelas akan menyampaikan nilai tersebut kepada kepala sekolah (Wan/D4/GB/09-05-2015/T21).

Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa guru model melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan

4.1.3.5 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 dan Upaya Penyelesaiannya

Pada bagian ini, dipaparkan problematika guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Pemaparan hal tersebut berdasarkan pada transkrip wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah, dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, serta transkrip observasi pembelajaran dan hasil analisis dokumen pembelajaran guru.

A. Problematika Guru A

Hasil studi dokumen terhadap RPP Guru A menunjukkan bahwa komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan Guru A masih menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya mengedit KI dan KD sesuai dengan silabus Kurikulum 2013. Komponen RPP yang lain, seperti materi pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian ditemukan masih Hasil studi dokumen terhadap RPP Guru A menunjukkan bahwa komponen RPP yang disusun tidak sesuai dengan sistematika RPP yang termuat dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Komponen RPP tersebut lebih sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan Guru A masih menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan hanya mengedit KI dan KD sesuai dengan silabus Kurikulum 2013. Komponen RPP yang lain, seperti materi pembelajaran, skenario pembelajaran, dan teknik penilaian ditemukan masih

Guru A mengungkapkan bahwa tuntutan penyusunan RPP yang detail dalam Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan salah satu hal yang menyulitkan guru. Menurut Guru A, RPP yang baik tidak harus memuat konten yang detail. Berdasarkan pengalaman studi banding terhadap pembelajaran fisika di Singapura, Guru A mengungkapkan bahwa RPP yang dibuat oleh guru di sekolah tersebut tidak terlalu detail. Hal ini dikarenakan skenario pembelajaran yang dirancang oleh guru telah mengacu pada buku paket guru dan siswa, sehingga guru tidak harus menyusun atau mengetik ulang materi, soal, atau LKS dalam buku. Guru A menjelaskan bahwa dalam Kurikulum 2013 belum terdapat fungsi yang jelas dari buku paket guru dan siswa yang diberikan oleh pemerintah pusat. Menurut Guru A, guru seharusnya tidak dituntut membuat pemaparan materi, soal kuis, soal PR, dan LKS pada RPP karena semua hal tersebut sudah termuat dalam buku paket guru dan siswa. Seharusnya guru hanya dituntut untuk memanfaatkan buku tersebut dengan baik (Wan/D1/GA/18-04-2015/T25).

Guru A mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering dilaksanakan oleh Guru A pada Kurikulum 2006, sehingga Guru A mengaku telah terbiasa. Namun demikian, catatan lapangan peneliti selama tiga kali observasi di kelas Guru A menunjukkan bahwa aspek menanya dalam pendekatan saintifik lebih banyak dilakukan oleh guru. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa Guru A memang mengalami kendala dalam mengembangkan aspek menanya. Guru A Guru A mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering dilaksanakan oleh Guru A pada Kurikulum 2006, sehingga Guru A mengaku telah terbiasa. Namun demikian, catatan lapangan peneliti selama tiga kali observasi di kelas Guru A menunjukkan bahwa aspek menanya dalam pendekatan saintifik lebih banyak dilakukan oleh guru. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa Guru A memang mengalami kendala dalam mengembangkan aspek menanya. Guru A

A, penyebab hal ini adalah banyaknya jumlah materi, tujuan pembelajaran yang lebih mengutamakan kemampuan menghitung, dan alokasi waktu pembelajaran yang terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Yang paling susah menanya. Susah sekali. Cenderung saya yang banyak bertanya dibanding siswanya. Karena lihat juga kepadatan materi yang dituntut dalam kurikulum kita. Kalau kurikulum luar, siswa hanya diajarkan konsep-konsep dasar yang esensial saja. Kalau kita materinya banyak sekali dan berbasis menghitung, sehingga, kita kita tidak pernah memiliki waktu yang cukup untuk melatih mereka berpikir untuk mengembangkan sesuatu. Misalkan, saya tampilkan fenomena seperti ini. Kemudian saya menugaskan siswa untuk berpikir, masalah apakah yang muncul dari sini, tentu mereka akan bertanya. Tapi, untuk bisa memunculkan itu, nggak cukup waktu 10 menit.” (Wan/D2/GA/05-06-2015/T16).

Guru A ditemukan jarang menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan. Guru A sering meninggalkan kelas sebelum pembelajaran berakhir. Guru A juga ditemukan tidak melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang, di mana praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Praktikum Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Temuan tersebut dikuatkan oleh Siswa Guru A bahwa Guru A tidak pernah melaksanakan praktikum di laboratorium fisika dari semester satu sampai dengan semester dua. Pada semester dua, praktikum hanya dilakukan di kelas sebanyak satu kali, yaitu praktikum menentukan titik berat suatu benda pada Guru A ditemukan jarang menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan. Guru A sering meninggalkan kelas sebelum pembelajaran berakhir. Guru A juga ditemukan tidak melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang, di mana praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Praktikum Melde tidak dilakukan karena alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru A mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Temuan tersebut dikuatkan oleh Siswa Guru A bahwa Guru A tidak pernah melaksanakan praktikum di laboratorium fisika dari semester satu sampai dengan semester dua. Pada semester dua, praktikum hanya dilakukan di kelas sebanyak satu kali, yaitu praktikum menentukan titik berat suatu benda pada

Guru A menyatakan bahwa problematika terbesar yang dihadapinya dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi pembelajaran. Menurut Guru A, tuntutan evaluasi pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sangat banyak dan tidak sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Guru A mengaku mengalami kesulitan dalam menyusun rubrik penilaian dan melaksanakan penilaian di kelas. Menurut Guru A, alokasi waktu pembelajaran yang tersedia tidak cukup bagi seorang guru untuk melakukan tuntutan evaluasi pembelajaran yang banyak. Jika guru hanya terfokus pada penilaian, maka proses pembelajaran akan terganggu. Guru A mengaku tidak mampu melakukan penilaian lisan dan penilaian unjuk kerja praktikum untuk semua siswa dalam satu kali pertemuan. Solusi yang diterapkan oleh Guru A terhadap permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penilaian secara bertahap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kita bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kita harus tau dulu indikator-indikator untuk setiap aspek penilaian. Harus detail indikator-indikatornya kayak apa. Kemudian pelaksanaanya juga Guru A menyatakan bahwa problematika terbesar yang dihadapinya dalam pembelajaran fisika berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi pembelajaran. Menurut Guru A, tuntutan evaluasi pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sangat banyak dan tidak sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Guru A mengaku mengalami kesulitan dalam menyusun rubrik penilaian dan melaksanakan penilaian di kelas. Menurut Guru A, alokasi waktu pembelajaran yang tersedia tidak cukup bagi seorang guru untuk melakukan tuntutan evaluasi pembelajaran yang banyak. Jika guru hanya terfokus pada penilaian, maka proses pembelajaran akan terganggu. Guru A mengaku tidak mampu melakukan penilaian lisan dan penilaian unjuk kerja praktikum untuk semua siswa dalam satu kali pertemuan. Solusi yang diterapkan oleh Guru A terhadap permasalahan tersebut adalah dengan melakukan penilaian secara bertahap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Yang paling saya nggak paham, di bagian evaluasi. Bagaimana membangun rubriknya, itu susah. Kan nggak bisa kita bikin gradasi, ini nggak ada, ini kurang satu, nggak bisalah seperti itu. Kita harus tau dulu indikator-indikator untuk setiap aspek penilaian. Harus detail indikator-indikatornya kayak apa. Kemudian pelaksanaanya juga

Guru A belum memahami standar proses pengembangan instrumen penilaian aspek religius siswa karena terdapat pemahaman yang berbeda antara Guru A dengan guru yang lain tentang definisi operasional religius. Guru lain menilai aspek religius dapat dikembangkan dengan mengajak siswa berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, sedangkan Guru A menilai hal tersebut belum tentu dapat mengembangkan aspek religius siswa. Guru A menilai siswa yang rajin sembahyang belum tentu tingkat religiusitasnya tinggi. Akibatnya, penilaian aspek religius dilakukan berdasarkan persepsi masing-masing guru terhadap definisi operasional religiusitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Sangat sulit menilai aspek religius. Pandangan orang beda-beda. Saya melihatnya kayak gitu, orang melihatnya berdoa aja udah religius. Saya setiap hari sembahyang besok ngebom, apakah saya religius? Nyari kajian pustakanya juga suli t. Soalnya orang luar nggak menilai sampai di situ.” (Wan/D1/GA/18- 04-2015/T27).

Guru A juga menilai bahwa pengembangan ketekunan siswa dalam sembahyang tidak relevan dengan karakteristik pembelajaran fisika. Menurut Guru A, rajin atau tidaknya siswa berdoa dalam pembelajaran lebih menjadi tanggungjawab guru mata pelajaran agama. Terhadap permasalahan ini, Guru A mengaku mencari indikator penilaian aspek religius secara mandiri dari internet. Namun demikian, Guru A mengaku sulit menemukan referensi yang bagus karena kurikulum pembelajaran di luar negeri belum sampai pada pengembangan aspek religius siswa.

Catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru A menunjukkan bahwa Guru A tidak melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal. Siswa Guru A menyatakan bahwa penilaian observasi dilakukan oleh Guru A melalui smart phone . Guru A pernah mengungkapkan bahwa siswa yang nakal dan siswa yang aktif dalam pembelajaran dicatat dalam smart phone (Wan/D1/SGA/04-05- 2015/T16). Guru A mengungkapkan banyaknya jumlah siswa dan alokasi waktu yang terbatas menjadi kendala guru dalam melakukan penilaian observasi. Akibat hal tersebut, Guru A mengaku tidak dapat melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal untuk semua siswa. Penilaian observasi yang dilakukan hanya terbatas pada siswa dengan perilaku yang unik, sedangkan untuk siswa dengan perilaku normal akan diberikan nilai yang sama. Guru A menilai bahwa kelemahan dari penilaian observasi adalah adanya perilaku siswa yang tidak natural karena siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian sikap. Guru A menjelaskan bahwa terdapat siswa dengan karakteristik “si tukang berpikir” dan “si tukang berbicara”. Pernyataan atau jawaban yang disampaikan oleh “si tukang berbicara” sebagian besar merupakan gagasan dari “si tukang berpikir”, sehingga seolah-olah “si tukang berbicara” adalah siswa pintar dan “si tukang berpikir” merupakan siswa bodoh karena cenderung pasif. Upaya mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan controlling, yaitu berkeliling kelas secara simultan pada saat pembelajaran dan mengambil gambar perilaku unik siswa dengan menggunakan smartphone. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui karakteristik alami setiap siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Ada kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia, sehingga perilakunya tidak alami. Itu sebabnya saya melakukan controlling Catatan lapangan peneliti selama observasi di kelas Guru A menunjukkan bahwa Guru A tidak melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal. Siswa Guru A menyatakan bahwa penilaian observasi dilakukan oleh Guru A melalui smart phone . Guru A pernah mengungkapkan bahwa siswa yang nakal dan siswa yang aktif dalam pembelajaran dicatat dalam smart phone (Wan/D1/SGA/04-05- 2015/T16). Guru A mengungkapkan banyaknya jumlah siswa dan alokasi waktu yang terbatas menjadi kendala guru dalam melakukan penilaian observasi. Akibat hal tersebut, Guru A mengaku tidak dapat melakukan penilaian observasi dan penilaian jurnal untuk semua siswa. Penilaian observasi yang dilakukan hanya terbatas pada siswa dengan perilaku yang unik, sedangkan untuk siswa dengan perilaku normal akan diberikan nilai yang sama. Guru A menilai bahwa kelemahan dari penilaian observasi adalah adanya perilaku siswa yang tidak natural karena siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian sikap. Guru A menjelaskan bahwa terdapat siswa dengan karakteristik “si tukang berpikir” dan “si tukang berbicara”. Pernyataan atau jawaban yang disampaikan oleh “si tukang berbicara” sebagian besar merupakan gagasan dari “si tukang berpikir”, sehingga seolah-olah “si tukang berbicara” adalah siswa pintar dan “si tukang berpikir” merupakan siswa bodoh karena cenderung pasif. Upaya mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan controlling, yaitu berkeliling kelas secara simultan pada saat pembelajaran dan mengambil gambar perilaku unik siswa dengan menggunakan smartphone. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui karakteristik alami setiap siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Ada kasus di mana siswanya tahu kita nilai dia, sehingga perilakunya tidak alami. Itu sebabnya saya melakukan controlling

(Wan/D2/GA/05-06-2015/T17)

Sebagian besar siswa tidak objektif dalam melakukan penilaian diri dan penilaian antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa memiliki kepentingan untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Menurut Guru A, penilaian sikap dan penilaian antar siswa sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai akhir aspek sikap. Hasil penilaian tersebut sebaiknya hanya digunakan oleh guru sebagai bahan evaluasi ketercapaian indikator pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan melakukan penilaian secara objektif dan guru juga dapat memperoleh gambaran kondisi siswa yang sebenarnya. Guru A mengaku mengalami kendala dalam melakukan penilaian jurnal. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa yang banyak dan alokasi waktu yang terbatas, sehingga Guru A tidak dapat membuat catatan perilaku untuk semua siswa. Solusi yang diberikan oleh instruktur dalam pelatihan adalah dengan melakukan penilaian jurnal secara bertahap pada setiap pertemuan. Namun demikian, Guru A menilai metode tersebut tidak akurat karena guru berpotensi melewatkan perilaku siswa yang unik (Wan/D2/GA/05-06- 2015/T18).

Permasalahan yang dihadapi Guru A dalam penilaian aspek pengetahuan adalah terbatasnya alokasi waktu untuk memeriksa hasil ulangan. Guru A mengungkapkan bahwa hasil ulangan siswa harus segera dibagikan pada pertemuan selanjutnya. Guru A juga harus membuat analisis ketercapaian indikator untuk memetakan letak ketidakketercapaian indikator pembelajaran. Selanjutnya, Guru A harus membahas materi pembelajaran untuk indikator Permasalahan yang dihadapi Guru A dalam penilaian aspek pengetahuan adalah terbatasnya alokasi waktu untuk memeriksa hasil ulangan. Guru A mengungkapkan bahwa hasil ulangan siswa harus segera dibagikan pada pertemuan selanjutnya. Guru A juga harus membuat analisis ketercapaian indikator untuk memetakan letak ketidakketercapaian indikator pembelajaran. Selanjutnya, Guru A harus membahas materi pembelajaran untuk indikator

Berdasarkan hasi wawancara dengan Guru A, teknis penyusunan rubrik penilaian dan teknis melakukan evaluasi pembelajaran tidak dilatihkan dalam workshop kurikulum pusat yang diikutinya. Dalam workshop tersebut, guru hanya diberikan buku dan ditugaskan menjawab soal pada buku tersebut. Pengawas akademik dari dinas pendidikan juga tidak memberikan solusi terhadap permasalahan ini. Yang dilakukan oleh pengawas akademik hanya memeriksa kelengkapan administrasi pembelajaran guru. Pengawas akademik tidak pernah mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Bahkan menurut Guru

A, walaupun konsep fisika yang termuat dalam RPP sengaja dibuat salah, pengawas akademik tidak akan mengetahuinya. Hal ini dikarenakan pengawas akademik mata pelajaran fisika merupakan guru mata pelajaran kimia, sehingga pengawas tidak memahami karakteristik mata pembelajaran fisika. Hasil wawancara dengan pengawas akademik tersebut menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng belum memiliki pengawas akademik khusus untuk mata pelajaran fisika, sehingga tugas kepengawasan tersebut diberikan kepada pengawas dengan rumpun ilmu yang sama, yaitu pengawas mata pelajaran kimia. Pengawas tersebut membenarkan bahwa proses pengawasan yang dilakukannya hanya terfokus pada administrasi pembelajaran karena pengawas tersebut yakin bahwa pelaksanaan pembelajaran fisika di SMAN 1 Singaraja telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013 (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T1).

Guru A menilai bahwa Kurikulum 2013 bagus untuk diterapkan jika alokasi waktu pembelajaran yang disediakan banyak. Menurut Guru A, alokasi waktu pembelajaran yang disediakan saat ini tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pemerintah pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung hanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini diperparah karena alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera dan kegiatan hari Jumat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru A berikut. “Kurikulum 2013 itu bagus jika waktu yang tersedia memadai. Pekerjaan guru itu kan banyak, nggak bisa selesai 6 hari kerja, ngajarnya 4 jam, potong hari Jumat, potong upacara bendera. Nyiapin administrasi nggak diperhitungkan. Yang diperhitungkan hanya jam tatap mukanya selama 24 jam. Jadi, perencanaan, meriksa ulangan, itu nggak terhitung. Di sana permasalahannya.” (Wan/D1/GA/18-04-2015/T28).

B. Problematika Guru B

Guru B mengaku belum memahami rasional penggunaan sistem modus dalam penilaian aspek sikap dan sistem nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan. Menurut Guru B, sistem tersebut tidak rasional dan tidak adil jika diterapkan dalam penilaian. Guru B mencontohkan, jika dari 4 kali penilaian observasi seorang siswa memperoleh nilai 4,2,1,4, maka dengan sistem modus, nilai akhir semester siswa tersebut akan sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D4/GB/09-05-2015/T8). Untuk teknis penilaian aspek keterampilan yang menggunakan nilai tertinggi, Guru B memberikan contoh sebagai berikut. Jika dalam satu semester guru mengadakan praktikum sebanyak empat kali, maka

berdasarkan sistem penilaian tersebut, siswa dengan nilai praktikum 0,0,0,4 akan memperoleh nilai akhir yang sama dengan siswa yang nilainya 4,4,4,4 (Wan/D1/GB/25-04-2015/T17). Guru B memprediksi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti pembelajaran dengan serius. Guru B mengaku tidak memiliki solusi jika hal tersebut terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Yang saya tidak habis pikir itu kan sistem penilaian yang menggunakan modus dan nilai tertinggi. Kalau misalnya siswa salah satu tidak ikut praktikum, kan jadinya tidak bermasalah. Siswa kan nggak tahu kalau penilaiannya seperti itu. Kalau siswa tahu, ya udah, nggak usah sembahyang, religiusnya kasih aja satu atau dua. Toh juga tidak akan berpengaruh pada nilai sikap. Itu yang akan dilakukan siswa. Jadi, apa yang harus saya lakukan kalau seandainya siswa tahu itu. Gimana cara mengatasinya, itu saya belum tahu. ” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T18).

Guru B terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar. RPP tersebut baru dibuat setelah mengajar. Hal ini dikarenakan alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kesibukan Guru B sebagai wakil kepala sekolah (Wan/D1/GB/25-04-2015/T19). Guru B mengungkapkan bahwa pemaparan materi pembelajaran berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru dalam mengajar. Menurut Guru B, pemaparan materi secara sistematis berdasarkan urutan penyampaian materi di kelas, lebih membantu guru pada saat mengajar.

Guru B mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering Guru B mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran penyingkapan telah sering

Guru B ditemukan mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. Guru B mengungkapkan bahwa walaupun siswa tidak melakukan praktikum tangki riak secara langsung, setidaknya melalui penayangan video tersebut siswa mengetahui prosedur praktikum tangki riak. Upaya tersebut merupakan hasil diskusi Guru B dengan guru fisika yang mengajar pada tingkatan kelas yang sama. Guru B juga melaporkan permasalahan tersebut kepada kepala sekolah, sehingga kepala sekolah menganggarkan Dana BOS untuk membeli tangki riak yang baru. Permasalahan yang lain adalah ketersediaan slinki. Guru B menyatakan bahwa sekolah hanya memiliki empat buah slinki. Di sisi lain, Guru B memerlukan enam buah slinki karena terdapat enam kelompok pada saat pembelajaran. Terhadap permasalahan tersebut, Guru B mengaku membentuk kelompok besar dan melakukan praktikum secara demonstrasi. Setelah demonstrasi kelompok besar berakhir, analisis data selanjutnya dilakukan dalam kelompok kecil (Wan/D1/GB/25-04-2015/T21).

Seperti Guru A, permasalahan terbesar Guru B juga terletak pada evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Pengawas akademik dari Dinas Pendidikan membenarkan bahwa sebagian besar permasalahan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 terletak pada evaluasi pembelajaran. Hal ini dikarenakan tuntutan evaluasi pembelajaran yang banyak tanpa alokasi waktu yang sesuai (Wan/D1/PGW/23-04-2015/T2). Berikut merupakan paparan permasalahan evaluasi pembelajaran yang dialami Guru B. Pertama, Guru B jarang melakukan penilaian jurnal karena jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama untuk menilai semua siswa. Penilaian jurnal dilakukan dengan mencatat siswa dengan perilaku yang terbaik dan terburuk. Siswa dengan perilaku yang normal tidak dicatat dan diberikan nilai yang sama secara merata (Wan/D4/GB/09-05-2015/T23).

Kedua, Guru B menilai bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. Guru B mengaku mengurangi nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa bagi siswa yang dinilai buruk berdasarkan hasil penilaian observasi Guru B, walaupun sebenarnya nilai hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang diperoleh siswa tersebut tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari tertutupinya nilai sikap siswa yang buruk akibat akumulasi nilai sikap berbasis sistem penilaian modus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guru B berikut. “Kalau penilaian diri dan penilaian antar siswa, jangan dah diharapkan nilainya bagus. Karena dia menilai temennya sendiri pasti kerjasama. Tidak objektif. Tapi, kalau ada siswa ketahuan mencontek, nilai itu pasti saya potong.. Walaupun dia bilang

saya tidak pernah menyontek.” (Wan/D1/GB/25-04-2015/T22).

Guru B mengaku telah menyampaikan semua permasalahan atau konsep pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Namun, pengawas akademik tersebut terkadang tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari permasalahan tersebut harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan pada pengawas yang lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai (Wan/D1/GB/25-04-2015/T23).

Permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran lebih banyak diselesaikan dalam supervisi akademik kepala sekolah. Supervisi akademik tidak dilakukan secara langsung oleh kepala sekolah, melainkan dibantu oleh salah satu guru fisika senior di SMA Negeri 1 Singaraja. Kepala sekolah mengungkapkan bahwa supervisi perangkat pembelajaran hanya dilakukan secara formalitas dengan memeriksa keberadaan perangkat pembelajaran tersebut tanpa menilai kebenarannya. Kegiatan supervisi lebih difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran. Namun demikian, supervisi pelaksanaan pembelajaran tersebut hanya dapat dilakukan sekali dalam satu semester. Supervisi tersebut dilakukan melalui observasi langsung pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala sekolah berikut. “Supervisi sih lebih cenderung melihat bagaimana guru mengajar. Kalau persiapan pembelajaran, ya formalitas aja. Kalau sudah ada, okay. Tapi, di ngajarnya kita liatin apa ada yang kurang. Tapi, dalam satu semester cuman sekali ada supervisi. ” (Wan/D1/KS/11-06- 2015/T5). Kepala sekolah mengungkapkan bahwa terdapat guru yang resisten jika diobservasi secara langsung. Terhadap guru tersebut, kegiatan supervisi dilakukan dengan pendekatan personal. Permasalahan pembelajaran yang ditemukan pada saat supervisi akan diselesaikan melalui diskusi MGMP setiap awal semester.

Berdasarkan paparan di atas, problematika yang dihadapi oleh guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (a) Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian besar masih mengikuti sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak merumuskan indikator untuk KD pada KI-4, tidak memaparkan materi berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik. Langkah-langkah pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (b) Guru model terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kesibukan guru model. (c) Guru model terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut guru model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru model tidak perlu membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru model dalam mengajar. (e) Guru model tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan pembelajaran karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Solusi permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum

dengan tangki riak. (g) Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu. (h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada administrasi dan perangkat pembelajaran.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pemahaman Guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa guru model telah memahami bagian-bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum, teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Guru model memahami bahwa perbedaan Standar Proses Kurikulum 2013 dengan Standar Proses Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi tuntutan Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa guru model telah memahami bagian-bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum, teks Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, soft copy silabus, contoh RPP hasil pelatihan, dan form penilaian yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Guru model memahami bahwa perbedaan Standar Proses Kurikulum 2013 dengan Standar Proses Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi tuntutan

Pelaksanaan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dipahami oleh guru model sebagai proses pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui penerapan pendekatan saintifik yang didukung oleh tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning, problem based learning , dan project based learning. Guru model menilai pembelajaran berbasis pendekatan saintifik bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru model telah sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat kegiatan pembelajaran 5M. Hal ini sesuai dengan temuan Dewi (2015), bahwa pendekatan saintifik sebenarnya telah diterapkan sejak KTSP, hanya saja dalam KTSP hal tersebut tidak dikenal dengan istilah pendekatan saintifik.

Guru model memahami bahwa evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 berbeda dengan Standar Proses Kurikulum 2006. Evaluasi pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dinilai lebih kompleks dan terperinci. Pada Standar Proses Kurikulum 2006, guru model diberikan kebebasan dalam menentukan metode penilaian untuk semua aspek, sedangkan dalam Standar Proses Kurikulum 2013, semua metode penilaian telah ditentukan oleh pusat. Guru model ditemukan tidak memahami teknis penyusunan rubrik penilaian aspek religius, sikap, dan keterampilan. Guru model juga tidak memahami rasional

penggunaan sistem modus dalam rekapitulasi nilai akhir aspek sikap dan sistem nilai tertinggi dalam rekapitulasi nilai akhir aspek keterampilan. Selama ini, guru model hanya menyiapkan jenis nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir siswa, tanpa memahami proses pembobotan dan pengolahan nilai akhir tersebut. Guru model menilai sistem penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak diterapkan karena siswa dengan rincian nilai harian yang berbeda berpotensi memperoleh nilai akhir yang sama. Guru model memprediksi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti pembelajaran dengan serius. Hal ini sesuai dengan temuan Kustijono dan Wiwin (2014) bahwa guru fisika masih belum dapat melaksanakan penilaian sesuai standar penilaian karena guru model belum memahami teknis pengembangan instrumen penilaian yang sesuai dengan kaidah.

Guru model mengungkapkan bahwa teknis penilaian hasil belajar tidak dilatihkan dalam workshop pusat. Permasalahan tersebut juga tidak dapat diselesaikan dalam workshop sekolah. Guru model mengaku telah menyampaikan semua permasalahan dan konsep pembelajaran yang tidak dipahaminya kepada pengawas akademik dari Dinas Pendidikan. Namun, pengawas akademik juga tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan, sehingga solusi dari permasalahan tersebut harus ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu menanyakan hal tersebut pada pengawas yang lain, sehingga proses tersebut menjadi berantai. Bahkan menurut guru model, jawaban instrukstur pusat terhadap pertanyaan yang diajukannya terkadang juga tidak pas.

Pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 merupakan sesuatu yang penting karena hal tersebut akan mempengaruhi tindak pembelajaran

guru. Oleh karena itu, guru secara mandiri harus terus mengembangkan pengetahuannya melalui pelatihan, seminar, diklat, workshop, serta belajar mandiri dari teks Permendikbud dan internet. Disamping itu, kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan, selaku tim supervisi, harus melakukan pengawasan secara holistik dari pemahaman guru sampai dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan, bukan hanya sebatas pengawasan administrasi perangkat pembelajaran. Alawiyah (2014) menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013 dikarenakan beberapa kekurangan dalam proses pelatihan. Kekurangan yang dimaksud, yaitu waktu pelatihan yang terlalu singkat, serta metode pelatihan yang lebih banyak difokuskan pada ceramah, teori, dan kompetensi instruktur itu sendiri. Padahal, proses penyiapan guru melalui pelatihan harus ditekankan pada perbaikan kualitas guru, sehingga harus ditunjang dengan pelatihan yang berkualitas pula. Hal ini yang harus terus ditingkatkan oleh pemerintah, sehingga pelatihan bukan hanya sekadar kegiatan formalitas.

4.2.2 Tindak Guru dalam Perencanaan Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan media pembelajaran. Guru model membuat RPP secara individu pada workshop sekolah yang dilaksanakan setiap awal semester. Pada workshop tersebut, guru model membuat RPP sampel untuk beberapa KD. Dalam membuat RPP sampel tersebut, guru model memilih KD dengan materi pembelajaran yang paling mudah. Untuk KD yang lain, RPP dikembangkan secara mandiri selama proses pembelajaran dengan mengikuti sistematika RPP sampel yang telah dibuat.

Panduan yang digunakannya dalam membuat RPP adalah Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, serta contoh RPP yang diberikan oleh guru model matematika yang telah mengikuti workshop pusat.

Teknis guru model dalam membuat RPP ditemukan sebagai berikut. Pertama, guru model memetakan KI-KD yang termuat dalam silabus untuk menentukan tingkat kesulitan materi yang akan diberikan kepada siswa. Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menyusun indikator pembelajaran. Selanjutnya, guru model memetakan pengalaman belajar yang dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik materi, karakteristik siswa, dan ketersediaan alokasi waktu. Berdasarkan pemetaan tersebut, guru model menentukan tujuan pembelajaran dan komponen RPP lainnya. Hasil studi terhadap dokumen RPP guru model menunjukkan bahwa RPP dibuat untuk setiap KD pembelajaran. Setiap KD pembelajaran direncanakan untuk dilaksanakan lebih dari satu kali pertemuan, sehingga dalam satu RPP memuat skenario pembelajaran untuk masing-masing pertemuan. Guru model tidak membedakan RPP untuk kelas yang berbeda karena karakteristik siswa pada kedua kelas yang diajar tidak jauh berbeda.

Guru model mengungkapkan bahwa RPP yang telah dibuat di awal semester sebagaian besar tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dikarenakan pada saat membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender pendidikan, sehingga alokasi waktu yang direncanakan sering berbeda dengan kondisi pembelajaran yang sebenarnya. Selain itu, guru model juga belum mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga guru model perlu merevisi kembali metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP agar sesuai Guru model mengungkapkan bahwa RPP yang telah dibuat di awal semester sebagaian besar tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dikarenakan pada saat membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender pendidikan, sehingga alokasi waktu yang direncanakan sering berbeda dengan kondisi pembelajaran yang sebenarnya. Selain itu, guru model juga belum mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga guru model perlu merevisi kembali metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP agar sesuai

Guru model mengaku tidak memahami teknis pengkategorian materi pembelajaran berdasarkan fakta konsep, prinsip, dan prosedur. Guru model menilai pemaparan materi berdasarkan kategori tersebut tidak membantu guru dalam mengajar. Guru model mengaku terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait pemanfaatan buku guru dan buku siswa dalam Kurikulum 2013. Menurut guru model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru tidak perlu membuat RPP yang detail. Skenario kegiatan pembelajaran dalam RPP guru model ditemukan tidak dipaparkan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dan model pembelajaran berbasis penyingkapan, melainkan dipaparkan berdasarkan kategori kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi serta model pembelajaran STAD. Hal ini sejalan dengan temuan Herfinaly, et al (2014) bahwa sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran lama seperti Jigsaw, TSTS, dan STAD.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa guru model masih menerapkan teknis perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, guru model masih memiliki persepsi bahwa penyusunan RPP hanya sebatas formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai bukan merupakan hal yang penting. Hal ini diperparah oleh pengawas akademik yang mengevaluasi perencanaan pembelajaran hanya sebatas pada keberadaan perangkat pembelajaran, tanpa mengevaluasi kebenaran dan kualitas perangkat pembelajaran tersebut. Kedua, guru model menilai bahwa perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit dan memberatkan. Hal ini dapat dipahami karena dalam perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013, guru model harus mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur; merencanakan aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan saintifik; menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai macam instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah juga tidak memberikan instruksi yang jelas terhadap penggunaan buku guru dan buku siswa. Guru model ditemukan tidak menggunakan buku tersebut. Guru model justru menggunakan buku lain yang dibeli di luar sekolah. Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru seharusnya disinergikan dengan buku tersebut, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya sudah termuat dalam buku tersebut. Ketiga, guru model tidak memahami komponen RPP Kurikulum 2013, sehingga guru model menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan menyesuaikannya hanya pada KI dan KD. Hal ini dapat dipahami karena dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus menerapkan salah satu dari tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning, Berdasarkan paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa guru model masih menerapkan teknis perencanaan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, guru model masih memiliki persepsi bahwa penyusunan RPP hanya sebatas formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai bukan merupakan hal yang penting. Hal ini diperparah oleh pengawas akademik yang mengevaluasi perencanaan pembelajaran hanya sebatas pada keberadaan perangkat pembelajaran, tanpa mengevaluasi kebenaran dan kualitas perangkat pembelajaran tersebut. Kedua, guru model menilai bahwa perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit dan memberatkan. Hal ini dapat dipahami karena dalam perencanaan pembelajaran Kurikulum 2013, guru model harus mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur; merencanakan aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan saintifik; menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai macam instrumen penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah juga tidak memberikan instruksi yang jelas terhadap penggunaan buku guru dan buku siswa. Guru model ditemukan tidak menggunakan buku tersebut. Guru model justru menggunakan buku lain yang dibeli di luar sekolah. Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru seharusnya disinergikan dengan buku tersebut, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya sudah termuat dalam buku tersebut. Ketiga, guru model tidak memahami komponen RPP Kurikulum 2013, sehingga guru model menggunakan RPP Kurikulum 2006 dengan menyesuaikannya hanya pada KI dan KD. Hal ini dapat dipahami karena dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus menerapkan salah satu dari tiga model pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu discovery learning,

4.2.2 Tindak Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumen yang dilakukan peneliti, dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model telah sesuai dengan RPP yang dibuat. Pada kegiatan pendahuluan, guru model ditemukan menyampaikan salam pembuka, melakukan absensi singkat, memberikan apersepsi, dan menyampaikan garis besar kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru model tidak selalu mengaitkan materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya dengan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Hal tersebut sering dilakukan pada kegiatan inti. Guru model ditemukan tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Guru model juga tidak selalu menyampaikan teknik penilaian yang akan dilakukan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa guru model memahami tuntutan kegiatan pendahuluan pembelajaran berdasarkan Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model juga ditemukan merencanakan hal tersebut dalam RPP yang dibuatnya. Namun, guru model mengaku tidak dapat melakukan semua tuntutan tersebut secara terperinci pada setiap pembelajaran. Guru model menilai

bahwa absensi tidak harus dilakukan dengan menanyakan kehadiran siswa satu per satu pada setiap pertemuan. Guru model mengungkapkan absensi terperenci hanya perlu dilakukan jika guru model belum hafal semua nama siswa. Jika guru model sudah mengenal semua siswa, kegiatan absensi dapat dilakukan hanya dengan menanyakan siswa yang tidak hadir dan alasan ketidakhadirannya. Indikator, tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian menurut guru model tidak perlu disampaikan karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Guru model mengungkapkan, kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan.

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa. Berdasarkan hasil observasi, dapat dijelaskan bahwa kegiatan inti pembelajaran dilakukan oleh guru model dengan metode demonstrasi, diskusi, presentasi, ceramah, dan tanya jawab. Dengan metode tersebut, semua aspek pendekatan saintifik dapat diupayakan dengan baik. Guru model memfasilitasi kegiatan mengamati dengan menyuruh siswa mengamati proses terjadinya gelombang longitudinal pada slinki serta gelombang transversal pada tali dan air. Pada praktikum Melde, guru model menugaskan siswa mengamati pola

gelombang yang terbentuk pada benang yang digetarkan dengan vibrator. Siswa dituntut untuk menunjukkan bukit gelombang, lembah gelombang, perut gelombang, dan simpul gelombang. Pada saat pembelajaran, guru model ditemukan menayangkan gambar fenomena dampak pemanasan global; gambar fenomena gelombang, seperti difraksi, refleksi, dan interferensi; animasi flash gelombang berjalan dan gelombang stasioner, dan video praktikum tangki riak. Penayangan gambar, animasi, dan video tersebut dilakukan dengan menggunakan media powerpoint. Pada materi gelombang, guru model ditemukan menggambar pola gelombang berjalan dan gelombang stasioner di papan tulis. Pada materi teori kinetik gas dan pemanasan global, selain menggunakan buku, siswa diberikan kesempatan menggunakan internet untuk mengakses informasi. Guru model mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati juga dilakukan dengan mengajak siswa membayangkan fenomena alam yang pernah dialaminya.

Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami solusi permasalahan yang termuat pada LKS, pada saat siswa tidak memahami penurunan rumus dan solusi latihan soal yang dibuat guru model di papan tulis, serta pada saat kelompok lain mempresentasikan hasil tugas proyek. Pada saat siswa melakukan demonstrasi karakteristik gelombang longitudinal, guru model membimbing siswa dengan pertanyaan-perta nyaan konseptual, seperti “mengapa tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak berpindah posisi secara horizontal?” Pada saat praktikum Melde, guru model menuntun siswa dengan pertanyaan “bolehkah warna kabel yang dipasang pada vibrator dan catu daya ditukar posisinya?”, serta “apa yang terjadi dengan pola gelombang pada benang jika massa beban ditambah?”. Namun demikian, antusiasme siswa dalam bertanya Kegiatan menanya terjadi ketika siswa tidak memahami solusi permasalahan yang termuat pada LKS, pada saat siswa tidak memahami penurunan rumus dan solusi latihan soal yang dibuat guru model di papan tulis, serta pada saat kelompok lain mempresentasikan hasil tugas proyek. Pada saat siswa melakukan demonstrasi karakteristik gelombang longitudinal, guru model membimbing siswa dengan pertanyaan-perta nyaan konseptual, seperti “mengapa tali rafia yang diikatkan pada slinki tidak berpindah posisi secara horizontal?” Pada saat praktikum Melde, guru model menuntun siswa dengan pertanyaan “bolehkah warna kabel yang dipasang pada vibrator dan catu daya ditukar posisinya?”, serta “apa yang terjadi dengan pola gelombang pada benang jika massa beban ditambah?”. Namun demikian, antusiasme siswa dalam bertanya

Kegiatan mencoba diupayakan dengan menyuruh siswa melakukan demonstrasi, praktikum, dan latihan soal. Latihan soal diberikan setelah guru model menjelaskan materi dengan metode ceramah. Kegiatan menalar dilakukan dengan memberikan siswa permasalahan pada LKS yang merupakan tindak lanjut dari demonstrasi, praktikum, dan pemaparan konsep yang telah dilakukan. Guru model juga ditemukan sering memberikan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana saat pembelajaran berlangsung. Dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan, siswa aktif berdiskusi dan mengumpulkan informasi dari sumber buku dan internet. Kegiatan berkomunikasi dilakukan melalui diskusi kelompok, presentasi, dan tanya jawab antar siswa dan antara guru model dengan siswa. Pada saat pembahasan latihan soal, guru model menugaskan siswa untuk menuliskan jawaban di papan tulis dan menjelaskannya di depan kelas.

Pada kegiatan penutup, guru model mengkonfirmasi apakah terdapat siswa yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya, pemberian PR, sembahyang, dan salam penutup. Guru model tidak merangkum materi yang telah dipelajari.

Kegiatan merangkum materi dilakukan secara periodik diakhir pemaparan setiap konsep pada kegiatan inti.

Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar tuntutan pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013 telah dilaksanakan dengan baik oleh guru model. Terdapat beberapa bagian yang tidak dapat dilakukan akibat keterbatasan alokasi waktu pembelajaran. Namun demikian, guru model telah menerapkan strategi tertentu agar inti dari pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan mengamati dan mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik sebagian besar juga telah terlaksana. Permasalahan yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik.

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu objek. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. Guru membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada objek yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di

mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri oleh siswa dan dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.

Berdasarkan alur tersebut, maka yang harus dilakukan guru pada kegiatan pendahuluan adalah memberikan apersepsi yang menarik agar siswa menyadari manfaat materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa akan merangsang siswa untuk bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati yang diberikan harus sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan keseharian siswa, tidak hanya

sebatas imajinasi. Oleh karena itu, guru setidaknya harus menampilkan gambar dan video atau mengajak siswa mengamati fenomena riil di lingkungan sekitar. Namun, kenyataannya guru model belum melaksanakan hal tersebut, sehingga kegiatan menanya sebagian besar didominasi oleh guru model. Kegiatan menanya yang dilakukan siswa hanya sebatas pertanyaan prosedural tentang teknis mengerjakan LKS dan teknis melakukan praktikum. Siswa tidak mengajukan pertanyaan hipotetik yang mengarah pada pengungkapan suatu konsep, sehingga kegiatan mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang dilakukan siswa seolah-olah terpisah, tidak berhubungan satu sama lainnya. Keterbatasan waktu pembelajaran merupakan penyebab utama permasalahan ini. Alokasi waktu pembelajaran untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini diperparah oleh banyaknya materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model tergesa-gesa dalam melaksanakan pembelajaran. Akibatnya, sebagian besar pelaksanaan pembelajaran didominasi oleh guru model. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 5M seolah-olah hanya sebatas formalitas.

4.2.2 Tindak Guru dalam Evaluasi Pembelajaran Fisika Berbasis Standar Proses Kurikulum 2013

Bagian terakhir dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi pembelajaran, yang terdiri atas penilaian hasil belajar, remedial, dan pengayaan. Guru model ditemukan melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan Bagian terakhir dalam Standar Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi pembelajaran, yang terdiri atas penilaian hasil belajar, remedial, dan pengayaan. Guru model ditemukan melakukan penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan metode penilaian yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes lisan dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan

Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Namun demikian, hanya penilaian observasi yang dilakukan secara periodik. Penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa dilakukan sekali dalam satu semester. Hal ini dikarenakan instrumen penilaian yang digunakan banyak, jumlah siswa yang banyak, dan alokasi waktu yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Maulana (dalam Dewi, 2015) diketahui bahwa pemahaman guru paling rendah terdapat pada aspek penilaian sikap. Hal ini yang menyulitkan guru dalam melakukan penilaian sikap. Terhadap permasalahan tersebut, penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan dengan menugaskan siswa mem-fotocopy dan mengisi instrumen penilaian tersebut secara mandiri di rumah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan setiap sebelum ulangan harian. Guru model mengungkapkan bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. Guru Aspek sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa. Namun demikian, hanya penilaian observasi yang dilakukan secara periodik. Penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa dilakukan sekali dalam satu semester. Hal ini dikarenakan instrumen penilaian yang digunakan banyak, jumlah siswa yang banyak, dan alokasi waktu yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Maulana (dalam Dewi, 2015) diketahui bahwa pemahaman guru paling rendah terdapat pada aspek penilaian sikap. Hal ini yang menyulitkan guru dalam melakukan penilaian sikap. Terhadap permasalahan tersebut, penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan dengan menugaskan siswa mem-fotocopy dan mengisi instrumen penilaian tersebut secara mandiri di rumah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan setiap sebelum ulangan harian. Guru model mengungkapkan bahwa hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. Guru

Dalam Standar Penilaian Kurikulum 2013 ditegaskan bahwa terdapat tiga aspek yang dinilai dalam pembelajaran, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Guru model ditemukan mengalami kebingungan terhadap hal ini karena pada rumusan kompetensi inti terdapat empat kompetensi inti yang harus dicapai dan dievaluasi. Namun, dalam standar penilaian, hal ini mengerucut menjadi tiga aspek, di mana penilaian aspek religius ditumpangtindihkan dengan penilaian sikap. Padahal, aspek religius dan aspek sikap merupakan dua hal yang berbeda. Guru model mengungkapkan bahwa dalam Kurikulum 2013 tidak dijelaskan standar pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. Pengembangan dan penilaian aspek religius yang dilakukan selama ini berbeda- beda sesuai dengan persepsi guru terhadap definisi konseptual dan operasional religiusitas. Sebagian guru percaya bahwa aspek religius dapat dinilai berdasarkan tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan sembahyang di awal dan akhir pembelajaran. Sebagaian guru model lain memiliki persepsi bahwa religiusitas tidak dapat dinilai hanya dari tingkat ketekunan siswa dalam berdoa dan sembahyang. Permasalahan yang sama juga ditemukan oleh Dewi (2015), di mana guru mengalami kesulitan dalam menyusun indikator dan penilaian yang berkaitan dengan aspek spiritual siswa.

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dijelaskan bahwa kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan dalam indikator karena keduanya dicapai melalui proses pembelajaran tidak langsung. Pembelajaran tidak langsung merupakan imbas dari pembelajaran langsung. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pengembangan KI-3 dan KI-4 yang berturut-turut memuat kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan, yang direncanakan oleh guru dalam RPP. Kedua pembelajaran ini terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Namun demikian, dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, guru dituntut untuk melakukan penilaian aspek sikap secara simultan dengan metode penilaian yang telah ditentukan. Penilaian aspek sikap merupakan akumulasi penilaian aspek religius dan sosial. Hal ini menjadi problematika tersendiri, karena dalam penilaian di kelas, guru hanya mungkin menilai hal-hal yang ditampilkan siswa secara eksplisit, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat implisit, hampir tidak mungkin dapat dievaluasi.

Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Guru model ditemukan telah melakukan dua kali penilaian praktikum. Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang, padahal praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Hal ini dikarenakan alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru model mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Selain itu, guru model juga ditemukan mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Guru model ditemukan telah melakukan dua kali penilaian praktikum. Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde untuk materi pokok karakteristik gelombang, padahal praktikum tersebut seharusnya dilakukan sesuai dengan tuntutan silabus. Hal ini dikarenakan alokasi waktu yang tidak mencukupi. Guru model mengaku harus menyelesaikan target ketercapaian materi sebelum ulangan akhir semester berlangsung. Selain itu, guru model juga ditemukan mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan dengan menggunakan form rekapitulasi penilaian dalam bentuk Microsoft Exel yang telah memuat rumus pembobotan nilai sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014, dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar siswa dilakukan menggunakan acuan kriteria. Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek sikap dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian berbasis modus. Rekapitulasi nilai akhir semester untuk aspek pengetahuan dilakukan dengan sistem rerata. Rekapitulasi nilai akhir untuk semester aspek keterampilan dilakukan dengan menggunakan sistem nilai tertinggi. Guru model mengaku tidak memahami rasional penggunaan sitem penilaian aspek sikap dan aspek keterampilan tersebut. Guru model menilai sistem penilaian tersebut tidak adil dan tidak layak diterapkan karena siswa dengan rincian nilai harian yang berbeda berpotensi memperoleh nilai akhir yang sama. Guru model memprediksi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut, maka terdapat kemungkinan siswa tidak akan mengikuti pembelajaran dengan serius.

Berdasarkan temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tidak semua jenis penilaian dapat dilakukan oleh guru model. Guru model tidak melakukan penilan observasi, penilaian diri, penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio secara periodik. Padahal dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan

bahwa penilaian tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian observasi memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap yang tidak “alami” ketika siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian observasi. Hal tersebut akan menggeser hakikat pembelajaran yang seharusnya terjadi secara alami dan penuh kesadaran menjadi sesuatu yang harus dilakukan karena paksaan atau unsur transaksional dengan nilai. Penilaian jurnal didefinisikan sebagai catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Berdasarkan definisi tersebut, hasil penilaian jurnal akan memberikan informasi yang lebih jelas terkait dengan sikap setiap siswa. Namun demikian, guru akan kesulitan melakukan penilaian jurnal untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak dan dengan alokasi waktu yang terbatas.

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan sebelum ulangan harian. Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung subjektif. Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepentingan berupa tekanan psikologis untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Dengan demikian, penilaian diri dan penilaian teman sejawat sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai sikap. Hasil penilaian ini sebaiknya hanya digunakan sebagai bahan evaluasi oleh pihak guru model terhadap ketercapaian indikator pembelajaran. Menurut Kunandar (2013), kelemahan dari penilaian sikap adalah bahwa penilaian tersebut Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Penilaian diri dan penilaian antar siswa dilakukan secara simultan sebelum ulangan harian. Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa cenderung subjektif. Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepentingan berupa tekanan psikologis untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi. Dengan demikian, penilaian diri dan penilaian teman sejawat sebaiknya tidak digunakan sebagai bagian dari nilai sikap. Hasil penilaian ini sebaiknya hanya digunakan sebagai bahan evaluasi oleh pihak guru model terhadap ketercapaian indikator pembelajaran. Menurut Kunandar (2013), kelemahan dari penilaian sikap adalah bahwa penilaian tersebut

4.2.2 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 dan Upaya Penyelesaiannya

Hasil temuan menunjukkan bahwa permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. (a) Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian besar masih mengikuti sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak merumuskan indikator untuk KD pada KI-4, tidak memaparkan materi berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik. Langkah-langkah pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (b) Guru model terkadang tidak membuat RPP sebelum mengajar karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kesibukan guru model. (c) Guru model terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut guru model, RPP yang dibuat seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru model tidak perlu membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru model dalam mengajar. (e) Guru model tidak menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan pembelajaran karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan kegiatan tersebut terkesan membosankan. Solusi

permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. (g) Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu. (h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada administrasi dan perangkat pembelajaran. (m) Pengawas akademik tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan oleh guru model, sehingga harus ditangguhkan. (n) Guru model menilai alokasi waktu pembelajaran yang disediakan dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang sangat banyak. Alokasi waktu yang permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. (g) Guru model ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu. (h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada administrasi dan perangkat pembelajaran. (m) Pengawas akademik tidak mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan oleh guru model, sehingga harus ditangguhkan. (n) Guru model menilai alokasi waktu pembelajaran yang disediakan dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang sangat banyak. Alokasi waktu yang

Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa penyebab permasalahan dan kendala yang dihadapi guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih memiliki persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh terhadap hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu dilakukan. Hal ini diperparah oleh perilaku pengawas akademik yang tidak melakukan supervisi secara holistik. Kegiatan supervisi hanya sebatas pada keberadaan perangkat pembelajaran. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas pelatihan dan supervisi akademik yang dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan guru yang ideal dalam Kurikulum 2013, diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus. Namun demikian, pemerintah belum mampu melatih semua guru. Untuk jenjang SMA, jumlah guru yang dilatih maksmimal sebanyak lima orang termasuk kepala sekolah, yaitu guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru bimbingan konseling (BK). Guru yang dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan mengimbaskan hasil pelatihan kepada guru lain melalui workshop kurikulum sekolah. Banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam workshop sekolah karena kurangnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model mengungkapkan bahwa permasalahan yang sama yang Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa penyebab permasalahan dan kendala yang dihadapi guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih memiliki persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh terhadap hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu dilakukan. Hal ini diperparah oleh perilaku pengawas akademik yang tidak melakukan supervisi secara holistik. Kegiatan supervisi hanya sebatas pada keberadaan perangkat pembelajaran. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas pelatihan dan supervisi akademik yang dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan guru yang ideal dalam Kurikulum 2013, diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus. Namun demikian, pemerintah belum mampu melatih semua guru. Untuk jenjang SMA, jumlah guru yang dilatih maksmimal sebanyak lima orang termasuk kepala sekolah, yaitu guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru bimbingan konseling (BK). Guru yang dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan mengimbaskan hasil pelatihan kepada guru lain melalui workshop kurikulum sekolah. Banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam workshop sekolah karena kurangnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model mengungkapkan bahwa permasalahan yang sama yang

Ketiga , guru model menilai bahwa penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Secara administratif, pemerintah pusat telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran, seperti silabus dan form rekapitulasi penilaian, sehingga tidak perlu lagi disiapkan oleh guru. Namun demikian, guru dituntut berperan secara aktif sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Hal ini dapat dipahami karena dalam Kurikulum 2013, guru dituntut merencanakan dan melaksanakan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran rekomendasi pusat. Guru harus memberikan pengalaman belajar konseptual dan kontekstual dengan media pembelajaran yang variatif. Pada evaluasi pembelajaran, guru dituntut melakukan berbagai jenis penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat, siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Akibatnya, aspek menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik tidak dapat berjalan secara maksimal. Perlu waktu relatif lama bagi guru untuk melatih siswa agar terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik memerlukan pengalaman belajar yang riil. Oleh karena itu, guru harus menggunakan media pembelajaran yang bervariatif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran. Untuk memperoleh informasi yang luas, sumber belajar yang digunakan siswa harus berbasis ICT. Oleh karena itu, sekolah harus menyiapkan akses internet Ketiga , guru model menilai bahwa penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Secara administratif, pemerintah pusat telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran, seperti silabus dan form rekapitulasi penilaian, sehingga tidak perlu lagi disiapkan oleh guru. Namun demikian, guru dituntut berperan secara aktif sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Hal ini dapat dipahami karena dalam Kurikulum 2013, guru dituntut merencanakan dan melaksanakan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model pembelajaran rekomendasi pusat. Guru harus memberikan pengalaman belajar konseptual dan kontekstual dengan media pembelajaran yang variatif. Pada evaluasi pembelajaran, guru dituntut melakukan berbagai jenis penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat, siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Akibatnya, aspek menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik tidak dapat berjalan secara maksimal. Perlu waktu relatif lama bagi guru untuk melatih siswa agar terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik memerlukan pengalaman belajar yang riil. Oleh karena itu, guru harus menggunakan media pembelajaran yang bervariatif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran. Untuk memperoleh informasi yang luas, sumber belajar yang digunakan siswa harus berbasis ICT. Oleh karena itu, sekolah harus menyiapkan akses internet

Terakhir , permasalahan utama penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 adalah ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung saat ini hanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini diperparah karena alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera dan kegiatan hari Jumat. Padahal perencanaan dan evaluasi pembelajaran dituntut secara periodik selama pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan pembelajaran tidak berlangsung secara maksimal karena guru terfokus pada penilaian pembelajaran. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran tersebut juga akan semakin berkurang akibat terpotong pelaksanaan ulangan harian dan remedi.

Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan guru model untuk mengatasi permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model secara mandiri telah berupaya mencari informasi tentang konsep- konsep pembelajaran yang belum dipahaminya melalui internet. Guru model juga telah mendiskusikan konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya dengan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan. Namun demikian, diskusi yang dapat dilakukan hanya sebatas pada sistematika penyusunan administrasi pembelajaran. Pengawas akademik tidak mampu Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan guru model untuk mengatasi permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013. Guru model secara mandiri telah berupaya mencari informasi tentang konsep- konsep pembelajaran yang belum dipahaminya melalui internet. Guru model juga telah mendiskusikan konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya dengan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan. Namun demikian, diskusi yang dapat dilakukan hanya sebatas pada sistematika penyusunan administrasi pembelajaran. Pengawas akademik tidak mampu

Terhadap permasalahan ketersediaan alat dan bahan praktikum tangki riak, guru model telah berupaya menayangkan video praktikum tangki riak. Guru model juga telah melakukan upaya-upaya penyelesaian terhadap permasalahan penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian antar siswa, dan penilaian portofolio yang terkendala akibat kurangnya alokasi waktu dan banyaknya jumlah siswa. Guru model telah berupaya menggabung pelaksanaan penilaian portofolio ke dalam tugas proyek, sehingga dalam satu tugas, guru model dapat melakukan dua jenis penilaian sekaligus. Permasalahan pelaksanaan penilaian diri dan penilaian antar siswa diselesaikan dengan menugaskan siswa melakukan penilaian secara mandiri di rumah. Namun demikian, upaya penyelesaian permasalahan tersebut hanya sebatas pada formalitas ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk memperoleh nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir, sehingga, terdapat beberapa jenis penilaian yang hanya dilakukan sekali dalam satu semester. Penilaian tersebut seharusnya dilakukan secara alami dan periodik, sehingga tujuan riil penilaian otentik dapat tercapai.

BAB V PENUTUP