Strategi Pembelajaran Afektif Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)

disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995. 5. Characterization by a Value or Value Complex Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, yakni keterpaduan semua nilai yang telah dimiliki seseorang, yang memepengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai ini telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujud peserta didik menjadikan perintah Allah swt yang tertera dalam al- Qur‟an pada surat al- „Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Setelah proses dari jenjang di atas maka akan mendapati ciri-ciri hasil belajar afektif yang dapat terlihat pada tingkah laku peserta didik seperti, perhatiannya terhadap mata pelajaran tertentu, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran tertentu, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan lain sebagainya. 63 Inilah berbagai gambaran tentang kompetensi yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran dalam kelas, yang untuk aspek afektif tersebut tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran yang lebih melibatkan mereka dalam pembahasannya, tetapi juga contoh-contoh nyata sehingga mereka dapat memperlihatkan respon yang terukur. 64 Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, dan 63 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo, 2011, cet. 11, hal. 54 64 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. 1, hal. 72 sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar. Seorang siswa misalnya, dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka. 65 Seperti yang telah di singgung di atas, pembahasan tentang sikap atau afektif erat hubungannya dengan dengan nilai yang dimiliki seseorang. Oleh karenannya, pendidikan sikap atau afektif pada dasarnya adalah pendidikan nilai.

C. Pengertian Nilai, Moral dan Sikap

Sudah diterangkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa strategi pembelajaran yang berfokus pada ranah afektif siswa erat hubungannya dengan dengan nilai, emosi dan sikap. Untuk itu agar memudahkan dan dapat dipahami lebih mendalam apa yang ingin dicapai oleh penulis alangkah baiknya penulis menerangkan tentang pengertian nilai, emosi dan sikap. Nilai berasal dari bahasa Latin vale‟re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut kenyakinan seseorang atau sekelompok orang. 66 Nilai value adalah suatu norma atau standar yang telah diyakinni atau secara psikologis telah menyatu dalam diri individu. 67 Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada didalam dunia yang empiris, nilai tersebut berhubungan langsung dengan pandangan seseorang yang tidak bisa dilihat, diraba tapi bisa dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan. 68 65 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal. 125 66 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, cet. 1, hal. 56 67 Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 3, hal. 51. 68 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, Jakarta: Kencana 2008, cet. 5, hal. 274 Nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupannya di masyarakat. 69 Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Sedangkan sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi berupa kecenderungan predisposisi tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. 70 Menurut Muhubbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar, menjelaskan sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons response tendency dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. 71 Sama halnya seperti yang diungkapkan W.S. Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran mengenai sikap, orang yang bersikap tertentu cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilain terhadap obyek itu, bergunaberharga baginya atau tidak. 72 Dalam sikap dapat dibedakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif. Misalnya, seorang mengetahui bahwa mobil yang berukuran besar membutuhkan bahan bakar banyak dan, karena itu, biaya operasi menjadi tinggi aspek kognitif. Dia tidak suka mengeluarkan uang banyak untuk mengoperasikan mobil besar, hanya demi menjaga gengsi aspek afektif. Maka, dia tidak hendak 69 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hal. 120. 70 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hal. 121. 71 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal. 150 72 W.S. Winkel, Psikologi PengajaranI, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. 4, hal . 104 membeli mobil besar dan hasrat membeli mobil yang lebih kecil aspek konatif. Aspek terakhir inilah yang paling berperan dalam mengambil tindakan atau menentukan pilihan berdasarkan sikap tertentu. 73 Sikap dan nilai Value kerap disamakan meskipun ada ahli yang memandang nilai sebagai sikap sosial, yaitu sikap masyarakat luas terhadap sesuatu, orang- perorangan dapat mengambil oper sikap sosial itu dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya dan memutuskan sikap sendiri. 74

D. Nabi Musa dan Nabi Khidir

1. Nabi Musa AS

Nabi Musa as adalah nabi yang diutus di daerah Mesir para ahli sejarah menyebutkan bahwa Musa as dilahirkan sekitar tahun 1285 SM atau bertepatan dengan tahun ke-7 pemerintahan Ramses II. Peristiwa kelahiran Musa as terjadi saat kekalahan pertempuran yang diderita Fir‟aun dan bala tentara Mesir di Kadesh Barnea melawan bala tentara Kerajaan Het yang berakibat pada penderitaan dan penindasan orang-orang Israel di Mesir semakin besar. Di tengah penindasan inilah, istri Imran atau Amram, anak Yafet putra Lewi, melahirkan seorang bayi laki-laki. Taurat menyebut bahwa Amram, ayah Musa as, menikah dengan bibinya, konon bernama Yokhebed, saudara ayahnya, dan melahirkan Harun dan Musa. 75 Adapun geneologi dari Nabi Musa adalah Musa bin Imran bin Fahis bin „Azir bin Lawi bin Ya‟qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra‟u bin Falij bin „Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. 76 Menurut ahli nujum kerajaan Fir‟aun, memberitahu bahwa ada seorang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil yang akan menjadi musuh dan bahkan membinasakan Fir‟aun. Serentak raja Fir‟aun mengeluarkan perintah agar membunuh semua bayi laki- laki yang lahir di lingkungan kerajaannya, tanpa terkecuali. Yokhebed, ibu yang saat itu melahirkan Nabi Musa juga tak luput dari rasa cemas dan takut akan keselamatan 73 W.S. Winkel, Psikologi PengajaranI, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. 4, hal . 105 74 W.S. Winkel, Psikologi PengajaranI, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. 4, hal . 104 75 Amanullah Halim, Musa Versus Fir‟aun, Jakarta: Lentera Hati, 2011, cet. 1, hal. 39. 76 http:biografi-tokoh-ternama.blogspot.com20140kisah-nabi-laihissalam.html?m=1 , online tanggal 24 Februari 2015. bayi laki-lakinya. Atas petunjuk dari Allah, bayi laki-laki tersebut Musa dimasukan kedalam peti dan dilepaskan ke sungai Nil. Dan atas kehendak Allah, bayi tersebut mengalir menuju arah istana, yang kemudian ditemukan dan diambil oleh istri Fir‟aun. Demikianlah, akhirnya Nabi Musa as diasuh dan di besarkan di keluarga kerajaan Fir‟aun. Hingga ketika Musa telah mencapai usia dewasa, Allah mengaruniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Ketika itu Musa mengetahui dan sadar bahwa sebenarnya ia hanyalah anak pungut di istana dan tidak se titik darah Fir‟aun pun mengalir di dalam tubuhnya. Dalam salah satu kisahnya, musa pernah membunuh salah satu kaum Fir‟aun yang bernama Fatun. Karena tindakannya tersebut, pihak kerajaan memutuskan untuk menangkap Musa. Namun Musa dapat lolos dan ia meninggalkan Mesir menuju Madyan. Disana ia bertemu Shafura puteri Nabi Syu‟aib dan akhirnya menikah dengannya. Sepuluh tahun lebih ia pergi meninggalkan Mesir tanah kelahirannya, sebelum ia memutuskan kembali pulang ke Mesir. Di tengah perjalannya, tepatnya di Thur Sina, ia tersesat dan kehilangan arah. Dalam keadaan demikian, terlihatlah olehnya sinar api yang menyala di atas lereng sebuah bukit. Di sinilah Nabi Musa mendapat wahyu yang pertama yang diterimanya langsung dari Allah swt, sebagai tanda kenabian. Apabila kita membaca dan menyimak kisah sejarah Nabi Musa, niscaya kita akan mendapati beliau adalah seorang nabi yang memiliki keistimewaan, diantaranya: 77 1. Nabi Musa di beri mukjizat oleh Allah berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular besar, bisa membelah lautan, bisa memancarkan air, dan sebagainya. Selain itu, beliau terkenal sebagai nabi yang punya kekuatan fisik yang tangguh, sehingga apabila memukul seorang dengan satu kali pukulan saja niscaya orang tersebut mati. 77 Mahmud asy-Syafrowi, Khidir as Nabi Misterius, Penguasa Samudra yang Berjalan Secepat Kilat, Yogyakarta: Mutiara Media, 2013, cet. 1, hal. 72-73.