Pendidikan Gambaran Kemiskinan Dalam Novel

BAB IV GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL

SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA

4.1 Gambaran Kemiskinan Dalam Novel

Sepatu Dahlan Telah dipaparkan sebelumnya penjelasan tentang kemiskinan itu sendiri. Murni 2009:18 mengatakan “Bila membicarakan masalah kemiskinan, maka yang menjadi pusat perhatian adalah rendah tingkat pendapatan, kurangnya konsumsi kalori yang diperlukan bagi tubuh manusia, dan melebarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin”. Adapun gambaran kemiskinan yang ingin dideskripsikan yaitu hanya menyangkut gambaran kemiskinan beberapa hal saja. antara lain:

4.1.1 Pendidikan

Pendidikan adalah proses yang terjadi karena interaksi berbagai faktor yang menghasilkan penyadaran diri dan penyadaran lingkungan sehingga menampilkan rasa percaya diri dan rasa percaya akan lngkungan Setiadi dan Kolip, 2011:340. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penidikan berasal dari kata didik mendidik, yaitu memelihara dan memberi latihan ajaran, pimpinanmengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. sedangkan pengertian pendidikan itu sendiri yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik KBBI:2007. Universitas Sumatera Utara Setiadi dan Kolip 2011:531 mengatakan pendidikan dapat digunakan untuk membantu dalam meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih tinggi melalui usaha mereka sendiri. Penegasan ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah. Masalah ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat jelas terhadap kelancaran kegiatan pendidikan, bahkan ditekankan bahwa kurikulum juga dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan perdagangan dan industri. Namun, kebutuhan akan pendidikan tidak bisa selalu di dapat dengan cara yang mudah karena beberapa faktor tertentu. Adapun yang menjadi faktor terhambatnya proses pendidikan antara lain: rendahnya kualitas sarana pendidikan, rendahnya kesejahteraan guru, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan, mahalnya biaya pendidikan, dan lain sebagainya. Hal tersebut tergambar dalam tulisan diary yang menjadi hiburan Dahlan disebabkan kesenangannya terhadap menulis. Segala keluh kesah yang ada di dalan fikirannya langsung saja ia tuangkan ke dalam buku catatannya itu. Seperti penggalan teks tersebut: “Dahlan tahu alasan Bapak pasti karena biaya sekolah yang selangit, buku-buku yang mahal, seragam yang tak terbeli, belum lagi harus ada sepatu dan sepeda. Dahlan janji, tak perlu pakai sepatu atau sepeda ke sekolah, pak. Dahlan bisa jalan walau tanpa alas kaki. Dahlan kuat, pak. Boleh ya, pak?” Sepatu Dahlan:22 Dalam kajian ini, terdapat 3 hal yang menggambarkan masalah pendidikan dalam novel Sepatu Dahlan yaitu: Universitas Sumatera Utara

A. Biaya Pendidikan

Menurut Setiadi dan Kolip 2011:531 pendidikan dapat digunakan untuk membantu penduduk dalam meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih tinggi melalui usaha mereka sendiri. Hal ini dianggap dapat membantu perkembangan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Namun hal itu tidak akan terwujud jika masalah ekonomi itu sendiri tidak mendukung untuk untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Sudah menjadi rahasia umum jika pendidikan di Indonesia menguras biaya yang sangat besar. Bagi mereka yang tergolong mampu, pendidikan merupakan sebuah investasi jangka panjang, namun bagi mereka yang tergolong lemah dalam tingkat ekonomi pendidikan merupakan masalah utama kebutuhan yang di anggap sulit bagi mereka untuk menjangkaunya. Di Indonesia terdapat berbagai macam sekolah, baik dari jenis bidang keahlian, kualitas pengajaran yang menjadi unggulan, hingga kumpulan orang- orang kaya yang menempatkan anaknya untuk bersekolah sesuai keinginan. Perbedaan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya menjadi permasalahan bagi tiap-tiap orangtua. Hal ini terjadi disebabkan keinginan si anak yang selalu ingin berada disekolah unggulan agar bisa menjadi lebih baik lagi. Hal ini terlihat dari kutipan dialog dalam novel berikut: “Sekolah bisa di mana saja, Pak.”pintaku lagi. “Bapak tahu, Le, tapi kamu harus tahu diri, harus tau kemampuan orang tua. Kalau di Pesantren Takeran, biaya lebih ringan,” tegas Bapak Sepatu Dahlan:20. Universitas Sumatera Utara Dahlan selaku tokoh utama dalam novel Sepatu Dahlan, mencoba menjelaskan kepada ayahnya bahwa sekolah bukan hal yang mutlak dalam menentukan kualitas belajar seseorang. Dan ayahnya pun sangat paham akan keinginan Dahlan. Dengan ekonomi keluarga yang begitu memprihatinkan, ayahnya harus menasihatinya untuk sekolah di Pesantren Takeran dan mengingatkan agar Dahlan harus menyesuaikan keinginannya menuntut ilmu dengan keadaan ekonomi orangtuanya. Kemiskinan yang dialami keluarga Dahlan tidak mendukung keinginannya untuk bersekolah di tempat yang selalu berurusan dengan uang. Hal ini semakin dipertegas dengan penggalan dialog berikut: “lagi pula, kamu harus mikir. Apa kamu sanggup jalan kaki nyeker tiap hari sejauh lima belas kilo? Bagaimana dengan baju seragam, buku-buku pelajaran, iuran sekolah, ato biaya lainnya? Semuanya pake duit. Pokoke kalo masih mau lanjut sekolah, kamu harus lanjut ke Tsanawiyah”Sepatu Dahlan:20. Ayah Dahlan yang ia kenal begitu tegas dan tidak sering berbicara membuat ia harus mengurungkan beberapa saat niatnya untuk sekolah di tempat yang ia idamkan itu. Jauhnya jarak yang harus ditempuh dan biaya keperluan yang berhubungan dengan pendidikan yang sangat tinggi menjadi bahan pertimbangan kenapa ayahnya memaksa Dahlan untuk melanjutkan sekolahnya di Tsanawiyah Takeran. Ketegasan ayahnya tersebut menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi Dahlan selaku tokoh utama, hingga ia harus melupakan mimpinya untuk melanjutkan ke sekolah yang telah ia idamkan sejak duduk di bangku Sekolah Rakyak SR. Kekecewaan itu terlihat pada kutipan novel berikut: Universitas Sumatera Utara “Suara Bapak seperti guntur yang menggetarkan jantungku. Suara keras yang selama ini jarang terdengar di rumah ini. Aku benar-benar kecewa. SMP Magetan adalah sekolah idaman bagi anak-anak di kampung kami. Belum seorang pun yang bisa masuk atau bersekolah di sana. Tapi, biasanya setelah sekali mengatakan “tidak bisa”, maka selamanya Bapak akan mengatakan hal yang sama”Sepatu Dahlan:19-20. SMP Magetan adalah SMP yang menjadi idola bagi anak-anak warga Kampung Dalem. Hal itu yang membuat Dahlan begitu ingin bersekolah di sana. Namun karena kebutuhan biaya yang sangat tinggi untuk bisa bersekolah di SMP tersebutlah yang membuat ayahnya menasihati dirinya agar mengurungkan niat untuk bersekolah ditempat itu dan melanjutkan sekolah ke Tsanawiyah Takeran yang dianggap biayanya terjangkau. Meski begitu, orangtua Dahlan tetap berfikir bahwa pendidikan tetap hal yang utama bagi hidup mereka. Seperti yang terlihat dalam kutipan novel berikut: “Apabila Mbak Sofwati butuh biaya kuliah, domba jatah kami di jual. Itu pun cuma sesekali, jarang terjadi” Sepatu Dahlan:74 Pentingnya pendidikan bagi keluarga Dahlan memaksa ayahnya untuk menjual domba agar masalah biaya kuliah Mbak Sofwati bisa diselesaikan. Meski begitu, ayahnya tidak menjual domba mereka tanpa berfikir panjang. Karena domba itu di jual hanya saat keadaan benar-benar mendesak. Betapa keadaan ekonomi yang dialami keluarga Dahlan begitu memprihatinkan namun tetap mengutamakan pendidikan. Pada tahun 2008 pemerintah menyediakan BOS bagi 41,9 juta siswa pada jenjang pendidikan dasar, yang mencakup, SD, MI, SDLB, SMP, MTS, SMPLB, dan pesantren salafiyah, serta satuan pendidikan keagamaan lainnya yang Universitas Sumatera Utara menyelanggarakan pendidikan dasar sembilan tahun. Penyediaan BOS ini ditujukan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun Setiadi dan Kolip, 2011:822. Namun banyak dari mereka yang tidak merasakan program pemerintah tersebut. Kenyataan ini terjadi karena banyak faktor. Pemerintah mencanangkan dana BOS namun cukup banyak peserta didik dan sekolah yang tidak menerima dana tersebut. Hal ini harusnya menjadi perhatian utama pemerintah, selain harus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

B. Seragam Sekolah

Kewajiban menggunakan seragam sekolah telah menjadi bagian tata tertib sekolah dan dilaksanakan secara ketat diseluruh sekolah Indonesia. Mulai dari ketentuan atribut, bentuk, ukuran, badge nama sekolah, bahan, bahkan aturan pembelian. Di Indonesia, ketentuan dalam mengenakan seragam dibedakan sesuai jenjang maupun jenis pendidikan. Ketentuan berseragam tersebut boleh dikatakan berlaku secara nasional. Kendati demikian, pada sekolah-sekolah tertentu sudah ada yang menerapkan seragam khusus sesuai dengan kekhasan sekolah yang bersangkutan. Masalah seragam dalam hal pendidikan akan menunjukan kelas ekonomi pada strata mana keluarga tersebut digolongkan. Bahkan ada sebagian sekolah yang mewajibkan baju khusus pada hari tertentu sebagai simbolis identitas Universitas Sumatera Utara sekolah itu. Peraturan ini semakin memberatkan keluarga yang tingkat ekonominya dalam keadaan miskin. Karena bagi mereka, bisa memiliki seragam dan pakaian yang layak sehari-hari saja sudah bersyukur. Hal tersebut sejalan dengan yang pernah dipaparkan oleh Setiadi dan Kolip 2011:437 dengan mengatakan “bagi golongan kelas bawah, busana biasanya hanya digunakan sekadar menutupi anggota badan yang tidak layak untuk ditampakkan, tetapi bagi golongan kelas atas, biasanya busana selalu dikaitkan dengan nilai seni dan gaya hidup life style sehingga ada perasaan harga dirinya akan turun jika mengenakan busana apa adanya sebagai mana golongan kelas bawah”. Bagi orangtua, khususnya yang tidak atau kurang mampu,akan menjadi masalah besar, karena harus menyediakan seragam baru yang layak bagi anaknya. Di sisi lain, orangtua menghendaki sekolah murah, yang juga merupakan program pemerintah. Hal tersebut juga merupakan bagian dari masalah yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. “bagaimanapun, aku pasti akan merasa malu, minder, atau rendah diri. Pakaian misalnya, aku hanya punya sepasang dan itu alamat akan jadi bahan ejekan bagi murid-murid lain yang rata-rata punya orangtua yang mampu membelikan mereka banyak pakaian” Sepatu Dahlan:21-22 Bayangan dalam benak Dahlan, bukti bahwa ia sangat menyadari keadaan ekonomi orangtuanya yang sangat terbatas. Perbedaan tingkat ekonomi antara orangtua dahlan dan orangtua murid yang lain membuat ia harus melupakan mimpinya untuk bersekolah di tempat yang ia idamkan. Dengan hanya memiliki Universitas Sumatera Utara sepasang seragam saja, Dahlan pun harus menghindarkan hinaan dan cacian yang kemungkinan akan berimbas pada orangtuanya kelak. Keterbatasan ekonomi orangtuanya hanya mampu membelikan Dahlan sepasang seragam, baju dan celana. Itu belum termasuk sepatu dan yang lainnya. Seperti yang terlihat jelas dalam penggalan dialog berikut: “kadang, ada pertandingan yang menganjurkan agar seluruh pemain memakai sepatu. Kalian bisa main kalo memakai sepatu, kn?” Fadli terdiam. “belum tahu.” Jawab ku, “soalnya bau sepatu saja aku belum tahu, mas” Sepatu Dahlan:61 Sepatu adalah salah satu hal yang menjadi motivasi Dahlan selama ia mengenal dunia pendidikan. Sejak masa Sekolah Rakyat Dahlan selalu menginginkan Sepatu untuk ia pakai berangkat ke sekolah. Kenyataan untuk terlahir dari orangtua yang miskin harus membuat Dahlan bersabar atas keinginannya yang tidak kunjung terpenuhi, yaitu sepatu. Bukan hanya memiliki atau pernah memakai, bahkan untuk mencium bau sepatu saja ia belum tahu. Sementara itu, sepatu yang sangat ia dambakan merupakan salah satu peralatan utama dalam kegiatan sekolah yang ia ikuti jika ada pertandingan. Sepatu yang di pandang sebagai bagian dari seragam juga merupakan salah satu masalah pendidikan yang harus dihadapi orangtua ketika keadaan ekonomi mereka dapat dikategorikan ke dalam kemiskinan absolut. Hal ini juga yang membuat orangtua Dahlan menahan kesedihan karena tidak bisa memenuhi kebutuhan Dahlan sebagai anaknya. Hal itu telah dijelaskan dalam kutipan novel berikut: Universitas Sumatera Utara “Hatiku terasa getir, merasa bersalah telah membuat ibu bersedih. Aku tahu gumamanku tentang sepatu pasti berbekas di hati ibu, dan aku tahu itu adalah kesalah bagiku. Meskipun ibu pasti menyadari bahwa aku memang sejak dulu ingin sepatu, dan keinginan itu semakin bertambah setelah aku menginjak usia remaja. Dengan sepatu itu, kakiku tidak perlu melepuh atau lecet- lecet”Sepatu Dahlan:40-41. Keterbatasan ekonomi dengan biaya yang hanya mencukupi makanan seadanya membatasi pendidikan seorang Dahlan yang harus berkutat dengan masalah yang universal; uang. Seragam yang seadanya tidak membuat niat bersekolah Dahlan menyurut. Bahkan ia sangat yakin suatu hari dia akan memiliki hal-hal yang selalu ia mimpikan. Dengan sejuta kebanggaan dan harapan, ia lalui segala bentuk kemiskinan yang menghalangi tugas dan haknya atas pendidikan yang begitu penting bagi keluarganya. Hal itu yang selalu ditanamkan oleh sang ayah.

C. Kebutuhan Transportasi

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan akibat aktifitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Kegiatan ekonomi dan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana keduanya dapat saling mempengaruhi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tamin 1997:4 bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan transportasi, karena akibat pertumbuhan ekonomi maka mobilitas seseorang meningkat dan kebutuhan pergerakannya pun menjadi meningkat melebih kapasitas prasarana transportasi yang tersedia. Hal ini dapat disimpulkan bahwa transportasi dan perekonomian memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi transportasi dapat mendorong peningkatan Universitas Sumatera Utara kegiatan ekonomi suatu daerah, karena dengan adanya infrastruktur transportasi maka suatu daerah dapat meningkat kegiatan ekonominya. Namun di sisi lain, akibat tingginya kegiatan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan timbul masalah transportasi, karena terjadinya kemacetan lalu lintas, sehingga perlunya penambahan jalur transportasi untuk mengimbangi tingginya kegiatan ekonomi tersebut. Permasalahan transportasi menurut Tamin 1997:5 tidak hanya terbatas pada terbatasnya prasarana transportasi yang ada, namun sudah merambah kepada aspek-aspek lainnya, seperti pendapatan rendah, urbanisasi yang cepat, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia, disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan pengendalian, sehingga aspek -aspek tersebut memperparah masalah transportasi. Dalam hal pendidikan, transportasi menjadi begitu diperhitungkan jika melihat fungsi terhadap disiplin dan kebutuhan siswa setiap hendak berangkat sekolah. Menurut Soesilo 1999:11 transportasi memiliki manfaat yang sangat besar dalam mengatasi permasalahan suatu kota atau daerah. Beberapa manfaat yang dapat disampaikan adalah penghematan biaya operasi, penghematan waktu, pengurangan resiko kecelakaan, dan lain-lain. Namun, justru hal yang tersebut di atas yang menjadi konflik dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. hal-hal yang harusnya menjadi manfaat bagi pendidikan Dahlan malah menjadi masalah besar yang harus ia tanggung sebab kenyataan hidup yang terbalut dalam kemiskinan tidak kunjung selesai. Universitas Sumatera Utara Bukan perjuangan mudah baginya karena jarak antara rumah dengan sekolah yang di tuju memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara juga membicarakan betapa pentingnya transportasi untuk bisa sampai ke sekolah. Dengan jarak 6 kilometer Dahlan harus berjalan dari rumahnya ke sekolah hanya dengan bertelanjang kaki. Meski ia tahu bahwa sepeda akan sangat membantunya dalam perjalanan ke sekolah. Namun karena masalah kemiskinan yang akrab dengannya sejak lahir, Dahlan harus melupakan salah satu mimpinya itu. Seperti yang terlihat pada penggalan teks dalam novel tersebut: “Dulu aku juga sering memikirkan enaknya memperpendek jarak tempuh dengan sebuah sepeda, dan ku pikir akan sangat menghemat waktu di banding jalan kaki, hingga aku sangat menginginkan sebuah sepeda” Sepatu Dahlan:337 Sepeda merupakan salah satu alat transportasi yang hingga kini masih begitu akrab dan disenangi oleh anak-anak, terutama bagi kalangan pelajar Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP. Namun tidak semua anak dapat memiliki sepeda ini. Begitulah yang terlihat dalam kenyataan sosial masyarakat Indonesia, jika bertolak pada kemiskinan sebagai masalah utama Negara. Hal tersebut juga terjadi dalam novel Sepatu Dahlan. Mimpi bersepeda yang terus tertanam dalam benak Dahlan terus ia jaga. Meski tetap berharap bahwa takdir suatu saat akan memihak padanya dengan tetap bersabar dan ikhtiar, serta berdoa agar Allah SWT mengabulkan doa dan harapannya kelak. Bukan membeli sepeda keren dari hasil keringat sendiri, keadaan justru semakin memburuk dalam perjalanan usahanya untuk Universitas Sumatera Utara mendapatkan mimpi bersepeda. Hingga suatu ketika ia harus mengorbankan tiga ekor dombanya. Kekecewaan bapak Dahlan terhadap dirinya harus ia terima karena kelalaiannya. Hal ini dipaparkan dalam penggalan novel tersebut: “Ibu, lagi-lagi aku bikin Bapak kecewa. Tiga ekor domba kita terpaksa ditukarkan dengan sebuah sepeda karena kelalaianku. Ya, aku melanggar larangan Bapak agar memakai sepeda orang lain. Padahal sungguh, aku tak mau bapak bersedih lagi. Maafkan Dahlan ya, bu...”Sepatu Dahlan:138 Kelalaian Dahlan terhadap nasihat Bapaknya yang telah melarangnya untuk meminjam barang orang lain, terutama dalam hal bersepeda. Bukan karena untuk untuk menghindari luka, namun karena kekhawatiran sang Bapak bila sepeda yang di pinjam itu rusak dan malah pemilik menuntut ganti rugi. Hingga pada akhirnya kekhawatiran Bapaknya pun menjadi kenyataan. Sepeda Maryati yang rela dipinjamkan kepada Dahlan untuk dikendaraipun akhirnya rusak pada bagian setang sepeda, dan keesokan harinya Bapak Maryati malah menuntut ganti rugi kepada Bapak Dahlan. Tiga ekor Domba pun menjadi alat tukar dengan sepeda yang dirusakkan Dahlan sebagai ganti rugi.

4.1.2 Kebutuhan Primer

Dokumen yang terkait

Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra

15 305 73

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA

1 8 1

Pencitraan Dalam Novel Sepatu Dahlan (Studi Analisis Wacana Kritis Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara)

1 24 119

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Aspek Sosial Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Aspek Sosial Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

3 7 24

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KRISNA PABHICARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Nilai-Nilai Edukatif Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Krisna Pabhicara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SM

0 2 13

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KRISNA PABHICARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Nilai-Nilai Edukatif Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Krisna Pabhicara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SM

0 3 17

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

1 1 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

0 3 9

NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA - UNWIDHA Repository

0 1 23