kalinya dan nabi mengatakan seperti tadi. Akhirnya dia dibawa lagi untuk kelima kalinya. Lalu nabi mengatakan: bunuhlah ia. Hadis
dikeluarkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i
Meskipun pengulangan tersebut sudah di jelaskan dalam hadis di atas, namun tidak ada keterangan yang menjelaskan persyaratan dan lain-lain.
31
Selanjutnya dalam hukum pidana khamar, sebagaimana yang telah di riwayatkan yaitu:
Artinya: Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash berkata: bahwa Rasullullah saw bersabda: barang siapa yang meminum khamar Arak maka jilidlah ia,
jika ia mengulangi lagi maka jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi maka jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi yang keempat kalinya, maka bunuhlah
ia”, HR Ahmad Apabila peminum khamar telah melakukan pengulangan dalam jarimah
khamar padahal sudah pernah diberikan sanksi, maka pada jarimah tersebut pelakunya diberikan pemberatan dari dipukul kemudian dijilid, dari pengertian
hadis diatas bahwa dalam memberikan pemberat hukuman terhadap pelaku pengulangan tindak pidana a’ud bahkan dapat juga dalam bentuk hukuman
mati.
32
Dengan melihat beberapa aspek di atas, dalam Hukum Islam orang yang melakukan tindak pidana harus dijatuhkan hukuman yang telah ditetapkan atas
apa yang telah dilakukan, namun bila pelaku mengulangi tindak pidana yang
31
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, cet 1, h. 166.
32
M. Hasbi Asshidiqi, Koleksi Hadis-hadis Hukum, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, cet, ke III, Jilid IX, h. 193.
pernah dilakukannya, hukuman yang dijatuhkan kepadanya akan diperberat, apabila ia terus melakukan perbuatan tersebut, ia dapat dijatuhkan hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup. Kewenangan untuk menentukan hukuman tersebut diserahkan kepada pengusaha dengan memandang kondisi tindak pidana
dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
BAB III PEMBERAT PIDANA DALAM PENGULANGAN TINDAK PIDANA
RECIDIVE MENURUT KUHP A.
Pengertian Tindak Pidana
Dan istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat
berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetepi dalam istilah sehari-hari di bidang
pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena itu “Tindak Pidana” merupakan istilah yang lebih khusus,
maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khusus.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum pidana di Indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa
Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku
di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict.
32
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak
pidana.
33
Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah
yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para
ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.
34
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa
yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-
perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah: Pembunuhan, penipuan,
pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, dan korupsi.
33
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008, cet 3, h. 58.
34
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 67.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP WvS telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam pasal 10. Diatur dua pidana yaitu pidana
pokok dan pidana tambahan, Jenis-jenis pidana menurut pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut.
a. Pidana mati
Baik berdasarkan pada pasal 69 maupun berdasarkan hak yang tertinggi bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat. Karena pidana ini
merupakan pidana terberat, yang pelaksanaannya berupa penyerangan hak hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini berada di tangan tuhan, maka tidak
heran sejak dulu sampai sekarang menimbulkan pro dan kontra, bergantung kepada pementingan cara memandang pidana mati itu sendiri.
35
Selain itu kelemahan dan keberatan pidana mati ini ialah apabila telah dijalankan, maka tidak dapat memberi harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi
atau jenis pidananya atau perbaikan atas diri terpidananya apabila kemudian penjatuhan pidana ini terdapat kekeliruan, baik kekeliruan terhadap orang maupun
pembuatannyapetindaknya, atau
kekeliruan atas
tindak pidana
yang mengakibatkan pidana mati itu dijatuhkan dan dijalankan atau juga kekeliruan
atas kesalahan terpidana. Sebelum pembentuk Undang-undang pada saat ini telah menyadari akan
sifat pidana mati sebagaimana yang telah diutarakan tersebut. Oleh karena itu, dalam KUHP, kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah
35
Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta, PT Raja Grapindo Persada, 2008, h. 29.
pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya sangat terbatas, seperti.
36
1. Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan Negara 104, 111 ayat 2, 124 ayat 3 jo 129.
2. Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang-orang tertentu dan atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat, misalnya: 140 3, 340.
3. Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsurfaktor yang sangat memberatkan 365 ayat 4, 368 ayat 2.
4. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai, dan pantai 444. Disamping itu, sesungguhnya pemberat KUHP sendiri telah memberikan
suatu isarat bahwa pidana mati tidak dengan mudah dijatuhkan.
b. Pidana Penjara
Dibawah ini dapat disimak beberapa hal sehubungan dengan ketentuan pidana penjara yang dapat menjadi jus constituendum, yaitu sebagai berikut.
a. Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. Waktu tertentu paling lama dijatuhkan lima belas tahun atau paling singkat
satu hari, kecuali ditentukan minimum khusus. b. Jika dipilih pidana mati dan pidana penjara seumur hidup, atau jika ada
pemberatan atas tindak pidana yang dijatuhkan pidana penjara lima belas tahun maka pidana penjara bisa dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-
turut.
36
Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta, PT Raja Grapindo Persada, 2008, h.. 31.