BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan
kerugian yang sangat besar hampir diseluruh industri. Transparansi Internasional menyatakan Amerika menduduki peringkat 19 Indeks Persepsi Korupsi dari 176
negara di Dunia. Pada tahun 2002, kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan adalah sekitar 6 dari pendapatan atau 600 milyar. Dan secara persentase, tingkat
kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut,
jenis kecurangan
yang paling
banyak terjadi
adalah
asset misappropriations
85, kemudian disusul dengan korupsi 13 dan jumlah paling sedikit 5 adalah kecurangan laporan keuangan. Walaupun demikian,
kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar 4,25 juta, Koroy 2008. Kasus-kasus skandal akuntansi dalam
tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada
Enron, Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal.
Kecurangan akuntansi dijelaskan dalam SPAP, Seksi 316 2001 sebagai: 1 salah saji yang timbul dari kecurangan pelaporan keuangan yaitu salah saji atau
penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laoran keuangan
Universitas Sumatera Utara
untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, 2 salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva seringkali disebut dengan
penyalahgunaan atau penggelapan berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Beberapa ahli menyatakan bahwa semua orang dapat melakukan kecurangan
akuntansi. Data empiris menunjukkan bahwa pelaku kecurangan sebagian besar adalah orang dalam Wolfe dan Hermanson, 2004 dalam Farida, 2005. Survei oleh
Ernst dan Young atas 10.000 organisasi dalam 30 industri di 15 negara menyimpulkan: 82 dari responden menyatakan bahwa semua kecurangan yang
akhirnya terungkap melibatkan pegawai di dalam perusahaan; 28 melibatkan pihak manajemen Ernst dan Young, 2000 dalam Farida, 2007.
Menurut pelakunya, Gondodiyoto 2007 menyatakan bahwa kecurangan dapat dikelompokkan pada dua golongan besar, yaitu
employee fraud
dan
management fraud. Employee fraud
biasanya disebut
internal fraud
dan
occupational crime
yang mengacu pada perbuatan mengambil harta dari majikan pemberi kerja. Adapun
management fraud
mengacu kepada kejahatan organisasional, perbuatan para manajer untuk membuat laporan keuangan secara curang, mamalsukan, membesar-
besarkan atau mengecilkan aktiva atau keuntungan dengan tujuan untuk menipu pihak-pihak diluar organisasi.
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan kecurangan akuntansi. Hingga saat ini, ada satu model yang dapat menjelaskan terjadinya kecurangan, yakni model
Segitiga Kecurangan
The Fraud Triangle
oleh Donald R. Cressey. Cressey
Universitas Sumatera Utara
berpendapat bahwa orang-orang kepercayaan akan melanggar kepercayaan yang diberikan ketika mereka memahami diri mereka bahwa mereka memiliki masalah
keuangan yang tidak dapat diselesaikan sehingga secara diam-diam mereka akan melakukan pelanggaran kepercayaan dimana situasi memungkinkan mereka untuk
melakukannya, Capote 2004. Tiga kondisi yang dapat mempengaruhi kecurangan:
a. Tekanan
Tekanan merupakan situasi dimana manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Cressey menyatakan bahwa
tekanan yakni insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku
gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
b. Kesempatan
Kesempatan yaitu adanya atau tersedianya kesempatan untuk melakukan kecurangan atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan fraud.
c. Rasionalisasi
Rasionalisasi dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk
melakukan tindakan yang tidak jujur. Cressey menjelaskan rasionalisasi sebagai pemikiran yang menjustifikasi tindakannya sebagai suatu perilaku yang wajar, yang
secara moral dapat diterima dalam suatu masyarakat yang normal, Kasem dan Higson, 2012.
Kerugian dari kecurangan akuntansi di pasar modal adalah menurunnya akuntabilitas manajemen yang membuat para pemegang saham meningkatkan biaya
monitoring
terhadap manajemen. Kecurangan akuntansi ini juga dapat dijelaskan dalam teori keagenan Jensen and Meckling, 1976. Teori keagenan bermaksud
memecahkan dua problem yang terjadi dalam hubungan keagenan. Salah satunya adalah problem yang muncul bila a keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen
bertentangan, dan b bila prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang dilakukan oleh agen. Bila agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya
Universitas Sumatera Utara
masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen manajemen tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal pemegang saham
serta akan bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi.
Perilaku tidak etis merupakan komponen dasar dari sikap, Luthans 2006. Komponen perilaku terdiri dari kecendrungan seseorang untuk berperilaku tertentu
terhadap objek. Buckley et al., 1998 menjelaskan bahwa perilaku tidak etis merupakan sesuatu yang sulit dimengerti, yang jawabannya tergantung pada
interaksi yang kompleks antara situasi serta karakteristik pribadi pelakunya. Meskipun masalah etika dalam organisasi terus menjadi perhatian masyarakat,
organisasi, dan individu, dampak potensial bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku etis belum benar-benar dieksplorasi. Tantangan perilaku etis
harus dipenuhi oleh organisasi jika mereka benar-benar peduli tentang kelangsungan hidup dan daya saing, yang dibutuhkan saat ini bagi organisasi adalah untuk lebih
melangkah maju dan beroperasi dengan kuat, budaya yang positif, dan beretika. Organisasi harus memastikan bahwa mereka karyawan tahu bagaimana menangani
masalah etika dalam kehidupan kerja sehari-hari mereka, Oseni 2011. Penelitian baru-baru ini telah memulai untuk menilai perilaku etis di
banyaknya skandal kepemimpinan yang terjadi. Perilaku tidak etis para pemimpin terjadi ketika adanya interaksi dari gabungan faktor antara pemimpin, pengikut, dan
konteks situasional, dikatalisasi oleh kejadian atau peristiwa penting yang memicu segala sesuatu ke pusatnya. Perilaku tidak etis merusak semua perilaku orang yang
teribat di dalamnya, yaitu pemimpin, pengikut, dan organisasi, Chandler 2009.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku tidak etis juga dapat merusak citra perusahaan, Maheshwari 2006. Tipgos 2002 menyatakan bahwa satu-satunya kontrol yang dapat mencegah manajemen
melakukan penipuan manajemen dan kecurangan laporan keuangan adalah manajemen itu sendiri. Manajemen harus memperkuat standar etika manejemen,
karena etika merupakan satu-satunya kontrol yang dapat mencegah kecurangan. Jensen and Meckling 1976 menjelaskan bahwa prinsipal dapat
memecahkan permasalahan ini dengan memberi kompensasi yang sesuai kepada agen, serta mengeluarkan biaya monitoring. Untuk mendapatkan hasil monitoring
yang baik, diperlukan pengendalian internal perusahaan yang efektif. Kompensasi yang tidak sesuai, dan dengan adanya kondisi
fraud triangle
kebutuhan, kesempatan, dan rasionalisasi dapat menciptakan tekanan yang signifikan untuk
melakukan kecurangan, Tipgos 2002. Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus yang
ramai diberitakan adalah keterlibatan 10 KAP
di Indonesia dalam
praktik kecuranganKeuangan. KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk mengaudit 37 bank
sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil audit mengungkapkan bahwa laporan keuangan bank-bank tersebut sehat. Saat krisis menerpa Indonesia,
bank-bank tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut
terlibat dalam praktik kecurangan akuntansi. Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia.
Angka korupsi di Indonesia sebelum tahun 2012 menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan tergabung dalam 60 besar negara terkorup di dunia versi Transparansi
Universitas Sumatera Utara
Internasional. Indonesia berada di 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi dari 174 negara di dunia, Hal ini berarti bahwa Indonesia menduduki posisi 56.
Selama tahun 2012, sejumlah kasus korupsi memang terus muncul ke permukaan. Kasus Hambalang, Wisma Atlet, dan Pengadaan Al-
Qur’an serta beberapa kasus lainnya telah menjadikan Indonesia duduk di peringkat 118 daftar persepsi korupsi,
Republika 2013. Meski kecurangan akuntansi diduga sudah menahun, namun di Indonesia
belum terdapat kajian teoritis dan empiris secara komprehensif. Oleh karenanya, fenomena ini tidak cukup hanya dikaji oleh ilmu akuntansi, tetapi perlu melibatkan
disiplin ilmu yang lain. Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis membuat judul: “Analisis Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, dan Komitmen
Organisasi terhadap Kecendrungan Kecurangan Akuntansi dengan Menggunakan Variabel Perilaku Tidak Etis Sebagai Variabel Intervening”.
1.2 Perumusan Masalah