HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Persamaan dan perbedaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

1. Persamaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Persamaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan KUHP dapat diketahui dari segi makna, prisnsip non retroaktif dan pengecuailan perinsip non retroaktif yang dijelaskan sebagai berikut : Persamaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan KUHP dapat diketahui dari segi makna, prisnsip non retroaktif dan pengecuailan perinsip non retroaktif yang dijelaskan sebagai berikut :

b. Asas legalitas dalam hukum pidana Islam dan KUHP kedua-duanya mempunyai konsekuensi yaitu prinsip non retroaktif/tidak berlaku surut mengenai ketentuan hukumnya, di mana asas legalitas dalam hukum pidana Islam yang tersurat dalam Al Quran yaitu surat Al-Isra’ (17) ayat 15 dan surat Al-An’aam (6) ayat 19, prinsip non retroaktif/tidak berlaku surut dapat diketahui dari pendapat ahli hukum Islam mengenai ayat-ayat yang menunjukkan asas legalitas yaitu :

Perbuatan orang berakal tidak ada hukum apapun terhadapnya sebelum ada nash (aturan) yang menentukan terhadapnya ini mengandung arti, bahwa setiap perbuatan mukallaf (yaitu orang yang dapat dibebani suatu tanggung jawab hukum), tidak dapat dituntut sebagai perbuatan pidana kecuali sebelumnya sudah ada nash (aturan hukum) yang menentukan perbuatan tersebut sehingga menjadi perbuatan pidana (Tongat, 2009 : 61).

Dalam pendapat ahli hukum Islam tersebut dapat diketahui bahwa mukallaf dapat dituntut bila sebelum melakukan perbuatan sudah ada aturan hukum yang menentukan perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana, hal ini menunjukkan aturan hukum/nash tidak boleh berlaku surut, contoh dari syariat Islam yang menunjukkan tidak berlaku surut adalah masalah beristrikan bekas istri ayah. Sebelum turun surat An Nisa ayat 22 yang artinya “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)” (Departemen Agama RI, 2002 : 105). Banyak terjadi perkawinan semacam itu sebagai warisan masyarakat jahiliah, Dalam pendapat ahli hukum Islam tersebut dapat diketahui bahwa mukallaf dapat dituntut bila sebelum melakukan perbuatan sudah ada aturan hukum yang menentukan perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana, hal ini menunjukkan aturan hukum/nash tidak boleh berlaku surut, contoh dari syariat Islam yang menunjukkan tidak berlaku surut adalah masalah beristrikan bekas istri ayah. Sebelum turun surat An Nisa ayat 22 yang artinya “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)” (Departemen Agama RI, 2002 : 105). Banyak terjadi perkawinan semacam itu sebagai warisan masyarakat jahiliah,

Sedangkan prinsip non retroaktif dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP ditunjukkan dengan salah satu isi asas legalitas yaitu undang-undang harus ada sebelum tindak pidana sehingga memiliki konsekuensi undang-undang tidak boleh berlaku surut/ non retroaktif.

c. Pengecualian prinsip non retroaktif terdapat dalam asas legalitas hukum pidana Islam maupun KUHP, di mana pengecualian tidak berlaku surut/non retroaktif merupakan makna yang terkandung dalam asas legalitas dalam hukum pidana Islam terdapat jarimah qadzaf dasarnya pada surat An Nuur ayat 4 yang artinya : ”Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan jangan kamu terima kesaksian mereka untuk selama- lamanya. Mereka itu orang-orang fasik” (Departemen Agama RI, 2002 : 488). Di mana ayat tersebut turun setelah terjadi fitnah terhadap Aisyah istri Nabi di mana beliau dituduh berzina dengan Shafwan, kemudian diketahui ternyata fitnah, terhadap penuduhnya Nabi SAW menjatuhkan hukuman had sebagaimana ayat tersebut (Ahmad Wardi Muslich, 2006 : 50), walaupun penuduhan sudah terjadi sebelum turunnya nash tersebut jadi menunjukkan suatu ketentuan yang berlaku surut.

Sedangkan asas legalitas dalam KUHP pengecualian prinsip non retroaktif terdapat dalam Pasal 1 Ayat (2) KUHP, yang berbunyi : “Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya”. Dalam hal Sedangkan asas legalitas dalam KUHP pengecualian prinsip non retroaktif terdapat dalam Pasal 1 Ayat (2) KUHP, yang berbunyi : “Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya”. Dalam hal

2. Perbedaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Perbedaan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dengan KUHP dapat dilihat dari sumber hukum, penggunaan penafsiran secara analogi, adanya subyek hukum, tujuannya yang diuraikan sebagai berikut :

a. Asas legalitas dalam hukum pidana Islam yang tersurat dalam Al Quran surat Al-Isra’ ayat 15 dan Al-An’aam ayat 19 dengan Pasal 1 Ayat (1) KUHP dapat diketahui bahwa asas legalitas dalam hukum pidana Islam mengakui seluruh sumber hukum yaitu sumber hukum tertulis meliputi Al Quran yang merupakan fiman Allah SWT, Al Hadis yang merupakan perbuatan, perkataan, ketetapan Rasulullah SAW, Al Qonun/peraturan perundang-undangan yang dibuat penguasa/pemimpin ketiga sumber tertulis tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 59 yang artinya : “Wahai orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)…”(Departemen Agama RI, 2002 : 114). Dan sumber hukum tidak tertulis yaitu urf/ adat-istiadat, analogi/qiyas, di mana dengan diakuinya sumber hukum tidak tertulis dapat memberikan kepastian hukum secara formal maupun materiil karena nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dapat dimasukkan sebagai hukum.

Sedangkan asas legalitas dalam KUHP hanya mengakui sumber hukum tertulis yaitu undang-undang, di mana undang-undang untuk menentukan suatu Sedangkan asas legalitas dalam KUHP hanya mengakui sumber hukum tertulis yaitu undang-undang, di mana undang-undang untuk menentukan suatu

b. Penafsiran secara analogi oleh asas legalitas dalam hukum pidana Islam diperbolehkan hal ini dikuatkan oleh riwayat dari Nabi Muhammad sendiri dengan riwayat pada waktu bertanya kepada sahabat Mu’az “Dengan apa engkau memutus suatu perkara?”jawabanya “dengan Al Quran; kalau tidak saya dapati dengan Al Hadis, dan kalau tiak saya dapati dengan maka saya berijtihan dengan akal fikiran saya, dan Rasul membenarkannya (Ahmad Hanafi, 1967 : 34). Dimana dalam penggunaan akal pikiran untuk menemukan hukum salah satunya dengan menggunakan penafsiran secara analogi, sehingga penyelesaian suatu kasus mudah.

Sedangkan asas legalitas dalam KUHP penafsiran secara analogi tidak diperbolehkan yang merupakan konsekuensi asas legalitas dalam KUHP yang menyatakan undang-undang harus dirumuskan dalam undang-undang sehingga bila meggunakan penafsiran secara analogi akan menimbulkan suatu tindak pidana baru tanpa adanya undang-undang dan hakim akan sewenang-wenang dalam mejatuhkan hukuman kepada seseorang. Penafsiran secara analogi merupakan scara untuk menemukan hukum dengan tidak diperbolehkan maka menyulitkan dalam menyelesaikan suatu kasus karena undang-undang memiliki keterbatasan hal ini sesuai pendapat Scholten yaitu “suatu yang khayal apabila orang beanggapan bahwa undang-undang itu telah mengatur segalanya secara tuntas” (Eddy, 2009 : 55).

c. Asas legalitas dalam hukum pidana Islam ada istilah subyek hukum yang disebut mukallaf dimana salah satu syarat mukallaf sendiri harus memahami aturan hukum sehingga dapat diketahui bahwa mukallaf harus tahu mengenai aturan hukum/nash tersebut, salah satu cara agar mukallaf tahu melalui penyampaian hukum maka mukallaf maka bila mukallaf belum tahu hukumnya belum bisa dimintai pertanggung jawaban.

Sedangkan dengan asas legalitas dalam KUHP tidak ada istilah subyek hukum hanya menyangkut perbuatan saja dimana bila perbuatan sudah diatur dalam undang-undang semua orang dianggap tahu dan dalam penjatuhan hukuman tidak memperdulikan seseorang tahu atau tidak hukumnya bila sudah tercantum dalam undang-undang dianggap tahu.

d. Dalam tujuan asas legalitas dalam hukum pidana Islam dimana mengacu kepada Rasul sebagai rahmat seluruh alam dimana hukum yang dijelaskan oleh Rasulullah memiliki tujuan sebagai mana seperti tujuan hukum Islam lebih khususnya hukum pidana Islam yang menurut Abu Ishaq Al Shabiti yaitu memelihara :

1) keturunan dengan dilarangnya zina yang tertuang dalam surat Al-Isra’ ayat 32 yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina;(zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk (Departemen Agama RI, 2002 : 388),

2) harta dengan dilarangnya mencuri hal ini ditegaskan pelarangan dan hukumnya dalam surat Al-Maidah ayat 151 yang artinya “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Maha bijaksana” (Departemen Agama RI, 2002 : 151),

3) akal dengan dilarangnya mabuk/minum-minuman keras hal ini ditegaskan dalam Al Hadis dari Ibnu Umar. Bahwa Rasulullah bersabda setiap yang memabukkan adalah arak dan setiap yang memabukkan adalah haram (HR. Muslim),

4) jiwa dengan dilarangnya membunuh dan menganiaya hal ini ditegaskan dalam surat Al-Maidah ayat 45 yang artinya :

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama) (Departemen Agama RI, 2002 : 153),

5) agama untuk menjaganya maka denagan adanya surat An-Nahl ayat 106 yang artinya “Barang siapa yang kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah)…” (Departemen Agama RI, 2002 : 380).

Sedangkan tujuan asas legalitas dalam KUHP hanya untuk membatasi kekuasaan kehakiman dalam menerapkan hukum agar tidak timbul kesewenang- wenangan, dan menjamin hak asasi manusia yaitu tidak diberlakukan undang- undang yang berlaku surut.