Analisis Struktur

6.1. Analisis Struktur

6.1.1. Pembebanan

6.1.1.1. Beban Mati Struktur (MS)

  Beban mati struktur (Dead Load) merupakan beban yang selalu ada dalam struktur jembatan akibat berat sendiri struktur jembatan tersebut. Beban yang dimaksud adalah beban mati struktur atas jembatan. Beban mati struktur tergantung dari material yang digunakan, bisa beton, baja, maupun komposit. Berat jenis material (γ) maupun volume material yang digunakan, akan mempengaruhi berat mati struktur jembatan.

6.1.1.2. Beban Mati Tambahan (MA)

  Beban mati tambahan (Super Dead Load) merupakan beban diluar struktur jembatan tetapi akan selalu ada pada struktur jembatan tersebut. Beban mati tambahan ini antara lain:

a. Lapis aspal

  Tebal = 10 cm = 0,1 m γ aspal = 22 kNm 3 q aspal =γ aspal x tebal

  3 = 22 kNm x 0,1 m = 2,2 kNm 2

b. Genangan air hujan

  Genangan air hujan yang diperbolehkan maksimal 5 cm Tebal = 5 cm = 0,05 m

  γ air

  = 9,81 kNm 3 q aspal =γ air x genangan

  = 9,81 kNm 3 x 0,05 m

  2 = 0,491 kNm 2 = 0,491 kNm

  Trotoir berupa beton bertulang dengan γ beton = 25 kNm 3

  Kerb berupa beton tidak bertulang γ beton

  = 24 kNm 3

  Gambar 6.1 Dimensi Trotoir Jembatan

  Tabel 6.1 Pembebanan Trotoir

  No

  Lebar (m)

  Tinggi (m)

  γ beton (kNm 3 )

  Berat (kNm)

  Maka pembebanan trotoir sebesar 13,675 kNm sepanjang gelagar memanjang.

d. Beban railing (pengaman)

  Direncanakan railing menggunakan besi hollow γ besi

  = 71 kNm 3

  diameter 3” = 76,3 mm dengan tebal 4 mm. Menggunakan tiang beton penyangga railing dengan ukuran 500 x 10 x

  10 mm 3 dan γ = 24 kNm .

  3 beton

  Gambar 6.2 Dimensi Railing Jembatan

  q railing = Luas permukaan x γ besi

  = (A 1 –A 2 )xγ besi

  2 = (14 x π x 0,0763 2 - 14 x π x 0,0723 ) x 71 = 0,033 kNm (untuk 1 railing)

  = 0,066 kNm (untuk 2 railing)

  q tiang

  = volume tiang x γ beton 1m = 0,5 x 0,1 x 0,1 x 24 1 = 0,120 kNm

  q pengaman

  =q railing +q tiang = 0,066 kNm + 0,120 kNm

  = 0,186 kNm (diinput sepanjang gelagar memanjang)

e. Lampu tiang listrik

  Digunakan beban terpusat tiang listrik sebesar 5 kN dan dipasang setiap

  30 m antar tiang.

f. Instalasi ME (Mechanical dan Electrical)

  Instalasi Mechanical dan Electrical pada jembatan dapat berupa pipa air dengan diameter 15 cm dan kabel listrik yang dipasang di gelagar memanjang tepi jembatan.

  q pipa = Luas permukaan x γ besi

  = (A 1 –A 2 )xγ besi

  2 = (14 x π x 0,15 2 - 14 x π x 0,146 ) x 71 = 0,066 kNm 2 = (14 x π x 0,15 2 - 14 x π x 0,146 ) x 71 = 0,066 kNm

  = Luas permukaan x γ air = (14 x π x 0,15 2 ) x 9,81 = 0,164 kNm

  q listrik = 8,9 kgm

  = 0,087 kNm

  Maka, q ME

  =q pipa +q air +q listrik = 0,066 + 0,164 + 0,087 = 0,317 kNm

6.1.1.3. Beban Lalu Lintas

  Analisa struktur berdasarkan aplikasi SAP2000, beban lalu lintas atau beban hidup bergerak (venhicle) memiliki arah ke bawah (sumbu -Z global) diberikan pada jalur Lanes, berupa beban standar atau beban umum yang definisikan sendiri.

  Venhicle terdiri atas satu atau lebih beban titik atau beban garis merata, yang ditempatkan pada sumbu Lane atau sejajar tapi dengan eksentrisitas tertentu.

  Kuantitas response maksimum minimum dihitung dengan ‘garis pengaruh’ yang berkesesuaian. Beban terpusat dikalikan dengan nilai garis pengaruh, sedaangkan beban merata dikalikan dan diintegrasikan sepanjang bentang yang berkesesuaian. Beban yang bekerja pada daerah positif menghasilkan response maksimum dan tidak mempengaruhi response minimum, demikian juga sebaliknya. Jadi, response maksimum selalu berharga positif atau nol, dan response minimum selalu berharga negatif atau nol.

  o Standart Venhicles

  Adalah kepustakaan bermacam – macam vehicle yang built-in pada program berdasarkan standart perencanaan.

  • Hn-44 dan HSn-44

  AASHTO standart H dan HS Truck Loads, di mana n adalah faktor kali integer yang menyatakan berat nominal Vehicle dalam ton.

  Gambar 6.3 Beban Truk H dan HS

  • Hn-44L dan HSn-44L

  AASHTO standard H dan HS Lane Loads.

  Gambar 6.4 Beban Jalur H20-44L dan HS20-44L

  o General Venhicles

  Jika Standart Vehicle tidak cukup, maka General Vehicle dapat digunakan agar semua pembebanan kendaraan yang diperlukan dapat dimodelkan. General Vehicle terdiri atas n axles (sumbu roda) yang tertentu jaraknya dengan beban titik di atasnya. Beban merata diberikan di antara sumbu roda, depan sumbu ke-1, atau dibelakang sumbu terakhir. Jarak antara satu pasang sumbu roda dapat ditetapkan bervariasi pada suatu daerah tertentu, sedangkan jarak yang lain tetap. Beban merata depan (leading) dan beban merata ikutan (trailing) panjangnya tak terbatas. Beban terpusat bebas “floating” yang tidak tergantung dengan sumbu roda, juga ada.

  Gambar 6.5 Konfigurasi General Vehicle

  Spesifikasi General Vehicle adalah sebagai berikut : • Jumlah sumbu roda (axles), n, dengan beban terpusat P dapat

  berharga nol yang menunjukkan hanya ada pembebanan merata. Jika perlu, beban terpusat sembarang (floating) dapat dispesifikasikan.

  • Jarak antarsumbu roda sebanyak n-1 dapat ditetapkan dalam suatu

  range dari d min sampai d max , dimana 0 < d min ≤d max = 0 jika dianggap

  jaraknya tak terbatas.

  • Sejumlah n+1 beban merata W : beban merata depan W 1 (leading),

  beban antarsumbu gardar dan beban merata ikutan W n+1 (trailing). • Beban terpusat yang berpindah bebas atau sembarang (floating

  concentrated loads) dapat terdiri atas : o Beban terpusat sembarang tunggal, P x , untuk seluruh response.

  o Sepasang beban terpusat sembarang.

  ▪ Beban P m untuk bentang momen pada element Lane. Beban ini

  mendapat perlakuan khusus pada bentang di atas tumpuan. ▪ Beban P xm untuk seluruh response kuantitas kecuali bentang

  momen pada elemen Lane.

6.1.1.4. Beban Akibat Gaya Rem (TB)

  Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem arah memanjang tergantung panjang total jembatan (Lt) sebagai berikut:

  Gaya rem, T TB = 250 kN

  untuk Lt ≤ 80 m

  Gaya rem, T TB = 250 + 2,5 x (Lt – 80) kN

  untuk 80 < Lt < 180 m

  Gaya rem, T TB = 250 kN

  untuk Lt ≥ 180 m

  a. Panjang total jembatan adalah 70 m (Lt ≤ 80 m)

  b. Besarnya gaya rem yang bekerja (untuk 2 jalur lalu-lintas): T TB = 250 kN

  c. Beban lajur “D” tanpa reduksi akibat panjang bentang (penuh): q = 8 kNm 2 p = 44 kN

  d. 5 x beban lajur “D” penuh tanpa faktor beban dinamis: 5TD

  = [0,05 x (q x b 1 x Lt + p x b 1 )] x 2

  = [0,05 x (8 x 15 x 70 + 44 x 15)] x 2 = 906 kN

  e. Maka diambil gaya rem = 906 kN (5 x beban lajur “D” > T TB )

  f. Gaya rem tersebut didistribusikan ke setiap joint pertemuan balok lantai jembatan, dengan jumlah joint = 105 buah

  g. Sehingga gaya rem pada setiap joint adalah gaya rem dibagi jumlah joint = 8.629 kN

6.1.1.5. Beban Pejalan Kaki (TP)

  Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban sebagai berikut:

  A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m 2 ) Beban hidup merata pada trotoar adalah:

  2 Untuk A ≤ 10 m 2 q = 5 kNm

  Untuk 10 m 2 < A ≤ 100 m q = 5 – 0,033 x (A-10) kNm

  2 Untuk A > 100 m 2 q = 2 kNm

  • Panjang bentang ekivalen

  Le = 70 m

  • Lebar satu trotoar

  b 2 = 1,50 m

  • Luas bidang trotoar

  2 A = 2 x (b 2 x Le) = 210 m • Intensitas beban pada trotoar q = 2 kNm 2

  • Pembebanan jembatan untuk trotoar

  Q TP =qxb 2 = 2 x 1,5 = 3 kNm

  • Beban jembatan untuk trotoar diinput sebagai beban garis di gelagar

  samping jembatan

6.1.1.6. Beban Angin (EW)

  Pengaruh beban angin sebesar 150 kgm 2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidang

  vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang verikal beban hidup.

  Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter di atas lantai kendaraan.

  Dalam menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut:

  1. Kendaraan tanpa beban hidup • Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100 luas bidang

  sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50 luas bidang sisi lainnya.

  • Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30 luas bidang sisi

  jembatan yang langsung terkena angin ditambah 15 luas sisi-sisi lainnya.

  2. Kendaraan dengan beban hidup • Untuk jembatan diambil sebsar 50 terhadap luas bidang • Untuk beban hidup diambil sebsar 100 luas bidang sisi yang

  langsung terkena angin.

  3. Jembatan menerus di atas lebih dari dua perletakan

  Untuk perletakan tetap perhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing- masing sebesar 40 terhadap luas bidang menurut keadaan. Pada Untuk perletakan tetap perhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing- masing sebesar 40 terhadap luas bidang menurut keadaan. Pada

  - Gaya akibat beban angin dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  T EW = 0,0006 x C w x (V w 2 ) xA b

  C w = Koefisien seret

  V w = Kecepatan angin rencana (mdetik)

  A 2 b = Luas bidang samping jembatan (m )

  Tabel 6.2 Koefisien Seret (Cw)

  Tipe Jembatan

  C w

  Bangunan atas masif (1) dan (2) bd = 1,0

  Bangunan atas rangka

  CATATAN (1)

  b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif

  CATATAN (2) Harga b dan d bisa diinterpolasi linier

  CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, C w harus dinaikan sebesar

  3 untuk setiap derajat superelevasi dengan kenaikan maksimum 2,5.

  Tabel 6.3 Kecepatan angin rencana (Vw)

  Sampai 5 km dari pantai

  > 5 km dari pantai

  Daya Layan

  Dari kedua tabel diatas dapat diambil nilai C w = 2,1 (karena bd < 1,0; dan nilai V w = 30 mdetik karena daerah Sigandul II terletak > 5 km dari pantai.

  - Gaya angin didistribusikan merata pada bidang samping setiap elemen

  struktur yang membentuk portal lengkung pada arah melintang jembatan. Lebar bidang kontak vertikal untuk setiap emelen rangka samping struktur jembatan diambil yang terbesar.

  - Beban angin pada rangka jembatan lengkung untuk A b = 1,75

  EW 2 S = 0,0006 x C w x (V w ) xA b = 0,0006 x 2,1 x (30) 2 x 1,75

  = 1,985 kNm (diinput di rangka samping)

  - Beban garis merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai

  jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus:

  T EW = 0,0012 x C w x (V w 2 ) = 0,0012 x 2,1 x (30) 2

  = 2,268 kNm

  - Bidang vertikal yang ditiup angi merupakan bidang samping kendaraan

  dengan tinggi h = 2 m di atas lantai jembatan, dan jarak antar roda jembatan adalah x = 1,75 m

  - Transfer beban angin ke lantai jembatan adalah EW L =½hxT EW = ½ 2 1,75 2,268 = 1,296 kNm (diinput di gelagar memanjang)

  E

  Gambar 6.6 Beban Angin Pengaruh Kendaraan

6.1.1.7. Beban Akibat Pengaruh Temperatur (ET)

  Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat.

  Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu:

  • Bangunan baja

  o Perbedaan suhu maksimum-minimum = 30 o C o Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan = 15 o C

  • Bangunan beton

  o

  Perbedaan suhu maksimum-minimum = 15 o C

  o Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan < 10 o

  C, tergantung

  dimensi penampang.

  Untuk perhitungan tegangan-tegangan dan pergerakan pada jembatanbagian-bagian jembatanperletakan akibat perbedaan suhu dapat diambil nilai modulus elastisitas Young (E) dan koefisien panjang (ε) sesuai tabel di bawah ini:

  Tabel 6.4 Modulus Elastisitas Young (E) dan Koefisien Panjang (ε)

  Jenis Bahan

  E (kgcm 2 )

  Beton -5 2 - 4 x 10 1,0 x 10 Kayu

  5 • Sejajar Serat -6 1,0 x 10 5,0 x 10

  4 • Tegak lurus serat -5 1,0 x 10 5,0 x 10

  ) Tergantung mutu bahan Sumber: Jembatan, Bambang Supriyadi

  Berdasarkan sumber dari Pemerintah Kabupaten Temanggung, diperloleh suhu maksimum rata-rata dan suhu minimum rata-rata di daerah

  Kledung adalah sebsar 25 o C dan 18 C.

  o

  T o max = 25 C Panjang bentang (L) = 70 m T o min = 18 C jumlah tumpuan (n) = 8 buah

  α baja = 1,2 x 10 -5 o C

  Kekakuan geser elastomer (k) = 1500 kNm Gaya pada abutmen akibat pengaruh temperature adalah

  T ET =α baja X ΔT x k x L2 x n

  -5 o

  o = 1,2 x 10 C x 3,5

  C x 1500 kNm x 70 m 2 x 8

  = 17,64 kN Pada aplikasi SAP2000 beban yang dimasukkan berupa selisih besaran suhu

6.1.1.8. Beban Gempa (EQ)

  Pada perhitungan beban gempa pada jembatan, digunakan dua metode, yaitu:

A. Metode Statik Ekivalen

  Beban gempa dihitung dengan rumus:

  T EQ =K h xIxW t K h =CxS Dimana, T EQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN)

  K h = Koefisien beban gempa horizontal

  I = Faktor Kepentingan W t = Berat total jembatan (berat sendiri beban mati tambahan)

  = P MS +P MA (kN)

  C = Koef. geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar,

  kondisi tanah

  S

  = Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas

  penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan

  Waktu getar struktur dihitung dengan rumus: T = 2π x √ [W TP (g x Kp)] Dimana, W TP = Berat sendiri struktur dan beban mati tambahan (kN)

  g 2 = Percepatan gravitasi (9,81 mdet ) Kp = Kekakuan struktur yang merupakan gaya horizontal yang

  diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kNm)

  Waktu getar struktur jembatan dihitung dengan komputer menggunakan program SAP2000 dengan permodelan 3-D (space frame) yang memberikan respons berbagai ragam (mode) getaran yang menunjukkan perilaku dan fleksibilitas struktur.

  Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur jembatan mempunyai waktu getar struktur yang berbeda pada arah memanjang dan melintang. Sehingga beban gempa rencana static ekivalen yang berbeda harus dihitung masing-masing arah.

  Dari hasil analisis diperoleh waktu getar struktur sebagai

  berikut:

  1. Arah memanjang jembatan

  T = 0,38334 Detik (mode 1)

  Gambar 6.7 Ragam Getar Struktur 1 Arah Memanjang Jembatan

  (Tampak Samping)

  Gambar 6.8 Ragam Getar Struktur 1 Arah Memanjang Jembatan

  (Tampak Depan)

  2. Arah melintang jembatan T = 0,18159 Detik (mode 2)

  Gambar 6.9 Ragam Getar Struktur 2 Arah Melintang Jembatan

  (Tampak Samping)

  Gambar 6.10 Ragam Getar Struktur 2 Arah Melintang Jembatan

  (Tampak Depan)

  Gambar 6.11 Peta Respon Spektra Percepatan Periode Pendek 0,2 Detik di Batuan Dasar untuk Probabilitas Terlampaui 2 dalam 50

  Tahun

  Gambar 6.12 Peta Respon Spektra Percepatan Periode 1 Detik di Batuan Dasar untuk Probabilitas Terlampaui 2 dalam 50 Tahun

a. Koefisien Gempa Arah X (memanjang) Jembatan

  Waktu getar alami

  T = 0,38334 detik

  Kondisi tanah dasar keras Lokasi di wilayah gempa di Zone-2, maka C = 0,17

  Gambar 6.13 Koefisien Geser Dasar (C) untuk Wilayah Gempa

  2 (T = 0,38334 detik)

  Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis berupa struktur baja dan bangunan atas menggunakan beton bertulang, dan waktu getar strukturnya cukup pendek sehingga struktur hanya dapat berperilaku daktail terbatas (semi daktail) maka diambil faktir tipe bangunan:

  Tabel 6.5 Kategori Kinerja Seismik

  Koefisien percepatan

  Klasifikasi kepentingan

  Klasifikasi kepentingan II

  puncak di batuan

  I (Jembatan utama

  (Jembatan biasa dengan

  dasar (Ag)

  dengan faktor

  faktor keutamaan 1)

  Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, 2008

  Karena koefisien percepatan puncak di batuan dasar adalah > 0,30, dan jembatan termasuk dalam klasifikasi kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1,25) diambil kategori kinerja seismik adalah D

  Tabel 6.6 Prosedur Analisis Berdasarkan Kategori Kinerja

  Seismik (A-D)

  Jumlah Bentang

  D C B A

  Tunggal sederhana

  2 atau lebih menerus

  2 atau lebih dengan 1 sendi

  2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi

  Struktur rumit

  Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, 2008

  Karena struktur jembatan termasuk kedalam struktur rumit dan kategori kinerja seismik adalah D maka diambil faktor tipe bangunan S = 2.

  Koefisien beban gempa horizontal K h

  K h =CxS = 0,17 x 4

  Untuk jembatan yang memuat > 2000 kendhari, jembatan pada jalan raya utama (seperti arteri atau kolektor) diambil faktor kepentingan I = 1,25. Berat jembatan (W t )= 1289,036 kN

  Maka T EQ =K h xIxW t = 0,68 x 1,25 x 1289,036 = 1095,681 kN

b. Koefisien Gempa Arah Y (melintang) Jembatan

  Waktu getar alami

  T = 0,18159 detik

  Kondisi tanah dasar keras Lokasi di wilayah gempa di Zone-2, maka C = 0,17

  Gambar 6.14 Koefisien Geser Dasar (C) untuk Wilayah Gempa

  2 (T = 0,18159 detik)

  Untuk struktur jembatan dengan daerah sendi plastis berupa struktur baja dan bangunan atas menggunakan beton bertulang, dan waktu getar strukturnya cukup pendek sehingga struktur hanya dapat berperilaku daktail terbatas (semi daktail) maka diambil faktir tipe bangunan:

  Karena koefisien percepatan puncak di batuan dasar adalah > 0,30, dan jembatan termasuk dalam klasifikasi kepentingan I (Jembatan utama dengan faktor keutamaan 1,25) diambil kategori kinerja seismik adalah D

  Karena struktur jembatan termasuk kedalam struktur rumit dan kategori kinerja seismik adalah D maka diambil faktor tipe bangunan S = 2

  Koefisien beban gempa horizontal K h

  K h =CxS = 0,17 x 4 = 0,68

  Untuk jembatan yang memuat > 2000 kendhari, jembatan pada jalan raya utama (seperti arteria tau kolektor) diambil faktor kepentingan I = 1,25. Berat jembatan (W t )= 1289,036 kN

  Maka T EQ =K h xIxW t = 0,68 x 1,25 x W t = 1095,681 kN

B. Metode Respon Spektrum

  Metode Dinamik (Response Spectrum) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: • Besar beban gempa ditentukan oleh percepatan gempa rencana dan

  massa total struktur. Massa total struktur terdiri dari berat sendiri struktur dan beban hidup yang dikalikan dengan faktor reduksi 0,5

  • Percepatan gempa diambil dari software online Puskim PU

  ( http:puskim.pu.go.idAplikasidesain_spektra_indonesia_2011 ) kemudian memasukan titik koordinat atau nama kota dari tempat jembatan yang akan didesain. Dalam hal ini, Tempat yang didesain adalah di daerah Sigandul II, Parakan, Kabupaten Temanggung dengan koordinat (-7.32312, 110.047). Dari investigasi geoteknik, didapat jenis tanah yang berada di jembatan merupakan tanah keras.

  • Percepatan gravitasi diambil sebesar g = 981 cmdet 2 • Analisis dilakukan dengan metode superposisi respon spektrum.

  Dengan mengambil respon spektrum maksimum dari 4 arah gempa,

  yaitu 0 o , 45 , 90 , dan 135 • Digunakan number eigen NE = 3 dengan mass participation factor

  ≥ 90 dengan kombinasi dinamis (CQC methode) • Karena hasil dari analisis respon spektrum selalu bersifat positif

  (hasil akar), maka perlu faktor +1 dan -1 untuk mengkombinasikan dengan respon statik.

  Tabel 6.7 Komponen Percepatan Gempa

  Tabel 6.8 Periode dan Percepatan Gempa

  Sigandul II

  Sigandul II

  PGA (g)

  T (detik)

  T0 (detik)

  TS (detik)

  Gambar 6.15 Tampilan Software Online Desain Spektra Indonesia

  Gambar 6.16 Respon Spektrum Sigandul II dengan Berbagai Kondisi

  Tanah Dasar

6.1.2. Analisa menggunakan software SAP2000

6.1.2.1. Modeling

  Untuk analisa struktur jembatan rangka baja dengan software SAP2000, struktur dimodelkan 3D dengan bentang 70 m, lebar 15 m. Struktur rangka dan gelagar lantai dimodelkan sebagai elemen frame. Tumpuan yang digunakan yaitu sendi untuk bagian bawah, dan rol untuk bagian sambungan dengan jalan.

  1.5 m

  5m 70 m

  Gambar 6.17 Denah Lantai Jembatan (Sumbu X – Y)

  5m

  12 m

  8,63 m 70 m

  Gambar 6.18 Tampak Samping Jembatan (Sumbu Y - Z)

  Gambar 6.19 Pemodelan Rangka Jembatan (tampak 3D)

  Adapun define material jembatan yaitu sebagai berikut:

  Gambar 6.20 Define Material Baja BJ55 Beton F'c 30

  Profil baja dan kabel yang digunakan didefinisan sebagai berikut:

  Gambar 6.21 Frame Properties (Satuan mm)

  Adapun untuk deck beton (lantai jembatan) yang diinput di SAP2000 yaitu sebagai berikut :

  Gambar 6.22 Define Section Area (Satuan mm)

  Selanjutnya yaitu pemodelan kabel, yaitu pada menu draw > Draw Frame Cable Element, dipilih joint ke joint yang akan dihubungkan dengan kabel. Lalu muncul jendela berikut diklik Ok.

  Gambar 6.23 Cabel Capacity

  Setelah itu, dilakukan assign frame dan local axes sehingga diperoleh design menggunakan extrude view sebagai berikut :

  Gambar 6.24 Design Jembatan ( IWF 900 x 300 Ungu; IWF 500 x 200 Biru Muda; IWF 400 x 200 Biru Tua, Kabel 70 Biru, Plat Beton 250 Hujau Tua)

6.1.2.2. Pembebanan

  Untuk memberikan pembebanan pada model struktur dengan SAP2000 maka diperlukan beberapa tahapan, yaitu:

A. Membuat Load Pattern

  Load Pattern digunakan untuk mengklasifikasikan beban agar memudahkan untuk memberikan faktor beban saat melakukan kombinasi pembebanan.

  Gambar 6.25 Define Load Pattern

B. Input Pembebanan

1. Beban mati struktur

  Berat sendiri dianalisa otomatis oleh SAP2000 dengan adanaya nilai

  1 selfweight multiplier pada load pattern.

2. Berat mati tambahan

  Beban trotoir, railing, ME diinput sebagai beban garis ke gelagar melalui Assign > Frame Load > Distributed, beban aspal air hujan diinput sebagai beban area ke deck beton melalui Assign > Area Load > Uniform Shell, untuk beban tiang listrik diinput sebagai beban titik ke joint di pinggir kanan kiri jembatan melalui

  Assign > Joint Load > Forces.

  Gambar 6.26 Beban Trotoir 12,5 kNm

  Gambar 6.27 Beban Railing 34,67 kNm

  Gambar 6.28 Beban ME 22,79 kNm

  Gambar 6.29 Beban Aspal 224 kgm 2

  Gambar 6.30 Beban Air Hujan 50,1 kgm 2

  Gambar 6.31 Beban Tiang Listrik 5 kN

3. Berat lalu lintas

  Beban lalu lintas sebagai beban hidup bergerak dianalisis dengan SAP berdasarkan tahapan sebagai berikut : Beban lalu lintas sebagai beban hidup bergerak dianalisis dengan SAP berdasarkan tahapan sebagai berikut :

  Lane adalah lajur kendaraan yang diterapkan pada pemodelana struktur jembatan, Pada saat penentuan posisi gelagar memanjang, sebaiknya juga mempertimbangkan terhadap posisi as jalur sehingga bisa didapatkan pemodelan sebagai berikut (checklist frame labels pada Display Options for Active Windows) dimana yang ditandai merah merupakan gelagar yang akan ditempai Lanes.

  Gambar 6.32 Menentukan Gelagar yang menjadi As Jalur

  Berdasarkan gambar VI.32, sumbu 2, 3, 4 digunakan sebagai lajur (lane) 1 sedangkan sumbu 6, 7, 8 sebagai lajur (lane) 2.

  Tabel 6.9 Definisi Lane pada Sumbu

  Sumbu

  Lane (Lajur)

  Lebar Lajur (Lane) (m)

  2 2C 0,75

  3 2B 1.5 4 2A 2.25 6 1C 2.25

  7 1B 1.5 8 1A 0,75

  Selanjutnya, mendefinisikan Lanes melalui fitur Define > Bridge Loads > Lanes > Add New Lane Defined from Frames Setelah muncul jendela Lane Data, label (angka) yang ditunjukkan sebagai Lane 1 pada gambar 6.31 dimasukkan secara berurutan dengan Edge (pinggir jembatan) sebagai exterior.

  Gambar 6.33 Input Lanes 1A, 2A, 1B, 2B, 1C, 2C Gambar 6.33 Input Lanes 1A, 2A, 1B, 2B, 1C, 2C

  Vehicle didefinisikan sebagai Wheel Load dan Lane Load. Wheel Load didefinisikan melalui fitur Define > Bridge Loads > Vehicles > Add Vehicles Setelah muncul jendela Standart Vehicle Data, pada Vehicle Type dipilih Hsn-44, selanjutnya Convert To General Vehicle > ModifyShow Vehicle, setelahnya edit pada General vehicle Data seperti pada gambar berikut.

  Gambar 6.34 Mendefinisikan Wheel Load

  Lane Load didefinisikan melalui fitur Define > Bridge Loads > Vehicles > Add Vehicles Setelah muncul jendela Standart Vehicle Data, pada Vehicle Type dipilih Hsn-44L, selanjutnya Convert To General Vehicle > ModifyShow Vehicle, setelahnya edit pada General vehicle Data seperti pada gambar berikut.

  Gambar 6.35 Mendefinisikan Lane Load Gambar 6.35 Mendefinisikan Lane Load

  Vehicle Classes (group) bisa berisi lebih dari satu vehicle yang akan beraksi bergantian pada model struktur jembatan, yaitu melalui fitur Define > Bridge Loads > Vehicles Classes > Add

  New Class.

  Gambar 6.36 Add Vehicle Data

  d. Menetapkan Moving Load Cases

  Moving Load dimasukkan ke Load Cases untuk menandai Vehicle Classes yang akan bekerja pada jalur atau Lanes dalam berbagai kombinasi, yaitu dengan fitur Load Cases > Add New Load Case setelah muncul Load Cases Data – Moving Load pilih Moving Load pada Load Cases Type.

  Gambar 6.37 Wheel Load Cases

  Gambar 6.38 Lane Load Cases

  Gambar 6.39 Max LL Load Cases

4. Beban akibat gaya Rem

  Beban akibat rem diinput sebagai beban terpusat ke setiap titik (joint) pertemuan galagar memanjang melintang melalui Assign >

  Joint Load > Forces.

  Gambar 6.40 Input Beban Rem 4,027 kN

5. Beban pelajan kaki

  Beban pejalan kaki diinput sebagai beban garis pada galagar memanjang yang paling pinggir melalui Assign > frame Load >

  Distributed.

  Gambar 6.41 Beban Pejalan Kaki 3 kNm

6. Beban angin

  Beban angin kanan diinput sebagai beban garis pada rangka sisi kanan 1,985 kNm, rangka sisi kiri 0,992 kNm, angin pengaruh kendaraan pada memanjang penyaluran dari kendaraan 1,926 kNm. Beban angin dimasukkan melalui Assign > frame Load >

  Distributed.

  Gambar 6.42 Beban Angin Kanan

  Gambar 6.43 Beban Angin Kiri

  Gambar 6.44 Beban Angin Pengaruh Kendaraan

7. Beban temperature

  Temperature diterima oleh frame (rangka baja). Beban dimasukkan dengan memilih semua frame, Assign > frame Load > Temperature dan dimasukkan temperature 7° C sesuai hasil perhitungan sebelumnya.

  Gambar 6.45 Input Temperature Load

  Gambar 6.46 Beban Temperature

8. Beban gempa

  Berdasarkan Gambar VI.7, didapat data periode dan percepatan gempa sehingga diperoleh Tabel VIVI.8 , selanjutnya data pada table tersebut dimasukkan melalui Define > Function > Response Spectrum. Pada Choose Function Type to Add dipilih user, dan dimasukkan seperti gambar di samping.

  Gambar 6.47 Insert Quake Period and Acceleration

  Setelah itu, beban gampa disesuaikan load case nya untuk response spectrum baik gempa arah x dan y, yaitu melalui Define > Load Case, lalu dipilih Load Case untuk modal dan gempa dan disesuaikan seperti gambar.

  Gambar 6.48 Edit Load Case - Modal

  Gambar 6.49 Edit Load Case GEMPA X

  Gambar 6.50 Edit Load Case GEMPA Y

  Scale factor pada gambar VI.52 VI.53 didapat dari perhitungan sebagai berikut.

  g = Percepatan gravitasi 2 = 9,81 mdet Ie = Faktor keutamaan gempa

  R = Koefisien modifikasi respons = 8,0

  Scale Factor = ×

  = 9,81 × 8 = 1,22625

C. Membuat Load Combination

  Load Combination dibuat untuk memuat kombinasi pembebanan dari berbagai Load Case dan Load Pattern yang digunakan. Dalam hal ini disesuaikan dengan Tabel II.18 Sehingga diperoleh kombinasi sebagai berikut.

a. Kuat I

  1,1 MS + 1.3 MA + 1,8 (TT + TD + TB + TD) + 1,2 EU N

b. Kuat II

  1,1 MS + 1,3 MA + 1,4 (TT + TD + TB + TD) + 1,2 EU N

  c. Kuat III A

  1,1 MS + 1,3 MA + 1,4 EW S Kanan + 1,2 EU N

  d. Kuat III B

  1,1 MS + 1,3 MA + 1,4 EW S Kiri + 1,2 EU N

e. Kuat IV

  1,1 MS + 1,3 MA + 1,2 EU N

  f. Kuat V A 1,1 MS + 1,3 MA + 0,4 EW S Kanan + 1,0 EW L + 1,2 EU N f. Kuat V A 1,1 MS + 1,3 MA + 0,4 EW S Kanan + 1,0 EW L + 1,2 EU N

h. Ekstrem I A

  1,1 MS + 1,3 MA + 0,5 (TT + TD + TB + TD) + 1,0 EQ X

  + 0,3 EQ Y

i. Ekstrem I B

  1,1 MS + 1,3 MA + 0,5 (TT + TD + TB + TD) + 1,0 EQ Y

  + 0,3 EQ X

  j. Daya Layan I A

  1,0 MS + 1,0 MA + 1,0 (TT + TD + TB + TD) + 0,3 EW S Kanan

  + 1,0 EW L + 1,2 EU N

  k. Daya Layan I B

  1,0 MS + 1,0 MA + 1,0 (TT + TD + TB + TD) + 0,3 EW S Kiri

  + 1,0 EW L + 1,2 EU N

l. Daya Layan II

  1,0 MS + 1,0 MA + 1,3 (TT + TD + TB + TD) + 1,2 EU N

m. Daya Layan III

  1,0 MS + 1,0 MA + 0,8 (TT + TD + TB + TD) + 1,2 EU N

  n. Daya Layan IV A 1,0 MS + 1,0 MA + 0,7 EW S Kanan + 1,2 EU N

  o. Daya Layan IV B 1,0 MS + 1,0 MA + 0,7 EW S Kiri + 1,2 EU N

p. Fatik

  0,75 (TT + TD + TB + TD)

6.1.2.3. Analisa Kapasitas Struktur

A. Run Analisis SAP2000

  Setelah dilakukan pemodelan, pembebanan, selanjutnya analisisnya, yaitu dengan fitur Analyze > Run Analysis atau dengan menekan F5.

  Gambar 6.51 Axial Forces Kuat I

  Gambar 6.52 Shear 2-2 Kuat I

  Gambar 6.53 Shear 3-3 Kuat I

  Gambar 6.54 Moment 2-2

  Gambar 6.55 Moment 3-3

B. Ceck Structure (Design)

  Untuk menganalisa kapasitas struktur dengan program SAP2000 maka fitur yang akan digunakan adalah fitur Steel Frame Design. Design Preference yang digunakan adalah AISC LRFD 99. Untuk faktor reduksi pada pengaturan preference, kita masih menggunakan pengaturan default dari SAP2000, karena sesuai dengan faktor reduksi yang terdapat dalam SNI T-03-2005 tentang perencanaan struktur baja untuk jembatan.

  Dengan standar di atas, SAP2000 akan mengkalkulasi rasio tegangan dari tiap penampang komponen struktur atas jembatan rangka baja. Apabila diketemukan frame yang mengalami overstress atau berwarna merah, diberikan perlakuan khusus berupa pemberian pengaku (stiffner).

  Gambar 6.56 Stell Frame Design Overwrites

  Pada gambar di atas, Unbraced Legth Ratio (Minor, LTB) digunakan untuk memberikan pengaku, untuk pengaku yang membagi frame menjadi 2 bagian yang sama panjang maka dimasukan 0.5, sedangakan untuk pengaku yang membagi frame menjadi 2 bagian yang sama panjang maka dimasukan 0.333, dan seterusnya. Adapun hasil check of structure dari SAP2000 setelah diberi pengaku adalah sebagai berikut.

  Gambar 6.57 Strees Ratio Potongan 1

  Gambar 6.58 Strees Ratio Potongan 2

  Gambar 6.59 Strees Ratio Gelagar Lantai

  Gambar 6.60 Strees Ratio Keseluruhan