Ibadah Haji Sebagai Motivasi Spritual

31

BAB III ANALISA TENTANG MANFAAT IBADAH HAJI

A. Ibadah Haji Sebagai Motivasi Spritual

Setiap menjelang musim haji tiba, kalbu semua kaum muslimin amat tergugah hendak pergi haji ke Baitullah Al-Haram untuk menunaikan kewajiban hajinya, sekaligus berziarah ke makam Rasul saw, perjalanan menunaikan ibadah haji merupakan kenikmatan dan kebahagiaan rohaniah yang tiada tara indahnya karena rasanya begitu dekat dengan Allah SWT, sang Pencipta yang Maha Agung. Makkah adalah pusat spiritual, karenanya di Makkah itu akan tercipta suasana yang memberikan disposisi kepada ibadah secara optimal untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman teofanik, yang juga bisa disebut kasyf atau penyingkapan tabir 1 . Sebagai gambaran dari pengalaman teofanik ini, yang merupakan pengalaman spiritual yang sukar untuk digambarkan, misalnya ketika kita sendirian sedang membutuhkan pertolongan, tiba-tiba ada orang tak dikenal yang menolong. Pengalaman teofanik itu bersifat pribadi sehingga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Sebagai contoh pengalaman teofanik atau metafisik sederhana berikut ini penulis memaparkan cerita yang tertera dalam Perjalanan Religius Umrah Dan Haji yang bisa direnungkan; Suatu ketika ada seseorang yang hendak masuk masjid Haram untuk melakukan Itikaf karena Itikafnya ingin agak lama, maka ia membawa bekal air, persiapan kalau ia kehausan. Baru sampai pintu masjid ada orang yang minta bekal airnya. Lalu dikasihlah air yang disisapkan sebagai bekalnya itu. Ternyata 1 Nurkhalis Majid, Perjalanan Religius Umrah dan Haji, Jakarta, Paramadina, 2008. cet.3, h. 83 tidak hanya orang tersbut yang meminta air, teman-temannya yang lain sama sehingga airnya habis. Mengetahui airnya habis orang tersebut ikhlas dan tawakkal kepada Allah SWT pada waktu melakukan Itikaf, ternyata benar dugaan ia semula, bahwa ia benar-benar merasa haus. Tetapi anehnya kemudian, pada saat ia sedang kehausan, tiba-tiaba, tanpa disangka-sangka, ada orang yang memberi air sebotol penuh. Orang yang memberi air itu sama sekali tidak dikenal. Nah, mungkin semacam ini pengalaman teifanik itu 2 . Dengan demikian seorang musafir yang hendak menunaikan ibadah haji akan memusatkan perhatian hanya untuk beribadah kepada Allah semata. Ia meninggalkan sanak keluarga, harta, handaitaulan, jabatan dan kekuasaannya. Ia rela meninggalkan kebiasaan dan kehidupan rutinnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan meningkatkan taat dan khusyu dalam shalat, thawaf, talbiyah, zikir dan tasbih tanpa mengenal lelah dan letih. Kalbunya telah ditundukkan dan ditaklukkan dengan Khaliknya dengan memperbanyak taat dan ibadah setiap hari, sehingga bercucuranlah rahmat Allah kepada kalbu orang yang merintih dan berkeluh kesah dengan sendu di hadap-Nya. Dari kedua kelopak mata mengalir air mata haru dan puas, seakan-akan segala dosa yang selama ini memberati pundak sudah jatuh berguguran bersama tetes air mata. Pada saat seperti itu akan sadar bahwa dunia dengan keindahannya tidak berarti apa-apa dibandingkan bila hati dekat kepada Allah dan berusah menggapai ridha-Nya. Berkaitan dengan pencapaian ibadah haji dalam meningkatkan motivasi spiritual maka, harus ditanamkan nilai dari tujuan ibadah haji diantaranya; 2 Nurkhalis Majid, Perjalanan Religius Umrah dan Haji, Jakarta, Paramadina, 2008. cet.3, h. 83 Pertama, adalah sebagai pelaksanaan dari rukun Islam yang kelima, dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan syariat agama tentang kaifiyatul hajj tatacara pelaksanaan ibadah haji. Kaifiayatu hajj ini telah diatur oleh syara dan terdapat hukum-hukum Allah yang berlaku di dalamnya, serta, manusia tidak mampu menawar akan keberadaannya. Dengan demikian, pelaksanaan kaifiyatul hajj secara sempurna akan menjadikan pula kesempurnaan nilai ibadah haji secara dzohir. Kedua, adalah untuk meningkatkan iman dalam hati, yang dipupuk selama ini dengan ibadah, pengajian, dan ketundukan kepada Allah swt selaku hamba yang taat. Hal ini tak dapat diajarkan oleh sebuah badan atau perorangan dan tidak dapat dituangkan ke dalam sebuah buku-buku tuntunan seperti halnya tujuan pertama yakni tentang kaifiyatul hajj, sebab ini adalah merupakan kesadaran seseorang dari dalam lubuk hatinya sampai dimanakah hubungan seseorang tersebut dengan Allah swt selama ini. Tak sedikit orang yang tergerak hatinya naik haji, karena ampunan dosa yang akan didapatinya. Dalam hal ini terasa sekali dan amat penting anjuran Hujjatul Islam Iman al- Ghozali, agar bagi orang yang menunaikan ibadah haji, sebelum melangkahkan kakinya, ditanamkan dalam kalbunya, perasaan asysyauqillah, rindu kepada Allah swt., karena rindu kepada Allah dalam menunaikan ibadah haji akan sangat besar pengaruhnya bagi seseorang dari pada hanya sekedar memiliki pengertian; haji adalah wajib dan bila tidak dikerjakan akan berdosa. Keberangkatan ke tanah suci didorong oleh semangat dan hati yang penuh dengan asysyauqillah akan membuat perjalanan itu penuh kebanggaan dan kelegaan walaupun nantinya akan menghadapi kesulitan, kesusahan dan kesengsaraan dalam perjalanan. Bahkan bukan hanya itu, ibarat seseorang yang dirindukannya, maka dalam perjumpaan itu hatinya akan berisi nilai-nilai kesucian. Apalagi dia dapat melihat tempat bersejarah dalam Islam, baik di Mekah maupun di Madinah. Kedua tujuan tersebut di atas sangat berkaitan erat. Untuk mencapai haji yang mabrur seperti yang selama ini diidam-idamkan oleh para pelaksana ibadah haji, mereka tentunya harus mengikat erat-erat kedua tujuan tersebut dalam hatinya, serta dilaksanakan atas dasar keikhlasan mencapai ridho Allah swt. Oleh karena itu para ahli hukum syara melihat, bahwa bila telah terpenuhi syarat dan rukun haji, serta keimanan seseorang setelah menunaikan ibadah haji semakin mengikat, maka disinilah seseorang itu akan mencapai haji yang mabrur. Di antara tanda-tanda bahwa seseorang mendapatkan haji yang mabrur adalah adanya perubahan sikap mental. Perubahan yang semakin baik dalam drinya sekembalinya menunaikan ibadah haji, dan ia dapat menjadi contoh yang baik sebagai panutan dalam masyarakatnya.

B. Manfaat Ibadah Haji Bagi Kehidupan Manusia