Arthropo Scylla oceanica
Arthropo Scylla oceanica
Crustacea Decapoda Portunidae scylla
da
Scylla serrata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dapat 2 species kepiting bakau (Scylla spp) dengan ciri morfologi sebagai berikut:
1. Scylla oceanica
Hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian bahwa tubuh kepiting bakau species Scylla oceanica mempunyai bentuk badan bundar dan tebal berukuran ± 8–
20 cm. Tubuhnya berwarna coklat kehijau-hijauan. Bentuk H pada karapaks dalam dan kedua duri pada fingerjoint jelas dan runcing, seta melimpah pada daerah karapaks dan bentuk gerigi pada karapaks tidak tajam. Capit bagian atas lebih panjang dibandingkan capit bagian bawah dan mata agak menonjol keluar untuk lebih jelas dapat dilihat seperti Gambar 5.1. berikut ini:
Gambar 5.1. Scylla oceanica
2. Scylla serrata
Kepiting bakau jenis Scylla serrata yang didapati dari hasil penelitian mempunyai bentuk badan bundar dan tebal, berukuran ± 7 – 16 cm. Tubuhnya berwarna coklat tua dan bentuk H karapaks tidak begitu dalam. Tidak memiliki duri pada fingerjoint, seta hanya terdapat pada daerah hepatik dan bentuk gerigi pada karapaks tajam. Kedua bagian atas dan bawah capit berukuran sama besar dan mata tidak menonjol keluar seperti terlihat Gambar 5.2. berikut ini.
Gambar 5.2. Scylla serrata
Berdasarkan hasil penelitian hanya didapati 2 species kepiting bakau, yakni S. oceanica dan S. serrata hal ini menunjukkan terjadinya penurunan species kepiting bakau di perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Karena hasil penelitian Mulya (2000) yang dilakukan di daerah Karang Gading Langkat diperoleh 3 species kepiting bakau yakni S. oceanica, S. serrata dan S. tranquebarica.
Terjadinya penurunan species ini kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan di perairan Pantai Labu yang kurang optimal bagi pertumbuhan kepiting bakau yang menyebabkan hanya 2 species kepiting bakau yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak di lokasi penelitian. Menurut Kordi (1997) bahwa parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, DO, BOD dan bahan organik memberi pengaruh terhadap kepiting bakau.
Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran J) dalam lingkungan pertambakan, muara sungai dan pada hutan mangrove masih didapat 2 species kepiting bakau yaitu S. serrata dan S. Oceanica Individu ditemukan seperti Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Hasil Penangkapan Kepiting Bakau
No Lokasi Spesies Jumlah Individu
1. I (Pertambakan)
S. Oceanica
S. Serrata
2. II (Muara)
S. Oceanica
S. Serrata
3. III (Hutan Mangrove)
S. Oceanica
S. Serrata 69
5.5 2 Nilai Kepadatan Populasi (ind/m ), Kepadatan Relatif (%), dan Frekuensi Kehadiran FK (%)
Tabel 5.4. Nilai Kepadatan Populasi (KP ind/m 2 ), Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK%) di Setiap Stasiun Pengamatan
KP KR FK KP KR FK KP KR FK Spesies
Scylla oceanica 1,16 30,37 53,33 0,82 26,11 30 1,30 21,63 60
Scylla
serrata Jumlah 3,82 100 140 3,14 100 113,33 6,01 100 160
Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kepadatan Populasi (KP), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi kehadiran (FK) yang ditunjukkan pada Tabel
5.4 bahwa pada Stasiun I (kawasan aliran tambak) terdapat 2 species yaitu S.oceanica dan S. serrata. Species yang memiliki nilai tertinggi didapati pada species S. serrata. Tingginya nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif dan frekuansi kehadiran dari species S.serrata pada Stasiun I disebabkan karena stasiun ini memiliki nilai kandungan organik yang cukup tinggi, yaitu sebesar 10,04%, substrat berlumpur,
0 suhu sebesar 29,9 0 c, salinitas perairan 30 /
00 , pH air sebesar 7,4 serta hasil BOD 5 , sebesar 4,4 mg/l (Tabel 5.4) keadaan air menunjukkan bahwa Stasiun I masih sesuai sebagai habitat kepiting bakau. Menurut Wilch (1952) dalam Widhiastuti, et al. (1994), pH untuk mendukung kehidupan organisme perairan berkisar antara 5,0-8,0.
Cole (1983) menyatakan bahwa bahan organik yang terlarut dalam perairan selain merupakan sumber nutrisi yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan hewan bentos dan mempengaruhi habitat alami biota laut, sehingga turut mempengaruhi habitat jumlah kepiting bakau yang ditemukan. Pada Stasiun I kawasan tambak didapati 2 spesies yaitu S. oceanica dan S. serrata. Jenis species oceanica yang memiliki nilai terendah
Pada Stasiun II (kawasan muara) hanya didapatkan 2 species yaitu S. oceanica dan S. serrata. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan perairan yang kurang mendukung bagi kehidupan kepiting seperti tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur, serta nilai kandungan organik yang sangat rendah yaitu sebesar 0,80% (Tabel 5.4).
Rendahnya kandungan organik pada Stasiun II tersebut disebabkan karena pada daerah tersebut memiliki tipe substrat dasar pasir berlumpur dan vegetasi mangrove yang kecil, serta daerah ini telah dijadikan kawasan pariwisata. Menurut Nybakken (1992) daerah perairan pesisir pantai dengan substrat dasar yang banyak mengandung pasir atau sedimen yang lebih besar dan minimnya vegetasi mangrove yang terdapat hidup di sini pada umumnya mengandung sedikit bahan organik. Minimnya bahan organik dalam suatu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan hewan bentos, diantaranya kepiting. Terdapatnya species S. oceanica dan S. serrata pada Stasiun II dengan substrat dasar pasir berlumpur dan kadar organik yang sangat rendah (0,80%) menunjukkan bahwa kedua species ini memiliki kisaran toleransi yang cukup tinggi Rendahnya kandungan organik pada Stasiun II tersebut disebabkan karena pada daerah tersebut memiliki tipe substrat dasar pasir berlumpur dan vegetasi mangrove yang kecil, serta daerah ini telah dijadikan kawasan pariwisata. Menurut Nybakken (1992) daerah perairan pesisir pantai dengan substrat dasar yang banyak mengandung pasir atau sedimen yang lebih besar dan minimnya vegetasi mangrove yang terdapat hidup di sini pada umumnya mengandung sedikit bahan organik. Minimnya bahan organik dalam suatu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan hewan bentos, diantaranya kepiting. Terdapatnya species S. oceanica dan S. serrata pada Stasiun II dengan substrat dasar pasir berlumpur dan kadar organik yang sangat rendah (0,80%) menunjukkan bahwa kedua species ini memiliki kisaran toleransi yang cukup tinggi
Pada Stasiun III (kawasan mangrove) didapati 2 species yaitu species S. serrata dan S. oceanica. S. serrata merupakan yang paling banyak bila dibandingkan dengan Stasiun I dan II.
Dilihat dari hasil pengukuran parameter lingkungan abiotik (fisik kimia),
0 seperti nilai suhu sebesar 30,2 0 C, salinitas 28 /
00 serta tipe substrat dasarnya berlumpur, nilai pH air sebesar 8,1 serta kecerahan sebesar 11,6 cm dan BOD 5
sebesar 4,2 mg/l, dengan jumlah kandungan organik pada kawasan ini paling tinggi sebesar 12,50% (Tabel 5.4) sehingga sumber makanannya lebih banyak. Oleh karena itu kondisi perairan pada Stasiun III sangat sesuai untuk kehidupan biota laut pada umumnya. Menurut Nontji (2005), hutan mangrove memiliki perairan yang sangat penting di sepanjang pesisir pantai dan dapat menopang kehidupan di sekitarnya. Didapatkannya species S. serrata yang memiliki kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi pada Stasiun III ini disebabkan karena stasiun memiliki faktor fisik kimia lingkungan yang sesuai untuk kehidupannya. Pada stasiun tersebut, juga memiliki nilai kandungan organik yang sangat tinggi yaitu sebesar 12,50% (Tabel 5.4).
5.6 Nilai Kepadatan Relatif (KR%) dan Frekuensi Kehadiran (FK%) Menurut Krebs (1985) bahwa masing-masing kedua spesies ini yaitu S. oceanica pada Stasiun I dan II KR >25% pada Stasiun III KR >10% dan FK pada Stasiun I dan III didapati FK >50% tetapi pada Stasiun II FK sebesar >25%.
Sedangkan spesies S. serrata mempunyai kepadatan relatif (KR%) >50%, dan frekuensi kehadiran (FK%) >75%. Seperti terlihat pada Tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5. Nilai KR dan FK dan Nilai Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang Terdapat pada Masing-masing Stasiun Penelitian