Tolok Ukur Keabsahan Ibadah Haji

C. Tolok Ukur Keabsahan Ibadah Haji

Ibadah haji mempunyai syarat dan rukunnya. Perbuatan atau amalan yang dilakukan oleh para jamaah haji, para ulama mengelompokkan kepada rukun dan wajib haji yang di dalamnya tekandung pebuatan-perbuatan sunat. Perbedaan rukun dan wajib haji adalah; rukun haji merupakan amaliyah yang harus dilakukan dan jika ditinggalkan maka hajinya tidak sah dan tidak bisa diganti dengan dam denda. Sedangkan yang dimaksud haji adalah amaliyah yang jika ditinggalkan hajinya tetap sah, tetapi harus mambayar dam. a. Syarat dan Rukun Haji 1. Syarat Haji Syarat-syarat haji yang telah disepakati oleh fuqaha antara lain adalah: i. Islam Islam termasuk salah satu dari syarat-syarat haji yang telah disepakati oleh fuqaha, karena hajinya orang non muslim tidak sah 11 ii. Baligh Baligh juga merupakan syarat haji, karena haji tidak wajib bagi anak kecil yang belum mencapai usia baligh. Hal ini berdasar hadis Nabi: ْتلاق ا ْع ها ضر شئاع ْ ع : س ْ ع ها ْ سر اق ثا ث ْ ع قلْا عفر : ر ْ تح ّلا ْ ع أرْ تح تْ لا ْ ع ظقْتْس تح ئا لا ْ ع . حا ا ر كاحلا جا با ئاس لا ا با 11 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Semarang, CV. Asy-Syifa, 1990, cet.1, hal.232 Artinya: Dari Aisyah ra. Berkata Rasulullah bersabda : Tidak dicatat amal dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, orang yang terkena penyakit gila sampai ia sembuh dan anak kecil sampai ia dewasa HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, dan ibn Majah dan Hakim Adapun menurut sayyid Sabiq bahwa anak-anak itu tidak wajib haji, tetapi bila dilakukan maka hajinya tetap sah, hanya tidak melunasi kewajiban haji dalam Islam. 12 iii. Berakal Ketentuan syarat wajib lainnya adalah berakal. Maka haji tidak wajib bagi orang gila, dan hajinya orang gila tidak sah. 13 iv. Merdeka Merdeka juga merupakan syarat, karena haji itu ibadah yang menghendaki waktu dan kesempatan, sedang seorang hamba sibuk dengan urusan majikannya dan tidak mempunyai kesempatan. 14 v. Kesanggupan Kesanggupan yang mejadi salah satu syarat dari syarat haji, hanya tercapai dengan ketentuan sebagai berikut: 12 Sayyid Sabiaq, Fikh Sunnah, Libanon, Daar al-Fikr, 1983, Cet. III h. 40 13 Abdurrahman Al-Jajiri, Fikih Empat Mazhab, Kairo, Mathbaah al-Istiqomah, 2002, cet 2, hal 180 14 Sayyid Sabiaq, Fikh Sunnah, Libanon, Daar al-Fikr, 1983, Cet. III h. 36 a Sehat badan, jika tidak sanggup menunaikan haji disebabkan tua, hendaklah diwakilkannya kepada orang lain, jika ia mempunyai harta. b Hendaklah jalan yang dilaluinya itu aman. Dengan arti terjamin keamanan jiwa dan harta calon haji. c Memiliki bekal yang cukup. Mengenai bekal yang diperhatikan ialah agar cukup untuk dirinya guna terjamin kesehatan badannya, juga buat keperluan keluarga yang dalam tanggungannya. Cukup di sini berarti lebih dari kebutuhan-kebutuhan pokok, berupa pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan sarana mata pencarian mulai saat keberangkatan hingga waktu kembali nanti. d Adanya Kendaraan. Mengenai kendaraan syaratnya ialah yang dapat mengantarkannya pergi dan pulang kembali, baik dengan menempuh jalan darat, laut atau udara. e Tidak ditemui rintangan yang menghalangi orang untuk pergi haji seperti tertahan atau takut terhadap penguasa lalim yang tidak mengizinkan manusia mengunjungi tanah suci. 15 15 Sayyid Sabiaq, Fikh Sunnah, Libanon, Daar al-Fikr, 1983, Cet. III h. 36 2. Rukun Haji Yang dimaksud dengan rukun haji ialah ketentuan pelaksanaan haji yang apabila salah satu rukun tersebut ditinggalkan, maka ibadah hajinya tidak sah. 16 Menurut golongan Syafiiyah, rukun haji ada enam; ihram, tawaf, sai, wukuf, bercukur, dan tertib. 17 1 Ihram Sebelum haji dimulai, seluruh jamaah laki-laki mengenakan pakaian khusus ihram yang terdiri atas dua helai kain putih yang tidak berjahit yang dapat menutupi bagian atas dan bagian bawah tubuh, satu diselempangkan dan yang satu disarungkan boleh memakai ikat pinggang yang tidak disampul mati. Bagi wanita memakai pakaian yang menutup aurat atau seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. 18 Setelah itu dilanjutkan dengan niat, karena maksud dari pelaksanaan Ihram adalah niat mengerjakan haji lengkap berpakaian ihrom. Kesederhanaan dan keseragaman ihram melambangkan persamaan dan kerendahan hati segenap mukmin di hadapan Allah tanpa membedakan atribut duniawi, seperti ras, bangsa, kelas. Usia, jenis kelamin, atau 16 Latif Rosady, Manasik Haji dan Umrah Rosulullah SAW, Medan, Rimbow, 1989, hal. 32 17 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Haji, Jakarta, PT Bulan BIntang, 1994, cet. 3, hal. 137 18 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Haji, ha1. 138 budaya. Ihram merupakan kiasan tentang situasi tatkala manusia bangkit dari kubur pada Hari Pengadilan menghadap Sang Pencipta. 2 Wukuf di Arafah Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling agung. Setiap jamaah haji diwajibkan hadir di Arafah pada tempat manapun dan dalam kondisi apapun. Baik ia dalam keadaan tidur ataupun bangun, dalam perjalanan atau berhenti, dalam keadaan berjalan ataupun duduk. Begitu pula dalam keadaan suci maupun tidak suci seperti haid, nifas dan junub. Begitu agungnya amalan ini. Samapai-samapai Rasulullah saw, bersabda: َلاَق ْرَ ْعَي ِ ْب اَ ْحرلا ِدْبَع ْ َع : س ي ع ها ى ص يِب لا َلاَق : َّحْلَا ٌةَفَرَع . َّحلْا َ َرْدَأ ْدَقَف ِةَِيَل ْ ِ ِرْجَفلْا ِعْو ط َلْبَق َءاـَج ْ َ . ٌةَثاََث ىَِ َ ايَا ِ ْيََع َ ْثِا اََف ِ ْيَ وْيَ ىِف َلجعَت ْ َ َف , ِ ْيََع َ ْثِا اََف َرَّأَت ْ َ َ د حأ ا ر , ىقهيبلا جاـ با كاـحلا ةعبرأا 19 Artinya: Dari Abdurrahman bin Yamar berkata: Rasulallah saw. Bersada: Haji adalah wukuf Arafah. Barang siapa datang sebelum terbit fajar dari malam-malam Muzdalifah maka ia benar-benar mencapai haji. Hari-hari Mina adalah tiga hari, barangsiapa bersegera dalam dua hari maka tidak dosa atasnya, dan barang sipa mengakhirkan diri maka tiada dosa atasnya. HR. Ahmad, Imam Empat, Hakim, Ibnu Majah, dan Baihaqi. 19 Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti, JamiI alAhadis, Beirut, Dar al Fikr, 1994, juz, 4, h.30 Para ulama sepakat bahwa waktu untuk wukuf di Arafah adalah dari tergelincirnya matahari pada hari kesembilan Dzulhijjah sampai terbit fajar pada tanggal sepuluh Dzulhijjah. 3 Thawaf Thawaf asal kata dari فاـط yang artinya mengelilingi. Adapun dalam konteks ibadah haji, thawaf dimulai dari tempat Hajar Aswad mengelilingi Kabah sebanyak tujuh putaran dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam. Dengan demikian Kabah akan selalu berada di sebelah kiri, dan bagi orang yang ingin melakukan thawaf, maka ia disyaratkan untuk suci dari hadas kecil maupun besar, baik badan, pakain maupun tempat. Thawaf dapat diklasifikasikan kepada empat macam, yaitu ; thawaf qudum, thawaf ifadhah, thawaf umrah dan thawaf wada. 20 a. thawaf qudum disebut juga thawaf dukhul, yaitu thawaf pembukaan atau tawaf selamat datang, dilakukan saat tiba di Mekkah masjid haram b. thawaf ifadah disebut pula dengan thawaf rukun, artinya thawaf yang harus dilaksanakan, bila thawaf ini ditinggalkan maka hajinya menjadi batal dan wajib mengulang pada tahun berikutnya. 20 Said Agil Husain al-Munawar, Abdul Hakim, Fikih Haji; Menuntun Jamaah Haji Mabrur, Jakarta, Ciputat press, 2003, cet.1, hal 88 c. thawaf umrah, thawaf ini berlaku bagi jamaah yang melaksanakan ibadah umrah. Thawaf umrah merupakan rukun umrah artinya bila thawaf ini tidak dilaksanakan, maka hukumnya menjadi batal. d. thawaf wada ialah thawaf yang dikerjakan pada waktu para jamaah haji akan meninggalkan Mekkah. 4 Sai Pelaksanaan sai antara bukit Shafa dan Marwah disyaratkan setelah thawaf qudum atau ifadah. Sai dimulai dari Shafa yang terletak di ujung Jabal Qubays dan berakhir di Marwah di Jabal Qaiqaah sebanyak tujuh kali putaran. 5 Tahalul Yakni memotong atau mencukur rambut sedikitnya tiga helai rambut. Pelaksanaannya disyaratkan setelah wukuf di Arafah dan setelah pertengahan malam hari nahr. 21 Ulama mazhab Syafii berpendapat bahwa mencukur rambut merupakan salah satu rukun haji, bila mencukur rambut tidak dikerjakan maka ibadah hajinya menjadi batal. 22 Perintah ini ditetapkan dalam firman Allah: 21 Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwir Al-Qulub, Beirut; Dar Al Fikr,1994, h. 222 22 Said Agil Husain Al-Munawar, Abdul Hakim, Fikih Haji; Menuntun Jamaah Mencapai Haji Mabrur, Jakarta, Ciputat Press, 2003, cet. 1, h. 155                               حتفلا : Artinya: Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan Sebenarnya yaitu bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat Al- Fath. 27 6 Tertib Tertib yaitu mendahulukan ihram dari keseluruhan rukun lainnya. Mendahulukan wukuf dari thawaf ifadah dan potong rambut dan mendahulukan thawaf atas sai, bila sai itu tidak dilaksanakan setelah thawaf qudum. 23 b. Wajib dan Sunah Haji 1. Wajib Haji Wajib dan rukun haji biasanya mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama harus dikerjakan, namun dalam ibadah haji wajib dan rukun mempunyai arti yang berbeda, yaitu jika meninggalkan salah satu dari rukun haji maka hajinya tidak 23 Said Agil Husain Al-Munawar, Abdul Hakim, Fikih Haji.., h. 31 sah, sedangkan jika meninggalkan salah satu dari wajib haji masih dapat ditebus dengan menyembelih binatang dam. Wajib haji ada lima:

a. Ihram dari miqat

Miqat ada dua yaitu zamani dan makani. Miqat zamani adalah waktu kapan haji itu sudah boleh dilaksanakan, yakni waktu-waktu tertentu. Ibadah haji tidak sah jika tidak dilakukan pada waktu-waku tersebut. Telah dijelaskan dalam Al-Quran           ..... رق لا : Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadat haji Q.S. Al-Baqarah 2 : 189 Jumhur ulama sepakat bahwa waktu-waktu tertentu itu adalah dari bulan Syawal, Zulqodah dan sepuluh malam dari bulan Zulhijjah yang berakhir pada malam hari nahr. Sedangkan miqat makani adalah yang menyangkut tempat haji mulai dilaksanakan. Ada lima tempat jamaah bisa memulai ihram yakni Dzulhulaifah, Al Juhfah, Yalamlam, Qarnul Manazil dan Zatuirqin.

b. Melempar Jumrah

Al-Jimar adalah bentuk jamak dari al-Jumrah yang artinya adalah bebatuan kecil atau kerikil. Nama ini pada akhirnya digunakan untuk bebatuan kecil yang dilemparkan oleh jamaah haji ke dalam tempat jumrah. Waktu melempar jumrah di Mina ialah empat hari yakni hari raya kurban 10 Dzulhijjah atau hari petama idul Adha dengan melempar jumrah aqabah, dan tiga hari tasyriq 11,12 dan 13 Dzulhijjah dengan melempar tiga jumrah secara berturut-turut yakni jumrah ula, wustho, dan aqabah.

c. Mabit di Muzdalifah

Waktu berdiam di Muzdalifah dilakukan setelah tengah malam pada hari nahr walaupun hanya sebentar.

d. Mabit di Mina

Mabit di Mina dilakukan pada malam-malam hari tasyriq, dan diwajibkan untuk mengagungkan malam-malam. 24

e. Melaksanakan thawaf wada

Yakni thawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan tanah haram atau yang kita kenal dengan thawaf perpisahan. 2. Sunnah Haji Sunnah haji adalah amalan-amalan yang dianjurkan agar dilaksanakan dalam ibadah haji, bila amalan tersebut dikerjakan maka akan mendapatkan ganjaran pahala. Namun bila amalan tersebut ditinggalkan maka tidak mendapat dosa atau celaan. Sunnah haji menurut pendapat ulama syafiiyah antara lain: 24 Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwir Al-Qulub, h. 224 a. Mabit di Mina pada malam Arafah 9 Dzulhijjah. Yang demikian itu disunahkan tidak lain agar ia dapat beristirahat. Beda halnya dengan mabit pada malam-malam tasyriq, maka yang demikian itu hukumnya wajib, sebagaimana telah dikemukakan di atas. b. Berjalan dengan cepat di lembah Mahsar, yaitu tempat yang membatasi Muzdalifah dan Mina. Dinamakan Mahsar kata ini diambil dari akar kata hasara yang artinya lemah, yakni di tempat itulah tentara gajah Abrahah menjadi lemah ketiak ia hendak mengahancurkan Kabah. c. Menyampaikan khutbah pada waktu yang disunahkan yang demikian itu ada empat, yaitu: 1 Pada tanggal 7 Dzulhijjah, yaitu khutbah satu kali yang disampaikan oleh imam atau wakilnya setelah melaksanakan shalat zuhur di masjid haram 2 Pada hari nahar 9 Dzulhijjah di Namirah sebelum melaksanakan shalat zuhur yaitu dengan dua khutbah. 3 Pada hari nahar 10 Dzulhijjah di Mina, yaitu satu khutbah setelah sahat zuhur 4 Pada hari nafar awal hari kedua dari hari-hari tasyrikdi Mina, yaitu satu kali setelah shalat zuhur. d. Bercukur habis bagi laki-laki dan memendekkan bagi wanita e. Wukuf di Masar al-Haram, yaitu di Jabal Quzah, di tempat tersebut mereka dapat berzikir kepada Allah serta berdoa kepada Allah hingga waktu senja sambil menghadap kiblat. f. Tidak cepat-cepat berangkat dari Mina, melainkan hendaklah ia tetap di sana selama malam-malam tasyrik g. Membaca zikir yang disunahkan, misalnya ketika melihat Baitullah membaca doa: Artinya : Ya Allah sesungguhnya rumah ini adalah rumah-Mu, ketentraman adalah ketentraman-Mu, dan tempat ini adalah tempat orang memohon perlindungan- Mu dari api neraka. h. Melunasi hutang-hutang sebelum berhaji i. Memaafkan musuhnya, bertaubat atas segala maksiat yang diperbuatnya, belajar cara-cara haji meminta maaf kepada setiap orang yang pernah menjalin hubungan dan persahabatan dengannya. j. Banyak-banyak melaksanakan shalat, thawaf dan Itikaf di Masjid Haram setiap kali memasukinya k. Masuk Kabah serta melaksanakan shalat di dalamya sekalipun shalat nafilah l. Banyak minum air zam-zam hingga puas sambil menghadap kiblat dan ketika minum hendaklah membaca: Artinya : Ya Allah, sesuai dengan apa yang disampaikan Nabi-Mu kepadaku, beliau bersabda: Air zam-zam itu tergantung kepada tujuan diminumnya. Aku meminumnya untuk kebahagianku di dunia dan akhirat, maka kabulkanlah untuk kudoa pemohonanku ini 25 Setelah itu membaca bismillah, lalu minum dan bernafas tiga kali dan disunnahkan masuk ke sumur zam-zam serta melihat ke dalam, menimbanya, memerciki wajah, kepala dan dadanya sera membawanya untuk bekal perjalanan. 25 Abdurrahman Al-Jajiri, Fikih Empat Mazhab, Kairo, Mathbaah al-Istiqomah, 2002, cet 2, h. 254 31

BAB III ANALISA TENTANG MANFAAT IBADAH HAJI