Modal Sosial Pada Serikat Tolong-Menolong (STM) (Studi Kasus Pada STM Dos Roha Lingkungan Pasar II Tanjung Sari Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MODAL SOSIAL PADA SERIKAT TOLONG-MENOLONG

(STM)

(Studi Kasus Pada STM Dos Roha Lingkungan Pasar II Tanjung Sari

Medan)

Diajukan Oleh:

Mona Hutagalung

020901042

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara


(2)

TUGAS KEBIJAKAN PUBLIK

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

1.

SILVA JAYANTI (050903005)

2.

NELDA TIONORA (050903008)

3.

ELISABETH BARUS (050903068)

4.

ESTER JULI ASI.H (050903070)


(3)

5.

SARAH URSULA V.S (050903072)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

ABSTRAKSI

Kehidupan kota yang semakin hari semakin kompleks, mobilitas yang tinggi, sifat manusia yang lebih individual dan sarat dengan hubungan sosial yang rendah. Namun masih bisa dilihat eksisnya beberapa kelompok sosial yang salah satunya adalah Serikat Tolong Menolong (STM). Hakikat manusia disatu sisi adalah sebagai individu dan disisi lain merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan sesama, melakukan kegiatan – kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi sebagai upaya meningkatkan kualitas ikatan sosial. Adanya rasa percaya merupakan dasar keinginan sesama suku Batak yang bergama Kristen yang berada pada wilayah tempat tinggal yang sama membentuk STM sebagai wadah meciptakan jaringan sosial dengan besosialisasi dan saling membantu. Intensitas pertemuan dan interaksi yang semakin erat dalam jangka waktu yang lama akan memperkuat ikatan kekerabatan diantara anggota. Dari sini akan memunculkan nilai-nilai dan norma yang mengatur hak dan kwajiban anggota serta sebagai pedoman berjalannya organisasi STM yang merupakan salah satu potensi modal sosial.

Jenis penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, pengamatan tidak berstruktur, didukung dengan pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat kabar. Studi kasus adalah jenis penelitian yang dilakukan secara mendalam. Penelitian ini dilakukan pada STM Dos Roha yang lokasinya berada di Kelurahan Tanjung Sari Lingkungan Pasar II. Adapun yang menjadi Informan penelitian ini terdiri atas informan kunci yakni: para pengurus STM dan informan tambahan yakni: anggota STM.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat perkotaan semakin kompleks, namun warga yang bertempat tinggal dilingkungan pasar II khususnya sesama suku batak dan beragama Kristen memiliki hubungan sosial yang erat. Hal ini dapat dilihat dari elemen-elmen modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan serta nilai dan norma bekerja dengan baik. Hal ini didasari keinginan bersama untuk saling tolong-menolong serta adanya ikatan sosial yang erat dikarenakan pengaruh dari nilai-nilai budaya Batak yang kuat kepada anggota STM. Kepercayaan tidak muncul begitu saja tapi melalui interaksi dalam waktu yang lama serta kuatnya jaringan kekerabatan marga pada suku batak. Selain itu aturan-aturan yang disepakti bersama dalam bentuk ADART memperkuat modal sosial pada STM. Dasar kesamaan suku dan agama, kegiatan-kegiatan yang hanya berorientasi pada kepentingan kelompok membuat STM termasuk dalam tipologi modal sosial terikat (Bonding Social Capital) yang cenderung bersifat eksklusif. Dengan bekerjanya elemen-elemen modal sosial dengan baik pada STM membuat STM ini dapat bertahan lama dan mampu mewujudkan tujuan bersama, serta menjalankan fungsinya sebagai sebuah organisasi.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstraksi ... ... i

Kata Pengantar ... ... ... ii

Daftar Isi ... .... ... vi

Daftar Tabel ... ... . viii

Dafrta Skema... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... ... . .. ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... ... ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... ... ... 6

1.5. Defenisi Konsep ... ... ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Sosial ... ... ... .. 9

2.2. Modal Sosial... ... ... 10

2.2.1. Trust ... ... ... 13

2.2.2. Jaringan Sosial ... ... ... 15

2.2.3. Nilai dan Norma ... ... ... 16

2.3. Social Capital Bonding………... ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... ... ... ... 22

3.2. Lokasi Penelitian ... ... ... 22

3.3. Unit Analisis Dan Informan Penelitian ... ... ... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... ... ... 24

3.5. Interpretasi Data ... . ... ... 25


(6)

3.7. Keterbatasan Penelitian ... ... 26

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 28

4.1.1. Masyarakat Kota Medan……… 28

4.2 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Sari………. 33

4.3. Profil Informan Penelitian ... ... ... .... ... 39

4.4 Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha Sebagai Sebuah Organisasi………. 42

4.4.1. Keterkaitan Antara Budaya Batak Dalam Berbagai Kegiatan Dalam STM Dos Roha……… 44

4.4.2 Tujuan Keanggotaan dan Struktur Organisasi (STM) Dos Roha……….. 47

4.4.3 Sistem kepengurusan (STM) Dos Roha………. 52

4.4.4 Kebijakan Serta Program Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha………….. 53

4.5. Modal Sosial Dalam STM Dos Roha………. 56

4.5.1. Kepercayaan Dalam Membangun Solidaritas Pada STM Dos Roha………. 59

4.5.2. Membangun Jaringan Dalam STM Dos Roha... 67

4.5.3. Nilai dan Norma Sebagai Perekat Hubungan Sosial……….. 70

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... ... ... 83

5.2. Saran... 85


(7)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Komposisi Suku Bangsa di Kota Medan, 2000 ... ... 30

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan……….. 34

Tabel 3. Prasarana Pendidikan……….. 34

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian……… 35

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Agama………..37

Tabel 6. Prasarana Ibadah……….. 36

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa………37

Tabel 8. Organisasi Yang Ada Di Kelurahan Tanjung Sari………..37.

DAFTAR SKEMA Skema 1.Hubungan antar elemen modal social………..12

Skema 2.kerangka pemikiran modal sosial dalam kehidupan berorganisasi menurut Linda Ibarahim (2002):………..13


(8)

ABSTRAKSI

Kehidupan kota yang semakin hari semakin kompleks, mobilitas yang tinggi, sifat manusia yang lebih individual dan sarat dengan hubungan sosial yang rendah. Namun masih bisa dilihat eksisnya beberapa kelompok sosial yang salah satunya adalah Serikat Tolong Menolong (STM). Hakikat manusia disatu sisi adalah sebagai individu dan disisi lain merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan sesama, melakukan kegiatan – kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi sebagai upaya meningkatkan kualitas ikatan sosial. Adanya rasa percaya merupakan dasar keinginan sesama suku Batak yang bergama Kristen yang berada pada wilayah tempat tinggal yang sama membentuk STM sebagai wadah meciptakan jaringan sosial dengan besosialisasi dan saling membantu. Intensitas pertemuan dan interaksi yang semakin erat dalam jangka waktu yang lama akan memperkuat ikatan kekerabatan diantara anggota. Dari sini akan memunculkan nilai-nilai dan norma yang mengatur hak dan kwajiban anggota serta sebagai pedoman berjalannya organisasi STM yang merupakan salah satu potensi modal sosial.

Jenis penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, pengamatan tidak berstruktur, didukung dengan pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat kabar. Studi kasus adalah jenis penelitian yang dilakukan secara mendalam. Penelitian ini dilakukan pada STM Dos Roha yang lokasinya berada di Kelurahan Tanjung Sari Lingkungan Pasar II. Adapun yang menjadi Informan penelitian ini terdiri atas informan kunci yakni: para pengurus STM dan informan tambahan yakni: anggota STM.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat perkotaan semakin kompleks, namun warga yang bertempat tinggal dilingkungan pasar II khususnya sesama suku batak dan beragama Kristen memiliki hubungan sosial yang erat. Hal ini dapat dilihat dari elemen-elmen modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan serta nilai dan norma bekerja dengan baik. Hal ini didasari keinginan bersama untuk saling tolong-menolong serta adanya ikatan sosial yang erat dikarenakan pengaruh dari nilai-nilai budaya Batak yang kuat kepada anggota STM. Kepercayaan tidak muncul begitu saja tapi melalui interaksi dalam waktu yang lama serta kuatnya jaringan kekerabatan marga pada suku batak. Selain itu aturan-aturan yang disepakti bersama dalam bentuk ADART memperkuat modal sosial pada STM. Dasar kesamaan suku dan agama, kegiatan-kegiatan yang hanya berorientasi pada kepentingan kelompok membuat STM termasuk dalam tipologi modal sosial terikat (Bonding Social Capital) yang cenderung bersifat eksklusif. Dengan bekerjanya elemen-elemen modal sosial dengan baik pada STM membuat STM ini dapat bertahan lama dan mampu mewujudkan tujuan bersama, serta menjalankan fungsinya sebagai sebuah organisasi.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan individu lainnya. Sedangkan sebagai mahluk sosial, individu selalu ingin berinteraksi dan hidup dinamis bersama orang lain. Secara alamiah, manusia memang memiliki naluri untuk hidup bersama-sama dengan manusia lainnya. Dorongan mendasar yang melahirkan naluri untuk hidup bersama-sama itu adalah manusia harus memenuhi sebagian besar kebutuhan hidupnya yang sangat tidak mungkin akan dipenuhi ketika manusia tidak hidup berkelompok.

Kelompok sosial yang ada di kota saat ini memiliki struktur sosial yang kompleks dengan gajala-gejala :

a. Heterogenitas sosial

Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang. Orang-orang dalam bertindak memlih mana yang paling menguntungkan baginya, sehinga akhirnya terjadi spesialisasi.

b. Hubungan sekunder

Jika hubungan penduduk di desa disebut primer, di kota disebut sekunder. Pengenalan dengan orang lain serba terbatas pada bidang hidup tertentu.


(10)

Ini disebabkan antara lain karena tempat orang cukup terpencar dan saling mengenalnya hanya menurut perhatian antar pihak.

c. Kontrol (pengawasan sekunder)

Di kota orang tidak memperdulikan prilaku pribadi sesamanya. Meski ada kontrol sosial tetapi ini sifatnya non pribadi; asal tidak merugikan orang lain, umum, tindakan dapat ditoleransi.

d. Toleransi sosial

Orang-orang kota secara fisik berdekatan, tetapi secara sosial berjauhan. e. Mobilitas sosial

Dalam kehidupa kota segalanya diprofesionalkan. Selain usaha dan perjuangan peribadi untuk berhasil, secara kelompok seprofesi juga ada solidaritas kelas. Terjadi lah perkumpulan-perkumpiulan orang seprofesi : guru, dokter, wartawan, pedagang, tukang becak, dsb.

f. Ikatan sukarela (voluntary association)

Secara suka rela orang mengabungkan diri ke dalam perkumpulan yang disukainya, seperti sport, aneka group musik, klub filateli, perkumpulan filantropi (Naldjoeni, 1997;51).

Berdasarkan ciri kehidupan masyarakat kota di atas dapat digambarkan bahwa masyarakat kota cenderung lebih individualistik. Pada kenyataannya ciri individual tidak mutlak karena didalam masyarakat kota yang heterogen, kompleks serta kehidupan keagamaan yang terlihat semakin berkurang, dijumpai juga kelompok-kelompok sosial, salah satunya adalah Serikat Tolong Menolong (STM.).


(11)

Salah satu kelompok sosial yang nyata ada disekitar kita adalah Serikat Tolong Menolong (STM). Serikat tolong Menolong merupakan suatu pranata yang lahir dari adanya saling percaya antar sesama warga dengan tujuan untuk mengggalang kerjasama dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang sewaktu-waktu menimpa warga yang diwujudkan dalam wadah pranata STM. Serikat Tolong Menolong merupakan suatu pranata yang berfungsi ekonomi dan juga berungsi sosial, dalam hal ritual keagamaan (khususnya yang berhubungan dengan masalah kematian), dan juga kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Fungsi ekonomi dari pranata STM ini dapat dilihat dari sejumlah uang yang terkumpul baik sacara sukarela maupun secara wajib yang akan disumbangkan/ diberikan kepada anggota masyarakat yang terkena musibah kematian atau dalam bentuk peralatan yang dibutuhkan untuk suatu acara pesta. Fungsi sosial dari pranata STM ini dapat dilihat dalam wujud solidaritas dari sesama warga mayarakat yang merasa senasib dan sepenanggungan untuk bekerja secara bersama-sama (gotong-royong) dalam melaksanakan dan mengerjakan sesuatu (Badaruddin, 2005;41).

Penelitian ini mengangkat tentang STM yang terbentuk atas dasar kesamaan suku dan agama yang berada pada wilayah yang sama, dalam hal ini adalah sesama suku Batak dan beragama Kristen Protestan. Terkait dengan keberadaan suku batak yang merupakan pendatang di kota medan yang memiliki suku asli adalah suku melayu. Maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari/ berkumpul dengan sesama suku batak selain hekekat manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai pendatang dikota Medan mereka terdesak oleh situasi lingkungan yang baru. Agar dapat survive mereka harus menyatukan diri dalam satu wadah dalam hal ini adalah


(12)

STM. Dengan harapan sesma anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong dan hidup harmonis.

Adapun bentuk kepercayaan diatas dapat diartikan sebagai bentuk saling percaya antara anggota kelompok yang didasari dengan pengharapan melalui interaksi sosial dimana antara anggota STM tersebut akan saling menguntungkan dalam hal ini baik moril maupun materil. Harapan yang dimaksud menunjuk pada sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang melalui tindakan resiprositas yang dilakukan oleh setiap anggota terhadap anggota yang lain yang sedang membutuhkan pertolongan, sehingga hal ini akan memperkuat rasa saling percaya antara nggota STM.

Jaringan sosial dalam STM yang didasari oleh hubungan sosial antar individu karena adanya kesamaan agama serta diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu membentuk kerja sama dan rasa senasib sepenanggungan diantara anggotanya.

Melalui jaringan social setiap anggota saling mengingatkan, saling

menginformasikan, saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah yang akan lebih mudah diselesaikan bersama-sama dengan anggota yang lain dari pada bekerja sendiri.

Di dalam bukunya, Social Capital (Routledge, 2005), Jhon Field menyebutkan, organisasi masyarakat modern diatur melalui seperangkat aturan yang menata prosedur untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab. Tetapi ketika ingin membuat sesuatu terjadi, banyak yang mengabaikan prosedur formal itu dan memilih berbicara dengan orang yang mereka kenal. Misalnya ketika memutuskan mencari dokter, memilih rumah sakit, memilih orang untuk suatu pekerjaan, mencari


(13)

sekolah untuk anak, bahkan untuk hal-hal “sederhana” seperti memilih restoran.

Karena itu jejaring sosial menentukan dan melalui jejaring itu terbentuk social

capital. Salah satu bentuk social capital adalah bertukar informasi (Kompas, 22 Oktober 2006).

Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Nilai merupakan suatu ide yang telah turun temurun dan dipatuhi serta dianggap penting untuk dilaksanakan oleh kelompok masyarakat. Pada STM norma dan nilai yang menyangkut hak dan kewajiban setiap anggota STM.

Melihat elemen-elemen yang mendasari lahirnya STM, yaitu adanya kepercayaan, jaringan sosial, dan nilai-nilai/ norma maka STM dapat dikatakan sebagai salah satu potensi modal sosial, dimana kita dapat melihat modal sosial bekerja secara efektif. Elemen-elemen modal sosial yang bekerja dengan baik akan melahirkan bentuk-bentuk modal sosial. Dari beberapa kajian modal sosial melihat bahwa: (1) saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egaliterianisme), toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (generosity); (2) jaringan sosial (network), yang meliputi adanya partisipasi (participation), pertukaran timbal-balik (reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (collaboration/cooperation), dan keadilan (equity); (3) pranata (institutions), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctions), dan aturan-aturan (rules). Elemen-elemen pokok modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisnme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial, seperti keluarga,


(14)

komunitas, asosiasi sekarela, Negara dan sebagainya (Arif, Badaruddin, Subhilhar, 2005;31).

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana modal social bekerja pada Serikat Tolong Menolong (STM), Dos Roha?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui bentuk modal sosial yang terdapat pada Serikat Tolong Menolong (STM), Dos Roha. 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kajian sosiologis terhadap keberadaan modal sosial bagi akademis dan masyarakat yang mengkaji tentang modal sosial pada STM.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya serta dapat dijadikan sebagai informasi bagi anggota masyarakat pada umumnya dan anggota STM pada khususnya tentang modal sosial pada STM.


(15)

1.5. Defenisi Konsep

Untuk lebih memahami kajian dalam penelitian ini maka perlu pembatasan konsep dengan mendefenisikannya secara operasional :

1. Anggota STM adalah keluarga yang beragama Kristen dan berdomisili dalam batas wilayah yang telah ditetapkan serta terdaftar dalam anggota STM, yang aktif dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam STM, baik itu aturan untuk aktif menghadiri setiap pertemuan yang dilakukan setiap bulannya, kegiatan-kegiatan yang ada dilaksanakan STM, maupun kepatuhan membayar iuran setiap bulannya sebesar yang sudah disepakati bersama.

2. Modal Sosial adalah merupakan potensi atau sumber daya dari serangkaian kepercayaan, jaringan sosial, nilai dan norma yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Elemen-elemen pokok modal sosial adalah sebagai berikut:

• Kepercayaan adalah sikap saling mempercayai diantara anggota STM,

anggota dengan pengurus STM yang mengandung harapan bahwa akan ada tindakan resiprositas diantara anggota untuk saling tolong-menolong yang tercipta melalui proses interaksi dalam waktu lama..

• Jaringan Sosial adalah keterikatan individu dalam hal ini adalah antar anggota STM. Hubungan keterikatan tersebut tidak hanya sebatas didasari oleh keyakinan yakni agama, tetapi juga oleh suku.


(16)

• Nilai dan Norma adalah seperangkat peraturan yang telah disepkati oleh anggota dan wajib untuk dipatuhi oleh anggota yang tertuang dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) STM.

4. Pengurus STM adalah anggota STM yang dipilih dan disahkan oleh rapat anggota dengan cara musyawarah dan mufakat serta dipercayakan untk mengemban tugas dan tangung jawab yang lebih tinggi dalam mengatur keberlangsungan STM.

5. Serikat Tolong Menolong Dos Roha adalah pranata yang didasari ingin saling mengenal, tolong menolong dalam suka dan duka serta adanya rasa senasib sepenanggungan sesama anggota STM. Dengan tujuan mempererat hubungan kekeluargaan sesama anggota TSM dengan kegiatan pertemuan rutin serta berperan aktif dalam kegiatan sosial dan budaya serta memberi bantuan sebagai perwujutan rasa dan sifat sosial kepada sesama anggota yang mendapat suka cita atau pesta baik itu dengan bantuan moral maupu materil.

6. Tolong menolong adalah suatu pola tindakan dalam kelompok yang didasari oleh rasa kepercayaan dalam rangka mewujudkan kebersamaan untuk menghadapi setiap peristiwa yang terjadi di antara anggota, baik itu peristiwa suka maupun duka.


(17)

BAB II Kajian Pustaka

2.1. Kelompok Sosial

Kelompok sosial atau “social group” adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

Adapun beberapa persayaratan kelompok sosial adalah :

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan

sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota

yang lainnya.

3. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota

kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, idiologi politik yang sama, dan lain-lain. (Soekanto, 2002;166)

Menurut Smelser (dalam Wafa 2003), kelompok sekunder adalah suatu kelompok dimana anggotanya memiliki sedikit ikatan emosional dan bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Didalam kelompok sekunder fungsi seorang individu menjadi lebih penting dari pada individunya sendiri. Oleh sebab itu keberadaan individu dalam suatu kelompok dapat digantikan oleh individu yang lain yang memiliki keterampilan yang sama.


(18)

2.2. Modal Sosial

Modal sosial awalnya dipahami sebagai suatu bentuk di mana masyarakat menaruh kepercayaan terhadap komunitas dan individu sebagai bagian didalamnya. Mereka membuat aturan kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Sebagai salah satu elemen yang terkandung dalam masyarakat sipil, modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas masyarakat.

Konsep modal sosial pertama sekali dijabarkan oleh Max Weber, dimana Weber melihat sekte babtis pada agama Kristen, memperlihatkan kualitas moral dalam mengawali sebuah bisnis serta untuk mendapatkan pinjaman modal. Unsur-unsur modal sosial yang dijabarkan oleh Weber yakni:

1. adanya jaringan hubungan non-ekonomi.

2. adanya fungsi jaringan sosial yang memungkinkan terjadinya

perputaran informasi.

3. Informasi dan kepercayaan digunakan untuk mendapatkan sumber

daya ekonomi (Trigilia,2001).

Robert Pudnam mendefenisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (keprecayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikannya sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms) dan kepercayaan sosial (social trust) yang


(19)

mendorong pada sebuah kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama (www.ireyogya.com).

Pierre Bourdieu, juga menegaskan tentang modal sosial sebagai sesuatu yang berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bentuk-bentuk social capital (modal sosial) berupa institusi lokal maupun kekayaan Sumber Daya Alamnya. Pendapatnya menegaskan tentang modal sosial mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi tertentu).

Sedangkan Francsi fukuyama (2002), mendefinisikan modal sosial sbagai serangkaian nilai atau norma-norma formal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memingkinkan terjalinnya kerjasama antara mereka. Nilai dan norma informal tertentu yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sosial yang di masyarakat sebagai dasar yang mendorong mereka menjalin kerjasama. Dimana diharapkan dari kerjasama tersebut akan mendatanglan keuntungan dalam bidang-bidang tertentu dalam kehidupan sosial seperti sosial, budaya, atau ekonomi.

Konsep kunci modal sosial adalah bagaimana orang dengan mudah dapat bekerjasama. Berdasarkan pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan diatas, maka didapatkan pengertian modal sosial yang lebih luas yaitu berupa jaringan sosial atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma.

Dari beberapa sarjana yang mendefinisikan modal sosial, Lubis (2006) menyimpulkan bahwa elemen-elemen pokok modal sosial mencakup 3 unsur yaitu :


(20)

(a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egliter, toleransi, dan kemurahan hati), (b) Jaringan sosial/Social Networks (partisipasi, resprositas, solidaritas, kerjasama), (c) Pranata/Institution. Aspek-aspek elemen modal social tersebut saling berhubungan satu sama lain yang diperlihatkan skema berikut.

Skema 1.Hubungan antar elemen modal sosial

PRANATA

* nilai-nilai bersama * norma & sanksi * aturan-aturan

Kemurahan hati* * Keadilan

Toleransi * * Kolaborasi/Kerjasama

Sikap egaliter * * Solidaritas

Kewajaran * * Resiprositas

Kejujuran * * Partisipasi

KEPERCAYAAN JARINGAN SOSIAL

Menurut Linda Ibrahim (dalam jurnal masyarakat, 2002) mengatakan bahwa, modal sosial ditingkat komunitas ketetanggaan diperkotaan sebagai kehidupan berorganisasi antar warga merefleksikan dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama termasuk peningkaan pendapatan warga dengan dinamika kehidupan sosiabilitas merupakan sumber modal sosial. Kehidupan sosiabilitas mencakup nilai kepedulian sosial (prilaku), kepercayaan sosial antar anggota dan solidaritas sosial sebagai inti kehidupan sosial. Hasil penelitiannya menemukan bahwa lemahnya kehidupan sosiabilitas dan cenderung semu dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu ditemukan adanya kedekatan hubungan atau


(21)

tingkat kepercayaan yang tinggi dan juga kuat untuk dapat dimanfaatkan dalam memecahkan masalah bersama dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat.

Skema kerangka pemikiran modal sosial dalam kehidupan berorganisasi menurut Linda Ibarahim (2002):

2.2.1 Kepercayaan

Trust atau rasa saling mempercayai adalah suatu bentuk keinginan untuk mengabil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. (Hasbullah, 2006,11)

Fukkuyama (dalam badaruddin, 2005:31) berpendapat bahwa unsur terpenting dalam modal sosial ini adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langggengnya kerjasama dalam kelompok msayarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang aka bisa bekerja sama dengan efektif. Menurut Pretty dan Ward sikap saling percaya merupakan unsur pelumas yang sangat penting untuk kerja sama, yang oleh Putnam dipercaya sebagai melicinkan kehidupan sosial. Tentang pentingnya kepercayaan didalam modal sosial ini Fukuyama berpendapat : Social Capital adalah

Kehidupan Sosiabilitas

Nilai Kepedulian

Kepercayaan Sosial

Solidaritas Sosial

KEHIDUPAN BERORGANISASI


(22)

kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan mendasar demikian juga kelompok-kelompok sosial masyarakat yang paling besar sepert Negara dan dalam seluruh kelompok lain yang ada diantaranya. Social Capital berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain sejauh ia bisa diciptakan dan ditransmisikan melaui mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Badaruddin, 2005;37). Fukuyama mendefenisikan trust adalah sikap saling mempercayai dalam masyarakat yang memungkinkan mayarakat tersebut saling besatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Qianhong Fu yang membagi tingkatan trust pada tingkatan individual, tingkatan relasi sosial dan pada tingkatan sistem sosial. Disini yang akan dibahas adalah tingkatan relasi sosial. Pada tingkatan relasi sumber trust menurut Nahapit dan Ghosal berasal dari adanya nilai-nilai yang bersumber dari kepercayaan agama yang dianut, kompetensi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma dimasyarakat. Pada tingkat institusi sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok (Hasbullah, 2006;12).

Saling percaya akan kemauan baik dan kesedian untuk saling membantu antara satu dengan yang lainnya, merupakan modal sosial. Dalam bukunya Rusdi Syahra dkk,(2000) menyatakan bahwa, modal sosial dapat dilihat dan diukur dari :

1. Kepercayaan, atau sifat amanah (Trust) adalah : kecendrungan untuk

menepati sesuatu yang telah dikatakan baik secara lisan maupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini merupakan landasan utama bagi kesedian


(23)

seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati janji atau memenuhi kewajiban.

2. Solidaritas, kesediaan untuk secara suka rela ikut menanggung suatu

konsekuensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadpai suatu masalah.

3. Toleransi, kesediaan untuk memberikan konsesi atau kelonggaran, baik

dalam bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil (Kristina, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Badaruddin tentang potensi modal sosial dalam komunitas nelayan menemukan adanya beberapa potensi modal sosial, yaitu patron klien, koperasi, serikat tolong menolong dan arisan. Dalam keempat potensi modal sosial yang ditemukannya tersebut diketahui bahwa (trust) adalah unsur utama yang membentuk potensi-potensi tersebut. Menurut Badaruddin adanya sikap saling percaya dalam komunitas nelayan merupakan faktor pendorong bagi munculnya keinginan adanya suatu bentuk jaringan sosial yang dimapankan dalam wujud pranata sosial, dan pranata sosial itu dikenal dengan patron klien (Badaruddin, 2005;36). .

2.2.2. Jaringan Sosial.

Salah satu kunci membangun modal sosial terletak pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan sosial. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan


(24)

dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota-anggota kelompok/ mayarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidakya modal sosial suatu kelompok. Jaringan sosial biasanya terbentuk atas dasar kesamaan garis keturunan, pengalaman-pengalaman sosial turun-temurun dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan (religius beliefs) yang cenderung memiliki keterikatan yang tinggi.

Jaringan dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan atas kesamaan kepercayaan agama. Jaringan sosial bedasarkan kepercayaan agama ini diorganisasikan menjadi sebuah institusi yaitu STM yang bermanfaat terhadap anggotanya untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Didalam STM ini mekanisme modal sosial dilihat dalam bentuk kerjasama, kerjasama tersebut merupakan upaya menciptakan relasi sosial yang saling menguntungkan bagi setiap anggota kelompok.

2.2.3 Nilai dan Norma

Norma sosial tumbuh dan berkembang dalam STM yang memiliki peran dalam mengatur dan mengontrol bentuk-bentuk prilaku anggota dalam STM. Menurut Jousairi Hasbullah, norma didefinisikannya sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma sosial ini biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari


(25)

kebiasaan yang berlaku dimasyarakatnya. Jika didalam suatu komunitas, asosiasi, kelompok atau group, norma tersebut tumbuh, dipertahankan, kuat maka hal ini akan memperkuat hubungan sosial (Hasbullah, 2006;13) .

Francis Fukuyama (dalam Hasbullah, 2006;108) berargumentasi bahwa agama merupakan salah satu sumber utama Modal Sosial. Perkumpulan-perkumpulan keagamaan sangat potensial untuk menghadirkan dan membangun suatu bentuk dan ciri tertentu dari Modal sosial. Ajaran agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma yang menuntut prilaku masyarakat. Agama lah yang menjadi sumber utama inspirasi, energi sosial serta yang memberikan ruang bagi terciptanya orientasi hidup penganutnya. Tradisi yang telah berkembang secara turun temurun juga sebagai sumber terciptanya norma-norma dan nilai, hubungan-hubungan rasional. Tatanan yang terbangun merupakan produk kebiasaan yang turun temurun, dan kemudian membenyuk kualitas modal sosial

Modal sosial (social capital) merupakan isu menarik yang banyak dibicarakan dan dikaji belakangan ini. Dalam laporan tahunannya yang berjudul Entering the 21st Century, misalnya, Bank Dunia mengungkapkan bahwa tingkat modal sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap proses-proses pembangunan. Sehingga diharapkan Kajian modal sosial banyak membawa manfaat. Menurut Lesser (2000), modal sosial sangat penting bagi komunitas karena ia: (1) mempermudah akses informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6)


(26)

Wafa, dalam penelitiannya (2003), melihat bagaimana modal sosial bermanfaat bagi kelompok tani “mardi Utomo”. Hal ini dapat dilihat dari, (1) adanya trust yang menyebabkan mudahnya dibina kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit) diantara anggota sehingga mendorong timbuknya hubungan resiprokal. Hubungan yang bersifat resiprokal akan menyebabkan social capital semakin kuat dan bertahan lama karena hubungan timbal balik yang menguntungkan dan memenuhi unsur keadilan (fairness); (2) adanya mekanisme kontrol, dimana sanksi diberlakukan kepada anggota yang melanggar ketentuan yang menjadi konsensus bersama berupa sanksi moral stigma dicap sebagai wong males dan sanksi non-moral berupa tindakan resiprokal; (3) pekerjaan petani membuat mobilitas yang rendah sehingga memungkinkan mereka untuk bertemu dengan intensitas yang tinggi; (4) tujuan kelompok sosial yang bersifat realistis yaitu langsung menyentuh kepada anggota dengan menjadikam social capital dalam kelompok tani dapat berjalan. Sehingga modal sosial bermanfaan dalam mencapai tujuan kelompok tani “Mardi Utomo” yaitu memenuhi kebutuhan rumah dan pengolahan sawah bagi anggotanya.

Pudnam melihat bahwa modal sosial bermanfaat dalam menguatkan demokrasi. Bentuk manfaat lain dapat dilihat pada arisan sebagai salah satu potensi modal sosial yang memiliki kekuatan trust dan jaringan yang kuat. Manfaat modal sosial pada kelompok ini berupa pertukaran informasi antara anggotanya, keberagaman latar belakang anggota, memuat informasi yang mereka pertukarkan sangat beragam dan menambah wawasan (Kompas, 22 Oktober 2006).

Hakikat dari modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil


(27)

interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut. Sebagai mahluk sosial tidak ada individu yang hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu tidak ada satu masyarakat atau bentuk komunitas yang tidak memiliki modal sosial. Pola hubungan sosial ini lah yang mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif antar warga masyarakat. Dengan demikian, masyarakat tersebut mampu mengatasi masalah mereka bersama-sama (partisipasi aktif). (Ibrahim, 2006)

2.3. Social Capital Bonding

Pengertian Social capital Bonding adalah, tipe modal sosial dengan

karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain. Yang mungkin masih berada dalan satu etnis. Disini masih berlaku adanya sistem kekerabatan dengan system klen. Dibanyak daerah klen masih berlaku. Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati. Kebersamaan. Bisa juga mewujudkan sara simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal-balik dan nilai budaya yang meraka percaya. Rule of low/ aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal seperti aturan undang-undang. Namun ada juga sanksi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakat berupa pengucilan, rasa tidak hormat, bahkan dianggap tidak ada dalam lingkungan komunitas. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak


(28)

melaksanakan bagian dari masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, norma-norma itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi atau adat istiadat (custom) merupakan tata kelakuan yang kekal serta integrasi yang kuat dengan pola-pola prilaku masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk mengikat dengan beban sanksi bagi pelanggar

Dari hasil penelitian yang dilakuakn oleh Robert Pudnam dimana ia membagi tipologi modal sosial berdasarkan pola-pola interelasi sehingga menghasilka Social capital Bonding/ eksklusif, dimana nuansa hubungan yang terbentuk mengarah pada inward looking. Modal sosial terikat (Bonding Social Capital) cenderung bersifat eksklusif dimana terdapat ciri khas yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok, dalam konteks ide relasi dan perhatian lebih berorientasi ke adalam (inward looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogen, bisa karena dipengaruhi oleh latar belakang suku yang sama dan agama yangs sama serta memiliki kemampuan untuk mempertahankan nilai-nilai yang turun temurun telah dijalankan dan diakui sebagai bagian dari tata perilaku dan perilaku moral dari kelompok yang homogen tersebut. Kelompok yang homogen tersebut cenderung bersifat konservatif dan lebih mengutakan diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka.

Ciri-ciri Sosial Capital Bonding meurut Robert Pudnam adalah: a. Terikat/ ketat, jaringan yang eksklusif

b. Pembedaan yang kuat antara “orang kami” dan orang luar c. Hanya ada satu alternative jawaban


(29)

e. Kurang akomodatif terhadap pihak luar


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dimana studi kasus merupakan suatu analisa fenomena sosial yang mengacu pada objek studi, seperti individu, kelompok, komunitas masyarakat dan insitusi. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail dan komprehensif (Faisal, 1999:22). Tujuan dari studi kasus adalah, untuk melihat bagaimana tindakan dan prilaku seseorang, sekelompok orang atau komunitas yang berkembang pada periode waktu tertentu. Studi kasus tepat digunakan bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how’ atau “why” (Yin,1997;1) .

Peneliti menggunakan pendekatan ini dengan tujuan ingin melihat dan mengetahui bagaimana bentuk fenomena modal sosial dalam Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha secara kualitatif serta bagaimana modal sosial bermanfaat bagi anggota serikat tolong menolong tersebut, sehingga diperoleh kajian yang lebih maksimal secara mendalam dan spesifik.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di STM Dos Roha yang berada di Keluruhan Tanjung Sari Psr II Kecamatan Medan Selayang Medan. Pada daerah penelitian ini terdapat beberapa organisasi kemasyarakatan yang memiliki eksistensi yang tinggi


(31)

dan mampu bertahan sampai saat ini. Salah satunya Adalah Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha. Sehinga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di daerah ini. Selain itu karena peneliti berdomisili pada daerah ini sehingga akan lebih memudahkan dalan melakukan proses pengumpulan data.

3.3. Unit Analisis dan Informan Unit Analisis

Unit analisis merupakan salah satu karakteristik dari penlitian sosial dimana objek penelitian meliput jumlah yang cukup luas, Adapun yang menjadi unit analisis pada penelitian ini di bagi atas :

1. Informan kunci :

Pengurus STM yang dianggap mengetahui benar keseluruahan tetang STM karena selain sebagai pengurus secara otomatis pengurus juga adalah bagian dari anggota STM

2. Informan utama :

Informan utama dalam penelitian ini adalah anggota STM dengan karakteristik sebagai berikut :

- Terdafta sebagai anggota STM

- Aktif mengahadiri berbagai kegiatan STM Dos Roha


(32)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang dibagi dalam data primer dan data skunder.

1. Data Primer

Data sekunder merupakan data yang langsung diperoleh dari sumber informan yang ditemukan dilapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan informasi (data), memperoleh keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari responden dengan berbicara langsung dengan orang tersebut.

Aspek-aspek yang diwawancarai dalam penelitian ini berkaitan dengan bentuk elemen-elemen pokok modal sosial seperti kepercayaan (trust), jaringan sosial (social network), pranata/institusi (institution) yang terdapat dalam STM Dos Roha, serta bagaimana bentuk modal sosial tersebut bermanfaat terhadap anggota STM dan lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk menggali informasi guna memperoleh data primer/ data pokok.

2. Observasi

Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak mengunakan “media-media transparan” (Bungin, Burhan, 2001: 143). Hal


(33)

ini berkaitan dengan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk mendapatkan data yang mendukung hasil dari wawancara. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini berhubungan dengan objek penelitian yaitu anggota STM Dos Roha serta elemen-elemen pokok modal sosial yang mereka miliki.

2. Data Skunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh ecara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain. Pencatatan dokumen diperoleh dengan mengumpulkan dari berbagai sumber data sekunder yakni studi kepustakaan, peneliti berusaha mendapatkan suatu landasan teori yang kuat dari berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal serta dokumen lainnya yang berhubungan langsung dengan penelitian.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan sejak peneliti mulai melakukan observasi kemudian wawancara yang didukung dengan interview guide sampai kepada dokumentasi lapangan. Setelah semua data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan tahap berikutnya yang dilakukan adalah tahap analisa data. Dimana pada tahap ini data diintepretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang tidak lepas kaitannya dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisa kualitatif, yakni proses pengolahan data dimulia dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan.


(34)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

Kegiatan Bulan I

Bulan II

Bulan III

Bulan IV Bulan V

Bulan VI Pengajuan judul X

Penyusunan proposal

X X Seminar proposal X

Revisi proposal X X X X

Pengurusan izin adm.penelitian

X Membuat interview

Guide

X X Observasi dan

Wawancara

X X X X X

Interpretasi Data XX XX

Penyusunan Laporan Penelitian

X X X X Revisi Laporan

Penelitian

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian terutama disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Keterbatasan lain terkait dengan metode penelitian kualitatif yang saya gunakan, dimana dibutuhkan wawancara mendalam. Dalam mendapatkan informasi dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat melakukan wawancara. Selain itu keterbatasan waktu karena wawancara baru dapat dilakukan pada waktu sore atau malam hari setelah informan pulang dari pekerjaan mereka. Walaupun sebagian adalah ibu rumah tangga namun tetap saja kesibukan sebagai ibu rumah tangga kerap menjadi pengahalang dalam melakukan wawancara.


(35)

Walaupun demikian, peneliti tetap berusaha untuk melakukan rangkaian

kegiatan penelitian sebaik mungkin agar hasil yang diperoleh dapat


(36)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Masyarakat Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik Kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar (metro), serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di Indonesia. Sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.

Ciri penting lainnya dari penduduk Kota Medan adalah kemajemukan agama, adat istiadat, seni budaya dan suku yang sangat heterogen. Oleh karenanya, salah satu ciri utama masyarakat Kota Medan adalah terbuka. Pluralisme kependudukan ini juga yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat


(37)

kesan Miniatur Indonesia di Kota Medan, ditambah dengan “Melting Potnya

Kebudayaan Bangsa”. Kota Medan merupakan kota yang dihuni oleh bermacam etnis yaitu suku melayu, suku batak (batak toba, karo, simalungun, pakpak, mandailing), suku nias, suku tionghoa. Pada awalnya semua suku-suku tetrsebeut merupakan pendatang yang bermigrasi ke medan. Kecendrungan manusia sebagai seorang indivu dan mahkluk sosial harus memenuhi kebutuan akan berinteraksi dan besosialisasi. Sehingga para pendatang tersebut akan mencari/ berkumpul dengan orang-orang yang sama dengan mereka. Persamaan itu bisa agama, suku, asal daerah, wilayah tempat tinggal, pekerjaan.

Sehingga muncullah kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok perempuan, kepemudaan, keagamaan (majelis taklim), PKK, LKMD. Kota medan seiring waktu berkembang menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Dengan masyarakatnya yang semakin kompleks dan sarat akan kehidupm yang metropolis. Kehidupan kota yang erat dengan sifat-sifat individualis, mobilitas dan tuntutan hidupan yang tinggi sehingga intensitas untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar semakin hari semakin sedikit. Namun masih dijumpai banyak organisasi kemasyarakatan yang berjalan dengan baik dan mampu menjalankan perannya serta memberi manfaat yang banyak bagi masyarakat umum dan anggota organisasi itu sendiri pada khususnya.


(38)

Tabel 1

Komposisi Suku Bangsa di Kota Medan

No Suku – Bangsa Jumlah

(orang) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jawa

Batak Toba, Batak Tapanuli Cina

Mandailing dan Angkola Minang Melayu Karo Lainnya Aceh Simalungun Nias Pakpak (Dairi) 628.898 365.758 202.839 178.308 163.774 125.557 78.129 75.253 53.011 13.159 13.078 6.509 33,03 19,21 10,65 9,36 8,60 6,58 4,10 3,95 2,78 0,69 0,68 0,34

Total 1.904.273 100,00

Sumber: BPS Sumatera Utara Tahun 2000

Dari tabel dapat dilihat bahwa komposisi penduduk kota medan didominasi oleh suku jawa. Suku batak merupakan penduduk terbanyak kedua yang menghuni kota medan. Walaupun suku batak merupakan suku pendatang namun tak jarang orang mengaitkan kota medan dengan suku bataknya serta budaya batak itu sendiri.

Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. Namun kebutuhan manusia untuk terus berinteraksi dengan yang lain yang merupakan syarat utama aktivitas-aktivitas sosial. Sehingga setiap manusia akan mencari kelompok sosial lainnya. Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling

berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh

mempengaruhi perilaku para anggotanya.

Disamping sebagai individu-pribadi, manusia adalah mahluk sosial, sehingga merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk memerlukan orang lain.


(39)

Hubungan seseorang individu dengan manusia lain membentuk jaringan yang berlapis dan tumpang tindih. Seseorang merupakan bagian dari keluarga inti (nuclear familiy). Anggota keluarga besar (extendet familiy), kelompok marga, klub olahraga, asosiasi profesi, warga kampung, kelompok hobi, pelanggan listrik, anggota partai politik, pemirsa televisi, anak medan, warga Sumatera Utara, bangsa Indonesia, bagian dari Negara berkembang.

Paguyuban adalah bentuk kahidupan di mana anggota-nggotanya diikat hubungan batin murni dan bersifat alamih serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut aadalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya. Menurut Tonnies, di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu diantaranya adalah : paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong, contoh : Rukun tetangga, Rukun warga, Arisan (Soekanto, 2002, 132). Menurut Pelly (1994), ikatan kekerabatan yang muncul di kota Medan merupakan salah satu strategi adaptasi etnik agar dapat bertahan (survive), khususnya bagi pendatang baru. Ini menunjukkan bahwa studi yang menyatakan bahwa hubungan antar kerabat akan melemah pada masyarakat perkotaan tidak sepenuhnya berlaku, khususnya di Kota Medan

Kgiatan berorganisasi adalah sebagai refleksi hubungan aktif antara warga yang justru merupakan modal sosial masyarakat di perkotaan. Bagaimana kehidupan berorganisasi antara warga mampu menyelesaikan masalah bersama. Bagaimana


(40)

kepentingan kelompk (agama, etnis, usia, gender, dan sebagainya) dalam masyarakat disalurkan melalui kegiatan bersama dalam organisasi guna menghadapi masalah bersama.

Dalam kehidupan berorgansiasi, tercermin kerjasama antar anggota yang saling menguntungkan dan modal sosial akan memperkuat modal-modal lain yang ada di masyarakat. Jelas bahwa individu hanya akan memiliki modal manusia, bukan modal sosial, apabila individu tidak menjalin hubungan individu lainnya di dalam masyarakat. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprokal.

Suku batak yang memiliki sisitem kekerabatan yang kuat dan memegang teguh akan adat istiadatnya yang dipersatukan oleh marga. Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling utama dari tujuh nilai inti budaya utama masyarakat batak. Nilai inti kekerabatan masyarakat batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu. Hubungan kekerabatan dalam hal ini terlihat pada tutur sapa baik karena pertautan darah ataupun pertalian perkawinan. Orang batak yang semarga merasa bersaudara kandung sekalipun mereka tidak seibu-sebapak. Mereka saling menjaga, saling melindungi, dan saling tolong-menolong. Sekalipun di rantau suku Batak selalu peduli dengan identitas sukunya, seperti berusaha mendirikan perhimpunan semarga atau sekampung dengan tujuan untuk menghidupkan ide-ide adat budayanya. Mereka mengadakan pertemuan secara berkala dalam bentuk adat ataupun silaturahmi. Dari sini lah dijumpai perkumpulan-perkumpulan marga serta Serikat Tolong Menolong (STM) atas dasar kesamaan suku yaitu suku batak dan Kesamaan agama yaitu agama kristen.


(41)

4.2 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Sari

Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.Ditinjau secara geografis maka letak wilayah berbatasan dengan:

- Sebelah Utara :Berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo Medan

Sunggal

- Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang Medan Tuntungan

- Sebelah Timur :Berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, dan Kelurahan Sempakata

- Sebelah barat :Berbatasan dengan Kelurahan Asam Kumbang dan

Kelurahan Tanjung Selamat

Penduduk Kelurahan Tanjung Sari umumnya memiliki tingkat pendidikan walaupun sebagian besar adalah tamatan SLTA sebanyak 70,04%. Pendidikan merupakan pendukung peningkatan sumber daya manusia (SDM). Hal ini bisa dilihat dari sarana pendidikan yang tersedia mulai tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah dasar (SD), SLTP, SLTA, Lembaga Pendidikan Agama, Tempat Kurus, sampai perguruan tinggi yang tersedia.


(42)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah

(jiwa) Persentase % 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9 10. Belum/tidak sekolah Tamat SD/ sederajat SLTP/ sederajat SMU/ sederajat D-1 D-2 D-3 S-1 S-2 S-3 2414 3160 1808 19148 97 88 215 306 76 25 8,83 11,56 6,61 70,04 0,35 0,32 0,79 0,12 0,28 0,10

27337 100

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Tabel 3

Prasarana Pendidikan

No Prasarana Jumlah/

Unit Kondisi Rusak/ Tidak 1 2 3 4 5 TK SD/Sederajat SLTP/ Sederajat SLTA/ Sederajat PERGURUAN TINGGI 6 6 4 2 2 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Total 20 Tidak

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Mata pencaharian merupakan sumber penghidupan penduduk yang juga dapat dijadikan indikator tingkat kesejahteraan penduduk. Penduduk Kelurahan Tanjung Sari memiliki mata pencaharian yang beragam. Mulai dari yang didominasi oleh buruh/ swasta, pegawai negri, pedagang sampai pengemudi becak. Hal ini tidak lepas dari tingkat pendidikan penduduk yang pada umumnya adalah tamatan SLTA. Keadaan ini diperkuat dengan situasi pemukiman yang sepanjang jalan merupakan tempat usaha/ pertokoan.


(43)

Table 4

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Jenis mata

pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12 13 14 15 16 17 Buruh/ swasta Pegawai negeri Pengrajin Pedagang Penjahit Tukang batu Tukang kayu Peternak Nelayan Montir Dokter Sopir Pengemudi bajaj Pengemudi becak TNI/ Polri Pengusaha Dll 594 362 174 256 36 42 28 18 - 48 62 154 2 229 43 88 174 25,71 15,67 7,53 11,08 1,55 1,91 1,21 0,77 - 2,07 2,68 6,66 0,08 9,91 1,86 3,80 7,53

Jumlah 2310 100

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Tanjung Sari menganut kepercayaan yang berbeda. Mayoritas adalah pemeluk agama muslim sebanyak 18152 jiwa (66,10%), agama Kristen Protestan sebanyak 7366 jiwa (26,95%), agama Kristen Katholik sebanyak 1199 jiwa (4,39%), agama Hindu sebanyak 373 jiwa (1,36%), agama Budha sebanyak 247 jiwa (0,90%). Namun penduduk setempat hidup berdampingan dan dapat rukun. Masing-masing pemeluk agama dapat menjalanka ibadahnya dengan baik. Kalau umat Islam bebas beribadah ke Mesjid, serta kegiatan-kegiatan keagamaan lain seperti perwiritan, begitu juga umat Keristiani bebas pergi ke gereja setiap minggunya dan kegiatan-kegiatan ibadah lain seperti partamiangan dan acara-acara kebaktian lainnya. Begitu juga dengan pemeluk gama yang lainnya


(44)

Tebel 5

Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Jenis Agama Jumlah (jiwa) Persentase %

1 2. 3. 4. 5. Islam Protestan Katholik Hindu Budha 18152 7366 1199 373 247 66,10 26,95 4,39 1,36 0,90

27337 100

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Kerukunan agama yang terjalin di Kelurahan Tanjung Sari tidak lepas dari prasarana ibadah yang memadai. Dapat dilihat dari jumlah tempat ibadah yang cukup banyak dan dengan jarak yang bisa dikatakan berdekatan. Namun antar pemeluk agama dapat saling bertoleransi. Hal ini tergambar pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Prasarana Ibadah

No Prasarana Jumlah/ Unit %

1 2 3 Masjid Gereja Protestan Gereja Katholik 12 10 1 52,17 43,47 4,34

Total 23 100,00

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Penduduk kelurahan Tanjung Sari selain memiliki keragaman agama mereka juga terdiri atas beragam suku. Suku yang terbanyak adalah suku Jawa sebanyak 15405 jiwa (56,35%), suku Batak Toba sebanyak 5717 jiwa (20,91%), suku Batak Karo sebanyak 3502 jiwa (12,81%), suku Simalungun sebanyak 701 jiwa (2,56%), suku Melayu sebanyak 1920 jiwa (7,02%), dan lain-lain sebnyak 91 jiwa (0,34%). Hal ini dapat dilihat pada table 7 dibawah ini.


(45)

Tabel 7

Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa

No Jenis Etnis Jumlah (jiwa) Persentase % 1 2. 3. 4. 5. 6 Jawa Batak Toba Karo Simalungun Melayu Dll 15405 5717 3502 701 1920 92 56,35 20,91 12,81 2,56 7,02 0,34

27337 100

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Ada beberapa organisasi yang terbentuk di Kelurahan tanjung Sari yang terdiri dari 1 organisasi PKK yang jumlah angotanya ssebanyak 27 orang, 11 Majelis Taklim yang jumlah anggotanya sebanyak 550 orang, 6 Organisasi bapak-bapak yang jumlah anggotanya sebanyak 1288, dan 1 Organisasi LKMD yang jumlah anggotanya sebanyak 26 orang.

Tabel 8

Organisasi Yang Ada Di Kelurahan Tanjung Sari

No Jenis Lembaga

Kemasyarakatan

Jumlah Jumlah

Anggota 1 2 3 4 PKK Mejalis Taklim Organisasi Bapak-Bapak LKMD atau sebutan lain

1 11 6 1 27 550 1288 26 Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Berjalannya pemerintahan Kelurahan Tanjung Sari tidak terlepas dari struktur kepemerintahan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan (Lurah), yang mempunyai tugas menjalankan urusan rumah tangga sendiri, urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Sekretaris lurah bertugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberi pelayanan


(46)

administrasi kepada Lurah. Sedangkan Kepala Seksi bertugas menjalankan kegiatan sekretariat kelurahan sesuai bidang tugasnya.

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

SEKSI PEMERINTAHAN

YANISO. III / b

L U R A H H. ACHYARUDDIN.S.sos.

SEKRETARIS LURAH HULMA PANJAITAN

III / b KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SEKSI KETENTRAMAN DAN

KETERTIBAN MARJUPRI. II / a

SEKSI PEMBANGUNAN

DRISMAN SIMARMATA

SEKSI KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT

SEKSI UMUM JHON LINAR


(47)

4. 3. Profil Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 1. Ir. A. Panggabean

Bapak Ir. A. panggabean pensiunan Pegawai Negri Sipil (PNS) berusia 58, berdomisili di gg Rapi. Saat ini menjabat sebagai ketua STM Dos Roha. Sudah menjadi anggota STM selama 11 tahun. Sosoknya yang merupakan salah satu yang dituakan dan memiliki jiwa kepemimpinan membuat dia dipercaya untuk memimpin STM saat ini. Dikarenakan statusnya yang sudah pensiun saat ini menjadi salah satu alasan kesediannya menjadi ketua, sehingga dapat meluangkan waktunya lebih banyak dalam kepengurusan STM. Sampai saat ini kepemimpinanya masih berjalan dengan baik.

2. Erwin Hutagalung

Bapak Erwin Hutagalung dan istri Br Simanjuntak, berdomisili di gg Karya no 9. Saat ini berusia 57 tahun yang juga sudah menjadi pensiunan pertamina. Erwin Hutagalung menjadi salah satu dari kepengurusan STM Dos Roha. Keangggotaanya dalam STM selama 12 tahun. Keterlibatannya yang cukup lama membuatnya cukup mengatahui tentang seluk beluk STM. Sosoknya yang aktif dan membuat dia dipercaya menjadi salah satu pengurus.

3. Ir. J.H.P. Sipayung

Ir. J.H.P. Sipayung bertempat tinggal di Psr II no 34, istrinya Br napitupulu dan memiliki 4 orang anak yang saat ini semua sedang studi di pulau jawa. Beliau merupakan pensiunan PNS berusia 59 dan sudah 15 tahun menjadi anggota STM. Saat ini merupakan salah satu dari penasehat STM. Selain


(48)

karena sudah menjadi yang dituakan, beliau juga salah satu anggota yang aktif dengan memberikan sumbangan baik itu materi maupun berupa barang seperti piring dan gelas yang merupakan inventaris STM. Situasi keluarga dimana anak-anaknya berada diluar kota membuat dia merasa sangat bermanfaat dengan aktif di STM untuk saling membantu dan sebagai pengisi waktu. 4. Ny. Rumah Horbo Br Silalahi

Ibu rumah tangga ini sudah cukup lama menjadi anggota STM yaitu selama 14 tahun, bertempat tinggal di gg Danau Toba no 3. Ny. Rumah Horbo/ Br Silalahi berusia 52 tahun dan berprofesi sebagai wiraswasta. Kesibukannya dalam berwiraswasta tidak membutnya tidak aktif dalam STM, dan hal ini juga tidak membuat hubungannya dengan anggota yang lain menjadi renggang. Karena walaupun dia tudak sering untuk berinteraksi dengan mengunjungi rumah anggota yang lain namun diacara adat diluar STM atau bertemu di Gereja dengan anggota yang lain masih terjalin dengan baik. 5. R. Siahaan

R. Siahaan bertempat tinggal di gg RPL Tobing no 1 dan bekerja sebagai wiraswasta. Beliau merupakan salah satu anggota yang berusia muda yaitu 35 tahun. Kenggotaannya dalam STM juga baru 2 tahun. Samapai saat ini beliau masih berusaha unruk mempererat lagi hubungan dengan anggota yang lain. Walaupun dia merasa sudah diterima dengan baik. Walau masih muda namun sudah ada keinginan untuk menjalin kekerabatan dengan sama orang batak.


(49)

6. Uli Simbolon

Uli Simbolon bertempat tinggal Psr dua no 40, berusia 40 dan bekerja sebagai wiraswasta. Keanggotaanya dalam STM selama 9 tahun. Sejak kecil sudah tinggal di PSr II, saat sudah menikah beliau masuk menjadi anggota STM. Jadi beliau cukup mengenal bagaimana kehidupan sosial daerah ini. Sebelumnya orang tua uli simbolon juga merupakan anggota dari STM sehingga sudah banyak mengenal anggota STM lainnya.

7. Ny Sipayung Br Damanik

Beliau sudah lama menjadi anggota STM yaitu selama 14 tahun, ibu ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang juga berwiraswasta membuka warung dirumahnya. Beliau mempunyai 3 orang anak, diantara ibu-ibu anggota STM lainnya beliau bisa dikatakan cukup aktif. Hal ini terlihat pada saat perayaan keagamaan seperti Natal atau Paskah yang diadakan STM beliau sering ambil bagian dalam kepanitiaan.

8. Soaloon Hutagalung

Beliau bertempat tinggal di PSr II no 44, berusia 60 tahun dan sudah 12 tahun menjadi anggota STM. Saat ini sudah pensiun dan banyak menghabiskan waktu pada perkumpulan-perkumpulan seperti marga, gereja STM, dan aktif menghadiri acara-acara adat. Selama ini sudah beberapa kali menjadi pengurus dalam kumpulan marga sehingga juga dipercaya menjadi pengurus STM melihat pengalamannya dalam berorganisasi.


(50)

4.4 Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha Sebagai Sebuah Organisasi

Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha adalah bentuk persatuan yang merupakan serikat dari sejumlah warga yang di dasari ingin saling mengenal, tolong menolong dalam suka dan duka, serta adanya rasa senasib dan sepenanggungan sesama anggota STM. Serikat ini diberi nama : Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha. Serikat Tolong Menolong Dos Roha muncul dari keinginan orang-orang batak yang berada di Kelurahan Tanjung Sari khususnya Lingkungan Pasar II pada tahun 1985 untuk berkumpul bersama sesama orang batak dimana STM Dos Roha dijadikan sebagai wadah bersosialisasi dan menjalin komunikasi, sehingga menciptakan sistem kekerabatan yang semakin erat.

Homogenitas STM terbentuk atas dasar kesamaan suku dan agama yang berada pada wilayah yang sama, dalam hal ini adalah sesama suku Batak dan umat Kristen. Maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari berkumpul dengan sesama suku batak selain hekekat manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai pendatang di Kota Medan, mereka terdesak oleh situasi lingkungan yang baru. Agar dapat survive mereka harus menyatukan diri dalam satu wadah dalam hal ini adalah STM. Dengan harapan sesama anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong dan hidup harmonis. STM Dos Roha yang berada di Kelurahan Tanjung Sari pada mulanya terbentuk dari beberapa kepala rumah tangga, yang mana diperoleh informasinya dari salah seorang anggota STM Dos Roha Bapak G. Pakpahan yang menceritakan awal terbentuknya STM ini:


(51)

“….dulu STM ini hanya beberapa kepala rumah tangga saja, karena jumlahnya yang sedikit itulah yang membuat orang batak disini merasa perlu untuk berkumpul dan saling membantu satu sama lain. Lama kelamaan karena bertambahnya penduduk disini dan orang batak pun sudah bertambah jumlahnya jadi STM ini semakin berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah anggotanya….”

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa ide untuk membentuk STM ini didasari adanya keinginan untuk membentuk kelompok sebagai wadah kegiatan-kegiatan sosial yang sifatnya tolong menolong dengan tujuan bahwa setiap anggota yang terlibat didalamnya berperan secara aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang mampu merekatkan kehidupan sosiabilitas khususnya bagi mereka yang memiliki kesamaan budaya dan agama.

STM (Serikat Tolong Menolong) merupakan sebuah potensi modal sosial yang memiliki pengaruh kuat pada kehidupan berorganisasi di masyarakat. Kelompok atau organisasi yang terbentuk itulah merupakan modal sosial bagi masyarakat batak yang ada di perantauan khususnya yang datang dan bermukim di kelurahan Tanjyng Sari Psr II. Adapun keuntungan yang diperoleh dari keikutsertaan dalam sebuah organisasi dalam hal ini adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-nilai budaya khususnya nilai budaya batak meskipun mereka sudah menetap di Kota Medan. Hal ini berkaitan dengan adanya relasi-relasi yang dibangun karena kesamaan etnisitas dan agama sehingga meciptakan modal sosial. Keanggotaan STM yang sifatnya homogen akan memiliki acuan bertindak yang sama dan secara bersama-sama pula dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan berbersama-sama. Dalam hal ini kemampuan organisasi STM dalam memanfaatkan modal sosial yang kuat akan menjadikannya sebagai asosiasi informal yang kuat karena didalamnya terdapat


(52)

nilai-nilai budaya batak dan agama serta aturan yang telah ditetapkan secara bersama-sama. Sehingga anggota STM diharapkan akan terbiasa dengan segala nilai dan aturan tersebut.

4.4.1. Keterkaitan Antara Budaya Batak Dalam Berbagai Kegiatan Dalam STM Dos Roha

Keterkaitan antara struktur sosial batak dengan social capital pada serikat tolong menolong Dos Roha, merupakan suatu sumber daya yang dapat digunakan oleh setiap anggota yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur sosial mampu menciptakan social capital pada suatu kelompok sosial yang ada dan social capital itu sendiri haruslah embedded1

Bentuk yang paling nyata berperannya aspek budaya pada berbagai kegiatan dalam STM Dos Roha ini adalah hubungan kekerabatan. Menurut Sihombing (1986 : 71), struktur sosial kekerabatan/ kekeluargaan pada suku batak atau yang sering disebut dengan Dalihan Natolu

dengan struktur sosial tersebut.

2

1. Dongan sabutuha (teman semarga) Yaitu keluarga yang posisinya sejajar/ setingkat seperti saudara semarga sehingga disebut manat mardongan tubu yang berarti hati-hati menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.

, adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan terdiri atas tiga unsur hubungan yaitu:

1

Embedded, merupakan derajat kerekatan yang tinggi yang akan berpeluang menciptakan organisasi-organisasi modern dan memiliki integritas yang tinggi pula.

2

Dalihan Na Tolu : Sistem Kekerabatan Suku BatakBisa juga disebut sebagai The Philosophy of Life -nya orang Batak. Secara harfiah Dalihan berarti tungku tempat dudukan periuk/kuali, Na Tolu berarti ‘yang tiga’. Jadi Dalihan Na Tolu berarti tungku yang terdiri dari 3 kaki. Secara istilah, Dalihan Na Tolu berarti 3 posisi ‘duduk’ seseorang dalam sistem kekerabatan, yang mengatur hak dan kewajiban dalam memperlakukan sesama.


(53)

2. Hulahula (keluarga dari pihak istri) Yaitu keluarga laki-laki pihak istri atau yang semarga dengan istri. Merupakan posisi terhormat dalam sistem kekerabatan sehingga disebut somba marhula-hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. Bahkan anak kita kelak sangat hormat kepada saudara laki-laki istri, melebihi hormat kepada orang tuanya. Dalam setiap kesalah pahaman, Hula-hula berada dalam posisi menang terlepas dari benar atau salah.

3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki kita) Terdiri dari saudara perempuan dan pihak marga suaminya dan keluarga perempuan dari pihak ayah. Merupakan tingkat paling rendah dalam sistem kekerabatan. Dalam kehidupan sehari-hari disebut elek marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkah. Kita bahkan harus lebih mengasihi anak dari saudara perempuan kita melebihi anak kita sendiri.

Hubungan kekeluargaan diantara unsur dalihan natolu diatas haruslah saling menjaga dan memelihara agar ketiga hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Coleman dalam (Jurnal Masyarakat, 2002), bahwa struktur sosial merupakan suatu sumberdaya yang dapat digunakan oleh aktor untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Disini menunjukkan bahwa struktur sosial mampu menciptakan social capital pada suatu kelompok sosial yang ada. Ini menunjukkan social capital itu sendiri haruslah embedded dengan struktur sosial.

Konsep modal sosial yang dikembangkan oleh Linda Ibrahim dalam (Jurnal Masyarakat, 2002), dikatakan bahwa modal sosial ditingkat kehidupan berorganisasi


(54)

pada masyarakat perkotaan merefleksikan tindakan kolektif setiap anggota dalam kelompok dalam mengatasi setiap permasalahan secara bersama. Termasuk dalam hal ini yang mengkaji tentang hubungan sosial antar anggota STM Dos Roha di Kelurahan Tanjung Sari ini yang menunjukkan bahwa masih adanya kehidupan sosiabilitas, dengan ikatan kekeluargaan dan sikap saling tolong menolong serta dibarengi dengan berbagai kegiatan sosial.

Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan tidak hanya mencakup kegiatan sosial namun juga meliputi kegiatan ekonomi. Secara umum kegiatan sosial STM yang rutin dilakukan adalah seperti membantu setiap acara-acara keluarga yang sifatnya hajatan untuk pesta perkawinan dan membantu setiap anggota yang mendapat musibah seperti meningggal dunia. Polanya, baik kaum ibu ataupun bapak mendatangi tempat setiap rumah anggota yang memiliki hajatan atau anggota yng ditimpa musibah dengan menyumbangkan tenaga secara sukarela. Tenaga sukarela tersebut disamping dipandang sebagai satu kewajiban anggota kelompok, juga merupakan investasi langsung karena mereka yang membantu tersebut dijamin akan mendapat perlakuan (bantuan) yang sama ketika mereka menyelengarakan hajatan ataupun ketika mereka ditimpa musibah yang serupa. Biasanya mereka datang secara sepontan bila mendengar informasi tanpa harus diundang secara resmi.

Dari hasil temuan lapangan mengenai kehidupan berorganisasi STM Dos Roha dapat dideskripsikan bahwa keseluruhan informan terlibat secarta aktif dalam berbagai kegiatan STM dimana keaktifan dalam kehidupan berorganisasi, setiap anggota mengakui bahwa dalam satu bulan mereka menghadiri minimal satu kali kegiatan rutin STM. Selain kegiatan sosial ada beberapa kegiatan keagamaan yang


(55)

rutin dilaksanakan oleh seluruh anggota yaitu pertemuan rutin untuk berkumpul untuk suatu tujuan tertentu yakni untuk beribadah (partamiangan). Pertemuan tersebut diadakan di rumah anggota STM secara bergiliran yang jadwalnya sudah diatur setiap bulannya.

STM ini berkedudukan di Kelurahan Tanjung Sari Pasar II Kecamatan Medan Selayang, dengan wilayah:

o Batas Utara : Mulai dari Jl. Setia Budi, Gg. Rambutan sampai sungai di Taman Perkasa Indah.

o Batas Timur : Mulai dari Jl. Setia Budi,,Gg. Rambutan sampai Pasar III.

o Batas Selatan : Mulai dari Jl. Setia Budi, sekitar Pasar III sampai sungai Perumahan taman perkasa Indah.

o Batas Barat : Mulai dari lurusan Pasar III samapai sungai Perumahan Taman Perkasa Indah.

4.4.2 Tujuan Keanggotaan dan Struktur Organisasi Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha

Serikat Tolong Menolong (STM) DOS ROHA ini bersifat sosial dengan tujuan :

1. Mempererat hubungan kekeluargaan sesama anggota STM dengan

kegiatan pertemuan-pertemuan rutin dalam bentuk Partamiangan sekali dalam sebulan, turut berperan serta dalam kegiatan sosial dan adat.


(56)

2. Memberi bantuan sebagai perwujudan rasa dan sifat sosial kepada sesama anggota yang mendapat sukacita atau pesta dan yang mendapat dukacita karena kemalangan, dengan bantuan moral maupun materil.

Serikat ini berazaskan musyawarah untuk mufakat, gotong-royong senasib dan sepenanggungan dalam suka dan duka.STM ini berlandaskan idiologi Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undag Dasar 1945.

Adapun yang menjadi anggota Serikat ini adalah : 1. Keluarga yang beragama Kristen.

2. Berdomisili dalam batas wilayah sebagaimana yang ditetapkan.

3. Resmi diterima menjadi anggota STM Dos Roha, terlebih dahulu melapor kepada komisaris setempat dimana dia tinggal/ berdomisili lalu dimusyawarahkan dengan pengurus dan anggota dan diberi waktu Selama tiga bulan untuk uji coba kepada calon anggota sebagai bahan petimbangan kepada STM. Setelah itu membayar uang pangkal/ pemasukan sebesar Rp.100.000; (Seratur Ribu Rupiah)

4. Penerimaan anggota kepada anak anggota STM, yang sudah kawin/

berkeluarga. Terlebih dulu melapor kepada komisaris setempat dimana dia tinggal atau berdomisili, lalu dimusyawarahkan dengan pengurus dan anggota dan setelah dipertimbangkan oleh STM untuk layak diterima, maka dia resmi menjadi Angggota STM Dos Roha dengan membayar uang pangkal atau pemasukan Rp.100.000 (Seratus ribu rupiah)

Semua anggota STM mempunyaa hak dan kewajiban yang harus dijalankan sebagaimana yang sudah disepakati dalam AD/ART, yaitu:


(57)

Hak Anggota STM

1. Setiap anggota berhak memilih dan dipilih sebagai pengurus. 2. Setiap anggota berhak mengajukan usul.

3. Setiap anggota berhak mendapat bantuan sosial dalam kemalangan. Hak anggota dalam dukacita/ kemalangan

1. Apabila anggota (suami/istri) meninggal dunia, maka akan mendapat bantuan dari STM sebesar rp.15.000; (Lima Belas Ribu Rupiah) per keluarga.

2. Apabila tanggungan (anak, orang tua, keluarga) yang menjadi tanggungan anggota meninggal dunia, maka akan mendapat bantuan STM sebesar Rp. 10.000; (Sepuluh Ribu Rupiah) per keluarga.

3. Jika anak anggota meninggal dunia dan tidak diupacarakan maka akan mendapat bantuan dari STM sebesar Rp. 2.000; (Dua Ribu Rupiah) per keluarga.

4. Untuk tamu yang meningal dunia dirumah anggota STM, maka akan

mendapat bantuan dari STM sebesar Rp. 2.000 (Dua Ribu Rupiah) perkeluarga.

5. Apabila orang tua dan menantu kandung dari pada anggota STM

meninggal dunia diluar wilayah STM maka STM akan datang Manise/ mangapuli dan memberikan uang kepada yang kemalangan sebesar Rp. 25.000; (Dua puluih Lima Ribu Rupiah) sebagai pengganti Gula/ Kopi) 6. Apabila ada anggota STM dua keluarga atau lebih yang bersaudara


(58)

yang berhak menerima bantuan dari STM hanya satu keluarga saja, yaitu saudaranya yang tertua (sulung).

1. kalau anggota mengadakan perta perkawina anak laki-laki dan melalui adat na gok maka STM akan memberikan tumpak sebesar Rp. 30.000; (Tiga Piluh Ribu Rupiah).

2. Kalau anggota mengadakan pesta perkawinan anak perempuan melalui adat na gok maka STM akan memberikan ulos seharga Rp. 30.000; (Tiga Puluh Ribu Rupiah).

3. Kalau anggota langsung mengadati maka STM akan memberikan tumpak sebesar Rp. 30.000; (Tiga Puluh Ribu Rupiah).

4. kalau ada anggota STM yang menanggungjawapi pesta (manghasuhutton) yang bukan anaknya, misalnya : anak saudaranya, STM akan memberikan sumbangan sebesar Ulos ragi Hotang yang sedang.

Kewajiban Anggota STM

1. Setiap anggota mematuhi semua aturan-aturan yang ditetapkan oleh rapat anggota.

2. Setiap anggota wajib mengikuti pertamiangan sekali dalam satu bulan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

3. Setiap anggota wajib hadir minimal sampai jam 01.00Wib, bilamana ada anggota yang kemalangan.

4. Setiap anggota wajib berperan serta dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan kemalangan yang ada pada anggota mulai dari sejak meninggal sampai penguburan.


(59)

5. Setiap anggota wajib ikut serta bersama-sama memberi penghiburan/ mangapuli pada waktu yang ditentukan, terutama yang di komisaris tersebut (anggotanya).

6. Setiap anggota wajib berperan serta dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan pesta-pesta adat, perkawinan dan kegiatan pesta lainnya yang ada pada anggota STM, dengan lebih dahulu anggota tersebut memberitahukan kepada STM.

7. Setiap anggota wajib membayar dengan segera setiap kewajiban materi yang ditetapkan oleh STM untuk keperluan kemalangan, pesta natal, ulang tahun STM dll.

8. Setiap anggota STM Dos Roha wajib membayar iyuran bulanan sebesar Rp. 1.000; (Seribu Rupiah) per bulan atau Rp. 12.000; (Dua Belas Ribu Rupiah) per tahun.

Berikut Struktur Organisasi STM a. Penasehat

b. Pengurus Harian

1. Ketua Umum

2. Ketua I 3. Ketua II 4. Ketua III

5. Sekretaris Umum 6. Sekretaris I 7. Bendahara I


(60)

8. Bendahara II c. Komisaris-Komisari 1. Komisaris I 2. KomisarisII 3. Komisaris III 4. Komisaris IV 5. Komisaris V d. Seksi-Seksi

1. Seksi Bidang Umum/ Kepemudaan 2. Seksi Kerohanian/ Sosial

3. Seksi Adat dan Budaya

4.4.3 Sistem kepengurusan Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha

Kepengurusan yang baik sebagai syarat berjalannya sebuah organisasi. Sehingga diperlukan pemimpin/ kepengurusan yang baik dan mampu membuat program-program yang baik dan menjalankan tugas-tugas STM yang sudah disepakati bersama.

Ada beberapa kebijakan yang dibuat menyangkut kepengurusan, yaitu :

1. Pengurus dipilih dan disyahkan oleh Rapat Anggota dengan cara

Musyawarah dan mufakat sekali dalam tiga (3) tahun.

2. Bentuk kepengurusan beserta dengan personil-personilnya ditentukan dalam rapat Anggota.


(1)

karena sudah menjadi yang dituakan, beliau juga salah satu anggota yang aktif dengan memberikan sumbangan baik itu materi maupun berupa barang seperti piring dan gelas yang merupakan inventaris STM. Situasi keluarga dimana anak-anaknya berada diluar kota membuat dia merasa sangat bermanfaat dengan aktif di STM untuk saling membantu dan sebagai pengisi waktu. 4. Ny. Rumah Horbo Br Silalahi

Ibu rumah tangga ini sudah cukup lama menjadi anggota STM yaitu selama 14 tahun, bertempat tinggal di gg Danau Toba no 3. Ny. Rumah Horbo/ Br Silalahi berusia 52 tahun dan berprofesi sebagai wiraswasta. Kesibukannya dalam berwiraswasta tidak membutnya tidak aktif dalam STM, dan hal ini juga tidak membuat hubungannya dengan anggota yang lain menjadi renggang. Karena walaupun dia tudak sering untuk berinteraksi dengan mengunjungi rumah anggota yang lain namun diacara adat diluar STM atau bertemu di Gereja dengan anggota yang lain masih terjalin dengan baik. 5. R. Siahaan

R. Siahaan bertempat tinggal di gg RPL Tobing no 1 dan bekerja sebagai wiraswasta. Beliau merupakan salah satu anggota yang berusia muda yaitu 35 tahun. Kenggotaannya dalam STM juga baru 2 tahun. Samapai saat ini beliau masih berusaha unruk mempererat lagi hubungan dengan anggota yang lain. Walaupun dia merasa sudah diterima dengan baik. Walau masih muda namun sudah ada keinginan untuk menjalin kekerabatan dengan sama orang batak. Dari penuturannya saat wawancara


(2)

“….saya merasa perlu masuk dalam STM karena suatu saat bila terjadi sesuatu pada keluarga saya STM adalah pihak terdekat yang saya rasa dapat membantu saya. Saya tau tetang keberadaaan STM Dos Roha daritetangga yang orang batak Saya juga merasa butuh untuk bersosialisasi dengan sesama saya yang bisa menjadi keluarga saya disekitar tempat tinggal saya dan menjadi orang tua buat kami keluarga kecil yang masih muda ….”

6. Uli Simbolon

Uli Simbolon bertempat tinggal Psr dua no 40, berusia 40 dan bekerja sebagai wiraswasta. Keanggotaanya dalam STM selama 9 tahun. Sejak kecil sudah tinggal di PSr II, saat sudah menikah beliau masuk menjadi anggota STM. Jadi beliau cukup mengenal bagaimana kehidupan sosial daerah ini. Sebelumnya orang tua uli simbolon juga merupakan anggota dari STM sehingga sudah banyak mengenal anggota STM lainnya.

7. Ny Sipayung Br Damanik

Beliau sudah lama menjadi anggota STM yaitu selama 14 tahun, ibu ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang juga berwiraswasta membuka warung dirumahnya. Beliau mempunyai 3 orang anak, diantara ibu-ibu anggota STM lainnya beliau bisa dikatakan cukup aktif. Hal ini terlihat pada saat perayaan keagamaan seperti Natal atau Paskah yang diadakan STM beliau sering ambil bagian dalam kepanitiaan.

8. Soaloon Hutagalung

Beliau bertempat tinggal di PSr II no 44, berusia 60 tahun dan sudah 12 tahun menjadi anggota STM. Saat ini sudah pensiun dan banyak menghabiskan waktu pada perkumpulan-perkumpulan seperti marga, gereja STM, dan aktif menghadiri acara-acara adat. Selama ini sudah beberapa kali menjadi


(3)

pengurus dalam kumpulan marga sehingga juga dipercaya menjadi pengurus STM melihat pengalamannya dalam berorganisasi.


(4)

Skema 1.Hubungan antar elemen modal sosial

PRANATA

* nilai-nilai bersama

* norma & sanksi * aturan-aturan

Kemurahan hati* * Keadilan

Toleransi * * Kolaborasi/Kerjasama Sikap egaliter * * Solidaritas

* Kewajaran Resiprositas *

Kejujuran * * Partisipasi

KEPERCAYAAN JARINGAN SOSIAL


(5)

BAGAN ORGANISASI KELURAHAN LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN NO : Tahun 200 TANGGAL : Juni 200

SEKSI PEMERINTAHAN

YANISO. III / b

L U R A H H. ACHYARUDDIN.S.sos.

III / c

SEKRETARIS LURAH HULMA PANJAITAN

III / b

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

SEKSI KETENTRAMAN

DAN KETERTIBAN

SEKSI PEMBANGUNAN

DRISMAN SIMARMATA

SEKSI KESEJAHTERAA

N MASYARAKAT

SEKSI UMUM JHON LINAR


(6)

LOKASI TEMPAT TINGGAL STM DOS ROHA

KOMP.UNIV. METHODIST MENUJU PEMDA Ny. MARBUN BR. SITOMPUL St. O. SIHOMBING GG.MELUR M. NAINGGOLAN

St. Ir.A. PANGGABEAN G. BETHEL

St. JH. SITUMEANG

M. MUNTHE

St. Drs. M. NAIBAHO

Ny.RUMAHORBO Br. SILALAHI

St. Ir. TP. HUTAGANLING

P. SIANTURI. SH

Ny.SIMBOLON Br. SIGIRO

E. TAMBUNAN

P. LUBIS

H. SIANTURI, SE GG. DANAU TOBA

GG. TATA II

GG. RAPI

D. SITUMEANG

G. SITUMEANG D. SIANTURI

M. SITUMEANG M. SIANTURI PAK MERI

GG. B.CENDANA

SITUMORANG

GG. TENGAH D. PAKPAHAN

Drs. A. SITIO

PDT. SITORUS St.D.RS.D. PANGGABEAN St.Ir.J.SIM ATUPANG

Drs.D.SIHOTANG St.P.RUMAHHIJUK M. SITUMEANG

N.MANALU DrsF.SITORUS

J.M SITORUS S. HT. GALUNG

J.SIANIPAR SILALAHI Ir.SH.MALAU St.S.SITUMEANG A.SITUMEANG G.SIMANJUNTAK

GG. PELITA

T.PURBA

Drs.r.SIMBOLON P.MANIK P.SIAGIAN R.PASARIBU.SH B.L.RAJA R.SIREGAR St.RT.SITUMEANG

IR.P.SIJABAT Ny.HT.GAOL / BR.HUTAJULU K.HUTAHURUK P.SITUMEANG

GG. BAHAGIA

St.G.PAKPAHAN Pdtm.A.ARITONANG L.HT.BARAT

Ny.SINAGA

Br.MALAU P.MANALU M.SIAHAAN J.PANDIANGAN H. MANALU

GG. SAROHA

Ir.JHP.SIPAYUNG

E.HT.GALUNG

Ny.PASARIBU

Br.SIHOMBING Ir.M.TAMBUNAN

GG. KARYA

St.J.SITUMEANG

Ny.PANGGABEAN

Br. LAROSA MP. T.BOLON

GG. B.DEWI

GG. TATA I

GG. TK.TAHU

Drs.P.SIBARANI

R. PURBA Drs.P.SITUMEANG A .HT. BARAT

T. SIBORO Drs.H.SIPAYUNG GG. R AM B UT AN

S ⇒ U

M. HT. BARAT

Ny.HT.BARAT

Br.PANGGABEAN B. HASUGIAN

A. SINAMBELA J L . P S R I I J L . P S R I II