Biodiesel Produksi Biodiesel TINJAUAN PUSTAKA

6 Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam CPO [19] Asam Lemak Konsentrasi Saturated Myristic 0,93 Palmitic 45,48 Stearic 3,49 Total 49,91 Unsaturated Oleat 40,17 Linoleat 9,92 Total 50,09

2.2 Biodiesel

Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar terdiri dari mono-alkyl ester dari lemak rantai panjang asam berasal dari minyak nabati atau lemak hewan [20]. Sumber spesifik dari biodiesel adalah minyak kelapa, pohon jarak, minyak kacang kedelai, dan minyak biji kapas [21]. Biodiesel disarankan untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk diesel berbasis minyak bumi konvensional karena terbarukan, sumber daya domestik dengan profil emisi yang ramah lingkungan dan biodegradable [20]. Biodiesel memiliki emisi profil pembakaran yang lebih menguntungkan, seperti emisi karbon monoksida yang rendah, partikel dan hidrokarbon tidak terbakar. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran biodiesel dapat didaur ulang dengan fotosintesis, sehingga meminimalkan dampak pembakaran biodiesel pada efek rumah kaca [21]. Proses produksi biodiesel yang paling umum memiliki dua input yaitu minyak nabati dan alkohol. Proses ini menciptakan dua output yaitu biodiesel dan gliserol. Masukan yang diperlukan dan output yang dibuat tergantung pada sifat kimianya [22]. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 2006 dapat dilihat pada tabel 2.2 [23].

2.3 Produksi Biodiesel

Minyak juga terdiri dari asam lemak bebas yang dapat dikonversi ke ester asam lemak dengan esterifikasi. Alkohol yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metil, etil, propil, butil dan amil alkohol, dan yang paling sering digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol banyak digunakan karena biaya rendah di sebagian besar negara dan sifat fisikokimia seperti polaritas dan ukuran molekul yang lebih kecil. Reaksi transesterifikasi menghasilkan gliserol Universitas Sumatera Utara 7 sebagai produk sampingan, yang memiliki berbagai aplikasi dalam industri. Oleh karena itu, kelebihan alkohol umumnya lebih tepat untuk meningkatkan perpindahan reaksi kesetimbangan ke arah produk. Selain itu, diperlukan untuk mengoptimalkan faktor lain seperti konsentrasi katalis, suhu dan agitasi dari media reaksi. Secara spesifik, proses transesterifikasi merupakan rangkaian tiga langkah berturut-turut. Langkah pertama yaitu mengubah trigliserida menjadi sebuah digliserida, monogliserida kemudian dihasilkan dari digliserida dan langkah terakhir gliserol diperoleh dari monogliserida. untuk konversi yang efektif untuk minyak menjadi biodiesel, kehadiran katalis biasanya dibutuhkan [24]. Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel [23] Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode Setara Massa jenis pada 40 °C, kgm 3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40 °C, mm 2 2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana min. 51 ASTM D 613 1SO 5165 Titik nyala, °C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 Angka asam mg-KOHg maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas -massa maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total -massa maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil -massa min 96,5 Dihitung FBI-A03-03 Ada beberapa literatur yang menjelaskan alkoholisis minyak nabati atau lemak hewan oleh berbagai teknologi dengan menggunakan beberapa katalis seperti asam anorganik, basa anorganik dan enzim. Bergantung pada katalis yang dipilih untuk konversi minyak nabati dan lemak hewan untuk biodiesel, ada kekhasan tertentu yang berkaitan dengan reaksi ini. Misalnya, katalis asam yang terutama digunakan ketika minyak memiliki konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi, dengan sulfat dan asam sulfonat sebagai katalis yang paling umum dari katalis asam ini. Sebagai kerugian, katalisis asam memerlukan penggunaan alkohol dalam jumlah besar dalam rangka untuk mendapatkan biodiesel dalam hasil yang memuaskan, dengan menerapkan rasio molar alkohol : minyak sebanyak 30-150 : 1. Selain itu, katalis Universitas Sumatera Utara 8 asam seperti asam sulfat mengkatalisis trigliserida secara transesterifikasi dengan perlahan bahkan ketika refluks dengan metanol, yang menyebabkan reaksi yang lama sekali seperti 48-96 jam. Ada juga risiko korosi dari peralatan yang digunakan karena keasaman yang tinggi katalis tersebut [24]. Katalis basa 4.000 kali lebih cepat dari katalis asam dan tidak memerlukan sejumlah besar alkohol. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah natrium atau kalium hidroksida. Namun, minyak nabati dan reagen lainnya yang digunakan tidak dapat memiliki air atau tingkat asam lemak bebas yang tinggi, karena dapat terjadi saponifikasi. Oleh karena itu, minyak yang digunakan dalam produksi biodiesel harus dilakukan pretreatment, sehingga memakan waktu dan proses yang mahal. Selain itu, penghapusan katalis homogen setelah reaksi sangat sulit dan sejumlah besar sisa air limbah dihasilkan karena pemisahan dan pemurnian produk dan katalis [24]. Sebuah alternatif untuk katalis asam atau alkali adalah proses enzimatik, yang mengatasi kelemahan sistem katalitik sebelumnya seperti menyebabkan korosi pada peralatan dan kebutuhan energi yang tinggi. Namun, tingginya biaya enzim tetap menjadi penghalang untuk pelaksanaan proses enzimatik dalam industri. Di antara alternatif yang saat ini sedang dipelajari, penggunaan cairan ionik dalam sistem katalitik tampaknya cukup menjanjikan dan ramah lingkungan, karena kunci untuk minimisasi limbah dalam reaksi katalitik ini adalah daur ulang katalis yang efisien [24]. Cairan ionik sekarang dianggap sebagai pelarut ramah lingkungan yang memiliki sifat menarik seperti tekanan uap rendah, volatilitas yang dapat diabaikan, konduktivitas yang tinggi, aktivitas katalitik yang lebih baik, kemampuan melarutkan yang kuat dan berpotensi untuk dapat digunakan kembali. Namun, penggunaan cairan ionik asam membutuhkan suhu tinggi yaitu diatas 180 °C untuk memperoleh aktivitas yang tinggi dan menghasilkan proses yang memakan energi dan mahal. Berbagai upaya diarahkan dalam mengeksplorasi cairan ionik basa untuk sintesis biodiesel dan memperlihatkan bahwa proses transesterifikasi dengan cairan ionik basa dapat menghemat waktu dan lebih berpotensi untuk penggunaan kembali daripada proses transesterifikasi dengan cairan ionik asam [11]. Universitas Sumatera Utara 9

2.4 Transesterifikasi