Pengertian dan syarat menjadi seorang Pemangku

BAB II PEMANGKU DAN PURA RADITYA DHARMA CIBINONG BOGOR

A. Pemangku

1. Pengertian dan syarat menjadi seorang Pemangku

Pemangku adalah orang yang bertugas memimpin dan membimbing umat hindu dalam urusan keagamaan. Seperti memimpin sembahyang, maupun upacara keagamaan. Dalam tingkatannya, seorang Pemangku atau Pinandita berada di bawah seorang Pandita. Adapun syarat menjadi seorang Pemangku adalah : 1. Laki-laki, diutamakan yang sudah menikah 2. Umur sudah dewasa 3. Paham dalam bahasa kawi, sansekerta, dan Indonesia. 4. Memiliki pengetahuan umum, mendalami intisari ajaran-ajaran agama filsafat, etika, dan Rituil 5. Sehat lahir batin, ingatan tidak terganggu , tidak cedangga cacat tubuh serta berbudi luhur 6. Berperilaku baik. Artinya tidak pernah tersangkut dengan tindak pidana ringan dan berat yang surat keterangannya di keluarkan dari kepolisian 1 Secara formal terutama yang menyangkut prosedur administrasi Parisada Hindu Dharma menetapkan syarat-syarat bagi calon Pemangku hampir sama dengan calon PanditaSulinggih. Kecuali yang menyangkut hubungan dengan Nabe. Oleh karena seorang Pemangku dalam poses penyuciannya tidak memerlukan seorang Nabe seperti pada padiksaan seorang Sulinggih. Dalam aspek mental spiritual, seorang calon Pemangku juga sangat diperhatikan. Tindakan dan perilaku Pemangku yang tidak terpuji, tidak hanya mencemari dirinya sendiri tetapi di pandang akan menodai lingkungannya. Bilamana seorang Pemangku yang di resmikan melalui acara pawitenan, berbuat yang menyalahi aturan, ia wajib mengulang lagi melaksanakan upacara penyucian diri. Yan hana pamanku widhi tammpak tali cuntaka dadi pamanku Wnan malih mapa rayasciita kadi nguni apakarania, wan dadi pamanku widhimalih.Yan nora wankara Phalania Tan mahyun batara Mahyan Rin kahyanan. 1 Wawancara pribadi dengan I Nyoman Susila, pada tanggal 13 Juli 2010 Lontar kusuma Dewa . Artinya: Bilamana ada Pemangku yang pernah diikat karena suatu kesalahan dipandang cuntaka, wajib melaksanakan upacara prayascita seperti upacaranya semula dengan demikian ia berhak untuk menjadi Pemangku. Bila tidak demikian akibatnya tidak berkenan bhatara turun di kahyangan. Dalam prakteknya di masyarakat pemilihan calon Pemangku di tentukan oleh umat pengempon pura yang bersangkutan. Prosedur penetapannya maupun pemilihan calon itu sendiri dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan tradisi setempat. 2 Ada beberapa cara yang telah umum dilakukan dalam pemilihan pemangkupinandita antara lain: 1 Melalui Nyanjan Cara ini ditempuh dengan bantuan seorang mediator yang mampu menghubungkan diri dengan dunia ghaib, kemudian menerima petunjuk-petunjuknya secara langsung. Siapa yang akan di pilih untuk menjadi Pemangku di pura tersebut. Penyampaian petunjuk oleh mediator tersebut sering di lakukan dalam keadaan 2 Departemen Agama, I Gst. MD Ngurah et al, Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi, Surabaya: Paramita, 1998, cet. I, h. 174 instan. Pada akhirnya apakah petunjuk yang disampaikan oleh sang mediator itu dapat diterima atau tidak oleh umat yang mendukung pura tersebut. Sepenuhnya kembali kepada umat itu sendiri. 2 Melalui keturunan Cara ini tidak melalui prosedur yang berbelit-belit. Oleh karena ini telah diterima secara tradisi, bilamana seorang pemangku yang tua, dan sudah tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya, secara otomatis akan digantikan oleh keturunannya dalam hal ini adalah anaknya. Melalui cara ini proses kaderisasi umumnya berlaku secara alami, dan dipersiapkan dengan baik. Oleh karena itu telah di sadari pada saatnya nanti sang anak akan menerima tongkat estapet dari orang tuanya untuk melanjutkan tugasnya sebagai Pemangku di pura yang bersangkutan. 3 Melalui pemilihan Cara ini sering dilakukan bilamana cara-cara lain tidak berhasil di laksanakan. Dan juga yang memang melaksanakan secara tradisi sehingga akan berlanjut untuk waktu yang berikutnya. Dalam proses pemilihan penentuan syarat-syaratnya di samping yang telah di tentukan secara umum sering masih ditambahi dengan syarat-syarat yang di tetapkan secara khusus oleh umat yang bersangkutan. Betapapun juga tugas seorang rohaniwan apakah yang tergolong ekajati Pemangku lebih-lebih yang tergolong Dvijati Pandita adalah cukup berat. Oleh karena itu pula timbal baliknya yaitu berupa perhatian dan penghargaan dari masyarakat umat itu sendiri juga patut di berikan sewajarnya agar rohaniwan yang dipercayakan dalam tugas-tugas keagamaan dapat melakanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan pesanannya dan dapat berperan sebagai tokoh panutan. 3

2. Kehidupan Seorang Pemangku