Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberatan Pengulangan Tindak Pidana
                                                                                sahabat  berkata:  Ya  Rasulullah  ia  hanya  mencuri.  Nabi  mengatakan: potonglah  tangannya.  Kemudian  ia dipotong.  Kemudian  ia dibawa  lagi
untuk  kedua  kalinya.  Lalu  Nabi  mengatakan  bunuhlah  ia.  Kemudian disebutkan seperti tadi, kemudian ia di bawa untuk ketiga kalinya maka
nabi menyebutkan seperti tadi. Kemudian ia dibawa lagi untuk ke empat kalinya  dan  nabi  mengatakan  seperti  tadi.  Akhirnya  dia  dibawa  lagi
untuk  kelima  kalinya.  Lalu  nabi  mengatakan:  bunuhlah  ia.  Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i
Meskipun  pengulangan  tersebut  sudah  di  jelaskan  dalam  hadis  di  atas, namun tidak ada keterangan yang menjelaskan persyaratan dan lain-lain.
56
Fuqaha  berbeda  pendapat  tentang  pencurian  yang  berulang  kali  yaitu ketiga kalinya setelah dipotong tangan kanannya dan kaki kirinya.
Menurut  Imam  Hanafi  dan  Imam  Hambali:  jika  terjadi  pencurian  yang ketiga  kalinya,  maka  tidak  dipotong  tangan,  tetapi  dipenjara  selama  waktu  yang
tidak ditentukan, sampai meninggal dunia atau sampai nampak taubatnya.
57
Diriwayatkan  bahwa  pada  masa  pemerintahan  Ali,  seorang  pencuri dihadapkan  kepadanya  setelah  ia  mencuri  yang  ketiga  kalinya  telah  dipotong
tangan  kanannya  dan  kaki  kirinya.  Maka  Ali  berkata,  saya  malu  kepada  Allah jika  saya  potong  tangan  kirinya,  maka  ia  makan  dengan  apa,  ia  berjalan  dengan
apa,  dengan  apa  ia  berwudhu  untuk  shalat,  dengan  apa  ia  mandi  janabat”, demikian  juga  sebagaimana  diriwayatkan  oleh  Umar.  Ia  hanya  menjatuhi
hukuman penjara kepada pencuriannya yang ketiga kalinya.
56
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, cet 1, h. 166.
57
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Menuju Pelaksanaan Hukuman Potong Tangan di Nanggore Aceh Darussalam, h. 142-143.
Menurut  Imam  Syafi’i  dan  Imam  Malik  dipotong  tangan  dan  kakinya, dipotong tangan kanan pada pencurian yang pertama dan kaki kiri pada pencurian
kedua. Kemudian dipotong tangan kiri pada pencurian yang ketiga dan kaki kanan pada pencurian  yang  keempat.  Kemudian  jika  mencuri  lagi  yang  kelima  kalinya,
maka dipenjarakan seumur hidup atau sampai nampak taubatnya. Begitu  juga  dalam  hukuman  khamar  sebagaimana  hadis  Rasullullah  saw
yang berbunyi: Artinya:  Dari  Abdullah  bin  Amru  bin  al-Ash  berkata:  bahwa  Rasullullah  saw
bersabda: barang siapa yang meminum khamar Arak maka jilidlah  ia, jika  ia  mengulangi  lagi  maka  jilidlah  ia,  jika  ia  mengulangi  lagi  maka
jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi yang keempat kalinya, maka bunuhlah ia”, HR Ahmad
Apabila  peminum  khamar  telah  melakukan  pengulangan    dalam  jarimah khamar  padahal  sudah  pernah  diberikan  sanksi,  maka  pada  jarimah  tersebut
pelakunya  diberikan  pemberatan  dari  dipukul  kemudian  dijilid,  dari  pengertian hadis  diatas  bahwa  dalam  memberikan  pemberat  hukuman    terhadap  pelaku
pengulangan  tindak  pidana  a’ud  bahkan  dapat  juga  dalam  bentuk  hukuman mati.
58
Kalau  kita  melihat  hukuman  yang  ada  dalam  hukum  Islam,  semua hukuman  yang ada dalam hukum Islam ini tidak sama dengan hukuman  yang ada
dalam kitab undang-undang hukum pidana, dalam hukum Islam hukuman a’ud ini
58
M. Hasbi Asshidiqi, Koleksi Hadis-hadis Hukum, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, cet, ke III, Jilid IX, h. 193.
sangat  tegas,  dan  pengulangannya  itu  tidak  berurutan  sebagaimana  dikemukakan diatas.
Contoh  saja  hukuman  pencurian  ketika  seseorang  mencuri  pertama  kali, sesuai persyaratan pencurian, maka si pencuri itu di potong tangannya, dan ketika
mencuri  kembali maka di potong  kakinya  secara  bersilang, apabila mencuri  yang ketiga  kali  maka  potonglah  tangannya  lagi,  dan  seterusnya  sampai  yang  kelima
kali maka bunuhlah. Kalau kita melihat  Undang-undang Republik  Indonesia, Nomor 12 Tahun
1995  tentang  Lembaga  Pemasyarakatan  adalah:  1.  pemasyarakatan  adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
sistem,  kelembagaan,  dan  cara  pembinaan  yang  merupakan  bagian  akhir  dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 2. Sistem Pemasyarakatan adalah
suatu  tatanan  mengenai  arah  dan  batas  serta  cara  pembinaan  Warga  Binaan Pemasyarakatan  berdasarkan  Pancasila  yang  dilaksanakan  secara  terpadu  antara
pembina,  yang  dibina,  dan  masyarakat  untuk  meningkatkan  kualitas  Warga Binaan  Pemasyarakatan  agar  menyadari  kesalahan,  memperbaiki  diri,  dan  tidak
mengulangi  tindak  pidana  sehingga  dapat  diterima  kembali  oleh  lingkungan masyarakat,  dapat  aktif  berperan  dalam  pembangunan,  dan  dapat  hidup  secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
59
Menurut  pendapat  penulis,  berdasarkan  Undang-undang  di  atas,  yaitu model  penjara  yang  ideal  di  Indonesia  sehingga  mampu  membuat  jera  pelaku
adalah  hukum  Islam,  tetapi  karena  Negara  Indonesia  ini  adalah  Negara  yang banyak  paham-paham  ideologi,  maka  hukum  Islam  tidak  bisa  diterapkan.  Oleh
karena  itu  hukuman  yang  ideal  menurut  penulis  adalah:  kalau  dilihat  hukuman- hukuman  yang  ada  pada  saat  ini,  semua  kejahatan  pada  kenyataannya  ingin
medapatkan  keuntungan  apa  yang  sudah  dia  lakukan  selama  itu,  entah  dari
59
Undang-undang  No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Republik Indonesia pasal 1.
kejahatan  perampokan,  penipuan,  penganiayaan,  pembunuhan,  pencurian, perampasan,  pemerkosaan,  korupsi,  narkoba,  sampai  pada  penjualan  anak,  itu
semua semata-mati ingin mendapatkan keuntungan materi. Perbuatan itu semua di vonis oleh  hakim dengan hukuman penjara, di sini
saya  menginginkan  hukuman  itu  tidak  hanya  penjara  melainkan  hukuman kemiskinkan  bagi  si  pelaku.  Kenapa,  karena  kodrat  manusia  itu  cinta  terhadap
dunia  hartapatamorgana dan dengan  kemiskinan pelaku itu menjadi takut untuk melakukan tindak pidana kembali.
Tidak  hanya  itu,  langkah  selanjutnya  yaitu  hukuman  sosial  dimana  setiap orang  yang  melakukan  tindak  pidana  harus  dikenakan  sanksi  seperti  halnya
menyapu jalanan, membersihkan kamar mandi umum, menggunting rumput yang ada di jalan, dan menggunakan seragam apa yang sudah di sepakati bersama. Agar
pelaku tindak pidana merasa malu dan tidak ada wibawanya di depan masyarakat. Mengenai  penambahan  13  hukuman  yang  ada  dalam  KUHP  terutama
tindak  pidana  pengulangan  Recidive,  kalau  dilihat  dari  penomena-penomena kenyataan yang ada sekarang ini, kurang membuat efek jera terhadap pelaku, tidak
adanya  keadilan  dalam  menjatuhkan  hukuman,  dan  hukuman  di  Indonesia  ini hanya  bersifat  sementara  dan  mendidik  saja,  beda  halnya  dalam  Hukum  Islam.
hukuman yang sudah ditetapkan dalam Syariat Islam adalah hukuman yang paling baik,  sebab  bisa  menjamin  ketentraman,  keadilan  dalam  masyarakat,  dan  semua
hukuman yang ada dalam Syariat Islam tidak lepas dari Al-Qur’an dan Hadis.
Bahwasannya  Hukum  Islam  sudah  memberikan  penghargaan  tinggi terhadap  status  dan  martabat  manusia,  memberikan  perlindungan  atas  hak  hidup,
pelajaran  kepada  manusia  untuk  tidak  mempermainkan  nyawa  manusia, memberikan  efek  jera  terhadap  pelaku  kejahatan,  melindungi  jiwa  dan  raga,
timbulnya  ketertiban,  keamanan,  dan  upaya  mewujudkan  harmoni  dan  stabilitas sosial dengan rendahnya tingkat kejahatan.
                