Hasil dan Analisa

3. Hasil dan Analisa

Gambar 4 adalah distribusi profil kecepatan rata-rata pada pelat datar model SGM 1 pada dua bilangan Reynolds. Profil kecepatan dinyatakan dalam bentuk bilangan kecepatan tanpa dimensi (u + = u/u*) sebagai fungsi jarak terhadap dinding y + (= yu*/ ). Dalam hal ini adalah viskositas kinematik fluida, sedangkan u*

adalah friction velocity (u* = ( /) 0.5 w ), yang diperoleh dengan menggunakan metode Clauser-chart.

70 | M F ISBN: 978-979-95620-6-7

Gambar 2. Subsonic Open Circuit Wind Tunnel.

Gambar 1. Benda uji penelitian: (a) Pelat datar dengan alur SGM 1, (b) pelat datar dengan alur SGM 2.

Spesifikasi wind tunnel: - Jenis

: Subsonic Open Circuit

m Wind tunnel

20 m

- Dimensi total

: 2980 x 1830 x 800 mm

- Working / test section

: 305 mm (ortogonal) x 450

156 mm mm

204 m

- Kecepatan aliran udara 20 mm : ~ 20 m/s

129 mm

maksimum - Catu daya listrik

: 240 volt/single phase/50

Hz-1.5 KW

a. tampak depan

b. tampak samping Gambar 3. Test section pada wind tunnel.

Secara umum, profil kecepatan untuk kedua jenis model dan pada kedua angka Reynolds sulit untuk dibedakan. Aliran boundary layer pada daerah pelat yang belum terpengaruh oleh adanya alur (daerah upstream dari alur, x/d = -1,6 hingga -1,0), profil kecepatan yang terjadi cenderung memiliki pola yang serupa seperti yang dijumpai pada literatur. Namun demikian, sedikit pergeseran profil kecepatan untuk pelat beralur terlihat untuk Re θ = 1087 pada x/d = -0,8. Pergeseran tersebut memperlihatkan bahwa adanya alur telah mengganggu proses perkembangan boundary layer diatas pelat tersebut. Perubahan struktur kecepatan dan boundary layer ini secara tidak langsung juga mempengaruhi besar tegangan geser yang terjadi pada pelat, yang akan dibahas kemudian.

Pada daerah di atas alur tidak terdapat dinding padat (solid surface). Tidak adanya dinding alur ini menyebabkan tegangan geser yang terjadi pada bidang yang rata dengan permukaan pada upstream dan downstream dari alur akan berkurang. Berdasarkan distribusi profil kecepatan yang terjadi di atas model uji, dapat diilustrasikan perkembangan profil kecepatan dan boundary layer di atas pelat datar beralur untuk model SGM 1 dan SGM 2 pada angka Reynolds 1087 (Gbr. 5).

Boundary layer akan berkembang seiring dengan bertambahnya x/d. Pada saat melewati alur, perkembangan boundary layer akan terganggu. Setelah melewati alur dan melintasi solid surface, boundary layer terlihat berkembang untuk mengembalikan kondisinya seperti sebelum terganggu oleh adanya alur (proses recovery). Pada daerah sedikit downstream dari alur terlihat bahwa disturbance tickness ( ) yang lebih kecil dari pada sebelum alur. Dari gambar 5 (a) terlihat bahwa setelah melewati alur bentuk profil kecepatan tidak jauh berbeda dengan bentuk profil sebelum alur. Namun dengan bertambahnya x/d didapatkan suatu titik minimum lokal dari yaitu pada daerah sekitar x/d = 1,0 untuk model SGM 1 dan SGM 2.

Distribusi koefisien skin friction (C f ) pada permukaan pelat datar tanpa alur ditunjukkan pada gambar

6, dimana didefinisikan sebagai C =2 / ) f 2 w U ∞ , dengan U ∞ adalah kecepatan arus bebas (freestream velocity). Dari gambar 6 terlihat bahwa pada kedua Re θ tersebut diperoleh harga C f yang menurun sepanjang x/d. Pada Re θ = 535 harga C f pada titik x/d = - 1,6 sebesar 0,0060 dan menurun sampai harga C f sebesar 0,0058 pada x/d = 4,5, sedangkan untuk Re θ = 1087 harga C f pada x/d = -1,6 sebesar 0,0057 menurun sampai di titik x/d = 4,5 sebesar 0.0056. Penurunan dari harga C f sepanjang x/d disebabkan boundary layer yang berkembang seiring dengan bertambahnya x/d. Hal ini sesuai dengan kondisi teoritis untuk angka Reynolds yang tidak terlalu besar. Pada permukaan halus, tegangan geser pada dinding ( τ w ) dinyatakan sebagai (Fox and McDonald, 1994):

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke 16 ISBN: 978-979-95620-6-7

M F | 71

w = 0,0233 ρ. U ∞ ⎜⎜ (1) U . δ ⎝ ⎟⎟ ∞ ⎠

(a)

(b)

Gambar 4. Distribusi kecepatan rata-rata pada jarak x/d. (a) Re θ = 535, (b) Re θ = 1087. ( ∆ = SGM ; —— = SW). Setiap

kenaikan x/d, u + ditambahkan dengan 5 agar terlihat perbedaannya ( ---- : mulai terjadi pergeseran).

Dari persamaan (1) dapat diperoleh bahwa harga C f berbanding terbalik dengan harga disturbance thickness ( δ). Dengan bertambahnya x/d sepanjang permukaan pelat datar menyebabkan harga disturbance thickness ( δ) yang makin besar. Peningkatan harga disturbance thickness (δ) sepanjang x/d akan menghasilkan

harga C f yang menurun. Harga C f pelat datar pada Re θ = 535 memiliki harga yang lebih besar yaitu 0,0060 daripada pada Re θ = 1087 dengan harga 0.0057 pada titik yang sama yaitu pada x/d = - 1,6. Gambar 7 menunjukkan distribusi C f pada permukaan pelat datar yang diberi alur dengan model SGM 1 dan SGM 2 pada dua harga angka Reynolds. Dari gambar 7 terlihat bahwa pada kedua plat datar beralur SGM 1 dan SGM 2 distribusi harga Cf mengalami perbedaan dibandingkan dengan distribusi Cf pada pelat tanpa alur. Hal ini dikarenakan oleh adanya ejection fluida dari quasi-steady stable vortex yang terbentuk di dalam alur. Terbentuknya vortex ini sangat diharapkan karena fluida yang melintas di atas alur akan dapat melintas dengan gesekan yang lebih rendah. Fluida yang melintas di atas alur ini akan bersinggungan dengan vortex, yang

berfungsi semacam roller bearing yang membantu di dalam menurunkan nilai tegangan geser dan harga C f yang terjadi. Namun permasalahanya adalah bahwa vortex yang terbentuk ini tidak bisa selamanya berada di dalam alur, dimana sesekali akan keluar (ejected) dari alur yang akan mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan boundary layer.

72 | M F ISBN: 978-979-95620-6-7

Gambar 5. (a) Rekonstruksi distribusi profil kecepatan

Gambar 6. Perbandingan distribusi koefisien skin friction

pada pelat datar beralur SGM 1 (a) dan SGM 2 (b). ----, (C f ) datar tanpa alur. ( ◊ = Re θ = 535, ฀ = Re θ = 1087).

ilustrasi perkembangan batas boundary layer. Re θ = 1087.

Pada studi kali ini, dengan adanya modifikasi pada daerah dowmnstream alur, menjadikan pengaruh ejection fluida terhadap perkembangan boundary layer pada daerah setelah alur tidak terlalu besar. Hal ini dapat

dilihat dari nilai distribusi C f pada beberapa titik sesaat setelah alur yang relatif konstan. Integrasi distribusi C f sepanjang test plate menghasilkan C f,total , yang juga sering disebut sebagai C D , f , yaitu koefisien drag akibat friction. Hasil integrasi C f pada pelat datar beralur tunggal SGM 1 dan SGM 2 tersebut ditampilkan pada Tabel

0.0065 0.0060 0.0055 Cf 0.0050

flow flow

flow flow

Gambar 7. Distribusi koefisen skin friction (C f ) pada pelat datar dengan metode Clauser chart. (a) Re θ = 535; (b)

Re θ = 1087. ○ = smooth wall (SW); □ SGM 1; ∆ = SGM 2.

Distribusi pressure coefficient (C p ) di dalam alur tunggal SGM 1 ditunjukkan pada gambar 8. Pada daerah upstream didapatkan distribusi Cp yang relatif konstan. Sedangkan pada daerah downstream nilai Cp yang diperoleh lebih besar dibandingkan nilai Cp pada daerah upstream. Hal ini diakibatkan oleh adanya daerah yang mengalami stagnasi (sekitar sudut atas dinding alur). Namun Nilai Cp setelah y/d = -0.2 nilai Cp mengalami pengalami peningkatan yang cukup tajam. Sampai nilai maksimum yang didapatkan sebesar 0.2680 untuk Re θ = 535 dan 0.2671 untuk Re θ = 1087 pada titik y/d = -0.05. Setelah itu akan menurun kembali sampai titik y/d = 0 yaitu sebesar 0.2233 untuk Re θ = 535 dan 0.1781 untuk Re θ = 1087.

Koefisien drag (C D ) yang terjadi pada pelat datar dengan alur merupakan resultan dari friction drag dan pressure drag. Pada pelat datar tanpa alur, C D merupakan harga dari friction drag saja. Tabel 2 menunjukkan perbedaan harga-harga C D di sekitar posisi alur yang terjadi pada pelat datar beralur dan pelat datar tanpa alur.

Perbedaan juga terlihat pada variasi harga Reynolds number. Untuk Re θ yang kecil adanya alur menyebabkan peningkatan C D sebesar ~ 3,63%, sedang kan pada Re θ yang lebih besar adanya alur menyebabkan penurunan

C D sebesar ~13,45%. Hal ini menunjukan bahwa dengan semakin besar Re θ aliran maka vortex stabil yang terbentuk di dalam alur yang berfungsi sebagai slider (roller bearing) akan semakin berfungsi dengan baik. Hal ini mengakibatkan pertukaran momentum yang terjadi antara fluida yang melintas di atas alur dengan fluida pada stable vortex di dalam alur akan semakin besar. Sebagai konsekuensinya, hal ini berpotensi untuk menurunkan

harga C f total jika dibandingkan dengan pelat datar tanpa alur, yang pada akhirnya menjadikan harga C D total menjadi lebih rendah. Ringkasan hasil perhitungan C f dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan untuk C D , total dapat

dilihat pada Tabel 4. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke 16

ISBN: 978-979-95620-6-7

M F | 73

Tabel 1. Nilai C D , f pada pelat datar beralur SGM 1 dan Tabel 2. Koefisien drag total (C D )

SGM 2.

No. Pelat datar Re θ C Df C Dp (C D )

SGM 1

SGM 2

1 Tanpa alur 535 0,0358 - 0,0358 Re θ 535 1087 535 1087

2 SGM 1 535 0,0252 0.0119 0,0371

C Df upstream 0,0021 0,0035 0,0041 0,0034

3 SGM 2 535 0,0223 - -

C Df downstream 0,0230 0,0204 0,0182 0,0190

4 Tanpa alur 1087 0,0339 - 0,0339

C Df total 0,0252 0,0239 0,0223 0,0224

5 SGM 1 1087 0,0239 0,0025 0,0264

6 SGM 2 1087 0,0224 - - Catatan:

SGM 1: alur bujur sangkar dengan bentuk rounded pada downstream alur. SGM 2: alur bujur sangkar dengan memberikan roller pada downstream alur. Untuk SGM 2, data drag total tidak bisa diperoleh karena tidak adanya pressure tap di dalam alur dengan roller.

(a)

(b)

Gambar 8. Distribusi coefficient of pressure (C p ) pada pelat datar dengan alur. (a) Re θ = 535 ( ◊ = downstream, ∆ = upstream); (b) Re θ = 1087 ( ◊ = downstream, ∆ = upstream).

Tabel 4. Perbandingan hasil C D pelat datar beralur dengan pelat.

Tabel 3. Peningkatan dan penurunan C f pada permukaan

C D pada pelat datar tanpa alur.

Peningkatan Penurunan

Hasil C

Cf Cf Re θ naik turun Keterangan 535 1,0103 1,03%

Re θ Cf/C fo D

SGM 2 535 - Tidak ada Cp

SGM 2

Tidak ada Cp Catatan: C fo adalah koefisien gesek pada pelat tanpa alur.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24