10 3.
Jenis katalis dan konsentrasi Alkoksida logam alkali adalah katalis dalam proses transesterifikasi yang
paling efektif dibandingkan dengan katalis asam. Transmetilasi terjadi sekitar 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibandingkan dikatalisis dalam jumlah
yang sama oleh katalis asam. Selain itu katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam sehingga yang paling komersial
transesterifikasi dilakukan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa dalam kisaran 0,5 sampai 1 berat menghasilkan konversi 94-99 minyak nabati menjadi
ester. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan itu menambah biaya tambahan karena diperlukan untuk menghilangkannya dari
media reaksi di akhir reaksi. 4.
Intensitas pencampuran Pada reaksi transesterifikasi, reaktan awalnya dari sistem dua fasa cair. Efek
pencampuran merupakan yang paling signifikan selama laju reaksi yang rendah. Dalam fasa tunggal, pencampuran menjadi tidak signifikan. Pemahaman efek
pencampuran pada kinetika proses transesterifikasi merupakan alat berharga dalam proses skala dan desain.
5. Kemurnian reaktan
Impuritis yang hadir dalam minyak juga mempengaruhi tingkat konversi. Pada kondisi yang sama, konversi 67-84 menjadi ester dapat diperoleh dengan
menggunakan minyak nabati mentah, dimana konversi 94-97 menjadi ester diperoleh saat menggunakan minyak hasil penyulingan. Asam lemak bebas dalam
minyak asli mengganggu katalis. Namun, di bawah kondisi suhu dan tekanan tinggi masalah ini bisa diatasi [25].
2.5 Choline hydroxide ChOH
Cairan ionik merupakan garam organik dengan titik lebur yang rendah dan tekanan uap yang sangat rendah. Sifat non-volatilnya adalah salah satu motif utama
sebagai alternatif untuk pelarut organik volatil [26].
Beberapa cairan ionik tidak hanya memiliki sifat pelarut yang unik sebagai cairan murni, tetapi juga mengubah sifat pelarut lain yang bahkan merupakan
komponen minor dalam campuran pelarut [27]. Katalis cairan ionik basa berbasis
Universitas Sumatera Utara
11 kolin tidak menimbulkan pembentukan sabun. Kondisi reaksi seperti suhu, waktu,
rasio molar dan dosis katalis dioptimalkan untuk didapatkan hasil konversi terbesar [11]. Kolin hidroksida adalah produk hasil proses organik, yang mengembangkan
sifat oksidasi yang kuat, dimana agen oksidasi berupa OH
-
ion [28]. Berikut struktur ChOH yang menunjukan adanya OH
-
ion:
Gambar 2.1 Struktur Ionisasi Choline Hydroxide ChOH [29]
Fan, dkk., 2013 telah melakukan sebuah percobaan yang menunjukkan tentang penggunaan cairan ionik basa sebagai katalis secara transesterifikasi untuk sintesis
biodiesel berbasis minyak kedelai. Percobaan dilakukan dengan menggunakan katalis basa ChOH, ChOMe, ChIm, NaOH dan KOH. Katalis Kolin hidroksida ChOH
menunjukkan aktivitas katalitik yang lebih baik dibandingkan dengan katalis cairan ionik dasar lainnya [13]. Berikut skema reaksi transesterifikasi choline hydroxide
ChOH pada proses sintesis biodiesel:
Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Choline Hydroxide pada Proses Sintesis Biodiesel [13]
C C
2 2
H H
5 5
O O
H H
C C
2 2
H H
5 5
O O
H H
C C
2 2
H H
5 5
O O
- -
O O
C C
2 2
H H
5 5
R R
1 1
C C
O O
C C
2 2
H H
5 5
Universitas Sumatera Utara
12
2.6 Etanol
Alkohol seperti metanol dan etanol yang paling sering digunakan. Meskipun penggunaan alkohol yang berbeda menyajikan beberapa perbedaan berkaitan dengan
kinetika reaksi, hasil akhir dari ester tetap kurang lebih sama. Oleh karena itu, pemilihan alkohol berdasarkan biaya dan pertimbangan kinerja. Etanol dapat
diproduksi dari sumber daya pertanian terbarukan. Selain itu, etanol sebagai pelarut ekstraksi lebih baik daripada metanol karena daya melarutkan yang jauh lebih tinggi
untuk minyak [18]. Oleh karena itu, menghasilkan etil ester daripada metil ester lebih menarik karena selain sifat pertanian alami etanol, atom karbon tambahan yang
disediakan oleh molekul etanol sedikit meningkatkan kandungan panas dan angka setana. Dari sudut pandang lingkungan, pemanfaatan etil ester juga lebih
menguntungkan daripada pemanfaatan metil ester [30].
2.7 Potensi Ekonomi Biodiesel dari CPO