Perbedaan rewetting point pada variasi temperatur pendingin

Tabel 1. Perbedaan rewetting point pada variasi temperatur pendingin

t rewett (detik) T rewett (C) Posisi Termokopel

Temperatur pendingin (dari atas)

Temperatur pendingin

75 o C 85 C 95 C 75 C 85 C 95 C TC-1 (0 mm)

417,44 493,16 487,03 TC-2 (50 mm)

308,82 347,71 308,69 273,84 TC-3 (150 mm)

461,96 347,71 265,82 285,75 TC-6 (450 mm)

854,74 253,90 284,04 272,91 TC-7 (550 mm)

943,80 241,06 260,92 252,34 TC-8 (650 mm)

1135,39 1019,41 1027,74 198,04 234,27 218,58 TC-9 (750 mm)

b. Fluk Kalor Pendidihan Data temperatur transien dari Gambar 3. digunakan untuk menghitung fluks kalor. Hasil perhitungan dibuat dalam kurva pendidihan, yaitu fluks kalor versus selisih temperatur pengukuran dengan temperatur saturasi air (wall superheat) menggunakan persamaan kesetimbangan kalor:

– (1) Dari hasil perhitungan persamaan (1) diperoleh kurva didih untuk temperatur pendingin 75 o

C, dan 95 C o yang disajikan berturut-turut pada Gambar 4(a), Gambar 4(b), dan Gambar 4(c). Dari Gambar 4. nampak bahwa nilai FKK maksimum pada temperatur pendingin 75 o

C, 85 o

C adalah 230 kW/m 2 nilainya selalu lebih rendah dibandingkan dengan FKK maksimum pada temperatur pendingin 85 o

C pada posisi daerah batang pemanas yang sama, fenomena ini diprediksikan sebagai proses kelanjutan dari rewetting point, dimana pada temperatur pendingin 75 o

C dan 95 o

C kalor yang tersimpan pada batang pemanas menjadi lebih kecil karena bagian yang digunakan untuk merubah fase lebih besar dibandingkan pada temperatur pendingin 85 o

C, sehingga nilai FKK maksimalnya akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada temperatur pendingin 85 o

C dan 95 o

C dan 95 o C

4| PKM ISBN: 978-979-95620-6-7

TC-3 TC-6

δ : 1 mm

TC-2

T awal : 650 o

C TC-6 TC-7

T awal : 650 o C

1000 TC-9 TC-8

T air

: 75 o C 1000

TC-8 TC-9

T air : 85 o C

Juarsa dkk (2009) 100

Juarsa dkk (2009)

/m

Chun Xia dkk (1996)

Chun Xia dkk (1996) 91

q" (kW 29 Boiling untuk Bromley Film q" (kW/m

Bromley Film

C=0.667

29 C=0.667 Boiling untuk

Monde dkk (1982)

Monde dkk (1982)

wall superheat ( 1000 0 C) wall superheat ( 0 C)

TC-6 TC-3 TC-7

: 1 mm

T awal : 650 o C

TC-8 TC-9

Juarsa dkk (2009)

k W 100 q" ( 91

Chun Xia dkk (1996) Bromley Film

Boiling untuk 29 C=0.667

10 Monde dkk

wall superheat ( 1000 0 C)

(c) Gambar 4. Kurva pendidihan untuk berbagai variasi temperatur awal batang panas

Dari Gambar 4. juga menunjukkan bahwa didih film berada di bawah garis Bromley, yang menegaskan bahwa peristiwa perpindahan panas pendidihan pada celah sempit tidak sesuai untuk peristiwa didih kolam, meskipun keduanya memiliki kesamaan pada posisi vertikal.

Parameter: o

400 δ = 1 mm awal = 650

P a ra m eter:

Parameter: o

= 650 o C T awal

3 -1.87285E-8 X

4 + 2.66302E-5 X

(kW/m

Posisi Termokopel dari atas (mm) 200 300 400 500 600 700 800

1000 A ta s P o s is i T e r m o k o p e l d a r i a t a s ( m m ) Bawah (a)

Gambar 5. Kurva pola FKK terhadap posisi daerah batang pemanas pada berbagai variasi temperatur air pendingin

Nilai FKK mendekati hasil eksperimen yang dilakukan Juarsa dkk (2009) dengan geometri anulus, dibandingkan dengan Xia dkk (1996) yang menggunakan geometri pelat sejajar dan Monde dkk (1982) pada kondisi submerge, sehingga hal ini lebih mempertegas bahwa pengaruh geometri berperan signifikan dalam mekanisme perpindahan panas pendidihan.Meskipun demikian semua variasi temperatur air pendingin memiliki pola perubahan nilai FKK terhadap posisi daerah batang pemanas yang sama yaitu mengikuti pola polynomial, pola tersebut disajikan pada Gambar 5(a), Gambar 5(b), Gambar 5(c), mengikuti persamaan berturut-turut untuk temperatur pendingin 75 o

C yaitu q"CHF = 43.24655+1.5269 X-0.01133 X 2 + 2.66302E-5 X 3 -1.87285E-8 X 4 , temperatur pendingin 85 o

C yaitu q"CHF =22,38124+3,29767X-0,01771X 2 +3,6958E-5X 3 -2,49165E-8X 4 , dan temperatur pendingin 95 o

C yaitu q"CHF =132.44648+1.4732 X-0.00679 X 2 +1.34698E-5 X 3 -9.23313E-9 X 4 , kesamaan pola ini menunjukkan bahwa mekanisme perpindahan panas pendidihan pada berbagai temperatur air pedingin adalah sama.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis fluks kalor pada kasus perpindahan panas pendidihan di celah sempit menggunakan bagian uji HeaTiNG-01 berdasarkan variasi temperatur pendingin disimpulkan bahwa:

1. Nilai FKK maksimum temperatur pendingin 75 0

C lebih rendah dibandingkan FKK temperatur pendingin

85 0 C dan 95 0 C, sedangkan FKK temperatur pendingin 85 0 C dan 95 0 C nilainya berdekatan. FKK maksimum temperatur 75 0 C adalah 230 kW/m 2 , sedangkan FKK maksimum temperatur 95 0 C kW adalah 282 kW/m 2 .

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke 16 ISBN: 978-979-95620-6-7

PKM | 5

2. Kurva FKK terhadap posisi daerah batang panas pada berbagai variasi temperatur mengikuti korelasi polynomial

C adalah sama, hal ini menunjukkan bahwa temperatur air pedingin yang diskenariokan tidak berpengaruh bahwa mekanisme perpindahan panas pendidihan.

C dan 95 Pola transien temperatur dan pola FKK pada variasi temperatur pendingin 75 0

0 0 C, 85

4. Berdasarkan perbandingan nilai FKK yang dihasilkan dengan peneliti lain menunjukkan bahwa faktor geometri memegang peranan yang penting, meskipun dilakukan pada kasus yang sama yaitu didih kolam.

5. Perisitiwa pendidihan pada celah sempit tidak termasuk kategori didih kolam dengan membandingkan area didih film hasil eksperimen menggunakan korelasi Bromley.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24