38
agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan
lembaga penyiaran. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan rasa hormat terhadap pandangan keagamaan, rasa hormat terhadap hal pribadi, kesopanan dan kesusilaan,
pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadism, perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan, penggolongan program dilakukan
menurut usia khalayak, penyiaran program dalam bahasa asing, ketepatan dan kenetralan program berita dan lain-lain.
63
Stasiun televisi harus memerhatikan keseimbangan antara kebutuhan yang dapat ditimbulkan khususnya dalam penyiaran program
berita yang memuat adegan kekerasan, kecelakaan dan bencana. Program yang mengandung muatan secara dominan atau mengandung adegan
kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya dapat disiarkan pada jam tayang di mana anak-anak pada umumnya diperkirakan sudah tidak menonton
televisi, yakni pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.
64
63
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, cet ke- 1 h. 248.
64
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, cet ke- 1 h. 249.
39
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Perkembangan Televisi di Indonesia
Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 ketika bertepatan dengan pelaksanaan Olahraga Asia IV Asian Games IV di Jakarta. Saat itu
masyarakat Indonesia disuguhi tontonan realita yang begitu memukau. Meskipun hanya siaran televisi hitam putih, namun siaran pertama di
Indonesia itu menjadi momentum yang sangat bersejarah. Perkembangan dunia pertelevisian semakin maju sejak pemerintah mengeluarkan izin
kehadiran televisi swasta pada tahun 1989. Diawali stasiun televisi swasta RCTI, kemudian diikuti SCTV, TPI, ANTV, Trans TV, TV 7, Global TV dan
Lativi.
1
1. Transisi dari Era Orde baru ke Era Reformasi
Ketika pertama kali Televisi Republik Indonesia TVRI mengudara, televisi pemerintah ini awalnya menampilkan liputan
Asian Games IV. Ini artinya sejak awal TVRI sudah memerhatikan konsumsi berita untuk pemirsanya. Sebagai TV pemerintah akhirnya
pola acara pemberitaan lebih pada acara yang sifatnya seremonial. Saat itu, berita semacam ini mengalir begitu saja, artinya masyarakat pasrah
dan menerima apa saja yang disajikan oleh TVRI karena TVRI saat itu sangat monopolistis.
2
11
Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, cet ke-1, h.15.
2
Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, cet ke-1, h.27.
40 “Tidak ada siaran televisi selain TVRI saat itu, maka begitu kran
deregulasi di bidang pertelevisian dibuka lebar-lebar dan muncul beberapa stasiun TV swasta barulah masyarakat mendapatkan
beberapa alternatif tayangan, terutama acara berita. Terasa sekali setelah kurang lebih 32 tahun masyarakat Indonesia dijejali dengan
informasi „pesanan‟ yang disiarkan lewat pemberitaan TVRI, tiba-tiba disuguhi beragam berita yang tidak melulu mengenai seremonial.
Bertahannya pemerintahan orde baru yang berkuasa hampir 32 tahun itu adalah contoh dari peran politik monopoli penyiaran di Indonesia
yang begitu kuat yakni keleluasaan untuk menyajikan berita-berita pembangunan yang hanya bersumber dari
pejabat negara.”
3
Oleh karenanya, hampir 32 tahun selalu di suguhi model-model
propaganda melalui program acara pembangunan di TVRI yang tidak lain
hanya memberitakan
keberhasilan pemerintah
dalam pembangunan nasional. Bukanlah hal yang mustahil bila kelanggengan
pemerintahan orde baru tidak lepas dari peran politik pemberitaan TVRI. Peran ini lebih ditonjolkan pada orientasi pemberitaan yang
berbau seremonial. Mulailah kebebasan mendapatkan informasi yang transparan berlaku di negara ini, sampai akhirnya penonton atau
masyarakat bisa memilih acara berita dari 11 stasiun televisi swasta.
4
Di era orde baru memang peran media khususnya media penyiaran baik RRI maupun TVRI belumlah menunjukkan fungsi sosial dengan
sempurna karena intervensi politik kekuasaan pada waktu itu. Sebenarnya pada waktu itu Departemen Penerangan Deppen telah
mengedepankan fungsi media RRI dan TVRI yang sebenarnya dalam rangka meningkatkan peran sosial RRI dan TVRI dengan melegitimasi
forum media seperti kelompencapir sebagai media belajar masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya belumlah optimal karena masuknya
3
Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, cet ke-1, h.27.
4
Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, cet ke-1, h.27.