Kebutuhan Primer Gambaran Kemiskinan Dalam Novel

mendapatkan mimpi bersepeda. Hingga suatu ketika ia harus mengorbankan tiga ekor dombanya. Kekecewaan bapak Dahlan terhadap dirinya harus ia terima karena kelalaiannya. Hal ini dipaparkan dalam penggalan novel tersebut: “Ibu, lagi-lagi aku bikin Bapak kecewa. Tiga ekor domba kita terpaksa ditukarkan dengan sebuah sepeda karena kelalaianku. Ya, aku melanggar larangan Bapak agar memakai sepeda orang lain. Padahal sungguh, aku tak mau bapak bersedih lagi. Maafkan Dahlan ya, bu...”Sepatu Dahlan:138 Kelalaian Dahlan terhadap nasihat Bapaknya yang telah melarangnya untuk meminjam barang orang lain, terutama dalam hal bersepeda. Bukan karena untuk untuk menghindari luka, namun karena kekhawatiran sang Bapak bila sepeda yang di pinjam itu rusak dan malah pemilik menuntut ganti rugi. Hingga pada akhirnya kekhawatiran Bapaknya pun menjadi kenyataan. Sepeda Maryati yang rela dipinjamkan kepada Dahlan untuk dikendaraipun akhirnya rusak pada bagian setang sepeda, dan keesokan harinya Bapak Maryati malah menuntut ganti rugi kepada Bapak Dahlan. Tiga ekor Domba pun menjadi alat tukar dengan sepeda yang dirusakkan Dahlan sebagai ganti rugi.

4.1.2 Kebutuhan Primer

Menurut Matias 2012:25 jika ditinjau dari standar kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak. Universitas Sumatera Utara Friedmann Setiadi dan Kolip, 2011:794 pernah merumuskan kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar seperti halnya yang juga dilakukan pada konferensi ILO tahun 1976 yang salah satunya berisikan tentang “kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat seperti pangan, sandang, dan papan”. Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari kebutuhan primer yang harus terpenuhi bagi sebuah keluarga. Jika hal yang pokok saja sudah tidak terpenuhi, keluarga tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga miskin. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok ini akan semakin memperburuk keadaan keluarga miskin yang bersangkutan. Kebutuhan primer tersebut merupakan masalah negara yang telah menjadi perhatian sejak lama. Masalah tersebut ternyata juga dapat kita temukan dalam karya sastra, seperti halnya yang terjadi pada novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara. Berikut ini merupakan contoh kecil dari kemiskinan akan kebutuhan pokok yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: “Upah nguli nyeset terus ku tabung demi dua mimpi besarku – sepatu dan sepeda. Namun seringkali ku serahkan sebagian besar kepada ibuku dengan sepenuh-penuh kebahagiaan. Kebutuhan kami untuk mengisi perut lebih mendesak ketimbang mimpi sederhanaku itu” Sepatu Dahlan:73

A. Sandang

Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai makhluk berbudaya. Pakaian berfungsi untuk menghangatkan tubuh dan menutup aurat. Saat ini penggunaan pakaian sudah tidak lagi hanya sebatas menutupi aurat atau hanya penghangat tubuh semata. Namun juga sebagai penghias tubuh dan salah satu hal yang menentukan status sosial dan kelas sosial seseorang. Universitas Sumatera Utara Setiadi dan Kolip 2011:437 mencoba mengilustrasikan kebutuhan sandang yang menjadi perbedaan kelas sosial sebagai berikut: “anda tentu dapat membedakan cara berbusana masyarakat pedesaan dari golongan buruh tani miskin dan cara berbusana para selebriti di perkotaan”. Pakaian mengacu pada apapun untuk menutupi tubuh manusia yang di pakai. Kebutuhan akan sandang bervariasi tergantung tingkat sosial dan selera masing-masing orang. Ada yang dalam 1 tahun pun sama sekali tidak pernah membeli baju baru, ada yang bisa membeli baju kapan pun ia inginkan. Dalam novel Sepatu Dahlan, tokoh utama tidak pernah mempunyai pilihan dalam pakaian yang akan ia kenakan. Kenyataan berada dikehidupan keluarga yang terbatas dalam makanan dan tempat tinggal saja, harus di lalui Dahlan. Apalagi menuntut untuk berpakaian lebih menarik. Hal tersebut terlihat dalam penggalan cerita novel tersebut: “Setelah mandi dan berkemas dengan pakaian seadanya - baju dan celana yang juga ku pakai semasa SR- aku mendapati bapak sudah menunggu di beranda rumah”. Sepatu Dahlan:27 Keterbatasan ekonomi dengan kebutuhan hidup yang semakin menuntut kelangsungan tetap membuat seorang Dahlan tidak bisa memilih angan yang banyak. Dengan pakaian seadanya ia menjalani keseharian hidup, dan bahkan saat kembali mendaftar ke Tsanawiyah Takeran, sekolah lanjutan yang akan ia jalani. Jumlah dan jenis pakaian tergantung pada pertimbangan fungsional seperti kebutuhan untuk kehangatan atau perlindungan dari hal-hal yang menyerang kulit. Sementara itu, perbedaan antara pakaian dan peralatan pelindung tidak selalu jelas, karena terdapat dua pengertian yang di buat masyarakat terhadap Universitas Sumatera Utara pakaian itu sendiri berdasarkan fungsinya. Sebagian orang berpikiran bahwa pakaian di rancang untuk menjadi modis seringkali memiliki nilai pelindung dan pakaian yang di rancang untuk fungsi sering menganggap sebagai gaya hidup di desain mereka.Dalam novel Sepatu Dahlan, masalah sandang masih menjadi hal yang memprihatinkan, bahkan saat mereka harus menikmati kesangan yang begitu sederhana. Ia harus menjaga pakaiannya tetap kering dan menggunakan sarung sebagai ganti pelindung tubuhnya. Seperti yang terdapat dalam teks novel berikut: “Sarung memang bukan sekadar pelengkap busana bagi kami. Ketika malam tiba, sarung adalah selimut yang membantu kami mengusir hawa dingin. Waktu mandi di sungai atau di rumah, sarung ada kain pengering tubuh. Manakala perut kami lapar, sarung itu diikatkan sekuat mungkin di perut sebagai obat penangkal lapar. Kalau solat, sarung pun dengan setia menemani kami. Begitulah sarung tak bisa dipisahkan dengan kehidupan kami, seperti sekarang ketika ku jadikan sebagai parasut terjun ke sungai”. Sepatu Dahlan:244 Pakaian merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Hanya dengan satu pakaian saja bisa begitu berguna jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Hal ini yang terjadi dalam kehidupan Dahlan selaku tokoh utama dalam novel karya Khrisna Pabichara ini. Tidak hanya melindungi tubuhnya agar tetap terlihat sopan, sebuah sarung bisa ia gunakan sesuai dengan keadaan dan fungsinya. Keterbatasan ekonomi yang berada di bawah garis kemiskinan tidak menghalangi rasa syukurnya untuk tetap menikmati apapun pemberian yang ia terima dari Tuhan Sang Penguasa Alam Semesta. Universitas Sumatera Utara

B. Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok atau dasar bagi mausia selain papan, sandang, pendidikan dan kesehatan.karena tanpa pangan maka tidak ada kehidupan dan tanpa kehidupan tidak ada kebudayaan. Dan kebutuhan pangan dapat diutarakan secara naluri; bayi menangis karena lapar. Hal ikhwal pangan telah secara legal tercantum dalam undang-undang Namun masih no 7 tahun 1996 yang terdiri dari 16 bab dan 65 pasal, yang salah satu pasalnya berbunyi “pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan masyarakat”. Kenyataan yang terjadi adalah banyak penduduk yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Pangan berarti makanan dan minuman. Tanpa makanan dan minuman manusia tidak akan mampu bertahan hidup. Salah satu kebutuhan primer dalam kelangsungan hidup ini juga dapat dijadikan tolak ukur dalam standar tingkat untuk menentukan sekelompok tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok garis kemiskinan atau tidak. Dalam hal ini, fungsi pangan tidak hanya sebagai pengganjal perut, namun juga sebagai alat untuk memberikan asupan gizi dan nutrisi yang baik bagi tubuh. Namun hal tersebut hanya tinggal harapan bagi keadaan yang sangat memprihatinkan, layaknya yang dialami oleh Dahlan, selaku tokoh utama dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Jangankan memikirkan gizi yang Universitas Sumatera Utara baik, untuk mengganjal perut saja harus dilakukan berbagai cara, meski dengan cara yang tidak halal sekalipun. Seperti pada penggalan dialog dalam novel tersebut: “Ibumu masuk rumah sakit, kamu malah maling tebu”, katanya “Adikku lapar, Gan” kataku dengan suara yang sengaja lebih kutekankan pada kata “Gan”-kependekan dari juragan, penggilan untuk para penjaga ladang tebu Sepatu Dahlan:88 Kelaparan sudah menjadi masalah yang akrab dengan kehidupan rakyat miskin di Indonesia. Penanggulan masalah terus dilakukan pemerintah, namun masih belum terlihat dampak usaha pemerintah terhadap rakyat. Begitulah kenyataan yang dirasakan keluarga kecil Dahlan. Karena tuntutan hidup yang tak terelakkan, hal ekstrim yang membahayakan nyawa sekalipun harus di tempuh Dahlan kecil. Erangan Zain, adik Dahlan memunculkan kepanikannya. Mengingat sang ibu yang biasa memasak untuk kebutuhan perut mereka sedang dalam keadaan sakit hingga harus dibawa ke rumah sakit. Tidak pernah tertanamkan dalam pikiran Dahlan, bahkan oleh orangtuanya untuk mencuri. Namun kepanikan dan tuntutan perut yang seperti hendak melilit, membawa langkah Dahlan mengarahkannya ke ladang tebu milik pemerintahan yang di jaga bang Komar. Karena jalan yang ia tempuh tidak pernah dibenarkan dalam hal apapun, akhirnya ia pun harus menanggung malu tertangkap basah oleh mandor ladang, Bang Komar. Tak jarang mereka harus menahankan rasa lapar dan terus berharap bahwa akan ada tetangga yang berbaik hati mengantarkan makanan atau rezeki tidak terduga lainnya datang untuk mengisi kekosongan perut. Universitas Sumatera Utara Hal itu telah dipaparkan dalam penggalan dialog berikut: “Pak, ndak ada tiwul?” Bapak tersenyum lembut, “puasa dulu, le” Aku mengangguk mendengar jawaban bapak sambil memegang perut yang mulai terasa perih. Sebenarnya ingin sekali mengatakan betapa laparnya perutku, tapi jawaban bapak sudah menerangkan segalanya, tak ada lagi yang patut dipertanyakan. Sepatu Dahlan:171 Bukan bermaksud sombong, namun karena kedisiplinan dan harga diri yang telah tertanam dalam jiwa Iskan, ayah Dahlan untuk tidak meminta belas kasihan ataupun mencuri hanya untuk sekadar mengganjal perut menghindari lapar. Beliau pun menyuruh Dahlan untuk menahankan laparnya dan dengan tenang mengatakan untuk berpuasa. Hal tersebut mengisyaratkan agar kita selalu bersyukur kepada Tuhan, meski dalam keadaan terburuk sekalipun. Rasa syukur tidak hilang dalam keluarga Dahlan, bahkan hanya sekedar mendapat makanan seadanya. Kesenangan bagi rakyat miskin masih bisa dirasakan meski dalam bentuk yang sederhana sekalipun. Tidak perlu hal yang mewah, namun menggugah selera. Hal itu dapat kita lihat dalam petikan teks berikut ini: Ibu membawa sepiring nasi, sepotong ikan kering dan sambal favoritku, “makan dulu.” Aku meraih piring itu dan makan dengan lahap. Sambal bikinan ibu memang enak, selalu bisa merangsang nafsu makan Sepatu Dahlan:44 Rasa syukur yang luar biasa dirasakan Dahlan mengingat begitu jarang ia mencicipi makanan, bahkan sekadar untuk mengganjal perut. Makanan bergizi layaknya yang dirasakan orang-orang yang tergolong mampu tentu harus bisa Universitas Sumatera Utara dirasakan pula oleh semua kalangan demi mewujudkan kesejahtaraan masyarakat adil dan makmur. Hingga saat ini, program peningkatan gizi terhadap masyarakat pun terus ditingkatkan dalam rangka pembangunan manusia di Indonesia melalui kegiatan penanggulangan kurang energi protein KEP, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium GAKY, kurang vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya pada rumah tangga miskin Setiadi dan Kolip, 2011:829.

C. Papan

Dalam hal ini papan merupakan istilah dari kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal. Rumah menjadi salah satu kebutuhan manusia karena manusia membutuhkan rumah sebagai tempat untuk hidup dan bersosialisasi. Rumah dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati hidup yang nyaman, untuk beristirahat, dan tempat berkumpulnya keluarga. Pada awalnya rumah hanya digunakan untuk bertahan diri. Namun lama- kelamaan berubah menjadi tempat tinggal keluarga wikipedia. Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi dengan keadaan rumah kita dapat mengetahui bagaimana keadaan dan tingkat ekonomi yang dihadapi pada keluarga tersebut. Memang tanpa tempat tinggal manusia masih bisa bertahan hidup, namun dengan tidak adanya rumah yang di huni, manusia tidak akan bisa berlindung dari keadaan hujan, angin malam yang dingin, binatang buas, pencuri, juga manusia akan mendapat gangguan psikologi. Universitas Sumatera Utara Kebutuhan akan rumah yang nyaman dan sejuk sudah selayaknya menjadi hal yang selalu diharapkan seluruh keluarga. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik dengan harapan. Bagi rakyat kecil dan miskin rumah malah semakin sulit untuk dimiliki karena sempitnya lahan untuk membangun perumahan. Jika pun ada, mereka yang tergolong miskin hanya akan memiliki rumah sekedar menutupi panas dan hujan saja, tidak lebih. Hal itu dapat terlihat jelas dalam penggalan teks tersebut: “Dinding rumahku terbuat dari potongan-potongan bata merah yang dikumpulkan bapak satu per satu dari sisa-sisa bangunan yang tak digunakan oleh pemiliknya.” Sepatu Dahlan:42 Keterbatasan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan tidak serta merta membuat ayah Dahlan kehilangan akal dan tidak berdaya demi melindungi keluarganya dari panas dan hujan, agar dapat berteduh dan istirahat setiap harinya. Meski begitu, tidak ada hal lebih yang ia bisa lakukan jika orang lain harus bertamu kerumahnya. seperti yang terlihat pada teks berikut ini: “jika ada yang datang bertamu, tikar pandan langsung di gelar di ruang tamu – jika ruang lapang tempatku tidur itu layak disebut ruang tamu – dan di sanalah tamu itu di jamu. Kalau tamu itu terpaksa menginap, biasanya aku dan adikku, Zain yang mengalah, menyingkir ke langgar dan tidur di sana.”Sepatu Dahlan:43 Ketiadaan alat-alat rumah tangga membatasi mereka tentang bagaimana menjamu tamu dengan layak. Bukan karena tidak paham sopan santun, namun keadaan ekonomi yang tidak memadai membuat ayah Dahlan harus membatasi pengeluaran. Begitu juga dengan alat-alat rumah tangganya. Hal itu dipertegas pada kalimat berikut ini: Universitas Sumatera Utara “Tak ada kursi, meja, atau perabotan lain yang kami punya. Kecuali, sebuah lemari kayu tua di pojok kiri dapur. Bukan untuk menyimpan pakaian, melainkan untuk menaruh barang-barang pecah belah, seperti piring, gelas, dan perabotan dapur lainnya. Lemari itu sudah tua, lebih tua dari aku atau kakak keduaku, Mbak Sofwati.” Sepatu Dahlan:42 Kebutuhan akan peralatan rumah tangga menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan berkeluarga. Namun kemiskinan yang telah menjadi bagian hidup kalangan masyarakat kecil membuat ketidakberdayaan pada hasrat mereka untuk kehidupan yang layak harus terhenti. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini menginginkan kemiskinan dan kehinaan terhadap keluarga dan orang-orang terdekatnya. Dalam pandangan Setiadi dan Kolip 2011:807 terbatasnya masyarakat miskin dalam mengakses pelayanan dasar semata-mata dilatarbelakangi oleh ketidakberdayaannya didalam memenuhi kebutuhannya.

4.1.3 Status Sosial

Dokumen yang terkait

Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra

15 305 73

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA

1 8 1

Pencitraan Dalam Novel Sepatu Dahlan (Studi Analisis Wacana Kritis Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara)

1 24 119

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Aspek Sosial Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Aspek Sosial Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

3 7 24

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KRISNA PABHICARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Nilai-Nilai Edukatif Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Krisna Pabhicara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SM

0 2 13

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KRISNA PABHICARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Nilai-Nilai Edukatif Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Krisna Pabhicara: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implikasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SM

0 3 17

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

1 1 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

0 3 9

NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA - UNWIDHA Repository

0 1 23