Laporan Tugas Besar Jembatan Sigandul II

LAPORAN TUGAS

  PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL

JEMBATAN SIGANDUL II

  TKS295

DISUSUN OLEH :

  Aji Santiko – 21010113120008 Tri Kumala Hasan – 21010113120017

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2017

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS

  PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL

  TKS295

  DISUSUN OLEH : Aji Santiko – 21010113120008

  Tri Kumala Hasan – 21010113120017

  Disetujui Dosen Pengampu Mata Kuliah

  Disetujui Dosen Pembimbing Tugas

  Pada Tanggal ……………… 2017

  Pada Tanggal ……………… 2017

  Ir. Bambang Pudjianto, M.T.

  Ir. Djoko Purwanto, M.S.

  NIP. 19521205 1985 03 1 001

  NIP. 19600526 1987 10 1 001

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan kesejahteraan. Kementerian PUPR RI memfokuskan dan mengalokasikan dana untuk membangun 3 Program Prioritas Nasional, yaitu: Ketahanan AirPangan, Konektivitas, Perumahan Pemukiman. Dengan menekan pada konektivitas antar berbagai pusat perdagangan, industri, dan pemerintahan akan tercapainya pembangunan yang merata di berbagai daerah. Dengan adanya program tersebut, pemerintah akan terus menggenjot pembangunan nasional terutama yang berhubungan dengan konektivitas dan transportasi, salah satunya adalah pembangunan jalan dan jembatan.

  Banyaknya jalan dan jembatan yang dimiliki Indonesia, tidak semuanya memenuhi kaidah persyaratan perancangan. Perlu adanya desain baru untuk menentukan alternatif lain supaya lebih aman dan nyaman untuk dilalui sesuai dengan perkembangan lalu lintas yang dilayaninya.

  Salah satu jembatan yang perlu untuk dilakukan desain baru adalah Jembatan Sigandul. Jembatan Sigandul merupakan jembatan yang berada pada ruas Jalan Batas Kab. Wonosobo – Parakan Kec. Kledung Kab. Temanggung. Jembatan Sigandul yang sudah ada sekarang desain trase dan jembatannya cenderung mengikuti topografi, sehingga tidak memenuhi persyaratan geometris terutama pada tikungan tajamnya. Tikungan yang digunakan memiliki radius yang kecil sehingga jika terdapat kendaraan berat seperti bus atau truk yang mempunyai radius tikungan yang besar maka akan memakan lajur di sebelahnya. Hal ini yang akan membuat kemacetan apabila pada lajur di sebelahnya terdapat kendaraan berat yang memiliki radius tikungan yang besar pula. Belum ditambah dengan banyaknya kecelakaan yang terjadi.

  Mengenai kapasitas jalan tersebut juga sudah tidak memadai untuk melayani beban lalu lintas kolektor jalur tengah ini. Semakin banyak kendaraan yang melewati jalur ini baik dari sepeda motor, mobil, truk, maupun bus-bus pariwisata. Mengenai kapasitas strukturnya juga sudah tidak memadai dengan ditunjukkan dengan adanya kerusakan jalan seperti retak rambut, berlubang, dan bergelombang.

  Selain itu dengan kondisi aliyemen yang berliku – liku disesuaikan medan, membuat kendaraan harus menjaga kecepatan tetap pelan agar bisa dengan aman melintasinya, akibatnya pada hari – hari saat lalu lintas padat, kemacetan tak terelakkan lagi.

  Jembatan Sigandul berupa jembatan gelagar baja dengan bentang 25 m. Struktur jembatan tersebut masih layak digunakan dan hanya perlu pemeliharan saja. Namun terkait dengan peningkatan kapasitas lalu lintas pada hari – hari tertentu, jembatan dengan lebar 8.5 m tersebut kurang mampu menyediakan ruang yang mumpuni.

  Poin-poin itulah yang menjadikan perlunya desain baru Jembatan Sigandul II. Menyediakan berbagai alternatif pemilihan trase yang akan dipilih berdasarkan variabel- variabel penentuan alternatif trase yang memenuhi persyaratan, aman, nyaman, ekonomis, ramah lingkungan, serta memiliki nilai estetika yang tinggi sehingga bisa menjadi sebuah “icon” dan “National Pride” daerah tersebut.

1.2. Maksud

  Maksud dari penulisan Tugas Perencanaan Bangunan Sipil pilihan bidang Perencanaan Jembatan adalah menunjang fungsi jalan yang dihubungkan dengan adanya jembatan untuk memecahkan persoalan atau melayani lalu lintas selama umur pelayanan tertentu.

1.3. Tujuan

  Tujuan dari penulisan Tugas Perencanaan Bangunan Sipil pilihan bidang Perencanaan Jembatan adalah :

  a. Memperbesar daya tampung volume lalu lintas yang ada.

  b. Memicu pertumbuhan ekonomi khususnya di Kecamatan Kledung.

  c. Meningkatkan tingkat pelayanan jalan tersebut.

  d. Memperlancar arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut.

1.4. Manfaat

  Manfaat dari penulisan Tugas Perencanaan Bangunan Sipil pilihan bidang Perencanaan Jembatan adalah:

  a. Dapat mengetahui tentang langkah-langkah dalam perencanaan jembatan.

  b. Dapat mengetahui aspek-sapek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan.

  c. Dapat mengetahui dasar pemilihan tipe bangunan struktur atas, struktur bawah dan bangunan pelengkap yang sesuai dengan situasi dan kondisi jembatan yang akan direncanakan.

1.5. Deskripsi Lokasi Perencanaan

1.5.1. Lokasi

  Perencanaan jembatan kali ini akan mengganti jembatan eksisting yang berlokasi:

  a. Kabupaten

  : Temanggung

  b. Kecamatan

  : Kledung

  c. Nama Jembatan

  : Jembatan Sigandul

  d. Sungai

  : Sungai Sigandul

  e. Nama Jalan

  : Jalan Ajibarang-Secang

  f. Fungsi Jalan

  : Kolektor

  g. Status Jalan

  : Jalan Provinsi

  h. Kelas Jalan

  : Kelas 1 Bina Marga

  Jembatan Sigandul II yang akan didesain kali ini merupakan jembatan pengganti sekaligus menjadi shortcut untuk tikungan tajam di daerah Sigandul II, Temanggung.

  Kondisi existing dari struktur jembatan yang digantikan masih cukup bagus, dengan struktur atas berupa jembatan girder beton. Kondisi jalan yang digantikan tidak mengalami kerusakan yang cukup serius, hanya beberapa bagian yang retak dan berlubang. Bangunan pelengkap yang digunakan sebenarnya sudah tersedia di jalur yang lama seperti cermin cembung tikungan, guide post, guide rail, dan barrier pengaman samping lajur jalan (karena sebelah jalan merupakan jurang)

  Untuk kondisi geometri lingkungan, berada di bukit, memiliki kemiringan yang curam, dan jari-jari tikungan yang kecil, sehingga untuk kendaraan yang besar sulit melakukan manuver. Selain itu juga jarak pandang di tikungan kurang dikarenakan tikungan yang tajam

1.5.2. Identifikasi Masalah

  Perencanaan Jembatan Sigandul II tentunya tidak lepas dari berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan yang akan mempengaruhi fungsi jembatan dan ruas jalan yang melingkupi. Aspek – aspek tersebut di antaranya :

  A. Kapasitas Geometri Jembatan yang dibangun dipengaruhi faktor geometri jalan yang melintasinya. Pengaruh tersebut di antaranya :

  1) Koordinasi aliyemen horizontal dengan bentang jembatan.

  Pada perencanaan jembatan yang ideal sebaiknya lengkung horizontal atau tikungan tidak terletak pada jembatan, karena akan perlu perhitungan ketahanan struktur jembatan terhadap gaya sentrifugal dari lalu lintas kendaraan yang melintasi jembatan.

  2) Koordinasi aliyemen vertikal dengan bentang jembatan

  Jembatan sebaiknya tidak berpotongan dengan lengkung vertikal, hal ini untuk mengantisipasi penambahan perkerasan pada jembatan. Apabila kondisi terpaksa, maka penggunaan panjang lengkung bisa diambil yang paling kecil dari beberapa perhitungan yang ada.

  3) Koordinasi aliyemen horizontal dengan aliyemen vertikal

  Pada perencanaan ini, titik awal dengan elevasi eksisting terhubung dengan titik akhir dengan elevasi eksisting sehingga dengan kemiringan maksimum yang didapat harus bisa menghubungkan kedua titik tersebut. Demikian juga terhadap posisi koordinat dari kedua titik yang dihubungkan dengan aliyemen horizontal. Aliyemen horizontal dan vertikal kemudian dipastikan agar tidak saling overlap.

  4) Lebar Jembatan

  Lebar jembatan tergantung lebar jalan yang melintasinya, di mana dipengaruhi oleh kapasitas lalu lintas yang didapat dari data LHR yang menghasilkan derajat kejenuhan yang ideal.

  5) Ruang Bebas Jembatan

  Ruang bebas jembatan terdiri dari ruang bebas atas dan ruang bebas bawah. Ruang bebas atas meliputi ketersediaan untuk bangunan atas jembatan di mana ruang yang tersedia tidak terdapat gangguan seperti cabang pohon atau kabel dan lain – lain. Sedangkan untuk ruang bebas bawah dipengaruhi oleh tinggi jagaan terhadap muka air banjir.

  Dengan adanya ruang bebas atas dan bawah jembatan yang direncanakan bisa memanfaatkan ruang bebas tersebut. Misalnya jika muka air banjir masih jauh terhadap jembatan, bisa digunakan jembatan rangka baja Dengan adanya ruang bebas atas dan bawah jembatan yang direncanakan bisa memanfaatkan ruang bebas tersebut. Misalnya jika muka air banjir masih jauh terhadap jembatan, bisa digunakan jembatan rangka baja

  B. Kapasitas Perlintasan

  Untuk perencanaan dengan kondisi perlintasan yang memerlukan peningkatan kapasitas (misalkan kebutuhan penambahan luas penampang melintang) atau kondisi perlintasan yang tanahnya berupa tanah lunak atau pada daerah sesar bisa direncanakan dengan normalisasi pada bagian perlintasannya, karena hal tersebut pun akan menunjang kestabilan jembatannya.

  C. Kapasitas Struktur

  Komponen struktur yang terdapat pada perencanaan ini di antaranya struktur atas berupa rangka baja, struktur bawah berupa abutmen dan fondasi, bangunan pengaman seperti rail, dan jaringan listrik.

  D. Lingkungan

  Aspek lingkungan memberi andil cukup besar pada perencanaan jembatan, seperti kondisi guna lahan, rencana tata ruang dan tata guna lahan di sekitar jembatan, ruang, tersedianya sumber daya dan fasilitas yang menunjang atau yang berpengaruh terhadap keberadaan dan rencana pembangunan jembatan seandainya jembatan perlu diganti.

1.5.3. Perumusan Masalah

  Permasalahan yang dapat dirumuskan di antara sebagai berikut :

  a. Apakah bentang yang digunakan (dihitung dari luar penampang sungai atau dari dalam penampang sungai) agar kebutuhan aliyemen horizontal dan vertikal terpenuhi?

  b. Apakah diperlukan adanya peningkatan kapasitas aliran sungai pada jembatan Sigandul II?

  c. Bagaimana pemilihan bangunan atas, bawah, dan pelengkap pada jembatan Sigandul II? c. Bagaimana pemilihan bangunan atas, bawah, dan pelengkap pada jembatan Sigandul II?

1.5.4. Pembatasan Masalah

  Kebutuhan kelengkapan bangunan atas, bawah, dan pelengkap tergantung permodelan jembatan di mana memungkinkan untuk tidak diperlukannya salah satu komponen jembatan. Sebagai contoh yaitu pilar jembatan, butuh tidaknya pilar ditentukan bentang, bahan konstruksi jembatan dan kondisi penampang sungai (perlintasan), sehingga bila dengan tidak adanya pilar tidak diperlukan perhitungan struktur pilar.

1.5.5. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan tugas Perencanaan Bangunan Sipil Jembatan ini dibagi menjadi beberapa bab dengan materi sebagai berikut : BAB I

  PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, maksud, tujuan, manfaat, diskripsi lokasi perencanaan, dan sistematika penulisan.

BAB II STUDI PUSTAKA

  Bab ini berisi mengenai tinjauan umum, lalu lintas, aspek geometri, aspek tanah, aspek topografi, aspek hidrologi dan aspek konstruksi.

BAB III METODOLOGI

  Bab ini membahas mengenai tahapan-tahapan perencanaan yang terdiri dari tahap persiapan, perencanaan, pengumpulan data, analisa dan pengolahan data, perancangan struktur jembatan, gambar desain.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

  Bab ini memuat analisa jalan eksisting, analisa data hidrologi, analisa geoteknik, pengolahan data yang terkumpul, baik itu data primer maupun data sekunder yang mendukung pada perhitungan konstruksi.

BAB V PERANCANGAN TIPE JEMBATAN

  Bab ini membahas mengenai pemilihan lokasi jembatan, penentuan bentang dan lebar jembatan, pemilihan struktur atas jembatan dan pemilihan struktur bawah jembatan.

BAB VI PERANCANGAN DETAIL STRUKTUR JEMBATAN

  Bab ini membahas mengenai perhitungan komponen struktur atas, komponen struktur bawah dan komponen bangunan pelengkap jembatan.

BAB VII PENUTUP

  Bab ini merupakan kesimpulan dan saran-saran mengenai hasil-hasil perhitungan dan perencanaan struktur jembatan tersebut.

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1. Perencanaan Geometri

2.1.1. Kecepatan Rencana

  Kecepatan rencana, V R , pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan- kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman. V R ditetapkan dari Tabel 2.1 Kecepatan Rencana (Vr). Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 kmjam.

  Tabel 2.1 Kecepatan Rencana (Vr)

  Kecepatan Rencana, V R (kmjam)

  Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, 1997

2.1.2. Landai Maksimum

  Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut.

  Tabel 2.2 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan

  V R (kmjam)

  Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, 1997

2.1.3. Panjang Kritis

  Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh V R . Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari tabel berikut .

  Tabel 2.3 Panjang Kritis

  Kecepatan pada awal tanjakan

  Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, 1997

2.1.4. Aliyemen Horisontal

  Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal terdiri dari bagian lurus (tangent) dan bagian lengkung (disebut tikungan). Bentuk tikungan terdiri atas 3 yaitu:

  1. Full Circle (FC), yaitu tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang seragam.

  2. Spiral-Circle-Spiral (SCS), yaitu tikungan yang terdiri dari 1 lengkung lingkaran dan 2 lengkung spiral.

  3. Spiral-Spiral (SS), yaitu beberapa tikungan majemuk yang memiliki bebrapa radius tikungan, yang dapat terdiri dari 3 lengkunglebih.

  Geometri pada bagian lengkung didesain sedemikian rupa dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan rencana. Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan, maka alinyemen horizontal harus dipertimbangkan secara akurat.

  Dalam pemilihan tipe tikungan atau lengkung horizontal, dapat menggunakan diagram alir sebagai berikut :

  Start

Input Δ, V R , e maks

  Hitung R min

  Tentukan R desain

  Asumsi awal

  Hitung Geometri Tikungan (Ts,

  Tidak Ya

  FC

  P < 0,25 m

  Tidak Ya

  e < 0,04

FC

  atau (1,5 en)

  Tidak S-C-S

  Finish

  Gambar 2.1 Diagram Alir Pemilihan Tipe Lengkung Horisontal

  1) Aliyemen Vertikal

  Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang vertikal yang terdiri dari bagian landau vertikal dan bagian lengkung vertikal. Alinyemen vertikal merupakan garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan. Alinyemen vertikal ini bisa disebut dengan penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung, yaitu: Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang vertikal yang terdiri dari bagian landau vertikal dan bagian lengkung vertikal. Alinyemen vertikal merupakan garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan. Alinyemen vertikal ini bisa disebut dengan penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung, yaitu:

  b. Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.

2.2. Analisa Lalu Lintas

  Hal - hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan ditinjau dari segi lalu lintas, antara lain :

2.2.1. Klasifikasi menurut Medan Jalan

  Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

  Tabel 2.4 Klasifikasi menurut Medan

  No

  Jenis Medan

  Notasi

  Kemiringan Medan ()

  Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, 1997

2.2.2. Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang

  Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) merupakan koefisien yang digunakan untuk mengekuivalensikan berbagai jenis kendaraan kedalam satuan mobil peumpang (smp). Nilai konversi dari berbagai jenis kendaraan dilampirkan seperti pada berikut.

  Tabel 2.5 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) untuk Jalan 22

  Tipe

  Arus total

  MC

  Alinyemen (kendjam) MHV

  LB

  LT

  Lebar jalur lalu-lintas (m) <6m

  6–8m >8m

  Datar

  ≥ 1900

  Tipe

  Arus total

  MC

  Alinyemen (kendjam) MHV

  LB

  LT

  Lebar jalur lalu-lintas (m) <6m

  6–8m >8m

  Sumber: MKJI, 1997

2.2.3. Analisa Kapasitas

  Berdasarkan MKJI, 1997 perhitungan kapasitas jalan luar kota menggunakan rumus:

  = 0 × × × ()

  Di mana

  C = Kapasitas

  Co

  = Kapasitas dasar (smpjam) FC W = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu-lintas

  FC SP

  = Faktor penyesuaian akibat pemisah arah FC SF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping

2.2.3.1. Kapasitas dasar (Co)

  Tabel 2.6 Kapasitas Dasar Jalan Luar Kota 22UD

  Tipe Jalan

  Kapasitas dasar total kedua

  Tipe Alinyemen

  arah (smpjam)

  Dua lajur tak-terbagi - Datar

  Sumber: MKJI, 1997

2.2.3.2. Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu-lintas (FC W )

  Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Lebar Jalur Lalu-Lintas

  (FC W )

  Tipe Jalan

  Lebar efektif jalur-lalu-lintas (Wc) (m)

  FC W

  Empat-lajur

  Per Lajur

  Empat-lajur tak

  Per Lajur

  Dua-lajur tak-

  Total kedua arah

  Sumber: MKJI, 1997

2.2.3.3. Faktor penyesuaian akibat pemisah arah (FC SP )

  Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Pemisah Arah (FC SP )

  Pemisah arah SP -

  50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

  FC SPB Dua-lajur 22

  Sumber: MKJI, 1997

2.2.3.4. Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC SF )

  Untuk menentukan FC SF perlu diketahui dahulu kelas hambatan sampingnya.

  Tabel 2.9 Kelas Hambatan Samping

  Frekuensi

  Kelas

  berbobot dari

  Kondisi khas

  hambatan

  kejadian (ke dua

  samping

  sisi jalan)

  Pedalaman, pertanian tidak berkembang; Sangat VL tanpa kegiatan

  Rendah

  50 – 149

  Pedalaman, beberapa bangunan dan kegiatan

  L

  di samping jalan

  150 – 249

  Desa, kegiatan dan angkutan lokal

  Sedang M

  250 – 350

  Desa, beberapa kegiatan pasar

  Tinggi H

  Hampir perkotaan, pasarkegiatan Sangat VH perdagangan

  Tinggi

  Sumber: MKJI, 1997

  Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Hambatan Samping

  (FC SF )

  Kelas

  Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC SF )

  Tipe

  hambatan

  Lebar bahu efektif (Ws)

  Sumber: MKJI, 1997

2.2.3.5. Derajat Kejenuhan

  Degree of Saturation digunakan untuk mengetahui apakah prediksi volume kendaraan yang melewati jalan apakah lebih banyak dibanding kapasitas jalan. Berdasarkan Permen PU No. 19PRTM2011, derajat kejenuhan maksimal untuk jalan arterikolektor adalah 0,85

2.3. Aspek Tanah

  Tinjauan aspek tanah pada perencanaan jembatan ini meliputi tinjauan terhadap data- data tanah yang ada seperti : nilai kohesi, sudut geser tanah, γ tanah, nilai California Bearing Ratio (CBR), kadar air tanah dan void ratio agar dapat ditentukan jenis pondasi yang akan digunakan, kedalaman pondasi serta dimensinya. Selain data-data tanah tanah di atas juga dapat untuk menentukan jenis perkuatan tanah dan kestabilan lereng(stabilitas tanah) guna mendukung keamanan dari struktur yang akan dibuat.

  Penyelidikan tanah untuk perencanaan pondasi jembatan dimaksudkan untuk mengetahui daya dukung tanah (DDT) yang dilakukan dengan penyelidikan boring atau sondir di lokasi yang direncanakan sebagai lokasi abutment.

  Selanjutnya untuk mengetahui jenis, ukuran dan sifat-sifat dari tanah dilakukan pengujian tanah, baik secara visual di lapangan maupun pengetesan di laboratorium mekanika tanah.

  Penyelidikan tanah untuk perencanaan pondasi jembatan dimaksudkan untuk mengetahui daya dukung tanah dasar setempat untuk perencanaan pondasi jembatan. Daya dukung tanah (DDT) dilakukan dengan penyelidikan boring atau sondir sedangkan untuk mengetahui jenis, ukuran dan sifat-sifat tanah dilakukan pengujian tanah baik dengan cara pengamatan visual di lapangan maupun dengan pengetesan tanah di laboratorium mekanika tanah. Kemudian dengan pengeboran serta pengambilan contoh tanah dari lokasi akan didapat informasi data tanah secara benar dan teliti. Secara umum hal-hal yang diperlukan untuk perencanaan pondasi jembatan antara lain sebagai berikut:

  a. Kemampuan tanah (daya dukung tanah)

  b. Penurunan yang terjadi harus minimal

  c. Terjadinya penurunan harus merata

  d. Tegangan yang terjadi harus lebih kecil dari daya dukung tanah

  Dalam perencanaan pondasi, besaran tanah yang harus diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan letak lapisan tanah keras. Daya dukung tanah yang telah dihitung harus lebih besar dari beban ultimat yang telah dihitung. Pada perhitungan pondasi digunakan analisa kapasitas daya dukung menurut Terzaghi, seperti yang tertera pada rumus di bawah ini.

  = .� . �1 + 0,3

  . + 0,5 . . . . �1 − 0,2

  �+ .

  ��

  Dimana :

  Q ult = daya dukung ultimate tanah dasar (tm 2 )

  c 2 = kohesi tanah dasar (tm )

  γ 3 = berat isi tanah dasar (tm )

  B = D = lebar pondasi (meter) Df = kedalaman pondasi (meter)

  N γ, Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi Ap 2 = luas dasar pondasi (m )

  L

  = panjang pondasi (m)

  Tabel 2.11 Nilai - Nilai Daya Dukung Terzaghi

  φ Keruntuhan Geser Lokal

  Keruntuhan Geser Umum

  Sehubungan dengan persamaan kapasitas daya dukung tanah seperti di atas,

  maka γ 1 kedudukan muka air tanah juga dapat dipengaruhi besarnya ultimate bearing capacity (daya dukung tanah). Apabila muka air tanah berada tepat pada dasar pondasi

  maka Dr. γo diambil dengan γsub (submerged) yaitu satuan berat tanah dalam dalam keadaan jenuh air ( γsub = γsat – γair ). Apabila muka air tanah berada di atas dasar pondasi maka :

  Dr. γo harus diganti dengan Df1. γo + D12. γsub Keterangan : . γo = Satuan berat tanah diatas muka air tanah

  . γsub = Satuan berat tanah dibawah muka air tanah

  Kontrol daya dukung tanah terhadap abutment sesuai dengan persamaan berikut ini.

  Di mana : SF = safety factor 1.5 ~ 3

  B = lebar abutment

  L

  = panjang abutment

  A = Luas bidang bawah pondasi W 2 = 16 x L x B

  V = gaya vertikal ( ton) MV = jumlah momen vertical yang terjadi MH = jumlah momen vertical vertical yang terjadi

2.4. Hidrologi

  Analisis hidrologi diperlukan untuk mencari besarnya nilai debit banjir rencana, elevasi banjir tertinggi, dan kedalaman penggerusan (socuring) yang nantinya digunakan untuk menentukan tinggi bebas (clearance) jembatan dari muka air tertinggi.

2.4.1. Periode Ulang

  Interval yang berulang ini biasanya disebut dengan frekwensi. Dalam perhitungan periode ulang ini dipakai Metode Gumbel.

  Tabel 2.12 Nilai Variasi Yt

  Periode Ulang

  Variasi yang berkurang (Yt)

  Tabel 2.13 Nilai Yn

  Tabel 2.14 Nilai Sn

2.4.2. Debit Banjir

  Perhitungan debit banjir yang digunakan adalah dengan metode Rasional Mononobe dengan rumus sebagai berikut :

  Di mana:

  C = koefisien pengaliran (run off)

  I = intensitas curah hujan rata-rata (mmjam)

  A = daerah pengaliran (km²)

  Di mana:

  I = intensitas curah hujan rata-rata selama t jam (mmjam) Xt = curah hujan 24 jam (mm)

  → = 0,9 ×

2.4.3. Tinggi Muka Air Banjir

  Untuk menentukan tinggi muka air banjir, ditentukan terlebih dahulu luas permukaan basah (A) dengan membagi debit (Q) dengan kecepatan pengaliran (V).

  Penggerusan terjadi apabila pilar di tengah sungai yang mengikis lapisan dasar sungai. Dalamnya penggerusan dihitung berdasarkan beberapa faktor, yaitu:

2.4.4.1. Faktor lempung Lacey

  Tabel 2.15 Faktor Penggerusan Lacey

  No

  Tipe Material

  Diameter

  Faktor

  1. Lanau sangat halus

  2. Lanau halus

  3. Lanau sedang

  6. Pasir kasar

  Sumber: DPU Bina Marga Dati 1 Jawa Tengah

2.4.4.2. Kedalaman penggerusan

  Tabel 2.16 Kedalaman Penggerusan

  No Kondisi Aliran

  Penggerusan Maks

  1. Aliran lurus

  1,27 D

  2. Aliran belok

  1,5 D

  3. Aliran belok tajam

  1,75 D

  2D

  4. Belokan sudut lurus

  2D

  5. Hidung pilar

  Sumber: DPU Bina Marga Dati 1 Jawa Tengah

  Formula Lacey:

  1. Untuk L < w,

  d = H x (LW) 0,6

  2. Untuk L < w,

  d = 0,473 x (Qf) 0,333

  Keterangan : L = Bentang jembatan W = Lebar alur sungai

  H = Tinggi banjir rencana

  F = Faktor lempung

2.5. Pemilihan Lokasi Jembatan

  Penentuan lokasi layout jembatan tergantung pada kondisi lalulintas. Secara umum, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalulintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi – kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan adalah “jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan” (Troitsky, 1994). Oleh karenanya kondisi lalulintas yang berbeda – beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan pula.

  Panjang – pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat. Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Beberapa pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan.

2.6. Layout Jembatan

  Setelah lokasi jembatan ditentukan, variabel berikutnya yang penting pula sebagai pertimbangan adalah layout jembatan terhadap topografi setempat. Pada awal perkembangan sistem jalan raya, standart jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya. Sebagai konsekuiensinya, struktur tersebut hamper selalu dibangun pada tempat yang ideal untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk square layout.

  Dalam proses perencanaan terdapat dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan (Troitsky, 1994). Berikut ini diberikan beberapa ilustrasi beberapa perbedaan kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan.

  1) Pandangan Ahli Jembatan. Perlintasan yang tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel

  lebih sering dipilih, daripada perlintasan yang membentuk aliyemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis ekonomi. Waddel (1916) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada aliyemen yang miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan.

  2) Struktur jembatan yang sederhana. Merupakan suatu kenyataan untuk struktur

  jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap aliyemen jalan. Para ahli jalan sering menempatkan aliyemen jalan sedemikian hingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari aliyemen rencana jalan tersebut. Sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat.

  3) Layout jembatan bentang panjang. Sebagai suatu struktur bertambahnya tingkat

  kegunaan jalan dan panjang bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout. Pada kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya konstruksi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap bidang aliyemen.

  Dari keterangan – keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa bentang jembatan skewed layout lebih panjang disbanding square layout. Dapat diketahui hubungan antara besarnya sudut yang dibentuk terhadap biaya konstruksi jalan dan jembatan. Untuk memberikan pengertian tentang square layout skewed layout, lihat.

  Gambar 2.2 Perbandingan antara Square Layout Skewed Layout

  Dari gambar di atas, bila panjang bentang square layout L dengan biaca C sec ϕ, maka pada skewed layout bentang jembatan menjadi L.sec ϕ biaya konstruksi C.sec ϕ. Bila melihat alternative pemilihan lokasi layout pada Gambar 2.2 Perbandingan antara Square Layout Skewed Layout, perlu dikaji secara numeris perbandingan biaya konstruksi akibat pemanjangan jalur jalan bentang jembatan. Secara numeris dapat diberikan gambaran sebagai berikut ini.

  1) Biaya konstruksi jalan per satuan panjang dinotasikan dengan K H , biaya konstruksi

  jembatan per satuan panjang K B .

  2) Panjang jalur alternatif I dinotasikan H 1 alternatif II, H 2 , panjang jembatan pada

  jalur I, L 1 sedangkan jalur II dinotasikan dengan L 2 .

  Maka biaya konstruksi jalan jalur I setidak – tidaknya harus lebih kecil atau sama dengan jalur II, yang dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

  ( 1 − 1 ) + 1 ≤( 2 − 2 ) + 2 ( 1 − 2 ) ≤( − )( 2 − 1 )

  bila dibagi dengan K H , menjadi :

  ( 1 − 2 )≤� − 1� ( 2 − 1 )

  bila diambil, =

  akan didapatkan :

  ( 1 − 2 ) ≤ ( − 1)( 2 − 1 )

  Dari persamaan di atas terlihat bahwa biaya konstruksi penambahan panjang jalur jalan masih lebih kecil dibandingkan dengan biaya penambahan panjang jembatan. Oleh karena itu dlaam hal ini perlu dibuat suatu keputusan yang cermat seksama oleh para ahli jembatan ahli jalan.

2.7. Pertimbangan Layout Jembatan Melintasi Sungai

  Kondisi umum yang membatasi penempatan jembatan di atas sungai dapat diringkas sebagai berikut :

2.7.1. Persilangan pada sungai (main channel) lembah datar (valley flats)

  Layout jembatan sebaiknya ditempatkan pada bagian lembah yang sempit sungainya cukup lebar (Gambar 2.3 Layout jembatan yang melintasi sungai lembah datar).

  Persilangan antara sungai jembatan sedemikian sehingga membentuk siku (square layout). Bila layout berupa skewed layout akan terjadi gerusan pada pilar, akibatnya dapat tererosi pada bagian dasarnya. Kondisi ini akan lebih berbahaya bila arus sungai mempunyai kecepatan yang sangat tinggi.

  Gambar 2.3 Layout jembatan yang melintasi sungai lembah datar

2.7.2. Sungai tributary

  Pada daerah ini kemungkinan akan banyak terjadi sedimentasi, jembatan sebaiknya tidak ditempatkan secara langsung di sebelah hilit mulut tributary seperti oleh Potongan I-I Gambar 2.4 Perlintasan jembatan pada sungai tributary. Tidaklah tepat pula, bila ditempatkan dekat hulu percabangan sungai (Potongan II- II). Oleh karena itu, dipilih bagian sungai yang tidak memiliki percabangan sehingga hanya ada satu jembatan yang perlu dibangun.

  Gambar 2.4 Perlintasan jembatan pada sungai tributary

2.7.3. Sungai permanen

  Perubahan arus atau arus yang berkelok – kelok (meandering stream) seringkali mengharuskan persilangan jembatan lebih panjang. Sehingga biaya kontruksi biasanya lebih mahal. Selain panjangnya bentang jembatan, juga pilar yang dibuat akan sangat dalam. Pada Gambar 2.5 Alternatif perlintasan jembatan di atas sungai permanen, ditunjukkan beberapa sketsa tipikal (A B) pada lokasi sungai yang berbeda-beda. Sketsa A adalah tipikal melintang saluran utama dengan kondisi lereng yang stabil di tepi kanannya bantaran yang datar di sisi lainnya. Bila saluran utama sungai stabil permanen, maka cukup dibangun dua bentang jembatan pada sisi bantaran dihubungkan dengan viaduct. Sehingga biaya konstruksi per satuan panjang dapat lebih kecil.

  Bila arus sungai berubah-ubah sepanjang bantaran selama perkiraan umur jembatan (life time of bridge), lebih tepat dibangun sketsa tipikal B. Kondisi ini akan lebih menguntungkan agar daerah bantaran jembatan tipikal A tidak mengalami kerusakan akibat gerusan erosi di dasar sungai.

  Gambar 2.5 Alternatif perlintasan jembatan di atas sungai permanen

2.7.4. Pengalihan perbaikan aliran sungai

  Pada sungai dengan tipikal meander sangat tidak efisien bila dibangun jembatan mengikuti jemlah sungai yang akan dilintasi. Untuk itu sebaiknya dibuat sudetan untuk merubah arah aliran sungai yang berbelok-belok, sehingga jembatan dibangun dalam jumlah yang lebih sedikit. (Gambar 2.6 Pengalihan perbaikan alur sungai (a)).

  Pengalihan perbaikan aliran sungai dimungkinkan pula dibuat pada persilangan yang membentuk sudut tertentu (skewed layout). Pada keadaan seperti ini, justru kebalikan dari kasus yang pertama, alur sungai dapat dibuat berkelak- kelok pada bagian persilangan dibuat siku (square layout) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 Pengalihan perbaikan alur sungai (b). Pengalihan perbaikan aliran tersebut perlu memperhatikan aspek hidraulika sungai.

  Gambar 2.6 Pengalihan perbaikan alur sungai

2.8. Struktur Jembatan

  Pada jembatan baja, bentuk rangka pada jembatan secara umum terdiri dari beberapa jenis bentuk rangka, antara lain Baltimore, Howe, Pratt, K, Warren, dan Through Warren. Jembatan beton umumnya berupa gelagar atau Prestress.

2.8.1. Bangunan Atas

  Bangunan atas jembatan secara umum terdiri dari :

  1. Gelagar induk atau memanjang merupakan komponen jembatan yang letaknya memanjang arah jembatan atau tegak lurus arah aliran sungai.

  2. Gelagar melintang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan.

  3. Lantai jembatan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan beban langsung lalu lintas yang melewati jembatan.

  4. Perletakan adalah penumpu abutmen yang berfungsi menyalurkan semua beban jembatan ke abutmen diteruskan ke pondasi.

  5. Pelat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak terjadi perubahan ketinggian yang terlalu mencolok pada keduanya.

  6. Sandaran merupakan pembatas antara daerah kendaraan dengan tepi jembatan yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut.

  Berdasarkan Bridge Manual Design BMS 1992, bangunan atas jembatan dapat dikelompokkan sesuai jenis konstruksinya. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada.

  Tabel 2.17 Jenis Bangunan Atas Jembatan

  Jenis Bangunan Atas

  Penampilan

  Bentang

  HL Tipikal

  A Konstruksi Kayu : Jembatan balok dengan lantai

  urug lantai papan Gelagar kayu gergaji dengan

  2 5 ~ 10 m

  15 Kurang

  papan lantai Rangka lantai atas dengan papan

  3 20 ~ 50 m

  15 Kurang

  kayu Gelagar baja dengan lantai papan

  kayu B Konstruksi Baja : Gelagar baja dengan lantai pelat

  baja Gelagar baja dengan lantai beton 2 komposit (bentang sederhana

  menerus) Rangka lantai bawah dengan

  pelat beton 4 Rangka baja menerus

  60 ~ 150 m

  Baik

  Jenis Bangunan Atas

  Penampilan

  Bentang

  HL Tipikal

  C Konstruksi Beton Bertulang : 1 Pelat beton bertulang

  2 Pelat berongga

  3 Gelagar beton T

  4 Lengkung beton (Parabola)

  D Jembatan Beton Pratekan : 1 Segmen pelat

  Gelagar I dengan lantai

  komposit, bentang menerus

  3 Gelagar T pasca penegangan

  Gelagar boks menerus,

  pelaksanaan kantilever

  Sumber : Bridge Manual Design BMS 1992

2.8.2. Bangunan Bawah

  Bangunan bawah terdiri dari :

2.8.2.1. Pangkal Abutment

  Abutment pangkal menyalurkan gaya vertikal dan horisontal dari bangunan atas ke pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Tiga jenis pangkal abutment di antaranya :

A. Pangkal tembok penahan

  Dinamakan demikian karena timbunan jalan tertahan dalam batas-batas pangkal dengan tembok penahan yang didukung oleh pondasi.

B. Pangkal kolom “Spill-Through”.

  Dinamakan demikian karena timbunan diijinkan berada dan melalui portal pangkal yang sepenuhnya tertanam dalam timbunan. Portal terdiri dari balok kepala dan tembok kepala yang didukung oleh Dinamakan demikian karena timbunan diijinkan berada dan melalui portal pangkal yang sepenuhnya tertanam dalam timbunan. Portal terdiri dari balok kepala dan tembok kepala yang didukung oleh

C. Pangkal tanah bertulang.

  Ini adalah sistem paten yang memperkuat timbunan agar menjadi bagian pangkal.Untuk lebih jelasnya, jenis pangkal Abutment dapat dilihat di bawah ini :

  Tabel 2.18 Jenis Pangkal Tipikal

  Sumber : Bridge Manual Design BMS 1992

  Dalam hal ini perhitungan Abutment meliputi :

  1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutment serta mutu beton serta tulangan yang diperlukan.

  2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutment :

  a. Beban mati berupa rangka baja, lantai jembatan, trotoar, perkerasan jembatan (pavement), sandaran, dan air hujan.

  b. Beban hidup berupa beban merata dan garis serta beban di trotoar.

  c. Beban sekunder berupa beban gempa, tekanan tanah aktif, rem dan traksi, koefisien kejut, beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.

  3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari beban – beban yang bekerja.

  4. Mencari dimensi tulangan dan cek apakah abutment cukup memadai untuk menahan gaya – gaya tersebut.

  5. Ditinjau juga kestabilan terhadap sliding dan bidang runtuh tanah.

  6. Ditinjau juga terhadap settlement ( penurunan tanah ).

2.8.2.2. Pondasi

  Pondasi menyalurkan beban-beban terpusat dari bangunan

  bawah kedalam tanah pendukung dengan cara sedemikian rupa, sehingga hasil tegangan dan gerakan tanah dapat dipikul oleh struktur keseluruhan. Alternatif tipe pondasi menurut Christady. Hary, Teknik Pondasi 1, Erlangga, Jakarta, 1996 yang dapat digunakan untuk perencanaan jembatan antara lain :

A. Pondasi Telapak Langsung

  1. Termasuk pondasi dangkal (D B < 4)

  D = Kedalaman alas pondasi

  B = Lebar terkecil alas pondasi Jenis pondasi ini digunakan apabila : - Letak tanah keras relatif dangkal 0,60 ~ 2 m atau maksimal 5 m. - Kapasitas dukung ijin tanah > 2,0 kgcm 2 - Untuk pondasi jembatan kedalaman alas pondasi terletak > 3 m

  di bawah dasar sungai tanah setempat dan bebas dari bahaya penggerusan vertikal maupun horisontal.

  2. Bentangan jembatan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi profil basah sungai.

  3. Penggunaan pondasi langsung dangkal pada jembatan sama sekali tidak disarankan pada sungai-sungai yang dapat diperkirakan perilakunya (gerusan, benda-benda hanyutan) pada waktu banjir.

  4. Pondasi pangkal jembatan abutment - Aman terhadap geser dan guling (n > 1,5) - H < tinggi kritis timbunan (H)

  Hcr = (C u Nc) γ timbunan

  Dimana : - Nilai Nc berkisar 5,5 ~ 5,7

  - Cu (kuat geser undrained) dari hasil sondir, direct shear test

  atau triaxial test. - Faktor aman diambil 1,5 ~ 3,0

B. Pondasi Sumuran

  1. Pondasi sumuran digunakan untuk kedalaman tanah keras maksimal

  15 m. Daya dukung ijin tanah > 3,0 kgcm 2 atau 4 = D B < 10.

  2. Pondasi sumuran dibuat dengan cara menggali tanah berbentuk lingkaran r minimum berdiameter 80 cm (pekerja masih dapat masuk).

  3. Usahakan digunakan pondasi sumuran berdiameter > 3 m untuk lebih menjamin kemudahan mengambil tanah dan lebih mudah penanganannya bila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan penurunan sumuran.

  4. Tidak dianjurkan pelaksanaan penurunan sumuran dengan cara penggalian terbuka karena akan merusak struktur tanah disekitar sumuran (gaya gesekan tanah dengan sumuran menjadi hilang).

  5. Pada pangkal jembatan perlu diperhitungkan terhadap bahaya penggerusan dan tinggi kritis timbunan.

  6. Untuk pondasi jembatan kedalaman alas pondasi terletak > 4 m di bawah dasar sungai tanah setempat dan bebas dari bahaya penggerusan vertikal maupun horisontal.

C. Pondasi Bored Pile

  Pondasi bored pile merupakan jenis pondasi tiang yang dicor di tempat, yang sebelumnya dilakukan pengeboran dan penggalian. Sangat cocok digunakan pada tempat-tempat yang padat oleh bangunan-bangunan, karena tidak terlalu bising dan getarannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap bangunan di sekelilingnya.

D. Pondasi Tiang Pancang

  1. Pondasi tiang pancang, umumnya digunakan jika lapisan tanah keras lapisan pendukung beban berada jauh dari dasar sungai dan kedalamannya 8 ~ 40 m atau D B > 10.

  2. Tiang-tiang tersebut disatukan oleh poer pile cap. Bentuk penampang tiang dapat berbentuk lingkaran, segi empat, segi delapan, atau tak beraturan.

  3. Jika dalam pemancangan terdapat tanah cukup keras atau lapisan

  dengan nilai tahanan konus qc = 60 ~ 80 kgcm 2 , agar terjadi tanah

  cukup keras atau besar perlu dilakukan penggalian dahulu (preboring).

  Menurut BMS 1992 jenis pondasi yang dapat digunakan ditunjukkan dalam tabel di bawah ini :

  Tabel 2.19 Dimensi Pondasi Tipikal dan Beban Rencana Keadaan

  Tiang Pancang Tiang

  Beton Beton

  Langsung

  Tiang

  Tiang H

  Bertulang Pratekan

  Pipa

  Pracetak Pracetak

  sampai sampai

  (m) Kedalaman

  12 sampai 18 sampai

  Optimum (m)

  Beban Maksimum ULS (kN)

  untuk keadaan biasa Variasi

  sampai sampai

  beban ULS

  Sumber : Bridge Manual Design BMS 1992

2.9. Analisa Struktur

  Perencanaan struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi segi aspek keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu diperlukan analisis struktur yang akurat dengan metode yang tepat, guna mendapatkan hasil perencanaan yang optimal. Metode perencanaan struktur yang digunakan ada dua macam, yaitu:

  A. Metode perencanaan ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku, yaitu: - SNI-1725-2016 : Pembebanan untuk Jembatan - SNI-2833-2008 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan - Pd. T-04-2004-B : Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan

  B. Metode Perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja

  Perhitungan struktur jembatan rangka baja melengkung dilakukan dengan software berbasis elemen hingga (finite element) untuk berbagai kombinasi pembebanan serta dimodelkan dengan struktur 3-D (space frame). Metode analisis yang d ilakukan adalah analisis linier metode matriks kekakuan langsung (district stiffness matrix) dengan deformasi struktur kecil dan material isotropic. Program computer yang digunakan untuk analisis adalah SAP2000 V-14. Dalam program tersebut berat sendiri struktur dihitung secara otomatis.

  Perencanaan struktur jembatan di antaranya terdiri dari :

2.9.1. Pembebanan

  Dalam analisis struktur jembatan, ditentukan terlebih dahulu jenis-jenis pembebanan yang berpengaruh pada jembatan. Beban yang berpengaruh antara lain beban mati struktur, beban mati tambahan, beban kendaraan, beban akibat gaya rem, beban pejalan kaki, beban angin, beban akibat pengaruh temperatur, dan beban gempa. Beban-beban tersebut mempunyai perilaku dan penempatan yang berbeda- beda dalam komponen jembatan. Diperlukan kecermatan yang tinggi agar jembatan yang kita desain kuat terhadap beban yang berpengaruh pada jembatan sehingga tetap mantap pada umur yang direncanakan.

2.9.2. Kombinasi Pembebanan

  Berdasarkan SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan, konstruksi jembatan ditinjau terhadap kombinasi dan gaya-gaya yang mungkin bekerja, sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban. Tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan konstruksi yang Berdasarkan SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan, konstruksi jembatan ditinjau terhadap kombinasi dan gaya-gaya yang mungkin bekerja, sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban. Tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan konstruksi yang

  Komponen dan sambungan pada jembatan harus aman terhadap kombinasi beban-beban ekstrem seperti yang ditentukan pada setiap keadaan batas sebagai berikut:

a. Kuat I

  Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.

b. Kuat II

  Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa memperhitungkan beban angin.

c. Kuat III

  Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan 90 kmjam hingga 126 kmjam.

d. Kuat IV

  Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.

e. Kuat V

  Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 kmjam hingga 126 kmjam.

f. Ekstrem I

  Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup γ EQ yang mempertimbangkan bekerjanya beban hidup saat gempa berlangsung harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.

g. Ekstrem II

  Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan kendaraan, banjir, atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.

h. Layan I

  Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan adanya beban angin berkecepatan 90 kmjam hingga 126 kmjam. Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-gorong baja, pelat lapis terowongan, pipa termoplastik serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton bertulang, dan juga untuk analisis tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton segmental. Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi stabilitas lereng.

i. Layan II

  Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.

j. Layan III

  Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.

k. Layan IV

  Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.

l. Fatik

  Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat induksi beban yang waktunya tak terbatas.

  Tabel 2.20 Kombinasi Beban Faktor Beban

  ES SALAH SATU

  Kuat I

  Kuat II

  Kuat III

  Kuat IV

  Kuat V

  I Ekstrem

  II Daya

  Layan I

  Layan II Daya

  γ TG γ ES Layan III - Daya

  Layan IV Fatik (TD dan

  Catatan : γ P dapat berupa γ MS ,γ MA ,γ TA ,γ PR ,γ PL ,γ SH tergantung beban yang ditinjau

  γ EQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa sumber : SNI-1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

  Dimana : MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan MA = beban mati perkerasan dan utilitas TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh

  proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat perubahan statika yang terjadi pada konstruksi segmental

  PR = prategang SH = gaya akibat susutrangkak TB = gaya akibat rem TR = gaya sentrifugal TC = gaya akibat tumbukan kendaraan

  TV = gaya akibat tumbukan kapal EQ = gaya gempa BF = gaya friksi TD = beban lajur “D” TT = beban truk “T” TP = beban pejalan kaki SE = beban akibat penurunan ET = gaya akibat temperatur gradien EU n = gaya akibat temperatur seragam

  EF = gaya apung EW S = beban angin pada struktur EW L = beban angin pada kendaraan EU = beban arus dan hanyutan

  Tabel 2.21 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

  Faktor beban ()

  Tipe

  Keadaan Batas Layan ()

  Keadaan Batas Ultimit ()

  Beton pracetak

  Beton dicor di tempat

  sumber : SNI-1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

  Tabel 2.22 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan

  Faktor beban ()

  Tipe

  Keadaan Batas Layan ()

  Keadaan Batas Ultimit ()

  Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk beban utilitas

  sumber : SNI-1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan

BAB III METODOLOGI

3.1. Kerangka Pikir

  Suatu kegiatan perencanaan jembatan merupakan proses yang kait mengkait antar proses kegiatan dan analisis yang terstruktur ( mengikuti pola hubungan sebab akibat ) menuju suatu hasil perencanaan yang komprehensif. Hal tersebut dapat dilihat pada Error! Reference source not found. :

  Debit

  Tinggi Muka Air Banjir

  Volume

  Kondisi

  Lalu lintas

  Topografi

  Kondisi Perlintasan

  Material

  Kapasitas

  Sumber Daya

  Norma, Standar,

  Perencanaan

  Peraturan, dan

  Tipe dan

  Aspek Pemeliha

  Aspek Biaya

  Estetika

  Gambar 3.1 Mind Map Tipe Komponen Jembatan

3.2. Metode dan Tahapan Perencanaan

  Tahapan perencanaan jembatan secara berurutan dan sistematik dapat dilihat pada Gambar 3.2 Diagram Alir Perencanaan Jembatan.

  NSPM : BMS’1992, PPJJR,

  KRITERIA PERENCANAAN

  SBG’88, AASHTO dll. YANG GAYUT.

  PERATURAN PEMBEBANAN

  SURVAI PENDAHULUAN PEMERIKSAAN LAPANGAN

  PERATURAN STRUKTUR

  PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

  BETON, BAJA, KAYU dll.

  DAN SURVAI LALU LINTAS

  SURVAI DETAIL : TOPOGRAFI, GEOTEKNIK, GEOLOGI,

  GUNA LAHAN, HIDOLOGI HIDAULIK, PERLINTASAN

  PENENTUAN ALINYEMEN DAN LOKASI JEMBATAN

  PENENTUAN PANJANG, BENTANG LEBAR JEMBATAN

  STRUKTURAL

  FUNGSIONAL

  PENENTUAN TIPE DAN BENTUK JEMBATAN

  ESTETIKA

  STRUKTUR ATAS

  STRUKTUR BAWAH

  TIPE PONDASI

  ANALISIS STRUKTUR

  PERANCANGAN DRAINASE DAN

  PENGAMAN DAN

  STRUKTUR ATAS

  STRUKTUR BAWAH

  GAMBAR RANCANGAN

  SPESIFIKASI

  ANGGARAN BIAYA

  TEKNIS JEMBATAN

  TEKNIK DAN UMUM

  SELESAI

  Gambar 3.2 Diagram Alir Perencanaan Jembatan

3.3. Kriteria Perencanaan

  Dalam perencanaan Jembatan terdapat dasar-dasar perencanaan yang dipakai sebagai acuan teknis. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :

  1. Perencanaan jembatan harus didasarkan pada suatu prosedur yang memberikan jaminan terhadap kelayakan hasilnya, meliputi aspek berikut :

  a. Kekuatan dan stabilitas struktural

  b. Kenyamanan bagi pengguna jembatan

  c. Ekonomis

  d. Kemudahan Pelaksanaan.

  e. Durabilitas (keawetan dan kelayakan jangka panjang)

  f. Kemudahan Pemeliharaan

  g. Estetika

  h. Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal.

  2. Perencanaan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam kriteria perencanaan yang terdiri dari :

  a. Kriteria Perencanaan Geometri

  b. Kriteria Pembebanan.

  c. Kriteria Perencanaan Struktur (keamanan , kenyamanan, dan durabilitas struktur).

  d. Kriteria perencanaan komponen utilitas.

  e. Kriteria perencanaan komponen pengaman dan pelengkap.

  3. Perencanaan harus memperhatikan rencana tata guna lahan di lokasi rencana jembatan, beserta kendala alinyemen dan kendala lintasan di bawahnya, agar didapat suatu hasil rancangan geometri, bentuk, dan cara pelaksanaan konstruksi yang optimal.

  4. Perencanaan harus dilakukan dengan berdasarkan pada serangkaian hasil survai dan penyelidikan, yang memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai kondisi lapangan di lokasi rencana jembatan, dan kondisi teknis lainnya yang mendasari kriteria perencanaan.