Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam Al-Qur’an

(1)

ANALISIS PESAN DAN PERISTIWA KISAH NABI NUH ‘ALAIHISSALAM DALAM AL-QU’RAN

SKRIPSI SARJANA

OLEH :

REJEYANTI

050704012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

MEDAN


(2)

Disetujui Oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

Ketua

Drs.Khairawati .M.A., Ph.D. Drs. Mahmud Khudri, M. Hum.


(3)

PENGESAHAAN Diterima oleh:

Pnitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada: Hari: Tanggal:

FAKULTAS SASTRA USU Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Dra. Khairawati, M.A.,Ph.D 2. Drs. Mahmud Khudri, M.Hum 3. Dra. Nursukma Suri M.Ag 4. Dra. Rahimah M.Ag


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwah dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, 2010


(5)

KATA PENGANTAR

   Alhamdulillahi Rabbi al-‘ālamīn penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana yang ada di hadapan pembaca.

Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, seorang tokoh revolusioner dunia yang memiliki akhlak Al-Qur’an sehingga menjadi teladan bagi segenap umat.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam Al-Qur’an” Penulis tertarik memilih judul ini karena penulis ingin mengetahui gambaran tentang Amanat atau pesan kisah Nabi Nuhi dan peristiwa yang ingin disampaikan dalam kisah Nabi Nuh dengan menggunakan teori Nurgiyantoro dan Luxembrug.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan maupun hambatan. Baik mengenai literature sebagai sumber rujukan, maupun disebabkan masih terbatasnya kemampuan penulis dalam bidang yang sedang dibahas. Namun berkat rahmat Allah SWT serta bantuan berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Berkat ridha dan rahmat Allah SWT, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda Warto dan Ibunda Warsi yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan penulis hingga penulis menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi.

2. Bapak Prof. Dr. Syaron, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I. Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II. Bapak Drs. Parlaungan Ritonga M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Khairawati, M.A.,Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Arab, Bapak Drs. Mahmud Khudri, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Nursukma Suri M.Ag selaku Dosen Pembimbing I dan ibu Dra. Rahimah M.Ag selaku Dosen Pembimbing II yang dengan ikhlas telah rela meluangkan waktu dan pikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

5. Ibu Dra. Rahlina Muskar, selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan berbagai nasehat dalam rutinitas penulis menjalani kegiatan perkuliahan di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ini.


(7)

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar di Program Studi Sastra Arab, Fakutas Sastra, Universitas Sumatera Utara yang telah menambah wawasan penulis selama masa perkuliahan serta Sdr.Andika sebagai staf tata usaha di Program Studi Sastra Arab.

7. Terima kasih khusus untuk kakanda Poniman,Jamin,Adinda Tumiyem,Gunadi,Sukudi yang telah memberi motivasi, semangat, dan do’a yang tiada henti untukku.

8. Teman-tema anak baitul tasqif mustanir (BTM) Tini, Mimi, Dewi, Ijut, TItin, Inur, Endah, Yuni, Susi teman stambuk ’05 (Elly, Amah, Ape, Lyra, Sanah, Sam, Hafni, Akmalia, Yunita, Fitri, Kiki, Lia M, Fitrah, Faisal, Zubeir, Mukhlis, Lubis, Hafiz, Putra, Ijal). Adik-adikku Hasna, Fathimah Azzahra, sholeha, isnaini, yang telah banyak memberi motivasi, serta teman-teman di Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab (IMBA). 9. Teman-teman seperjuangan penegak Khilafa Hizbut Tahririr (HTI)

k’Alfi, Mbk sari, k’Honri, k’Rini, Hafni, Lia marlina, Hayati, Mila, Kiki, Rina, Ame dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Syukran atas motivasi dan do’anya ya…

10.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah memberikan bantuan yang tidak terhingga kepada penulis. Terima kasih untuk segalanya.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan semoga Allah SWT akan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan.

Medan, Februari 2010 RejeYanti


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

DAFTAR SINGKATAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalas ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Metode Penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sinopsis ... 18

3.1.1 Pesan religius ... 19

3.1.2 Pesan sosial ... 22

3.1.2 Peristiwa ... 24

3.1.1 Peristiwa Fungsional………24

3.1.2Peristiwa Kaitan ... 27

3.1.3 Peristiwa Acua ... 29

BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan... 37

4.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA


(9)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam skripsi ini adalah Pedoman Transliterasi berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158 tahun 1987 dan No. 0543b /U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

Ba B Be

Ta T Te

Sa Ś es (dengan titik di

atas)

Jim J Je

Ha ḥ ha (dengan titik di

bawah)

Kha Kh ka dan ha

Dal D De

Zal Ż zet (dengan titik di

atas)

Ra R Er

Zai Z Zet

Sin S Es

Syin Sy es dan ye

Sad ș es (dengan titik di

bawah)

Dad ḍ de (dengan titik di

bawah)

Ta ṭ te (dengan titik di


(10)

Za ẓ zet (dengan titik di bawah)

‘Ain ‘ koma terbalik (di atas)

Gain G Ge

Fa F Ef

Qaf Q Ki

Kaf K Ka

Lam L El

Mim M Em

Nun N En

Waw W We

Ha H Ha

Hamzah ` Apostrof

Ya Y Ye

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap.

Contoh : = muqaddimah = Madinah

al-munawwarah

C. Vokal

1. Vokal Tungga--- (fathah) ditulis “a”, contoh : = qara’a --- (kasrah) ditulis “i”, contoh : = raḥima--- (dammah) ditulis “u”, contoh : = kutubun

2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap

---

(fathah dan ya) ditulis “ai ” Contoh : = zaina


(11)

= kaifa

Vokal rangkap

---

(fathah dan waw) ditulis “au” Contoh : = ḥaula

= qaulun D. Vokal Panjang (maddah)

---

dan

---

(fathah) ditulis “a”, contoh :

= qāma

= qaḍā

---

(kasrah) ditulis “i”, contoh : = raḥīmun

---

(dammah) ditulis “u”, contoh : = ‘ulūmun

E. Ta Marbutah

a. Ta marbutah yang berharkat sukun ditransliterasikan dengan huruf “h” Contoh : = makkah al-mukarramah

= al-syarī‘ah al-islāmiyyah

b. Ta marbutah yang berharkat hidup ditransliterasikan dengan huruf “t” Contoh : = al-ḥukūmatu al-islāmiyah

= al-sunnatu al-mutawātirah

F. Hamzah

Huruf hamzah ( ) di awal kata dengan vokal tanpa didahului oleh tanda apostrof. Contoh : = imānun

G. Lafzu al-Jalālah

Lafzu al-Jalālah (kata ) yang berbentuk frase nomina ditransliterasi tanpa hamzah.

Contoh : = ‘Abdullah = ḥablulla


(12)

H. Kata Sandang “al”

1. Kata sandang “al” tetap ditulis “al”, pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyah

Contoh : = al-amākinu al-muqaddasah

Kata sandang “al” tidak ditulis “al” pada kata yang dimulai dengan huruf syamsiyah.

Contoh: = as-siāsah asy-syar‘iyyah

2. Huruf “a” pada kata sandang “al” tetap ditulis dengan huruf kecil meskipun merupakan nama diri.

3. Kata sandang “al” di awal kalimat dan pada kata “Allah SWT, Qur’an” ditulis dengan huruf kapital.


(13)

DAFTAR SINGKATAN

IMBA: Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab No.: Nomor

SAW: Sallallahu ‘alaihi wasallam SKB: Surat Keputusan Bersama SWT: Subhanahu wa ta’ala HTI: Hizbut -Tahrir

BTM: Baitul Tasqif Mustanir A.S: ’Alahi as-salam


(14)

ABSTRAK

Rejeyanti, 2010. Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh a.s. Dalam

Al-Qur’an . Medan : Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pesan dan peristiwa yang terdapat pada kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an Untuk menganalisis struktural, penulis menggunakan teori yang dikemukakan Nurgiyantoro dan Luxembrug (1998).

Penelitian pada kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an adalah menjelaskan unsur pesan dan peristiwa yang terdiri dari peristiwa fungsional, kaitan, acuan. Sedangkan pesan yang ingin penulis jelaskan yaitu religius sosial. Untuk menganalisis kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an ini, penulis melakukan penelitian dengan studi kepustakaan (library research) dan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Nurgiyantoro membagi pesan menjadi dua yaitu pesan keritik sosial dan pesan religius/ keagamaan. Adapun peristiwa menurut Luxembrug dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, peristiwa acuan.


(15)

(16)

ABSTRAK

Rejeyanti, 2010. Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh a.s. Dalam

Al-Qur’an . Medan : Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pesan dan peristiwa yang terdapat pada kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an Untuk menganalisis struktural, penulis menggunakan teori yang dikemukakan Nurgiyantoro dan Luxembrug (1998).

Penelitian pada kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an adalah menjelaskan unsur pesan dan peristiwa yang terdiri dari peristiwa fungsional, kaitan, acuan. Sedangkan pesan yang ingin penulis jelaskan yaitu religius sosial. Untuk menganalisis kisah Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an ini, penulis melakukan penelitian dengan studi kepustakaan (library research) dan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Nurgiyantoro membagi pesan menjadi dua yaitu pesan keritik sosial dan pesan religius/ keagamaan. Adapun peristiwa menurut Luxembrug dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, peristiwa acuan.


(17)

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui Malaikat Jibril secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Al-Quran merupakan penutup semua kitab yang diturunkan Allah dan diwahyukan kepada penutup semua Nabi, Al-Qur’an berisi ilmu pengetahuan, hukum- hukum, kisah-kisah, falsafah, akhlak, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia baik sebagai makhluk individual maupun sosial, serta menjadi petunjuk bagi penghuni langit dan bumi. (Departemen Agama RI. 1990:21). Kitab suci umat Islam ini diturunkan bukan hanya untuk satu umat atau satu kurun waktu saja, tetapi untuk seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa. Allah mewahyukan Al-Qur’an kepada Nabi Muhamadad SAW secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun, 2 bulan, 22 hari dan terbagi Surat Makkiyah dan Madaniyyah yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat. Dari surat yang banyak ini terdapat kisah para Nabi yang sudah pasti kebenaranya.

Al-Qur’an adalah sarana komunikasi Allah kepada umat manusia sehingga setiap kisah yang ada didalamnya berfungsi sebagai pelajaran dan petunjuk serta suri tauladan. Kisah Nabi Nuh yang terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai penerang bagi umat manusia yang benar-benar ingin berpedoman kepadanya. Dalam kajian sastra, kisah adalah hasil lukisan seorang pengisah atas peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh nyata. Akan tetapi, lukisan tersebut disusun berdasarkan kaidah-kaidah sastra atau nilai seni dan estetika, sehingga tidak keseluruhan peristiwa dilukiskan, hanya dibidik pada hal-hal khusus yang memiliki kesan dan daya tarik tersendiri bagi para pembaca atau pendengarannya. Dalam wacana kesusastraan tujuan kisah adalah memberi pengrauh kejiwaan kepada orang yang mendengar atau membacanya (Khalafullah, 2002:101).


(19)

Dalam bahasa Arab sastra disebut dengan / al-adabu / artinya adalah:

/ ‘ilmu ya taharruzu bihi min al-khilali fī kalāmi al-‘arabi lafan wa kitābatan /

Artinya: Ilmu yang memelihara perkataan orang arab baik lisan maupun tulisan dari sesuatu yang membawa kejelasan ( Luis Ma’luf, 1986:5) Al-Maurid: Kamus English-Arab

/Wa adab (kulu riyadiyatun mahmudatin yatakharaju biha insanu fi fadhilatni min al-fada`il wa hazihi al-riyadatu kama takunu bi al-fi’li, wa husnu al-taẓri wa al-muhakati, takunu bimuzawalati al-`aqwāli al-hakimatu allati tadamanatha lughatu `ayyi `umatu/ ‘Sastra adalah setiap latihan yang terpuji yang dihasilkan manusia lain, keutamaan latihan ini dalam bentuk yang banyak dihasilkan oleh manusia perbuatan, dan pandangan yang baik, sempurna, mengolah, perkataan-perkataan bijak yang meliputi masyarakat terdiri dari bahasa umat’. (Al-Mustafa Al-inani, 1962:

Wa `adabu lughatan `ayyi `umatan huw ma `aw da’a nasraha wasyruha min natāji ‘uguln

`abna’ahā, wa `amsilati thabā`’ihim wa shuwari `akhailatihim wa mabalagha bayānihim mimā sya`nuhu `an yuhaŻiba al-nafsa, wa yusaqifa al-‘aqli, wa yuqauma al-lisana/.

‘Sastra bahasa suatu umat adalah mencakup prosanya, dan syairnya yang dihasilkan dari perkataan masyarakatnya dan perumpamaan para tokoh-tokohnya, gambaran saudara-saudara mereka.Dan penjelasan mereka dapat diterima orang banyak, sebagaimana bentuknya yang mendidik jiwa, membina akal dan menegakan perkataan. (Ahmad Iskandari dan al-Mustafa al-Inani, tanpa tahun”. Al-Wasit fi al-adabi al-’arabiyi wa tarikhihi. Misr : Darul Ma’arif).

Pendapat yang sama juga dijelaskan dalam tulisan Muhammad Islamia menurut beliau

/

nasrunwa huwa kalamu jamilu lazi laiasa lahu waznu wa la qafiyatun wa minhu al-khutbatu, wa al-risalatu, wa al wasyyiatu, wa al-hikmatu/

Nasr/prosa artinya Perkataan yang indah yang tidak memiliki wazan dan qafiyah bagian darinya adalah khutbah, risalah, wasiat, hikmah, pepatah dan kisah. (Muhammad Islamia, 1994:14)

Bila diperhatikan dari beberapa literatur yang ada maka dapat difahami ada dua bentuk rangkaian kalam yang pertama berbentuk

/

al-nasr/ (prosa) yang kedua berbentuk

/

sy‘ir/ (puisi). Sebagian ulama luqhah menyebutkan nazam (Ahmad Iskandar Mutafa al-Nawi tanpa tahun :22). Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa didalam


(20)

kebudayaan Arab kisah merupakan bagian dari sastra, termasuk kisah Nabi Nuh dalam Al-Qur’an.

Mengkaji kisah para nabi atau khususnya kisah Nabi Nuh a.s yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan metode pendekatan ilmu sastra merupakan suatu hal yang menarik, karena masih dipenuhi pro dan kontra dalam menganalisis AL-Qur’an. Akan tetapi menurut Khalafullah, melalui pendekatan metodologis semacam ini tidak akan mengurangi ketinggian nilai sastra dalam Al-Qur’an itu sendiri. (Khalafullah, 2002 :19) pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Nurcholis setiawan, 2005 :ix) dalam bukunya Al-Qur;an adalah Kitab Sastra terbesar

Di dalam Al-Qur’an, kisah mempunyai beberapa fungsi Pertama memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya kedua agar dijadikan sebagai ‘ibrah (bahan pelajaran) guna memperkokoh iman kepada Tuhan dan membimbing perbuatan kea arah yang benar.

Adapun kisah-kisah dalam al-Qur’an menurut manna’ al-Qatan, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: Pertama Kisah Nabi-nabi, kedua Kisah yang berkenaan dengan orang-orang yang tidak tergolongan dalam kategori nabi-nabi, ketiga kisah yang terjadi pada masa Nabi seperti kisah-kisah yang terjadi berkenaan dengan peperangan-peperangan, hujrah, isara’ dan mi’raj dan lain sebagainya. (Agil Husin Al Manawar dan Masykur, 1994: 25) . Dengan demikian, maka kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an itu adalah benar adanya dalam arti bukan hasil rekayasa atau imajinasi belaka, hal ini harus diimani oleh mukmin sejati. dalam buku Ijaz al-Qur’an dan Metedologi Tafsir.

Dalam karya sastra terdapat unsur-unsur pembangunan yang secara bersamaan membentuk sebuah totalitas karya sastra. Di samping unsur bahasa, masih banyak lagi unsur yang lainnya yang ikut serta dicermati dari sebuah karya sastra. Secara garis besar, unsur sastra dikelompokkan menjadi dua macam yaitu: instrinsik dan ekstrinsik . Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu (dari dalam) sendiri, unsur ini adalah


(21)

yang menyebabkan ide atau gagasan imajiner hadir sebagai karya sastra, yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra tersebut. Adapun secara langsung turut membangun cerita adalah: peristiwa, plot, penokohan, pesan, tema, latar, sudut pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain diantaranya pesan. (Nurgiyantoro, 1998:23).

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya itu sendiri. Yang termasuk unsur ekstrinsik adalah: psikologi/ kejiwaan, sosiologi, politik dan sejarah. Dalam penulisan ini kajian, hanya difokuskan pada unsur intrinsik dari kisah Nabi Nuh yang terdapat dalam Al-Qur’an, pada pesan dan peristiwa mempunyai tujuan penting untuk orang lain yang amat berguna untuk memperbaiki diri dan kehidupan manusia. Pada masa kini dan yang akan datang

Dalam kisah ini tokoh yang mempunyai peran utama adalah Nabi Nuh a.s. Dimana Allah mengutus Nabi Nuh.a.s sebagai rasul dan telah dijelaskan di dalam 22 ayat dengan surah yang berbeda Contoh dalam Al-Qur’an surah hud:













/wa laqad arsalnā nūhan ilā qaumihī/

Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (QS. Hud 11:25)

Nabi Nuh menerima wahyu kenabian dalam masa kekosongan di antara dua rasul yaitu Nabi Idris, Nabi Hud, sebagaimana diketahui di antara 2 rasul ada masa fatra (kekosongaan) dalam masa kekosongan ini biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama Allah dan kembali menjadi musyrik meninggalkan kebajikan.

Nabi Nuh juga di utus ke tengah-tengah masyarakat yang sedang menyembah berhala yaitu patung yang mereka buat sendiri, menurut mereka berhala itu mempunyai kekuatan gaib di atas kekuatan manusia. Mereka memberi nama paung-patung sesuai dengan selera mereka sendiri. kadang kala mereka namakan /wadd/ dan /suwwa/ kadang


(22)

kadang yagust/ dan /ya’uq/ dan /nasr/. Nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh. (Departemen Agama Republik Indonesia, 1990: 400)

Di dalam kisah itu Nabi Nuh termasuk orang yang cerdas, fasih berbicara, tajam pemikirannya, pandai berdiskusi, bersifat sabar dan tenang. Nabi Nuh diangkat menjadi nabi ketika berusia 450 tahun dan wafat pada usia 950 tahun, dengan demikian Nabi Nuh berdakwah kepada umatnya selama lima abad atau 500 tahun. Meskipun demikian pengikut Nabi Nuh yang beriman hanya sedikit yaitu kurang dari seratus orang.

Peristiwa yang terjadi pada umat Nabi Nuh a.s. yakni umatnya yang melakukan penyembahan terhadap berhala. Sebagaiman Allah SWT berfirman:



























/wa nașaranahu min al-qaūmi al-laŻ Ż ī`na kaŻ Żabū biāyatinā innahum kānū qaūma saūi fa `agraqnahum ajma‘īn/

Dan kami telah menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat kami.

Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat, maka kami tenggelamkan mereka semuanya. (Q.S. Al-Anbiya 21:77).

Menurut ahli tafsir ayat di atas menjelaskan seratus tahun kerja mereka hanya menyembah berhala-berhala. 950 tahun umur Nabi Nuh menyeruh mereka, keturunan demi keturunan namun tidak mereka acuhkan (Hamka, 2001:79).

Adapun yang menarik perhatian penulis untuk memilih kisah Nabi Nuh a.s menjadi suatu objek penelitian karena kisah tentang Nabi Nuh a.s ini belum pernah dibahas dalam skripsi di Jurusan Bahasa Arab USU, kisah Nabi Nuh muncul berulang dalam beberapa ayat di beberapa surah menandakan bahwa kisah ini begitu penting untuk dicermati guna memperoleh pesan yang menyeluruh, dan kisahnya mengandung pesan untuk umat manusia disegala zaman, kisah ini merupakan tragedi dibinasakannya satu kaum karena mendurhakai


(23)

Nabi, kemudian menceritkan ketauditan, kesabaran, kegigihannya Nabi Nuh yang tak kenal putus asa dalam menjalankan dakwah, dia termasuk golongan orang yang memiliki kesabaran atau keteguhan hati yang tinggi. (ulul azmi), bersama empat Rasul lainya ialah: Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad saw. Beliau adalah orang yang mampu melaksanakan cita-cita yang tinggi serta berbudi luhur, dia adalah contoh tauladan buat manusia sebagai khalifah di bumi ini.

Dalam penulisan ini teori yang digunakan adalah teori Nurgiyantoro dalam buku Pengkajian Fiksi (1980), dan Luxembrug. Dkk (1992) dalam buku Pengantar Ilmu Sastra kemudian diuraikan secara deskriptif. Setelah dicermati bahwa ayat-ayat yang memuat kisah Nabi Nuh a.s ditemukan pada 8 surat dan 33 ayat sebagai berikut: Al-‘Araf 7:59 ,61 ,64. Hūd 11: 25,26,27,30, 32, 36, 37, 38, 39, 49, 41, 42, 44. Mu’mminun 23: 23, 24, 26, 27, 28, 29. Al-Furqan 25: 37. Asy-Syu’ara 26: 115. Al-Ankabut 28: 14. Ash-Shaffat 37: 78. Nuh 71:1, 2, 5, 7, 10, 21, 23. Selain itu Nama Nabi Nuh terdapat di dalam Al-Qur’an sebanyak 43 surah diantaranya Al-Imran, An-Nisaa’, Al-An’aam, Al-A’raaf, At-Taubah, Yuunus, Hūd, Ibrahim, Isra’, Maryam, Anbiyaa’, Hajj, Mu’minun, Furgaan, Asy-Syua’raa, Al-Ankabut, Al-Ahzab, Ash-Shafaat, Shaad, Ghafiir, Qaaf, Adz-Dariyaat, An-Najm, Al-Qamar, Al-Hadiid, At-Tahriim, Nuh.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Penulis perlu memberikan perumusan masalah dalam tulisan ini untuk memfokuskan permasalahan sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan sasaran yang diinginkan dan terhindar dari penyimpangan. Dalam hal ini, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Apa sajakah pesan yang terkandung pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an? 2. Apa sajakah peristiwa yang terkandung pada kisah Nabi Nuh a s dalam Al-Qur’an


(24)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis Pesan yang terdapat pada kisah Nabi Nuh as dalam Al-Qur’an sesui dengan kajian sastra.

2. Untuk mendeskrifsikan Peristiwa yang terdapat pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an.

1-4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan penulis maupun pembaca tentang persan dan peristiwa yang terdapat pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an.

2. Dapat memetik pesan dari kisah Nabi Nuh a.s. Sebagai tauladan untuk masyarakat. 3. Untuk menambah perbendaharaan karya ilmiah Fakultas Sastra pada umumnya dan

Program Studi Bahasa Arab pada khususnya.

4. Untuk acuan bagi mahasisawa/i Program Studi Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dalam menelaah aspek yang sama dari karya-karya lainnya.

1.5 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Deskriptif, yaitu menjelaskan dan memaparkan tentang hal yang diteliti dengan jelas. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research) dengan mengambil data dari Al-Qur’an dan software Al-Qur’an versi 2.0.

Sumber data dalam penelitian ini diambil dari surah yang berkaitan dengan kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an Al-Karim sebagai data primer.


(25)

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan, yaitu:

1. Mengumpulkan data berdasarkan refrensi yang berhubungan dengan pembahasan peneliti ini. .

2. Memahami konsep-konsep atau teori yang berkaitan dengan analisis instrinsik, terutama teori Nurgiyantoro dan Luxembrug

3. Mengklasifikasi data dan menganalisisnya.

4. Menyusun hasil penelitian secara sistematis yang akan disajikan dalam bentuk Skripsi.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada kesempatan ini penulis mengangkat kisah Nabi Nuh dalam Al-Qur’an untuk dijadikan skripsi dengan mengkaji unsur intrinsiknya maka judul yang ada “Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an”. Dari satu segi penelaahan tentang kisah Nabi Nuh dapat dipandang sebagai suatu metode agar ajaran al-Qur’an dapat diterima dan diamalkan oleh umat manusia. Kisah Nabi Nuh ini dikaji dari bidang ilmu sastra.

Penelitian sebelumnya yang sejalan dengan judul skripsi ini pernah dikaji oleh Rohima Nim : 0970704012 dengan judul “Analisis penokohan dan Amanat Kisah / IIaz Wa Bilaz Wa Irakhta/ dalam kitab Kalilah Wa Dimnah. Karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluthi (Tinjauan Struktural). Dan penulis mencoba menggabungkan dua unsur instrinsik yakni latar/setting dan amanat dalam sebuah penelitian.

Dan Linda Gustina Nim 050704035 dengan judul “Analisis strustural kisah Ashabul Al- khafi Para Penghuni gua’dalam Al-Qura’an surah Al-khafi Adapun yang menarik perhatian penulis untuk menjadikan kisah Ashabul Kahfi ini menjadi suatu objek penelitian karena kisah ini merupakan salah satu bentuk kebesaran Allah SWT yang sangat menakjubkan yang di luar nalar manusia, dimana pada kisah ini Allah SWT menidurkan para penghuni-penghuni gua tersebut dengan bartahun-tahun lamanya. Dan kisah Ashabul Kahfi ini ada kemiripan yang sangat jelas dengan kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya di Mekkah. Ketika itu mayoritas pemeluk Islam adalah pemuda dan begitu juga halnya dengan orang-orang yang mendiami gua. Penduduk negeri mereka adalah orang-orang kafir yang menyembah berhala dan begitu juga halnya dengan kisah orang-orang yang mendiami gua, mereka minoritas sedangkan orang-orang kafir mayoritas penduduknya.


(27)

Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara sastra secara umum. Misalnya, berdasarkan suatu kreativitas yang dapat mempertimbangkan budaya, suku, maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati

(Rahmanto, 2004: 9-10).

Pengertian Sastra Berdasarkan etimologi merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna (Fananie, 2001: 6).

Kemudian kata sastra bila ditinjau dari bahasa Arab sama dengan /al-adab/ bila diperhatikan secara etimologi, menurut kamus bahasa Arab kata ini berasal dari

-

/ādabu/, /ya’dabu/ (Marbawi : 14)

Dalam bahasa Indonesia kata adab berarti kesopanan , kehalusan dan kebaikan budi pekerti (Ali,1994:5). Dalam bahasa Arab artinya bermacam-macam, sesuai dengan zamannya. Menurut Wahba adab adalah /at-tahziibu/ (pendiddikan, pengajaran) dan

/al-khuluq/. (budi pekerti) seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku (Wahaba, 1984:34-36) dikutip dalam buku kesusatraan Arab (Males Sutiasumarga, 2000:1)

Kemudian Jami’at membagi kata adab menjadi dua arti, yaitu arti umum dan khusu. Dalam arti yang umum, adab berarti akhlak yang baik, seperti jujur, dapat menjaga amanat dan lain-lain. Sementra dalam arti khusus, adab berarti kata-kata yang indah dan baik yang berpengaruh pada jiwa.Dengan demikian arti dalam pengertian umumlah yang sepadan dengan kata adab yang terdapat di dalam bahasa Indonesia Jami’at (dalam Males Sutiasumarga 1993:15)


(28)

Menurut Sukron Kamil jenis sastra Arab atau /al- `dab al- șiry / terbagi dua yakni / al-adab al-wasfi / (sastra deskriftif) /adab al-insya’i/ (sastra kreatif Arab) sama-sama sastra, tetapi keduanya memiliki beberapa sisi perbedaan. Diantaranya adalah /al-adab al-wasfi /membutuhkan unsur rasa dan imajinasi, al-adab insya’i menjelaskan realitas secara langsung dan bersifat subjektif, semetara /al-adab wasfi/ menjelaskan realitas secara tidak langsung, maka yang berkaitan dengan yang penulis cermati termasuk pada /al-adab al-wasfi/ (Sukron Kamil, 2009:5)

Masih dalam uraian tentang sastra namun sedikit berbeda dalam Teeuw (1988:21-24), disebutkan bahwa kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. Akar kata sas berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra biasanya menujukan alat, sarana. Maka dari itu, kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajak, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran .

Sedangkan Stanton (dalam Jabrohim, 2003: 56) menjelaskan bahwa unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, alur, penokohan, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, suasana, simbol-simbol, imajinasi di dalam tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.

Dalam karya sastra terdapat unsur-unsur pembangunan yang secara bersamaan membentuk sebuah totalitas karya sastra tersebut, di samping unsur bahasa. Masih banyak lagi unsur yang lain. Secara garis besar, unsur sastra dikelompokkan menjadi dua macam yaitu: instrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 1998:23).Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu (dari dalam) sendiri, unsur ini adalah yang menyebabkan ide atau gagasan imajiner hadir sebagai k unsur instrinsik merupakan unsur yang membangun


(29)

karya sastra itu sendiri seperti alur, tema, latar, sudut pandang, peristiwa, pesan dan gaya bahasa. arya sastra, yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Adapun secara langsung yang turut membangun cerita adalah: peristiwa, plot, penokohan, pesan, tema, latar, sudut, pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain. Sedangkan ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya itu sendiri. Yang termasuk unsur ekstrunsik adalah: psikologi/ kejiwaan, sosiologi, politik dan sejarah.

Adapun yang menjadi perhatian penulis pada unsur instrinsik hanya pesan dan peristiwanya saja.

2.1 Pesan /risalatun /

Pesan adalah bagian dari unsur instrinsik di antara unsur-unsur lainnya yaitu: tema, alur/plot, penokohan, gaya bahasa, dan sudut pandang.

Pesan merupakan hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun pandangan hidup. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 1995:321).

Pesan adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan pesan

Dalam Kamus Al-Maurid (1988: 573) pesan/amanat dalam bahasa Arab disebut dengan:


(30)

/risālatun: khiābun, maktūbun, muhimmatun wājibun `au hadafun lil hayāti/

`Pesan : penyampaian, yang tertulis – sesuatu kepentingan yang wajib atau panduan hidup. (Luis Ma’luf, 1988:573)

Nurgiyantoro dan Luxembrug membagi pesan menjadi dua yaitu: pesan religius, dan pesan kritik sosialnya.

2.1.1 Pesan Religius / Keagamaan /

/

al-āmānātu al- addīniyya Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius.

Pada awal mula segala sastra adalah religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religius, di pihak lain, melihat aspek yang ada di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, resmi (Mangunwijaya, dalam (Nurgiyantoro, 1998: 326-327).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003:943) Religius adalah kepercayaan kepada tuhan akan adanya kekuatan di atas manusia, kepercayaan (Aninisme, dinanisme). Agama adalah kesalehan yang dapat diperoleh melalui pendidikan misalnya meneliti penyebab terjadinya petir sehingga diketahui pula siapa yang menjadikan peristiwa alam itu.

Adapun pesan religius/keagamaan yang dapat kita ambil dari kisah Ashabul Kahfi dalam Al-Qur`an surah Al-Kahfi adalah sebagai berikut:

Contoh pesan religius


(31)





































































“sayaqūlūna ŚalāŚatun rābi’uhum kalbuhum wa yaqūlūna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmā bi al-gaibi, wa yaqūlūna sab’atun wa Śāminuhum kalbuhum, qul rabbī a’lamu bi’iddatihim mā ya’lamuhum illā qalīlun falā tumāru fīhim illā mirā`an zāhiran walā tastafti fīhim minhum ahadan.”

“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” (QS.18:22).

Pesan religius yang dapat diambil dari ayat di atas adalah adab kesopanan bagi orang-orang yang mengalami kesamaran atau ketidakjelasan akan suatu masalah ilmu adalah hendaklah mengembalikannya kepada yang mengetahuinya.

Contoh pesan religius/agama dikutip dari skripsi Linda Gustina Nim 050704035 dengan judul “Analisis strustural kisah Ashabul Al- khafi Para


(32)

2.2.2 Pesan Kritik Sosial /al-āmānātu hawla an-naqdi al-ijtimā`ī /

Kritik sosial adalah bermakna dari kata kritik dan sosial, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995:531). kritik adalah kecaman atau anggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan kata sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Amanat dalam bentuk pesan kritik sosial yakni pesan berupa kritik sosial di mana pengarang memberi kritikan atas kehidupan sosial di lingkungan tertentu.

Sastra mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik. Pean kritik ini biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Paling tidak, hal itu dalam penglihatan dan dapat dirasakan oleh pengarang yang memiliki perasaan peka. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan juga , ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain. Hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan tidak akan ditutupinya sebab pesannyaalam bentuk nilai seni itu hanya pertanggung jawabkannya pada dirinya sendiri. (Nurgiyantoro, 1945:331)

Adapun pesan kritik sosial yang dapat kita ambil dari kisah Ashabul Kahfi dalam Al-qur`an surah Al-kahfi adalah sebagai berikut:

Ayat 16:









































“wa iżi’tazaltumūhum wamā ya’budūna illā al-lāha fa`wū ilā al-kahfi yansyur lakum rabbukum min ramatihi wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqan.”


(33)

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu”. (QS. 18:16).

Para pemuda Ashabul Kahfi menyepikan diri dari orang-orang kafir agar terpelihara dari keonaran orang-orang kafir dan raja yang hendak membunuh mereka. Hidup menyepi dalam arti bersembunyi dari kejahatan dan kebatilan yang tidak dapat diperbaiki atau memperbaikinya adalah berbahaya maka menyepi semacam ini dibenarkan. (Tafsir Depag RI, 1990:705). Contoh pesan kritik sosioal di atas dikutip dari skripsi Linda Gustina Nim 050704035 dengan judul “Analisis strustural kisah Ashabul Al- kahfi Para Penghuni gua’dalam Al-Qura’an surah Al-khafi

2.2Peristiwa / / Hādasahu/

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005: 860) Peristiwa adalah Sejarah atau fakta yang terjadi atau berlangsung di masyarakat dan menjadi sumber data sejarah, semua orang yang muncul dalam peristiwa sebagai tokoh yang menarik perhatian masyarakat.

Peristiwa menurut kamus al-Maurid (1988 :121)

/ Hādasahu al syaiu awalu mā yabdu/ Peristiwa adalah sesuatu peranan akan dimulai

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg dkk, 1984: 150). Dalam berbagai literatur berbahasa Inggris, sering ditemukan istilah action (aksi, tindakan) dan even (peristiwa atau kejadian) secara bersama atau


(34)

bergantian. Action merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh (seseorang) tokoh (manusia). Misalnya memukul, memarahi, mencintai dan lain-lain.

Event, lebih luas cakupannya sebab dapat menyaran pada suatu yang dilakukan dan atau dialami tokoh manusia dan sesuatu yang di luar aktivitas manusia, misalnya peristiwa alam seperti banjir, gunung meletus, atau sesuatu yang lain. Dalam penulisan ini, sekaligius untuk menyederhanakan masalah, action dan event dirangkum menjadi satu istilah yaitu peristiwa atau kejadian.

Menurut Luxembrug peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu: a. Peristiwa fungsional / Hādistu al-waẓīfyy/

Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan atau mempengaruhi perkembangan plot (Luxembrug dkk, 1984:151). Sebuah peristiwa bersifat fungsional dapat dilakukan setelah gambaran cerita dan plot secara keseluruhan diketahui, maksudnya keseluruhan cerita dari awal, tengah dan akhir kisah tersusun sempurna. (Luxembrug dkk, 1984:118)

b. Peristiwa kaitan / Hādasutu al-tta‘alluqiyy /

Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita. Misalnya perpindahan dari lingkungan yang satu ke lingkungan yang lain, atau dari suasana yang satu ke suasana yang lain, masing-masing dengan permasalahannya, ditampilkan peristiwa-peristiwa dengan permasalahan kecil yang berfungsi mengaitkan keduanya. Peristiwa kaitan ini juga dapat dipandang sebagai penyelingan. Maka disebut juga dengan istilah peristiwa selingan (Luxembrug dkk, 1992: 118).

c. Peristiwa acuan /Hādasutu al-marja‘iyy /

Peristiwa acuan adalah peristiwa yang berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang menyelimuti batin tokoh misalnya munculnya berbagai peristiwa tertentu di


(35)

batin seorang tokoh sewaktu ia akan mengalami kejadian tertentu yang penting. Peristiwa acuan sering memberikan informasi yang penting artinya bagi pembaca dan sekaligus memberikan wawasan cerita secara lebih luas.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.

1 Sinopsis

Seluruh ayat-ayat surah ini disepakati turun sebelum Nabi Muhammad saw. Berhijrah ke Madinah. Namun surah Nuh dikenal luas dalam kitab-kitab tafsir serta kitab-kitab lainya yang dicetak atau ditulis oleh alim ulma. Nama tersebut diambil dari ayat yang pertama yang berbicara tentang Nabi Nuh as. Banyak ulama antara lain Thabathaba’i dan Ibn ‘Asyur menyatakan surah Nuh mempunyai tujuan khusus yaitu peringatan kepada kaum musyrikin Mekah. Umat Nabi Nuh tercatat sebagai kaum musyrik pertama yang dijatuhi siksa oleh Allah SWT. Pada surah ini banyak rincian kisah Nabi Nuh dengan kaumnya yang


(36)

kesemuanya ditampilkan sebagai pelajaran untuk umat Nabi Nuh juga umat Nabi lainnya termasuklah umat Muhammad saw.

Tujuan utama surah ini menurut al-Biqā’i adalah pembuktian tentang kesempurnaan kuasa Allah swt. Atas apa yang diperingatkan-Nya pada surah yang lalu yaitu membinasakan mereka yang sebelumnya telah diancam Allah telah mengganti generasi mereka dengan generasi yang lebih baik. Demikian pembuktian tentang kuasa-Nya. Peristiwa yang terjadi pada masa itu merupakan bukti yang sangat jelas tentang kedurhakaan kaum Nuh yang dibinasakan Allah. Kisah ini sangat popular dan diuraikan oleh Al-Qur’an dalam beberapa tempat. Surah Nuh sendiri merupakan surah ke 73 dari segi urutan surah-surah dalam Al-Qur’an. Ulama Mekah dan Madinah menghitung ayat-ayatnya sebanyak 30 ayat sedang . Ulama Basrhah sebanyak 29 ayat. Kisah dalam Ayat-ayat tersebut berkaitan sehingga ayat-ayat ini dapat dinilai dari satu kelompok ayat-ayat-ayat-ayat tentang kisah Nabi Nuh.

Adapun kisah Nabi Nuh a.s dijabarkan atas Pesan dan peristiwa yaitu (Pesan religius dan pesan sosial), Peristiwa (Peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, dan peristiwa acuan)

3.1.1 Pesan Religius

/

al-āmānātu addīniyyatu

Berikut ayat-ayat yang menerangkan pesan religius pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an yaitu Al-‘Araf 59, Al- Mu’minun 23, Nuh 3, 10, 21, 23, 28 yaitu









U











/laqad `arsalnā nūān‘ ilā qaūmihī faqāla yāqaūmi `abudū llaha mā lakum min‘ilahi gairuhū `innī `akhāfu ‘alaīkum ‘ażāba yaūmin ‘aīm/


(37)

Wahai kaumku guhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "

Sesung

Sesungguhnya (kalau kamu Nya."

-kali tak ada Tuhan bagimu selain

-sembahlah Allah, sekali

tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (Qs. Al-A’raf 7: 59).

Allah Maha pengasih dan penyayang memerintahkan agar manusia menyembah Allah menandakan kepatuhan sebagai kaumnya. terdapat sangsi jika tidak patuh terhadap perintah Allah akan ditimpakan azab oleh-Nya di hari kiamat.

U

U





/an la ta’budu illallālha inni akhafu ‘alaikum ‘aŻāba yaumin alim/

U

Agar kamu tidak menyembah selain AllahU. Sesungguhnya UAku (Nuh) takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan". (QS. HUūUd 11:26)

Nabi Nuh memerintakan kepada kaumnya menyembah Allah bukan penyembahan selain Allah.

U

U





/wa `uhiya ilā nūin annahu lan yu’mina min qaūmika illā man qad `āmana falā tabta’is bimā kānū yaf’alūn/

Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali Utidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang Telah beriman U(saja), Karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Hūd 11:36)

Tentang apa yang selalu mereka kerjakan yaitu perbuatan syirik. Nabi Nuh berdoa atas kebinasaan bagi kaum kafir yang tidak mau beriman, yaitu Wahai Rabbku, janganlah Engkau biarkan di atas muka bumi ini …sampai akhir ayat (surah Nuh ayat 26), kemudian Allah mengabulkan.










(38)

U



/wa laqad arsalnā an ilā qaūmihi faqāla yāqaūmi `budū llāha mā lakum min `ilahin gairuh afalātattaqūn/

Dan Sesungguhnya Ukami Telah mengutus NuhU Ukepada kaumnyaU, lalu ia berkata: "Hai kaumku, Usembahlah oleh kamu AllahU, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"

(QS. Al-Mu’minun 23:23)

Sebagai ciptaan Allah Nabi Nuh memperingatkan kaumnya bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya di atas orang-orang yang mendustakan Rasul-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan selainya. Sehingga berkata Nabi Nuh kepada kaumnya sembahlah Allah, tiada Tuhan bagi kamu yang patut disembah selain Allah, tidakkah kamu takut dan bertakwa kepada-Nya

U

U

/ani ‘budūllaha wattaqūhu wa `ai’ūni/

(yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaKu, (QS. Nuh 71:3)

Sebagai Rasul Nabi Nuh memerintahkan kepada kaumnya agar menyembah Allah dan bertakwa kepadanya.

U

U









/faqultu astagfirū rabbakum innahu kāna gaffārān/

Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (QS. Nuh 71:10)

Penyapaikan Nabi Nuh kepada kaumnya agar memohon apun hanya kepad Allah karena Allah Maha pengampun.

U

U


(39)













/rabbigfirlī waliwālidayya waliman dakhala baitīa mu`minān wa lilmū`minīna wa

al-mu`mināti walā tazidi alẓẓālīmīna `illā tabārā/

UYa Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuanU. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.’

(Qs. Nuh 71: 28)

Doa yang diminta Nuh kepada Allah untuk kedua orang tuany, orang beriman laki-laki dan perempuan dan doa agar terhindar dari gangguan dan kejahatan orang kafir









U









/wa qālū lā taŻarunna `ālihatakum wa lā taŻarunna waddān wa lā suwā’ān wa lā yagūtsa wa

ya`ūq wa nasrān/

Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr” (QS. Nuh 71:23)

Ajakan penyekutuan yang jelas-jelas nyata dilontarkan pemimpin kafir kepada pengikutnya agar jangan meninggalkan penyembahannya.

U

U











/qāla nūun rrabi innahum ‘așaūni wa ttaba’ū man llam yazidhu māluhu wawaladuhu illā khasārān/

Nuh berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belak (QS. Nuh 71:21)

Nabi Nuh berdoa kepada Allah terkait pendurhakan kaumnya yang senantiasa mecari kesenangan dunia dari pada akhirat.


(40)

3.1.1.1 Pesan Kritik Sosial /

/

al-āmānātu hawla an-naqdi al-ijtimā`ī /.

Berikut ayat-ayat yang menerangkan pesan religius pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an yitu : Hūd 11: 27, 32. Al-Mu’minun23: 23, Nuh71: 7





























/qālū yānūu qad jadaltanā fa`akŚarta jidalnā fa`atinā bimā ta’idunā inkunta min al- șșadiqīn/

Mereka Berkata "UHai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar U(QS. Hūd 11:32) Ketidak patuhan kaum kafir kepada Nabi Nuh atas apa yang di sampaikan Nabi Nuh.









U

/faqāla almalā`u al-laŻīnā kafarū min qaūmihi mā narāka `illā basyarān miŚlanā wa mā narāka ttaba’aka `illā al-laŻīna hum arāŻilunā bādia al rra`i wa mā naraī lakum ‘alainā min falli` bal naunnukum kaŻibin/

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "UKami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang-orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya

U

saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". ( QS. HUūUd 11:27)

Orang-orang kafir selalu mendustakan Nuh atas apa yang selalu di sampaikan Nuh kepadanya mereka mengatakan bahwa Nuh manusia biasa, kemudian mereka mengatakan


(41)

tidak melihat sesuatu kelebihan pada diri Nuh bahkan mereka berani mengatakan bahwa Nuh adalah orang-orang yang dusta.







U















U











/faqāla almalū` al-laŻīna kafarū min qamūihi mā haŻā illā basyarun miŚlukum yuridu an yatafaḍḍala `alaīkum wa laū syā`a llahu lā`anzala malāk`ikatan māsami’nā bihāŻā fī `ābā`inā al`awwlīna, `in huwa `illā rajulu bihi jinnatun fatarabbașū bihi hattāīni/

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. dan kalau Allah menghendaki, tentu dia mengutus beberapa orang malaikat. belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu, 25 Ia (Nuh) tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu." (QS. Al-mu’minun 23:23)

Terjadinya gejolak di tengah-tengah orang-orang kafir yang mereka tidak mengakui bahwa Nuh adalah seorang Rasul yang menyampaikan kebenaran kepada mereka bahkan mereka mengatakan Nuh seorang laki-laki yang berpenyakit gila













U

U









/wa`inni kullamā da’ūtuhum litagfira lahum ja’alū `așabi’ahum fī `āŻānihim wa stagsyausiyābahum wa`așarrū wa stakbarū stikbārān/

Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (QS. Nuh 71:7)


(42)

Nabi Nuh a.s mengadu kepada Allah setiap kali menyeru mereka agar mengaku ke Esaan Allah, dan tidak menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Allah, bahkan mereka menyumbat anak jari ke lubang telinga mereka agar mereka tidak mendengar seruan Nabi Nuh a.s. Bahkan mereka menutup muka mereka sebagai kebencian kepada Nabi Nuh a.s bahkann mereka semangkin sombong dan congkak atas seruan Nabi Nuh. (Al-Qur’an dan tafsir departemen agama, 1990:391)

3.1.2 Peristiwa

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg dkk, 1984: 150). Dalam berbagai literatur berbahasa Inggris, sering ditemukan istilah action (aksi, tindakan) dan even (peristiwa atau kejadian) secara bersama atau bergantian. Action merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh (seseorang) tokoh (manusia). Misalnya memukul, memarahi, mencintai dan lain-lain.

Menurut Luxembrug peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu Peristiwa fungsional, Peristiwa kaitan, Peristiwa acuan:

3.1.2.1. Peristiwa Fungsional / Hādistu al-waẓīfyy/

Berikut ayat-ayat yang menerangkan peristiwa fungsional pada kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an: Al-’Araf 7:64, Hūd 11:25, 37. Al-Mu’mminun 23: 23, 27. Al-Furqan 25: 37. Nuh 71:1. Al-Ankabut 28:14

U

U

U











/fakażżabūhu fa`anjaināhu wa al-lażīna ma’ahu fī al-fulki wa`agraqnā al-lażīna każżabū bi`āyatinā innahum kānū qaūmān ‘amīn/


(43)

Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).

(QS. Al-‘Araaf 7:64)

Sekelompok pembangkang kaum kafir yang mendustakan Nabi Nuh, kemudian Allah menyelamtkan Nuh dan orang-orang yang yang bersama Nuh dari banjir dan Allah menenggelamkan orang-orang yang mendustai Nabinya dan ayat-ayat Allah.

U

U



/wa laqad `arsalnānūān `ilāqaūmihi `innī lakum nażīrun mmubīnun/

Dan sesungguhnya kami telah Umengutus Nuh kepada kaumnyaU, (Dia berkata): Sesungguhnya Aku adalah Upemberi peringatan yang nyata bagi kamuU. (QS. Hūd 11:25)

Sebagaimana Nabi Nuh di utus Allah kepada kaumnya dalam menyapaikan peringatan yang nyata

U U

U

U

U







/wașna’i al-fulka bi`a’yuninā wa wa inā wa lā tukhāībni fī al-laŻīnaalamū ‘innahum mmugraqūn/

Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hūd 11:37)

Allah maha segala-galanya memerintahkan Nabi Nuh membuat kapal dengan pengawasan dan wahyu Allah dan Allah menenggelamkan orang-orang yang zalim yang tidak mau mengikuti perintah Nabi Nuh.

U

U












(1)

              

       

   

      

                       

         

       

     

        

     

                                  

                                    

                                    

                                  

                     

/fa`aūaīnā illaīhi ani șna’i alfulka bi`ayuninā wa wainā fā`iŻā jā`a amrunā wa fāra al ttanuurū fāsluk fīhā min kulli zaūjaini Śnani wa `ahlaka `illā min sabaqa `alaīhi alqaūlu minhum wa lā tukhibnī fī al-laŻīna alamū`innahum mmugraqūn/

(Al-mu’minun 23:27)\

waantum mmu’ridūna/.

                                  

                                     

 

 

 



/wa qaūma nūin llammā kaŻŻabū al-rrusula `agraqnahum waja’alnahum linnāsi

āyatan wa`a’atadnā liẓẓalimīna ‘aābā alīmān/ (Al-furqan


(2)

      

          

     

    

                                     

 

 



/ina arsanā nūān ilā qaūmihi `an `anŻir qaūmaka min qabli `an ya`tiyahum ‘aŻābun alīmun

(Nuh 71:1) 

                                     

                                       

      

           

          

    

 

/ wa laqad arsalnā nūān ilā qaūmihi falabiŚa fīhim alfa sanatin illā khamsīna ‘āmān fa`akhaŻahum al-ūfānu wa hum alimūn/

(Al-Ankabut 28:14) 

   

        

     

  

       

 

 

 

/qalā yaqaūmi laisa bīy alalatun walakinnī rasūlun min rrabbi al-‘alamīn/ (Al-‘Araf

7:61). 

 



                                   

                                 

                                    



(Hūd 11:25-26).


(3)

/wa laqad arsalnā nūān `ilāqaūmihi inni lakum nażirun mmubīyn, `an llā ta’budū wā `illā llaha inni akhāfu ‘alaikum `ażāba yaūmi alimīn/

 

 



         

  

      

   

     

                                   

                         

     

                                     

                                 

/faqāla al- malā`u al-lażina kafarū min qaūmihi, mā narāka illa basyarān miślānā wa mā narāka

ttaba’akaillā al-lażīna hum `arāżilunā bādiyā al-rra’ay wa mā narā lakum alainā min fali bal

naunnukum kāżibīna.

.(Hūd11:27). 

            

                  

 

 



 

 

 



 



/qāla yā qaūmi ara`aītum `in kuntu ‘alā baiinatin mmin rrabbi wa `ātāniy raḥmatan mmin ‘indihī fa’ummiat ‘alaikum anulzi mukumūhā wa`antum lahā kārihūn/


(4)

                                 

 

 



/wa yāqaūmi man yanșuruni minallahi in taradttuhum afalā taŻakkarūn/

(Hūd 11:30) 

 

 



                                

      

     

   

              

 

 

 

  

 

 

 



 

/wa lāā `aqūlu lakum ‘indiy khazā`inu llahi wa lāā `alamu al-qaība wa lāā `aqūlu `inni malaku wa

lāā `aqūlu lillażīna tazdarī `a’yutiyahumullahu khairā llahu alamu bimā fī anfusihim `innī `iŻā llamina al- alimīn/

(Hūd 11:31). 

        

     

    

      

 

                                        

 

 



/wa `ūiya ilā nūin `annahu, lan yū‘minu min qaūmika illa min qad āmana falā tabta`is bimā kānū

yaf‘alūn/


(5)

                                  

 

 

 

  

 

 



 /qīla yā nūu bisalāmin mimā wa barakāti ‘alaika wa ‘alāi `umamin mimman mm‘aka wa `umamun

sanumatti‘uhum Śumma yamassuhum minnā ‘ aŻābun `alīmun

(Hūd 11:48). 

                               

/in anā illa naŻiru mmubīnun (Asy-Syu’ara

26:115) 

 



                                   

                                         

 



/Wa laqad arsalnā nūān illā qaūmihi falabiŚa fihim `alfa sanatin illa khamsīna `āmān fā`akhaŻahum al-tṭūfānu wa hum ālimūn/

(Al-Ankabut 29:14) 

                                    

/wa taraknā ‘alaihi fī al-`akhirīn/ (Ash-Shaffat


(6)

                                      



/qāla yaqūmi innī lakum naŻirun mmubīn/

,(.Nuh 71:2 

                                   

             /qalā rrabbi innī da’ūtu qaūmi laīlān wa nahārān/

(Nuh 71:5) 

    

    

    

       

       

                                   

                           

/qāla nūun rrabbi innahum ‘așaūnī wa ttaba’ū man llam yazidu māluhu wawaladuhu illa khasārān/