Konsep Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Bank Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuanganperbankan, mantan Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris WanaArthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransilembaga jasa keuangan non bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih. Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat. Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR. f. Tahun 2013 Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank. g. Tahun 2014 Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank sentral ke OJK.

B. Konsep Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Awal mula konsep pembentukan Otoritas Jasa Keuangan dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, hal ini dapat dilihat di Pasal 34 ayat 1. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang ayat 2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Dalam penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia bahwa Otoritas Jasa Keuangan bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang- undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. 63 Dalam konteks kehadiran Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan bukan menggantikan pemain lama yakni BI akan tetapi mengalihkan sebahagian tugas dan kewenangan BI kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk secara bersama-sama dan berkoordinasi dalam mengeluarkan pengaturan dan pengawasan perbankan. Dengan demikian bisa dicermati bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan harus berdasarkan pada prinsip independensi, transparanis dan integrasi. 64 Adanya kekhawatiran oleh para ahli akan adanya benturan kepentingan dalan menjaga stabilitas nilai rupiah dengan pengawasan bank merupakan suatu pertimbangan atas pengalihan tugas pengawasan bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dengan demikian, tugas pengawasan bank harus dipisahkan dari bank sentral. Walaupun secara spesifik tidak ada kesepakatan akan bagaimana bentuk pengawasan bank yang terpisah, tetapi secara umum terdapat persamaan pendapat bahwa fungsi menjaga stabilitas nilai rupiah dengan fungsi pengawasan bank, sebaiknya dipisah. Pengawasan yang dilakukan yaitu terhadap bank dan perusahaan- perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga 63 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No.3 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia. 64 Bisdan sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Ddengan Bank Indonesia, Tesis magister Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013 hal. 78. ini melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. 65 Sebagai lembaga pengawas, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan mampu untuk memberikan kepastian hukum akan keselamatan dan kesehatan bank, stabilitas sistemik dan pengembangan sistem perbankan dan keuangan. Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan dibagi menjadi dua jenis, yang pertama ialah pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter, yang kedua ialah pengawasan yang mendorong bank secara individual tetap sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan bahwa, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Dengan demikian, OJK dalam menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, akuntabel, yang mana mengingatkan pemikiran 65 Penjelasan Pasal 34 ayat 1 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar Good Corporate Governance yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu: 66 1. Transparency keterbukaan informasi. Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu 2. Accuntability akuntabilitas Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada. 3. Responsibility pertanggungjawaban Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. 4. Independency kemandirian Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan 5. Fairness kesetaraan atau kewajaran Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu Otoritas Jasa Keuangan juga harus ada pendekatan hukum dalam memotong birokrasi yang berkepanjangan. Agar tercipta suatu kondisi yang nyaman dan kondusif bagi masyarakat ketika menjalin hubungan dengan bank. Dengan dibentuknya lembaga otonom yang mengawasi jasa keuangan dan bank tersebut dapat diharapkan tujuan pengawasan bank misalnya dapat meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola secara baik dan professional, dan bahwa di dalam bank tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Singkatnya, tujuan pengawasan adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang 66 Bisdan Sigalingging,Op.Cit., hal. 107. memelihan kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. 67 Dengan berbagai permasalahan yang ada, pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan suatu tantangan yang tidak nudah, dimana permasalahan tersebut perlu diindentifikasi terlebih dahulu yang kemudian dikaji kelebihan dan kekurangannya, serta menelaah praktik-praktik dalam membentuk suatu lembaga pengaturan dan pengawasan jasa keuangan. Maka sebagai lembaga yang memiliki kewenangan yang luas perlu adanya prinsip-prinsip, antara lain Independensi, transparansi, Intergrasi. C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan walfare state yang digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara yang menganut sistem demokrasi. 68 Lembaga independen adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara hirarki dengan lembaga negarainstansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau 67 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 127. 68 Bisdan Sigalingging, Op.Cit., hal. 38 badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu lembaga lain yang lebih tinggi. 69 Lembaga pengawasan tersebut bersifat independen dalam menjalankan tugas dan kedudukannya berada di luar pemerintah sehingga tidak dimungkinkan adanya campur tangan. Meskipun demikian lembaga ini mempunyai kewajiban menyampaikan laporan ke BPK Badan Pemeriksa Keuangan dan DPR Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya mengawasi bank lembaga pengawasan jasa keuangan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BI sebagai bank sentral. 70 Untuk menentukan independensi suatu lembaga pengawas, dapat digunakan empat dimensi yang dapat menjadi alat ukur independensi, yaitu regulasi, supervisi, institusi, dan anggaran. Independensi regulasi dan supervisi merupakan independesi inti. Independensi institusi dan anggaran dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan fungsi regulasi dan supervisi terebut. 71 1. Independensi secara regulasi dimaksudkan sebagai kemampuan dari lembaga pengawas memperoleh suatu tingkatan otonomi dalam menetapkan peraturan teknis yang mengatur industri yang diawasinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam kaitan ini, undang-undang yang mengatur indsutri keuangan sebaiknya hanya mengatur hal-hal prinsip sehingga lembaga pengawas dapat leluasa menerbitkan dan mengamandemen regulasi teknis tanpa perlu melibatkan atau melalui proses politik legalisasi. 2. Independensi secara supervisi yakni independensi dalam pengawasan, dengan demikian dalam independensi ini sesuai dengan isi dari pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, bahwa OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang dianggap penting untuk mencapai tujuan. Apabila dalam menjalankan fungsinya ini terjadi campur tangan dari pemerintah, hal ini menjadikan OJK tidak independen secara institusional dalam tugas pengawasan perbankan. 3. Independensi secara institusi, dalam hal ini bisa diartikan bahwa lembaga tersebut secara garis besar terpisah dengan pemerintah ataupun parlemen. Sehingga dalam menjalankan kegiatan operasional, lembaga ini bisa bebas dari intervensi pihak diluar. 69 Lembaga Hukum Harus Bebas Dari Intervensi Politik http:www.nttonlinenow.com index.phpberita-nttdaratan-timor3403-lembagahukum-harus-bebas-dari-intervensi-politik, diakses tgl 5 Desember 2014 70 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, hal. 32. 71 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 79 4. Independensi secara anggaran, dalam hal ini lembaga harus memiliki anggaran tesendiri yang tidak bersumber dari lembaga lain.Tentu saja, apabila dana tersebut bersumber dari lembaga lain maka lembaga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai lembaga yang independen. Di dalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena: 72 1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio 73 2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden Pasal 11 dan Pasal 13. , yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya; OJK berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sektor perbankan tidak perlu memasukkan unsur Ex Officio OJK dari Kemenkeu karena bertentangan dengan hakikat independen yang sesungguhnya. Pencapaian tujuan lembaga publik mutlak diperlukan independen, tetapi norma pengaturan independensi tidak menjadi ukuran keberhasilan dalam mencapai tujuan jika 72 Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3, 2012 hal. 139 73 Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. independensi digerakkan oleh unsur politis apalagi model pengaturan independensi OJK menyertakan unsur Ex Officio OJK dari Kemenkeu. 74 Selanjutnya, pengaturan tentang masa kerja Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam mengukur independensi. Pasal 17 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali; d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 enam bulan berturut-turut; e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; f. tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf h; g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf i; h. memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua danatau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya; i. melanggar kode etik. Meskipun ada unsur pemerintah didalam keanggotaan Dewan Komisioner. Namun berdasarkan isi peraturan diatas, Independensi dalam masa jabatan Dewan Komisioner cukup nyata, karena penghentian anggota Dewan Komisioner dapat terhindar dari alasan politik. Kemudian yang menjadi permasalahan adalah mengenai pembiayaan, bagaimana suatu lembaga yang baru berdiri dengan kewenangan yang demikian besar tidak memiliki sumber anggaran dana dalam melakukan kegiatan 74 Bisdan Sigalingging, Op.Cit., hal. 60 operasional. Dengan demikian terkait dengan hal tersebut ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa: a. OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. b. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat 1. c. Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah penerimaan OJK. d. OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 secara akuntabel dan mandiri. e. Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. f. Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud. Salah satu permasalahan yang berpotensi untuk muncul apabila Otoritas Jasa Keuangan mengenakan pungutan adalah adanya pandangan bahwa pungutan tersebut akan berpotensi menimbulkan moral hazard kecenderungan timbulnya kesalahan danatau kecurangan antara Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas dengan para pelaku sektor jasa keuangan, dalam hal ini perbankan misalnya, selaku objek yang diawasi, sehingga sangat dikhawatirkan nantinya pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan akan berupa pengawasan yang “tebang pilih” dan tidak Independen. 75 Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk 75 Rio Fafen Ciptaswara, Outlook Pengawasan Perbankan Pasca Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol. 11, No. 1, 2013, hal. 22 pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini. 76 Dengan demikian tidak bisa dipungkiri bahwa dari manapun anggaran itu berasal tetap muncul potensi adanya intervensi dari pihak lain. Untuk itu, akuntabilitas merupakan hal penting bagi Otoritas Jasa Keuangan. Akuntabilitas diperlukan Otoritas Jasa Keuangan untuk meletigimasi tindakan atas dasar kewenangan yang diberikan. Integritas direfleksikan dalam mekanisme yang mensyaratkan karyawan lembaga dalam mencapai tujuan organisasi tanpa menjadi takut terhadap intervensi. 77 Kemudian terkait dengan indepenensi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang Undang ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa independensi dari Otoritas Jasa Keuangan bukanlah independensi secara murni. Independensi OJK tidak diserahkan kepada lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini dikategorikan tidak normal sebagaimana 76 Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No. 3, 2013 hal. 369 77 Adrian Sutedi., Op.Cit., hal. 83 yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen. 78 Meskipun independensi dalam lembaga ini bukanlah independensi yang mutlak, disisi lain pengawasan yang independen dan efektif sangat diperlukan, baik untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Perlunya pengawasan demikian karena untuk memelihara kepercayaan masyarakat, mengingat kegiatan bank didasarkan pada kepercayaan masyarakat, namun di lain pihak terjadi suatu kondisi informasi yang tidak simetris antara bank dan nasabah, selain itu kegiatan perbankan sangat berkaitan dengan atau bahkan merupakan jasa publik. Oleh karena itu, perlu suatu otoritas yang dapat melindungi semua pihak, hal itulah yang menjadi salah satu dasar legitimasi, pengaturan, dan pengawasan terhadap operasi bank, sekaligus diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap kepentingan publik. 79 Oleh karena itu, memberikan kewenangan yang besar kepada lembaga pengawas sistem keuangan tanpa diiringi independensi dan peningkatan tata kelola, sama artinya dengan berjudi dengan masa depan perekonomian. Tanpa independensi dan tata kelola yang baik, krisis yang lebih mahal pasti terjadi. Pengalaman mengajarkan, tidak ada negara yang kebal terhadap krisis perbankan. Artinya, sistem pengawasan bagaimanapun yang diterapkan, krisis tetap saja terjadi. 80

D. Fungsi, Tugas, dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Perbankan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

3 95 116

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

2 104 96

ANALISIS YURIDIS INDEPENDENSI OJK (OTORITAS JASA KEUANGAN) DALAM UPAYA PENGAWASAN BANK Analisis Yuridis Independensi Ojk (Otoritas Jasa Keuangan) Dalam Upaya Pengawasan Bank.

0 2 16

ANALISIS YURIDIS INDEPEDENSI OJK (OTORITAS JASA KEUANGAN) DALAM UPAYA PENGAWASAN BANK Analisis Yuridis Independensi Ojk (Otoritas Jasa Keuangan) Dalam Upaya Pengawasan Bank.

0 5 12

Cover Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

0 0 8

Abstract Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

0 0 1

Chapter I Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

0 0 13

Reference Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

0 0 4

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK A. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan 1. Asas Perbankan - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Me

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

0 0 13