Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Pengulangan atau residivis terdapat dalam hal seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri
sendiri, di antara perbuatan mana satu atau lebih telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Pertanyaan sangat mirip dengan gabungan beberapa perbuatan yang
dapat dihukum dan dalam pidana mempunyai arti, bahwa pengulangan merupakan dasar yang memberatkan hukuman.
Alasan hukuman dari pengulangan sebagai dasar pemberat hukuman ini adalah seorang yang telah dijatuhkan hukuman dengan mengulang lagi melakukan
kejahatan, membuktikan bahwa ia telah memiliki tabiat buruk. Jahat karenanya dianggap sebagai membahayakan bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.
5
Dan Pengulangan diatur dalam Pasal 486, 487, 488 KUHP.
Akan tetapi, apabila mereka mengulangi kembali melakukan kejahatan, hal ini membuktikan bahwa mereka itu tidak dapat ditakut-takuti lagi.
Kriminologi menganggap, bahwa dasar hukum bagi residivis kurang tepat, berhubung seseorang yang menjalani hukuman sudah tidak takut lagi, untuk
menjalani hukuman. Akan tetapi ancaman hukuman berat itu akan menakut-nakuti orang yang belum pernah menjalani hukuman, hingga orang itu akan takut untuk
melakukan sesuatu kejahatan. Residivis adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, yang
merupakan beberapa delick yang berdiri sendiri akan tetapi perbuatan satu atau lebih telah dijatuhkan hukuman oleh hakim.
5
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, PT Raja Grafindo Permai, 2011, h. 191.
Dasar hukuman yang dilakukan oleh seseorang yang melakukan pengulangan delik. Orang yang demikian ini membuktikan telah mempunyai
tabiat yang jahat, dan oleh sebab itu di anggap merupakan bahaya bagi masyarakat dan bagi ketertiban umum.
Seperti telah diketahui, dasar hukuman menurut teori relatif atau teori tujuan relative of doel theorie adalah merupakan tujuan hukum dan tujuan
hukuman antara lain mencegah kejahatan atau prevensi. Dan Pengulangan menurut sifatnya terbagi dalam dua jenis Residivis umum dan Residivis khusus.
6
Persamaan jenis kejahatan tersebut merupakan dasar pemberatan hukuman.Seseorang melakukan kejahatan dan terhadap kejahatan itu dijatuhkan
hukuman oleh hakim. Pengertian pengulangan dalam hukum positif adalah dikerjakannya suatu
jarimah oleh seseorang, setelah ia melakukan jarimah lain yang telah dapat keputusan terakhir, perkataan pengulangan mengandung arti terjadinya suatu
jarimah berapa kali dari satu orang yang dalam jarimah sebelumnya telah mendapat keputusan terakhir.
Pemberatan hukuman terhadap pengulangan ini dapat di temukan dalam hadis, yaitu apabila terjadi pencurian yang kelima kalinya, lengkapnya hadis
tersebut sebagai berikut.
6
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia
Indonesia,
1983, h. 62.
هﻮﻠﺘﻗا :لﺎﻘﻓ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا ﻰﻟا قرﺎﺴﺑ ءﻰﺟ : لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋو .
قﺮﺳ ﺎﻤﻧا :اﻮﻟﺎﻘﻓ ﺎﯾ
ﻢﺛ ﮫﻠﺜﻣ ﺮﻛﺬﻓ ﺔﺜﻟ ﺎﺜﻟا ﮫﺑءﻰﺟ ﻢﺛ :ﮫﻠﺜﻣ ﺮﻛ ﺬﻓ هﻮﻠﺘﻗا :لﺎﻘﻓ ﺔﯿﻧ ﺎﺜﻟا ﮫﺑءﻰﺟ ﻢﺛ ﻊﻄﻘﻓ هﻮﻌﻄﻗا ﷲا لﻮﺳر ﻰﺋﺎﺴﻨﻟاو دواد ﻮﺑا ﮫﺟﺮﺧا هﻮﻠﺘﻗا :ل ﺎﻘﻓ ﺔﺜﻣ ﺎﺨﻟا ﮫﺑ ءﻰﺟ ﻢﺛ ﻚﻟ ﺬﻛ ﺔﻌﺑ اﺮﻟا ﮫﺑ ءﻰﺟ
Artinya: Dari jabir ra ia berkata: seorang pencuri telah di bawa kehadapan Rasulullah saw. Maka Nabi bersabda: Bunuhlah ia. Para sahabat
berkata: Ya Rasulullah ia hanya mencuri. Nabi mengatakan: potonglah tangannya. Kemudian ia dipotong. Kemudian ia dibawa lagi untuk kedua
kalinya. Lalu Nabi mengatakan bunuhlah ia. Kemudian disebutkan seperti tadi, kemudian ia di bawa untuk ketiga kalinya maka nabi
menyebutkan seperti tadi. Kemudian ia dibawa lagi untuk ke empat kalinya dan nabi mengatakan seperti tadi. Akhirnya dia dibawa lagi
untuk kelima kalinya. Lalu nabi mengatakan: bunuhlah ia. Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i
7
Meskipun pengulangan tersebut sudah di jelaskan dalam hadis di atas, namun tidak ada keterangan yang menjelaskan persyaratan dan lain-lain.
8
Dengan melihat beberapa aspek di atas, dalam Hukum Islam orang yang melakukan tindak pidana harus dijatuhkan hukuman yang telah ditetapkan atas
apa yang telah dilakukan, namun bila pelaku mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya, hukuman yang dijatuhkan kepadanya akan diperberat,
apabila ia terus melakukan perbuatan tersebut, ia dapat dijatuhkan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup. Kewenangan untuk menentukan hukuman
tersebut diserahkan kepada pengusaha dengan memandang kondisi tindak pidana dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Fuqaha sepakat apabila seorang menuduh orang lain berkali-kali dalam satu waktu, maka ia dikenakan satu hukuman had. Jadi, ia tidak dihukum setiap
7
Ibnu Hajar Asqolani, Kitab Bulughul Maram, h. 278.
8
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, h. 166.
qadzhaf. Tetapi jika kemudian ia menuduh lagi, maka ia dijatuhkan hukuman lagi. Dan jika ia menuduh lagi, maka ia dijatuhkan hukuman lagi, dan begitu
seterusnya.
9
Dan di dalam Hukum Islam pengulangan jarimah atau yang biasa kita kenal residivis sudah dikenal sejak jaman Rasullullah SAW. Dalam jarimah
pencurian misalnya, nabi telah menjelaskan hukuman secara rinci. Seperti yang terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ad. Daruquthni dari Abu
Hurairah dijelaskan bahwa Rasullullah SAW. Dalam kaitannya dengan hukuman pencuri.
10
Adapun yang dapat dipermasalahkan dalam hal ini, apakah pemberatan hukum pidana untuk pengulangan ini sudah wajar? Masalah lainnya dalam
hubungan hal ini adalah mengenai penentuan jangka waktu lima tahun tersebut, Apakah untuk pasal-pasal ini setelah lewat lima tahun tersebut, tidak lagi
dipandang tabiat jahat. Dan bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap residivis sebagai pemberat hukum pidana.
Berdasarkan keterangan tersebut mendorong penulis memilih tema ini dengan judul: “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Residivis Sebagai Alasan
Pemberat Pemidanaan Dalam KUHP.
9
Al-Faqih Abul Wahib Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Dar Al-Jiil, Bairut, 1989 M,
10
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, h. 81.