24
mukmin yang amanah akan melaksanakan tugas dengan bersungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Dia tidak akan khianat, culas dan curang. Dia
merasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT jika di dunia mengabaikan amanah yang diberikan kepadanya. Tabligh; inilah kode etik
yang terkait erat dengan fungsi para nabi dan rasul untuk menyampaikan risalah dan amanah Allah kepada umat manusia. Nabi Muhammad
menegaskan tugas yang diberikan Allah yang terdapat pada Surah Al- A‟raaf
ayat 68 bahwa “Aku menyampaikan amanah-amanah Tuhanku kepada kalian
dan aku hanyalah pemberi nasihat yang tepercaya bagi kalian. ”
27
Lalu Allah berfirman kembali dalam Surah An-Nahl ayat 82 bahwa
“Jika mereka tetap berpaling tidak juga mau masuk Islam maka sesungguhnya kewajiban yang
dibebankan kepadamu hai Muhammad hanyalah menyampaikan amanat Allah dengan terang.
”
28
Kewajiban tabligh, termasuk melalui media massa adalah tanggung jawab besar yang menjadi tonggak dan tiang utama tegaknya
agama. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk
maka dia akan mendapat pahala seperti orang yang mengerjakannya, Allah tidak akan mengurangi sedikit pun pahala darinya. Dan barang siapa yang
menyeru kepada kesesatan maka dia akan berdosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya, Allah tidak aka mengurangi sedikit pun dosa itu darinya”
HR Muslim. Fathanah; inilah kode etik penting yang harus dimiliki Jurnalisme Islami, karena akhlak fathanah akan menyempurnakan tugas.
Seorang wartawan akan selalu terlibat langsung dengan narasumber, mengajukan pertanyaan dalam wawancara serta melaporkan hasil liputannya
27
QS Al- A‟raaf 7 ayat 68.
28
QS An-Nahl 16 ayat 82.
25
kepada khalayak di segala usia dan tingkat kemampuan mereka. Seorang yang memiliki fathanah cukup paham kondisi mereka dan mengambil pendekatan
yang bijak dan penuh hikmah.
29
“Tak jarang para jurnalis muda yang penuh semangat menyampaikan Islam dengan cara yang keras dan kurang hikmah sehingga menyebabkan
orang bukan Islam menganggap Islam itu ekstrim dan agama yang tidak toleran. Sebagian mereka suka menyerang pribadi-pribadi tertentu dalam
liputannya yang disajikan ke publik. Padahal, Nabi Muhammad SAW dengan kecerdasannya tak pernah mebeberkan aib seseorang di muka umum. Beliau
biasa berdakwah dengan cara lemah lembut, bijak dan penuh hikmah
”.
30
Keempat akhlak Rasulullah itu bersifat universal. Karena itu
Jurnalisme Islami juga bersifat universal, tidak tergantung agama apa yang dianut. Artinya termaktub dalam ajaran para nabi, ulama, pendeta, orang-
orang suci, filosof dan para guru kebajikan dari agama dan ideologi apapun.
31
Istilah “Dakwah Bil Qalam” DBQ mungkin terasa asing di telinga banyak orang,
tidak seperti istilah Dakwah Bil Lisan” dan “Dakwah Bil Hal”. Penggunaan nama “Qalam” merujuk kepada firman Allah SWT, maka DBQ
sebagai konsep “dakwah melalui pena”, yakni dengan menulis di media massa.
32
Pada era informasi sekarang ini yang ditandai dengan maraknya media massa sebagai sarana komunikasi massa dan alat pembentuk opini publik, para
mubalig, aktivis dakwah dan umat Islam pada umumnya harus mampu memanfaatkan media massa untuk DBQ, baik melalui rubrik kolom opini
yang terdapat pada surat kabar, mingguan, majalah atau bulletin masjid. Tentu
29
Parni Hadi, Jurnalisme Profetik Pergulatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Dompet Dhuafa Insani Maksima Promosindo, 2014, cet ke-1, h. 116.
30
Parni Hadi, Jurnalisme Profetik Pergulatan, Teori dan Aplikasi, cet ke-1, h. 116-117.
31
Parni Hadi, Jurnalisme Profetik Pergulatan, Teori dan Aplikasi, cet ke-1, h. 117.
32
Asep Syamsul M. Romli, SIP, Jurnalistik Dakwah Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, cet ke-1, h. 21.
26
saja, DBQ dapat berjalan seiring dengan pelaksanaan dakwah format lama: dakwah bil lisan
ceramah, tablig, khotbah dan dakwah bil hal pemberdayaan masyarakat secara nyata, keteladanan perilaku.
33
Keunggulan DBQ dibandingkan format dakwah bentuk lain ialah sifat objeknya yang masif dan cakupannya yang luas. Pesan DBQ dapat diterima
oleh jutaan orang pembaca dalam waktu yang bersamaan. DBQ juga merupakan senjata dalam melawan serbuan pemikiran pihak-pihak yang
hendak merusak akidah, pemikiran dan perilaku Islami umat Islam melalui media massa. Media massa memang alat efektif untuk membentuk opini
publik atau umum bahkan memengaruhi orang secara kuat.
34
D. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Kata “wacana” banyak digunakan oleh berbagai ilmu pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan
sebagainya. Namun demikian, secara spesifik definisi dan batasan istilah wacana sangat beragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lingkup dan
disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.
35
“Wacana sendiri ditemukan berbagai definisi. Wacana dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris discourse. Kata discourse berasal
dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian-ke mari yang diturunkan dari dis-
„dari, dalam arah yang berbeda‟, dan currere „lari‟, yaitu komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi
atau percakapan, komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek
33
Asep Syamsul M. Romli, SIP, Jurnalistik Dakwah Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, cet ke-1, h. 22.
34
Asep Syamsul M. Romli, SIP, Jurnalistik Dakwah Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, cet ke-1, h. 21-23.
35
Aris Badara, Analisis Wacana Teori, Metode dan Penerapannya pada Wacana Media
, Jakarta: Kencana, cet ke-1 h. 16.
27
studi atau pokok telaah, risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah
”.
36
Alex Sobur berpendapat, Ismail Murahimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju dalam pembahasan menurut urut-urutan
yang teratur dan semestinya” dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.
37
Dalam pengertian yang lebih sederhana, wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas. Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah sebuah cara mengomunikasikan pikiran
dalam bentuk lisan maupun tulisan yang teratur dan sistematis dalam kesatuan bahasa yang besar dengan tema-tema dan topik-topik yang disajikan kepada
khalayak. Seperti dikutip Eriyanto, Hikam membagi tiga pandangan mengenai
analisis wacana. Masing-masing yaitu pandangan positivisme-empiris, pandangan konstruktivis dan pandangan kritis. Pandangan positivisme-
empiris, menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan
kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan sematik titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal. Sementara itu
konstruktivisme adalah pandangan yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, cet ke-5, h.1-2.
37
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing
, cet ke-5, h.10.
28
tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan
dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
38
“Pandangan kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai
medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-
tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap
proses bahasa, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan
”.
39
Dalam menganalisis teks media, terdapat beberapa analisis yang dapat digunakan. Di antaranya adalah analisis isi, analisis semiotika, analisis
framing dan analisis wacana. Melalui discourse analysis analisis wacana, semiotic analysis
analisis semiotik atau framing analysis analisis framingbingkai, kita dapat memahami bahwa sebenarnya isi media
dipengaruhi oleh berbagai komponen yang terdapat dalam institusi media itu sendiri.
40
2. Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Fokus penelitian ini adalah wacana model Teun A. Van Dijk. Dari sekian banyak model analisis wacana, model Van Dijk adalah model yang
38
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2012, cet ke-10, h. 4-6.
39
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, cet ke-10, h. 6.
40
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, cet ke-5, h.3.
29
paling banyak dipakai karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa diaplikasikan secara praktis.
41
Model yang dipakai Van Dij k ini kerap disebut sebagai “kognisi sosial”,
nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik pendekatan yang diperkenalkan oleh Van Dijk. Menurut Van Dijk, penelitian
atas wacana tidak cukup hanya didasarkan atas analisis teks saja, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati, tetapi juga
melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang
membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.
42
Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua
elemen itu merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lainnya.
43
Struktur atau elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk dapat digambarkan seperti berikut:
44
Tabel 1
ELEMEN WACANA VAN DIJK Struktur Wacana
Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro TEMATIK
Apa yang dikatakan?
Topik
41
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2012, cet ke-10, h. 221.