Pemilihan Alternatif Trase Terbaik
4.2. Pemilihan Alternatif Trase Terbaik
Untuk mendapatkan hasil perencanaan Jembatan yang ideal, dibutuhkan trase terbaik dari berbagai kriteria trase lebih khususnya pada perencanaan bangunan sipil – jembatan, yang pada perencanaan ini yaitu Jembatan Sigandul II. Adapun kriterianya, yaitu sebagai berikut :
a. Panjang Jalan Penghubung
Total panjang jalan dari awal trase ke awal jembatan dan dari akhir jembatan ke akhir trase, didapat setelah perencanaan aliyemen horizontal, idealnya bagian lengkung horizontal tidak berpotongan dengan bagian panjang jembatan. Pada alternatif trase 1 panjang jalan penghubung yaitu 458,71 m sedangkan pada alternatif trase 2 yaitu 346,65 m.
b. Panjang Jembatan
Panjang yang didapat setelah direncanakan aliyemen vertikal di mana idealnya bagian lengkung vertikal tidak berpotongan dengan bagian jembatan. Alternatif trase 1 memiliki panjang jembatan 90 m sedangkan alternatif trase 2 memiliki panjang jembatan 70 m.
c. Jumlah Tikungan
Jumlah lengkung horizontal baik SCS maupun FC pada 1 alternatif trase. Alternatif trase 1 memiliki 1 tikungan berupa SCS sedangkan alternatif trase 2 memiliki 2 tikungan berupa SCS semua.
d. Jari – Jari Tikungan Terkecil
Jari – jari pada lengkung horizontal yang paling kecil baik pada SCS maupun FC. Baik pada alternatif trase 1 dan 2 menggunakan tikungan atau lengkung horizontal berjari-jari 100 m.
e. Jumlah Tanjakan Turunan
Jumlah perubahan kelandaian pada ruas alternatif trase setelah perencanaan aliyemen vertikal. Pada perencanaan ini alternatif trase 1 memiliki 4 turunan sedangkan alternatif trase 2 memiliki 3 turunan.
f. Kelandaian Terbesar
Berdasarkan kondisi eksisting lokasi perencanaan adalah antar kota, maka standart yang digunakan yaitu PGJAK 1997. Maka klasifikasi medan jalan ditentukan berdasarkan Tabel 2.4 Klasifikasi menurut Medan.
Selanjutnya dicari elevasi ujung kanan dan kiri potongan melintang jalan lalu berdasarkan Tabel tersebut diklasifikasikan tipe medannya sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Melintang Kelandaian Alternatif Trase 1
Ketinggian (m)
Jarak antar titik
Kelandaian
STA
Klasifikasi Medan
Kiri
Kanan
kanan kiri (m)
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Perbukitan
Ketinggian (m)
Jarak antar titik
Kelandaian
STA
Klasifikasi Medan
Kiri
Kanan
kanan kiri (m)
Rata - Rata Kelandaian ()
Perbukitan
Tabel 4.2 Melintang Kelandaian Alternatif Trase 2
Ketinggian (m)
Jarak antar titik
Kelandaian
STA
Klasifikasi Medan
Kiri
Kanan
kanan kiri (m)
Rata - Rata Kelandaian ()
Perbukitan
Sehingga didapatkan bahwa baik pada alternatif trase 1 dan 2 klasifikasi medan termasuk perbukitan. Selanjutnya yaitu menentukan kecepatan rencana dengan fungsi jalan eksisting yaitu jalan kolektor berdasarkan Error! Reference source not found.. Maka diambil kecepatan rencana 50 kmjam. Selanjutnya menentukan kelandaian maksimum diperoleh berdasarkan Tabel 2.2 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan.
Setelah menetapkan kecepatan rencana, medan trase, dan daerah perkotaan atau luar kota, didapatkan dari standart perencanaan jalan kelandaian maksimum jalan yaitu 9 baik untuk alternatif trase 1 dan 2.
g. Volume Galian dan Timbunan
Total volume tanah galian dan timbunan dihasilkan atas perpotongan melintang jalan dengan muka tanah asli dikali jarak antar potongan melintang. Dengan hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.3 Volume Galian Timbunan Trase 1 STA 0+000 s.d 0+150
2 3 Luas (m 3 ) Jarak Volume (m ) Kumulatif Volume (m )
Galian Timbunan
0+000
1.74 0.12 10.00
55.20 4.35 55.20 4.35
0+010
9.30 0.75 10.00
87.00 3.75 142.20 8.10
0+020
8.10 0.00 10.00
91.45 0.00 233.65 8.10
0+030
10.19 0.00 10.00
112.20
0.00 345.85 8.10
0+040
12.25 0.00 10.00
94.85 0.00 440.70 8.10
0+050
6.72 0.00 10.00
34.25 91.30 474.95 99.40
0+060
0.13 18.26 10.00
3.90 371.25
478.85 470.65
0+070
0.65 55.99 10.00
20.95 281.30
499.80 751.95
0+080
3.54 0.27 10.00
24.40 3.05 524.20 755.00
0+090
1.34 0.34 10.00
45.50 1.70 569.70 756.70
0+100
7.76 0.00 10.00
198.00
1.55 767.70 758.25
0+110
31.84 0.31 10.00
540.50
1.55 1308.20 759.80
0+120
76.26 0.00 10.00
1327.65
0.00 2635.85 759.80
0+130
189.27
0.00 10.00
1965.95
0.00 4601.80 759.80
0+140
203.92
0.00 10.00
1882.55
0.00 6484.35 759.80
0+150
172.59
0.00 10.00
Tabel 4.4 Volume Galian Timbunan Trase 1 STA 0+240 s.d 0+548,71
2 Luas (m 3 ) Jarak Volume (m )
Kumulatif Volume
STA Galian Timbunan
(m) Galian Timbunan Galian Timbunan
Tabel 4.5 Volume Galian Timbunan Trase 2 STA 0+000 s.d 0+100
Luas (m 2 )
Jarak
Kumulatif Volume
STA
Volume (m )
Galian Timbunan (m)
Galian Timbunan Galian Timbunan
Tabel 4.6 Volume Galian Timbunan Trase 2 STA 0+180 s.d 0+446,65
2 Luas (m 3 ) Jarak Volume (m )
Kumulatif Volume
STA
Galian Timbunan (m)
Galian Timbunan Galian Timbunan
Luas daerah yang dibutuhkan pada perencanaan alternatif jalan di mana sudah ditentukan kemiringan talud yaitu 2:1 pada timbunan dan 1:1 pada galian dan lebar brem yaitu 1 m untuk galian timbunan jalan. Sehingga didapatkan alternatif trase 1
2 memerlukan pembebasan lahan 10328,262 m 2 dan 8321,306 m .
i. Sudut Terhadap Perlintasan
Pada perencanaan jembatan Sigandul II ini sudut yang terbentuk dari perpotongan rencana jalan dengan perlintasan sungai untuk alternatif 1 yaitu 78° sementara untuk alternatif trase 2 yaitu 73°.
j. Bagian Perlintasan di Bawah Jembatan
Pada perencanaan jembatan Sigandul II, perlintasan di bawah jembatan berupa sungai Sigandul dengan panjang 4,6 km dari hulu dengan bentuk lurus pada perlintasan.
k. Perencanaan Pengembangan Pelebaran Perlintasan
Berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dari data LHR (asumsi data berasal dari daerah Sigandul II) dihitung derajat kejenuhan berdasarkan lebar jalan eksisting. Dari hasil perhitungan tersebut didapat derajat kejenuhan lebih dari 0,75 sehingga perlu pelebaran perlintasan, dan diperoleh lebar jalan 5,5 m baik untuk alternatif trase 1 dan 2.
l. Potensi Erosi Gerusan Longsoran
Berdasarkan data tanah yang ada, baik alternatif trase jalan 1 maupun 2 memiliki tanah keras yang relatif dangkal. Di samping itu, penampang melintang sungai yang berbentuk lembah karena daerah berada di hulu dengan muka air sungai yang tidak terlalu tinggi, sehingga potensi terjadi erosi atau gerusan atau longsoran karena aliran air sungai sangat kecil.
m. Kemiringan Lereng Penampang Melintang Sungai
Penampang melintang sungai baik untuk trase 1 dan 2 termasuk dalam golongan curam dengan kondisi tanah bebatuan pada kondisi eksisting.
n. Ketinggian Muka Air Banjir
Berdasarkan data hujan harian dan potongan melintang sungai diperoleh tinggi muka air banjir kurang lebih 1,5 m baik untuk alternatif trase 1 dan 2, karena penampang keduanya hampir sama. Jadi dalam hal desain ketinggian jembatan dan pelaksanaan jembatan, muka air banjir bukan hal yang sangat mempengaruhi.
o. Pelaksanaan
Dengan penampang melintang sungai yang berbentuk lembah dan kemiringan yang curam, tentunya pelaksanaan konstruksi jembatan menjadi kompleks (berat) baik pada alternatif 1 maupun 2.
p. Pemeliharaan
Sama halnya pada pelaksanaan, pemeliharaan pun lebih susah dibandingkan jembatan – jembatan pada umumnya.
Tabel 4.7 Kriteria Pemilihan Lokasi Jembatan
No.
Sub Kriteria
Satuan
Alternatif 1
Alternatif 2 Terpilih
1 Panjang Jalan Penghubung
Panjang Jembatan
Meter
3 Jumlah Tikungan
4 Jari-jari tikungan terkecil
Meter
5 Jumlah tanjakanturunan
Buah
6 Kelandaian tanjakan terbesar
7 Volume Galian
M 3 38458.30
8 3 Volume Timbunan M 2768.9
9 Pembebasan Lahan
M 2 10328.262
8321.306 2 10 O Sudut terhadap perlintasan Derajat 78 73 1
11 Bagian perlintasan di bawah
Ada rencana pengembangan
Ada Tidak
Ya
pelebaran perlintasan 13 Ada potensi
Ada Tidak
Ya
Ya 12
erosigerusanlongsoran?
Longsoran
Longsoran
No.
Sub Kriteria
Satuan
Alternatif 1
Alternatif 2 Terpilih
14 Lereng penampang melintang
15 Ketinggian muka air banjir
Berdasarkan Analisa pemilihan alternatif trase dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing alternatif trase, maka ditetapkan alternatif trase yang terpilih adalah Alternatif Trase 2