Transisi dari Era Orde baru ke Era Reformasi
42
Indonesia berada di persimpangan antara fungsi pers sebagai instrumensi hegemoni negara dengan fungsi pers sebagai institusi
kapitalis. Di satu sisi pemerintahan mulai mengadopsi prinsip-prinsip pers liberal namun di sisi lain mempertahankan kebijakan-kebijakan
sektor media yang bertentangan dengan semangat liberitarianisme.
7
Dampak kapitalisme kroni terhadap industri penyiaran televisi cukup jelas, yakni pola kepemilikan media yang memusat dan
monopolistik, beserta dampak buruknya terhadap monopoli dan rekayasa informasi seperti yang telah kita rasakan bersama pada
pemerintahan orde baru yang lalu.
8
“Problem yang muncul pada media televisi pada saat akhir era orde baru lebih menunjukkan pada dinamika media yang telah menjadi
instrument industri kapitalis yang berdamapak pada moda isi program media yang bersangkutan, yakni apa dan bagaimana acara-acara yang
harus diproduksi dan di tayangkan lebih di tentukan berdasarkan korelasinya dengan pihak sponsor dan selera khalayak. Akibatnya di
lain pihak, para pengelolah televisi dihadapkan pada permasalahan pada pengelolah televisi dihadapkan pada permasalahan SDM yang
berkualitas dan teknologi pendukung, ketika harus memenuhi tuntutan- tuntutan produksi manakala televisi memasuki entitas komersial.
”
9
Memasuki era paska keruntuhan rezim orde baru pada revolusi Mei 1998, media penyiaran belum beranjak mengalami perubahan
yang signifikan. Walaupun dari sisi perkembangan kepemilikan media, bisnis penyiaran tidak lagi berpusat kepada keluarga Cendana. Nama-
nama anak Soeharto memang tidak terlihat lagi dalam kacah kepemilikan stasiun televisi. Para pemain baru bermunculan, baik
7
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2004, cet ke-1, h.14.
8
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, cet ke-1, h.13-14.
9
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, cet ke-1, h.13.
43
dengan mengakusisi stasiun televisi lama maupun dengan mendirikan stasiun televisi baru. Namun ini tidak berarti otomatis keluarga
Cendana dan para kroni tidak lagi memegang kontrol atas bisnis penyiaran karena situasi politik yang berubah paska orde baru sudah
tentu mereka harus menggunakan strategi yang tepat untuk menghindari tekanan publik, pemerintah dan sentiment pasar yang
negatif terhadap usaha-usaha bisnis yang mengandung keterlibatan keluarga Cendana. Salah satu strateginya dengan menggunakan peran
pihak lain untuk mempertahankan kepemilikan asset-aset penting dalam industri penyiaran yang terjadi dalam konteks ini adalah
kepemilikan saham secara tidak langsung terhadap sejumlah stasiun televisi.
10
Pada era reformasi ini, perkembangan televisi swasta masih stagnan dalam arti belum ada peningkatan kualitas program acara
karena penekanan masih pada entitas komersial. Untuk itu stasiun televisi swasta membeli program impor seperti meteor garden yang di
beli Trans TV seharga US 20.000 program import tersebut di nilai akan mempertahankan jumlah penonton sekaligus memelihara rating
untuk memancing pemasang iklan. Stasiun televisi swasta belum berani memproduksi acara sendiri, mengingat keterbatasan SDM yang
berkualitas. Biaya produksi, misalnya untuk sebuah sinetron bisa mencapai lebih dari 400 juta rupiah, karena harga artis melambung
tinggi. Sedang honor artis bisa mencapai separuh dari biaya produksi.
10
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2004, cet ke-1, h.15.
44
Di lain pihak banyak industri televisi swasta memanfaatkan production house
untuk membeli program guna menopang kebutuhan program stasiun televisi. Namun kalangan production house pada akhirnya tak
dapat menghindari dari kecenderungan „mencangkok‟ format dan logika cerita asing ala opera sabun atau film India. Bila sampai titik
kebutuhan tayangan televisi tetap belum terpenuhi, maraklah pemutaran ulang serial-serial yang sudah di siarkan atau daur ulang
film layar lebar dalam bentuk sinetron.
11
Di lain pihak, karena strategi pemasaran program media di era paska orde baru ini masih mengandalkan jenis pemasaran following
marketing , maka homogenisasi program acara televisi swasta tidak
terhindarkan dan menjadi fenomena yang memprihatinkan. Ketika satu stasiun sukses dengan program infotainmentnya maka stasiun lain pun
ramai-ramai mengikutinya. Tayangan gossip-gosip artis saat ini yang membanjiri layar kaca pemirsa setiap harinya dengan format, genre
dan sajian yang „sama dan sebangun‟, misalnya ketika RCTI sukses
dengan program acara Cek Ricek, maka diikuti pula oleh Indosiar dengan acara serupa KISS, kemudian SCTV dengan Potret Orang
Terkenal Portal, selanjutnya Trans TV dengan Kros Cek dan seterusnya. Demikan pula ketika stasiaun televisi swasta sukses
dengan program dangdut, televisi swasta lain segera segera mencangkoknya ramai-ramai. Dengan banyaknya tayangan serupa
menyebabkan persaingan antar media semakin ketat, keterbatasan dan
11
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2004, cet ke-1, h.298.
45
kemampuan rumah produksi masing-masing stasiun televisi untuk memenuhi persaingan itu, menyebabkan begitu banyak program yang
secara kualitas sangat memprihatinkan.
12
Dari sisi jurnalistik, pemberitaan media belum menunjukkan ada peningkatan kualitas penyajian khususnya yang menyangkut
berita-berita kriminal. Umumnya berita-berita kriminal bersumber dari kepolisian, namun kadang-kadang dalam sajian informasinya telah
menggiring pelaku seolah-olah telah menjadi terdakwa, sehingga program ini di tuding mengabaikan prinsip azas praduga tak bersalah.